Dalam tulisan singkat ini akan diulas mengenai peran keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Ma`ad (hari kebangkitan) untuk menumbuhkan harapan dalam diri manusia. Harapan adalah keyakinan atas masa depan yang lebih baik. Harapan akan mendorong manusia untuk berusaha mencapai kondisi yang lebih baik dan membantunya untuk memiliki jiwa dan perilaku yang lebih baik pula. Jika manusia kehilangan harapannya, maka ia akan kesulitan dalam menjalani kehidupannya.
Mungkin harapan itu dapat diibaratkan sebagai nahkoda kapal. Jika sebuah kapal tanpa nahkoda di tengah lautan dengan ombak yang ganas, maka kapal tersebut akan terombang-ambing. Begitu juga dengan manusia yang tidak memiliki harapan, ia akan kebingungan dalam menjalani kehidupan yang penuh gejolak ini.
Harapan memiliki hubungan erat dengan pandangan manusia terhadap kehidupan dan filosofinya. Penganut materialisme yang meyakini bahwa kehidupan hanya terbatas pada kehidupan dunia saat ini, tidak akan pernah mencicipi harapan terhadap kehidupan dengan makna yang sebenarnya. Mereka juga tidak dapat menjawab pertanyaan dan persoalan manusia tentang tujuan penciptaan dan bagaimana nasib manusia selanjutnya. Tetapi agama-agama Samawi telah menjanjikan harapan terhadap masa depan dalam naungan iman kepada Tuhan dan hari kebangkitan. Keyakinan tersebut akan memberikan makna dan arah yang benar kepada kehidupan manusia.
Takwa dan beramal saleh adalah dampak dan hasil dari iman manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa dan harapannya terhadap masa depan. Dalam pandangan Islam, harapan terhadap masa depan berdasarkan pandangannya terhadap tauhid. Cara pandang ini mengajarkan kepada manusia bahwa dunia ini tidak ada dengan sendirinya, tetapi keberadaan dunia karena ada yang menciptakannya. Dunia adalah tanda keberadaan Tuhan. Sekecil apapun perbuatan baik dan buruk tidak akan dapat disembunyikan dari Tuhan, dan semua hal tercatat oleh-Nya. Oleh sebab itu, bertauhid adalah ajaran pertama dan terpenting untuk menumbuhkan harapan dalam diri manusia.
Dampak terkecil dari keyakinan kepada Keesaan Tuhan adalah keseimbangan dalam pandangan, emosi dan perilaku manusia di banyak hal dalam kehidupannya. Tauhid memfokuskan kekuatan pikiran manusia terhadap sebuah sumber kekuatan yang tak terbatas. Hal itu memiliki peran penting dalam kebersihan jiwa manusia dan konsistensi dalam karakternya. Al-Quranul Karim berulang kali mengajak manusia untuk bertauhid, yaitu yakin kepada kekuatan abadi Allah Swt. Dengan demikian, manusia akan tercegah dari ketidaktenangan dan kebingungan.
Manusia yang beriman kepada Allah Swt akan tumbuh semangat dan keyakinan dalam dirinya sehingga ia akan bersabar dan berjuang dalam menghadapi semua kesulitan dalam kehidupannya. Manusia Mukmin tidak akan pernah merasa putus asa dan karena ia yakin bahwa Allah Swt selalu menyaksikan dan bersamanaya maka ia semakin bersemangat untuk berusaha mencapai masa depannya yang lebih baik dan penuh kesuksesan. Jelas bahwa setiap iman seseorang bertambah kuat maka kapasitas harapannya terhadap Tuhan akan semakin besar. Derajat tersebut tidak akan tercapai bagi seseorang kecuali dengan jalan pengabdian kepada Sang Pencipta.
Cendekiawan besar Iran, Syahid Muthahhari menilai iman sebagai sumber harapan. Ia mengatakan, "Dengan Iman, manusia tidak akan melihat dirinya merasa sendiri, tanpa penolong dan tanpa memiliki tempat berkeluh kesah. Ia dalam shalatnya selalu mengatakan, `Tuhanku, aku beribadah kepada-Mu dan meminta pertolongan-Mu, tumbuhkanlah agama dan iman yang memberikan harapan kuat dan dari sisi lain, mencegah serangkaian harapan palsu."
Dalam Islam, harapan dan optimisme memiliki posisi tinggi, bahkan dalam berbagai riwayat, harapan dinilai sebagai rahmat Allah Swt. Nabi Muhammad Saw bersabda, "Sesungguhnya cita-cita (harapan) merupakan rahmat Allah bagi umatku, seandainya tidak ada harapan niscaya tiada seorang ibu pun yang mau menyusui anaknya, dan tiada seorang petani pun yang mau menanam pohon". (Biharul Anwar, Juz 74, Halaman 172)
Harapan juga disinggung dalam banyak ayat al-Quran. Harapan untuk mendapatkan rahmat Allah Swt adalah salah satu hal yang menyebabkan tumbuh dan bertambah kuatnya harapan dalam diri manusia. Harapan terhadap rahmat Allah Swt memiliki peran sangat penting dalam menciptakan kebahagiaan manusia. Al-Quranul Karim telah memberikan harapan kepada manusia tentang rahmat Allah Swt untuk mendorongnya melakukan perbuatan baik dan terpuji.
Dalam Surat al-Baqarah Ayat 218, Allah Swt berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Dalam ayat tersebut disinggung mengenai harapan orang-orang Mukmin, berhijrah dan berjihad atas rahmat Allah Swt.
