Krisis Politik Turki dan Pemerintah Bayangan

Rate this item
(0 votes)

Turki selama beberapa bulan terakhir dilanda krisis politik. Sebagian kalangan menilai krisis tersebut dimulai dari protes rakyat terhadap rencana penghancuran Taman Gezi di kota Istanbul. Insiden di Taman Gezi dianggap sebagai pemicu protes terhadap pemerintah Ankara. Pemerintah yang mengadopsi praktek-praktek non-demokratis khususnya kebijakan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan juga dianggap sebagai pemicu ketidakpuasan di antara rakyat negara itu.

 

Sebenarnya, para pemrotes terkait Taman Gezi di Istanbul meliputi banyak oposisi dengan berbagai orientasi politik dan kecenderungan yang berbeda-beda. Dengan demikian, sejak kasus Taman Gezi hingga sekarang, Turki menghadapi krisis politik yang belum pernah terjadi sebelumnya, di mana banyak spekulasi yang muncul tentang "peradangan" politik di negara itu. Namun di tengah-tengah krisis tersebut, para negarawan Turki menegaskan berbagai kesuksesan ekonomi dan politik yang telah diraih di bawah kepemimpinan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP).

 

Pembedahan terhadap krisis sekarang mungkin akan mengungkap sebagian sudut-sudut tersembunyi dari krisis politik di Turki. Sebagai contoh, negarawan Turki terutama Erdogan dan pemimpin AKP, menyinggung adanya sebuah pemerintahan bayangan di dalam pemerintah dan koalisi kotor terhadap pemerintah. Pemerintah bayangan di Turki adalah sebuah istilah yang muncul dan kemudian dibahas luas meskipun sebelumnya ada penyebutan lain seperti pemerintah dalam bayang-bayang, pemerintah bawah tanah dan kelompok kekuatan tersembunyi.

 

Meskipun berbeda tentang makna dari istilah-istilah tersebut, namun tampaknya tujuan utamanya adalah menciptakan pengaruh terhadap berbagai elemen, lembaga penting dan substansial di Turki. Dengan menggunakan kekuatan masing-masing, mereka berusaha menanamkan pengaruhnya terhadap setiap keputusan makro pemerintah.

 

Menurut salah satu pemimpin Partai Perdamaian dan Demokrasi, Salahuddin Dimirtash, jika sebelumnya pemerintah bayangan di Turki dikenal sebagai pemerintah tersembunyi atau kelompok kekuatan tersembunyi, namun sekarang kekuatan tersebut telah bertindak secara terbuka. Ketika jaringan Ergenekon disebut sebagai kelompok tersembunyi yang berusaha mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah, namun John Dunbar, seorang wartawan salah satu media massa, dengan terang-terangan menyebut nama Ergenekon ke publik pada tanggal 7 Januari 1997. Ia juga mengklaim bahwa jaringan tersebut melakukan kegiatan organisasi informaldi dalam pemerintahan layaknya sebuah pemerintahan bayangan yang mengintervensi berbagai keputusan makro pemerintah.

 

Mereka meyakini bahwa Ergenekon beraktivitas dalam kerangka institusi yang menguasai birokrasi-birokrasi pemerintah hingga para jenderal, perwira dan bahkan kepala staf gabungan militer. Menurut klaim mereka, para anggota jaringan Ergenekon terbentuk dari sejumlah jenderal yang masih aktif, pensiunan militer, wartawan, penulis, media, politisi, birokrasi dan sejumlah pemimpin mafia di Turki, di mana mereka semua adalah segmen-segmen sekuler.

 

Terungkapnya rencana jaringan Ergenekon untuk menggulingkan pemerintah Ankara yang dipimpin oleh Erdogan, dan pengadilan terhadap anggota jaringan tersebut telah menjadi berita politik terhangat di Turki. Namun kini isu pemerintah bayangan di Turki dijelaskan dalam bentuk lain. PM Turki secara eksplisit mengkonfirmasi adanya pemerintah bayangan di dalam pemerintah Ankara, khususnya di lembaga-lembaga kepolisian dan peradilan.

