Setelah operasi Badai al-Aqsa 7 Oktober 2023, rezim Zionis melancarkan serangan udara dan darat besar-besaran ke Jalur Gaza. Aksi brutal ini menewaskan banyak warga Gaza dan menghancurkan infrastruktur serta rumah warga.
Di antara lebih dari 22 ribu orang yang gugur selama tiga bulan ini di Gaza, delapan ribunya adalah anak-anak. Selain itu, sampai saat ini lebih dari 57 ribu rakyat tertindas Gaza terluka. Serangan brutal Israel ini juga memaksa warga Gaza mengungsi. UNRWA juga mengumumkan bahwa 1,7 juta warga Palestina mengungsi dari utara dan tengah Gaza, serta mereka hidup di rumah-rumah dan kamp-kamp selatan daerah ini, padahal daerah ini juga memiliki populasi yang padat.
Dimensi luas kejahatan Israel terhadap warga Gaza yang merupakan bukti nyata dari genosida, menuai respos keras di tingkat dunia. Di antaranya adalah negara Afrika Selatan bukan saja mengecam, bahkan mengambil langkah-langkah di tingkat internasional terhadap rezim ilegal Israel. Afrika Selatan sebelumnya pada awal bulan November 2023 memanggil diplomatnya dari Israel, dan kemudian Tel Aviv memanggil dubesnya dari Afsel.
Selain itu, parlemen Afsel menyetujui penangguhan seluruh hubungan diplomatik dengan Israel, meski sampai saat ini pemerintah secara resmi belum menyetujui keputusan parlemen tersebut. Tak hanya itu, bulan lalu Afrika Selatan bersama lima negara lain secara resmi mengadukan kejahatan perang Israel di Gaza ke Mahkamah Internasional (ICJ). Meski demikian, langkah terbaru negara besar Afrika ini dengan sendirinya adalah langkah besar dan belum pernah dilakukan sebelumnya.
Sebagai salah satu negara anggota Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, Afrika Selatan berkomitmen untuk mencegah terjadinya genosida. Oleh karena itu, dalam pertemuan khusus yang diadakan pada tanggal 8 Desember 2023, Kabinet Afrika Selatan memerintahkan untuk merujuk Mahkamah Internasional di Den Haag guna meminta perintah yang menginstruksikan Israel, yang juga salah satu anggotanya, untuk menahan diri dari tindakan apa pun yang mungkin merupakan genosida atau kejahatan berdasarkan Konvensi.
Dalam konteks ini, telah diajukan permohonan kepada Mahkamah pada tanggal 29 Desember 2023, yang mana Mahkamah diminta untuk segera menyatakan bahwa Israel melanggar kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida dan harus segera menghentikan segala tindakan dan langkah yang melanggar kewajiban tersebut. Mahkamah Internasional menyetujui pengaduan Afrika Selatan mengenai pelanggaran kewajiban Israel. Atas dasar itu, Afrika Selatan mengajukan gugatan terhadap Israel berdasarkan Konvensi Genosida.
Dalam permintaan Afrika Selatan untuk mengajukan gugatan terhadap Israel terkait pelanggaran kewajiban rezim ini terhadap warga Palestina di Jalur Gaza, berdasarkan Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida (Genocide Convention), disebutkan bahwa tindakan tersebut Rezim Zionis mempunyai ciri-ciri genosida karena tindakan tersebut mempunyai tujuan tertentu, dan untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza sebagai bagian dari kelompok bangsa, ras dan etnis yang besar.
Perilaku dan tindakan Israel terhadap warga Palestina di Gaza, baik melalui organ-organnya, agen-agen pemerintah, orang-orang dan lembaga-lembaga lain yang bertindak sesuai dengan instruksinya atau berdasarkan instruksinya, dianggap sebagai pelanggaran terhadap kewajiban sesuai dengan Konvensi Genosida. Dalam tuntutan ini diisyaratkan bahwa Rezim Zionis khususnya sejak 7 Oktober 2023, tidak menindaklanjuti langkah-langkah langsung dan publik mengenai (pencegahan) genosida dan telah gagal dalam hal ini. Afrika Selatan juga telah meminta pengadilan untuk mengambil tindakan sementara untuk mendukung hak-hak rakyat Palestina terhadap kerugian lebih lanjut, parah dan tidak dapat diperbaiki berdasarkan Konvensi Genosida dan memastikan bahwa Israel mematuhi kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida.
Terkait gugatan Afrika Selatan di Mahkamah Internasional atau Mahkamah Internasional (ICJ), Kementerian Luar Negeri negara ini mengeluarkan keterangan pers pada hari yang sama (29 Desember 2023). Dalam keterangan pers ini disebutkan bahwa Afsel sangat mengkhawatirkan kondisi warga sipil dalam serangan terkini Israel ke Jalur Gaza, karena penggunaan kekerasan yang melampaui batas dan pengusiran paksa warga. Ada laporan tak henti mengenai kejahatan internasional, seperti kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang serta berbagai laporan mengenai aksi-aksi yang serupa dengan genosida atau kejahatan yang berkaitan dengannya.