Meskipun harapan adalah kondisi mental, tetapi kondisi itu memiliki dampak nyata dalam perbuatan. Mereka yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah Swt dapat mengklaim bahwa diri mereka memiliki harapan terhadap rahmat-Nya. Jika harapan dan sikap optimis ada dalam diri manusia, maka dampaknya dengan sendirinya akan muncul dalam dirinya.
Tanda-tanda jelas mengenai harapan terhadap Tuhan dan hari kiamat adalah melaksanakan perbuatan baik. Allah Swt dalam Surat al-Kahf Ayat 110, Allah Swt berfirman: "… Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan di dalam beribadah kepada Rabbnya dengan seorang pun."
Satu-satunya jalan untuk sampai kepada keridhaan Allah Swt dan mendapat pahala dari-Nya adalah berbuat baik dan beribadah kepada-Nya dengan ikhlas. Ketika perbuatan manusia tidak didasari karena Allah Swt dan tidak ikhlas maka tidak sepantasnya pelaku perbuatan itu berharap atas rahmat dan ampunan dari Allah Swt. Percaya kepada hari kebangkitan dalam pandangan tauhid menjadi pijakan yang tepat dalam mendorong untuk melakukan perbuatan baik dan saleh serta harapan untuk sampai pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Keyakinan terhadap hari kebangkitan akan menumbuhkembangkan bibit harapkan dan berperan penting dalam mengatur kehidupan yang sehat serta memperbaiki perilaku dan keyakinan manusia.
Dalam al-Quran telah disebutkan banyak contoh terkait harapan terhadap masa depan. Kisah Nabi Yusuf as adalah contoh mengenai harapan terhadap masa depan. Beliau tetap bersabar dan bertahan dalam meniti jalan kebenaran. Surat Yusuf menjelaskan bagaimana perjalanan kehidupan Nabi Yusuf as dari dasar sumur hingga mencapai kemuliaan yang tinggi. Iri hati saudara-saudara beliau telah menyebabkan kehinaan bagi mereka.
Kesabaran Nabi Yusuf as pada akhirnya telah membuahkan kebaikan dan kemuliaan baginya. Sementara makar dan tipu daya Zulaikha telah menyebabkan kehinaan terhadap dirinya sendiri. Kisah tersebut sebagai penerang pasang surut waktu dan kemenangan akhir kebenaran serta tidak langgengnya kebatilan.
Dalam pandangan tauhid, orang yang mempercayai Tuhan dan menjadikan-Nya sebagai sandaran, maka ia akan sampai pada kemenangan final. Namun orang yang tergantung pada selain Tuhan maka ia akan merugi. Dalam pandangan ini, manusia adalah wujud yang berada di antara ketakutan dan harapan. Jika rasa takutnya banyak maka ia akan kehilangan harapan terhadap masa depan, dan jika harapan-harapan palsunya banyak maka ia akan menjadi seorang yang keras kepala, jahat dan pemberontak.
Takut kepada azab dan siksa Allah Swt adalah ketakutan yang baik dan justru diinginkan, sebab rasa takut ini akan memperbaiki dirinya dan orang lain serta menumbuhkan harapan terhadap masa depan. Namun takut kepada selain Allah Swt, adalah takut yang buruk dan menyebabkan kecemasan dan guncangan. Dengan demikian, manusia Mukmin hanya menambatkan hati mereka kepada janji-janji Tuhan dan berusaha mempersiapkan bekalnya di dunia untuk kehidupan akhirat yang abadi.
Adanya kemungkinan untuk bertaubat dan kembali ke jalan yang benar juga telah menumbuhkan harapan kepada manusia. Taubat memiliki peran penting dalam mengkompensasi perbuatan-perbuatan manusia di masa lalu. Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan inayah dan rahmat Allah Swt. Kebanyakan manusia tergelincir dan melanggar perintah Tuhan dan terkadang mereka gagal dalam memerangi hawa nafsunya. Dalam kondisi tersebut, muncul rasa putus asa yang akan menghalangi mereka untuk sampai kepada kesempurnaan manusia.
Jika mereka menganggap jalan untuk kembali telah tertutup maka mereka tidak akan pernah mengubah dan meninjau ulang perbuatan mereka, bahkan mereka akan terus meniti jalan sesat tersebut dan terperangkap ke dalam kegelapan. Namun adanya kemungkinan untuk bertaubat telah menumbuhkan harapan baru bagi mereka untuk kembali ke jalan Allah Swt.
Perwujudan perbuatan buruk seperti mimpi buruk dan mengerikan yang membayangi jiwa manusia dan menimbulkan kecemasan dan tekanan psikologis terhadapnya. Kondisi tersebut mungkin akan menyebabkannya depresi. Kehidupan seorang pendosa akan terasa hampa dan tak berguna. Ia akan kehilangan semangat untuk melanjutkan kehidupannya dan hal itu akan menyebabkannya berputus asa. Namun jika orang tersebut mengetahui bahwa dengan taubat, Allah Swt akan mengampuni dosa-dosanya, maka harapan akan timbul dalam dirinya. Ia kemudian berusaha untuk tidak berbuat dosa dan kesalahan lagi.
Allah Swt telah memberikan inayah dan rahmat kepada hamba-hamba-Nya. Dia telah memberikan jalan keselamatan bagi hambanya yang terjebak ke dalam dosa dan memberikan kesempatan untuk mengkompensasi atas perbuatannya di masa lalu. Taubat adalah jalan yang diberikan kepada manusia supaya terbebas dari putus asa, namun satu poin penting yang harus diperhatikan adalah tidak boleh menunda-nunda taubat. Sebab, kesempatan untuk kembali tidak selamanya terbuka bagi manusia. Ketika kematikan telah datang maka ia tidak memiliki lagi kesempatan untuk bertaubat.