 

Sebenarnya, pemerintah bayangan yang dimaksud Erdogan adalah aktivitas rahasia polisi dan paradilan yang dekat dengan Fethullah Gulen yang melakukan penyerangan luas terhadap AKP. Gulen adalah seorang ulama dan pemimpin masyarakat Gulen. Ia sekarang tinggal di pengasingan di kota Pennsylvania, Amerika Serikat. Terkait pemerintah bayangan, Presiden Turki Abdullah Gul mengatakan, segala bentuk pemerintah bayangan di dalam pemerintah Ankara tidak bisa ditolerir.

 

Sementara itu, Ahmet Turk, Pemimpin Kongres Masyarakat Demokratislebih tegas dalam menyikapi adanya pemerintah bayangan. Ia menuding Fethullah Gulen dan pendukungnya telah membentuk pemerintahan bayangan di Turki. Turk menyebut berbagai peristiwa terbaru di Turki sebagai bentuk pamer kekuatan oleh sebuah kelompok kuat dan berpengaruh, di mana kelompok tersebut memiliki pengaruh di semua pilar pemerintahan Turki. Meskipun Gulen dan para pendukungnya membantah tuduhan tersebut, namun konflik Erdogan dan Gulen telah berubah menjadi sebuah isu panas politik di Turki.

 

Sebagian pengamat meyakini bahwa banyak para pendukung Gulen aktif di pusat-pusat universitas, lembaga peradilan dan instansi kepolisian. Menurut mereka, pendukung-pendukung Gulen atau gerakan Gulen tidak sedang membentuk partai atau mencapai kekuasaan politik secara resmi, tetapi gerakan itu hanya ingin mengintervensi keputusan-keputusan penting pemerintah sebatas dan sesuai dengan pandangannya. Selain itu, gerakan Gulen ingin supaya aktivitas media, pendidikan dan organisai sosial mereka berjalan lancar dan aman.

 

Menurut keyakinan para pengamat politik, tujuan-tujuan gerakan Gulen tersebut akan menjadi penjamin bagi pengaruh dan kehadiran permanen mereka di arena politik Turki. Sebab, kehadiran partai-partai di kancah politik selalu mengalami pasang surut. Kadang-kadang sejumlah partai dapat aktif di kancah politik dalam waktu lama, dan bahkan mampu membentuk pemerintahan, namun di masa tertentu mereka tidak mampu sukses masuk ke parlemen dan bahkan terkadang harus tersingkir dari arena politik. Dengan demikian, sejumlah kalangan di Turki lebih memprioritaskan untuk menciptakan margin yang aman untuk melakukan aktivitas sosial, pendidikan, budaya, ekonomi dan politik supaya tetap dapat hadir permanen di arena politik dan budaya.

 

Mungkin keputusan pemerintah Erdogan untuk menutup sekolah-sekolah tinggi pra-universitasadalah salah satu upaya untuk merusak perimbangan kekuatan itu. Keputusan untuk menutup sekolah-sekolah tersebut tampaknya sebuah keputusan sederhana, tetapi bagi Gulen dan para pendukungnya keputusan tersebut sangat merugikan mereka. Sebab, sekolah-sekolah tersebut sangat penting bagi gerakan Gulen.

 

Akibat penutupan sekolah-sekolah tersebut, terjadi perdebatan sengit, dan hal itu merupakan indikasi konflik terbuka antara pemerintah Turki dengan Gulen dan pengikutnya. Sejak tahun 1970, gerakan Gulen telah menyediakan pendidikan sekolah pra-universitas yang terjangkau bagi pelajar di Turki dan membantu mereka mempersiapkan diri masuk ke universitas. Karena dianggap berseberangan dengan pemerintah, sekolah-sekolah itu sering menjadi sasaran oleh pemerintah Turki sebelumnya, dan memaksa Gulen meninggalkan Turki, dan pergi ke pengasingan di AS pada tahun 1999 hingga Erdogan dan AKP berkuasa pada tahun 2003. Gulen juga menolak seruan Erdogan kembali ke Turki.

