Pada pertemuan sebelumnya telah saya jelaskan bahwa kebangkitan Imam Husein as berporos pada dua pokok, pertama adalah tidak menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran yang tercermin dalam perjalanan Imam Husein dari Madinah menuju Mekkah. Kedua adalah amar makruf dan nahi munkar, yang tercermin dalam gerakan Imam Husein as dari Madinah menuju Kufah.
Perlunya Tolong-Menolong
Guna memperjelas pembahasan maka saya akan menjelaskan bahwa manusia memiliki dua dimensi, dimensi materi dan maknawi. Tidak ada keraguan dalam hal ini. Dalam dimensi materi, manusia tidak dapat memenuhi urusan materinya tanpa bantuan orang lain. Dalam dimensi maknawi, masalah yang sama juga mengemuka, yakni dalam perjalanan maknawi, manusia juga memerlukan bantuan dan kerjasama sesama, dengan kata lain dia tidak akan mampu menempuhnya sendirian. Dengan ungkapan yang lebih mudah, baik di sisi materi maupun maknawi, manusia tidak mandiri.
Karena manusia tidak mandiri dan tidak dapat mengatur urusannya sendiri, oleh karena itu manusia memerlukan i'aanah (pertolongan). Baik dalam sisi materi maupun maknawi, mausia memerlukan bantuan orang lain. Di sinilah masalah i'aanah itu mengemuka.
Di sini kita harus melihat apakah dalam agama Allah, apakah segala i'aanah dan taawun di sisi materi maupun maknawi dapat dilakukan? Apakah segala bentuk bantuan dan pertolongan diterima oleh agama? Sebagai contoh, ketika kita melihat seseorang yang sangat membutuhkan dan kita ingin membantunya, apakah kita boleh—nauzubillah—mencuri dan memberikan kepada orang itu? Sama seperti orang yang mencuri dan memberikannya kepada seorang fakir.
Imam Jakfar Sadiq as mempermasalahkan aksi seperti itu, mereka mengatakan bahwa ‘ini berarti Anda tidak memahami ayat al-Quran karena disebutkan:
مَن جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا ۖوَمَن جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَىٰإِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa
perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (QS 6:160)
Katakanlah saya mencuri sekali dan berbuat kebaikan sekali. Dengan demikian hanya satu pahala dari 10 pahala yang hilang, sembilan pahala lainnya tetap ada. Namun Imam Jakfar Sadiq as menjawab bahwa Allah Swt hanya menerima kebaikan dari orang-orang yang bertakwa. (Biharul Anwar jilid 47 hal, 23)
Lalu muncul pertanyaan bahwa apakah menurut pandangan Allah Swt, segala bentuk taawun dan i'aanah (bantuan dan pertolongan) itu diterima atau tidak? Apa yang ada dalam ayat taawun adalah bahwa bantuan itu bukan dalam segala bentuknya karena dalam islam masalah ini memiliki aturan dan persyaratan.