Dalam kelanjutan pernyataan ini disebutkan bahwa mengenai tindakan genosida atau kejahatan terkait dengannya sesuai dengan Konvensi 1948 (yang mengatur tentang pencegahan dan penghukuman genosida), kejahatan-kejahatan ini dilakukan dalam pembunuhan di Gaza dan mungkin terus berlangsung sampai saat ini. Afrika Selatan telah berulang kali menyatakan bahwa mereka mengutuk kekerasan dan serangan terhadap semua warga sipil. Selain itu, Afrika Selatan secara konsisten menyerukan gencatan senjata segera dan permanen serta dimulainya kembali perundingan yang mengakhiri berlanjutnya kekerasan karena pendudukan di Palestina.
Menyusul tindakan Afrika Selatan, Kementerian Luar Negeri Israel bereaksi dalam sebuah pernyataan pada 29 Desember. Tel Aviv menganggap rujukan permintaan Afrika Selatan terhadapnya ke Mahkamah Internasional sebagai fitnah yang tidak berdasar dan tidak memiliki nilai hukum dan menolaknya serta mengklaim bahwa pihaknya mematuhi hukum internasional dalam perang dengan Hamas di Gaza. Pernyataan ini juga mengklaim bahwa Afrika Selatan bekerja sama dengan kelompok yang disebut Tel Aviv sebagai teroris (yaitu Hamas) yang ingin menghancurkan Israel.
Selain itu, pernyataan ini juga memunculkan klaim konyol bahwa rakyat Gaza bukanlah musuh Israel dan bahwa Israel berusaha membatasi dampak buruk terhadap warga sipil. Juru bicara rezim Zionis juga mengumumkan bahwa tindakan militer hanya akan dilakukan terhadap Hamas dan "organisasi teroris lainnya" yang bekerja sama dengan Hamas.
Hal yang penting adalah bahwa tindakan yudisial Afrika Selatan terhadap rezim Zionis disambut baik oleh kelompok perlawanan Palestina. Dalam pernyataannya, gerakan Hamas memuji petisi Afrika Selatan di Mahkamah Internasional (ICJ) dan mengumumkan bahwa tindakan Afrika Selatan merupakan langkah penting untuk menuntut dan mengadili pemimpin Israel sebagai penjahat baru, yang melakukan kejahatan paling brutal untuk saat ini terhadap kemanusiaan.
Dalam pernyataan Hamas, seluruh negara diminta untuk menyampaikan permintaan serupa terhadap rezim kriminal Zionis, mengingat hal tersebut merupakan ancaman bagi perdamaian dan keamanan dunia, kepada pengadilan pidana nasional dan internasional terkait guna memastikan rezim tersebut tidak menghindar dari kejahatan brutal terhadap anak-anak dan warga sipil di Jalur Gaza.
Langkah hukum pemerintah Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional dengan dakwaan melakukan genosida sangat penting dari beberapa sisi.
Pertama, dakwaan genosida terkait Israel diajukan secara resmi dan kejahatan ini secara resmi ditujukan kepada Tel Aviv. sebelumnya, dakwaan seperti ini hanya digulirkan sebatas di media dan Israel mampu melawannya. Tapi untuk saat ini, Israel menghadapi sebuah proses hukum serius di tingkat internasional.
Kedua, proses yang dimulai pemerintah Afrika Selatan di ICJ adalah sebuah proses yang memungkinan seluruh pemerintah anggota "Konvensi Genosida 1948" untuk ikut campur, dan ini dapat menjadi sebuah gerakan luas di tingkat internasional melawan Israel.
Ketiga, pemerintah Afrika Selatan dalam langkah pertamanya mengajukan perintah sementara dan meminta ICJ sebelum mengkaji isi pengaduan, untuk mendapatkan jaminan kejahatan yang menjadi bukti genosida, telah merilis instruksi sementara. Salah satu keistimewaan penting dari perilisan "instruksi sementara" ini adalah anggota tetap Dewan Keamanan dari Barat akan kesulitan memanfaatkan hak veto untuk keuntungan Israel, atau mereka akan mengeluarkan biaya yang sangat mahal.
Keempat, setelah dimulainya proses ini, Mahkamah Internasional (ICJ) akan semakin leluasa untuk mengambil langkah terhadap pemimpin Israel, dan sedikit banyak para jaksa di ICJ akan terlindungi dari tekanan politik, finansial dan mental oleh Amerika Serikat dan sejumlah pemerintah Barat.