 

Menurut sejumlah sumber, gerakan Gulen telah menarik jutaan pengikut dan telah menghimpun dana hingga miliaran dolar, bahkan gerakan itu disinyalir memiliki lebih dari 1.000 sekolah, surat kabar, TV, radio, universitas, dan bahkan bank di 130 negara. Jaringan besar ini tidak seperti organisasi-organisasi jaringan lain. Ia tidak memiliki struktur formal, tidak ada organisasi yang terlihat dan tidak ada keanggotaan resmi. Pendukungnya mengatakan bahwa mereka hanya bekerja sama dan terinspirasi oleh pesan-pesan Gulen. Gerakan Gulen di Turki diperkirakan telah memiliki sedikitnya 10 juta pendukung.

 

Selama ini, pernah terjadi satu kesepakatan antara Gulen dan negarawan sekuler Turki, yaitu kedua belah pihak sepakat untuk memperluas budaya Turki di berbagai negara Islam regional melalui institusi-institusi pendidikan dan media sosial Gulen. Di Turki, banyak tokoh yang memiliki pengaruh kuat dan pendukung yang banyak, di mana peran mereka dalam mengantarkan sejumlah politisi ke kursi kekuasaan tidak dapat diabaikan. Berkuasanya Erdogan sebagai PM Turki juga tidak terlepas dari peran dukungan Gulen.

 

Selain perbedaan pendapat, keputusan pemerintah yang memisahkan mahasiswa laki-laki dan perempuan di asrama dan penutupan sekolah pra-universitas serta mekanisme penyelesaian masalah Kurdi adalah sejumlah faktor yang memperuncing perselisihan antara Erdogan dan Gulen.

 

Terkait konflik tersebut, Salahuddin Dimirtash, salah satu pemimpin Partai Perdamaian dan Demokrasi mengatakan, 10.000 aktivis politik Kurdi ditahan karena persaingan Erdogan dan Gulen, dan pengaruh gerakan Gulen di berbagai lembaga peradilan dan keamanan.

 

Sejumlah pengamat menilai kecenderungan sikap otoriter Erdogan juga berperan dalam menghapus berbagai elemen dan lembaga substansial yang berusaha mempengarui keputusan pemerintah. Sementara sebagian lainnya menilai bahwa keberadaan pemerintah bayangan di Turki bertentangan dengan prinsip sebuah masyarakat sipil dan sebuah negara demokrasi.

 

Apapun sumber permasalahannya antara Erdogan dan Gulen, namun yang jelas gerakan Gulen mampu mengguncang pemerintahan partai berkuasa, AKP. Pengungkapan skandal luas korupsi yang melanda sebagian pejabat pemerintah Erdogan telah mengejutkan opini publik Turki. Pengunduran diri empat menteri yang diduga terlibat dalam skandal tersebut telah mendorong PM Turki merombak kabinet.

 

Pemerintah Erdogan juga memecat puluhan kepala polisi dan perwira yang dianggap terlibat dalam mengungkap skandal korupsi di Turki. Pemerintah PM Turki menganggap pengungkapan skandal korupsi tersebut sebagai upaya untuk melemahkan pemerintahannya dan mengancam stabilitas dan keamanan negara.

 

Sejumlah jajak pendapat baru-baru ini menyebutkan bahwa popularitas Erdogan dan partai bekuasa AKP menurun menyusul pengungkapan skandal korupsi yang melanda pemerintahannya. Kondisi tersebut tentunya akan mempengarui posisi AKP di berbagai pemilu baik pemilu lokal maupun parlemen mendatang.

Read 2450 times