Kewajiban Amar Makruf dan Nahi Munkar
Setiap Amar Makruf dan Nahi Munkar terbagi menjadi wajib dan sunnah. Dengan demikian, apa saja yang menurut akal dan syariat wajib dilakukan, maka Amar Makruf mengenai perbuatan itu juga wajib hukumnya. Sebaliknya, apa saja yang menurut akal dihukumi buruk dan dalam syariat dihukumi haram, maka Nahi Munkar mengenai perbuatan itu juga menjadi wajib hukumnya. Apa saja yang sunnah, maka perintah untuk melakukan itu juga sunnah hukumnya dan apa saja yang makruh, maka larangan untuk melakukan itu juga sunnah. (Tahrir al-Wasilah, jilid 1, hal 425)
* * *
Bila ada sejumlah orang ingin melaksanakan sebuah kewajiban, tapi jumlah mereka tidak mencukupi sementara yang lain tidak membantu, dan mereka tidak mampu mengajak yang lain, maka kewajiban gugur pada mereka. Orang-orang yang tidak ikut membantu itu yang berdosa. (Tahrir al-Wasilah, jilid 1, hal 425)
* * *
Orang yang melakukan Amar Makruf dan Nahi Munkar harus tahu bahwa apa yang ditinggalkan oleh seorang mukallaf itu adalah Makruf dan apa yang dilakukan oleh seorang mukallaf itu adalah Munkar. Dengan demikian, tidak ada kewajiban bagi mereka yang tidak mengetahui mana yang Makruf dan mana yang Munkar untuk melakukan Amar Makruf dan Nahi Munkar. Dalam Amar Makruf dan Nahi Munkar, ilmu merupakan syarat kewajiban, seperti syarat kemampuan dalam kewajiban haji. (Tahrir al-Wasilah, jilid 1, hal 427)
* * *
Wajib Mempelajari Syarat Amar Makruf dan Nahi Munkar
Mempelajari syarat-syarat Amar Makruf dan Nahi Munkar termasuk kasus-kasus wajib, boleh dan tidak wajib adalah wajib hukumnya, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam melaksanakan kewajiban Amar Makruf dan Nahi Munkar. (Tahrir al-Wasilah, jilid 1, hal 428)
* * *
Bila Amar Makruf dan Nahi Munkar dalam satu kasus yang berdampak pada melemahnya agama (sekalipun menurut orang lain), maka tidak wajib hukumnya, khususnya bila dimungkinkan dampaknya pada agama, kecuali dalam kasus yang sangat penting. Dengan demikian, dimaklumi bahwa setiap kasus memiliki hukumnya tersendiri. (Tahrir al-Wasilah, jilid 1, hal 429)
* * *
Menganggap tidak ada dampaknya terhadap agama, sekalipun kuat, maka itu tidak membuat hilangnya kewajiban Amar Makruf dan Nahi Munkar. Dengan demikian, bila ada kemungkinan yang dapat dipercaya oleh akal sehat, maka Amr Makruf dan Nahi Munkar wajib hukumnya. (Tahrir al-Wasilah, jilid 1, hal 429)
* * *
Bila para ulama dan tokoh agama bersikap diam yang menandakan pengakuan terhadap pelaku kezaliman (al-‘Iyadzu Billah), maka sikap bungkam mereka ini haram hukumnya dan wajib bagi mereka untuk menyampaikan kebenaran, sekalipun tidak begitu berdampak dalam menghilangkan kezaliman. (Tahrir al-Wasilah, jilid 1, hal 434) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Amr-e be Maruf va Nahy az Monkar, Gozideh-i az Kalam va Andisheh Imam Khomeini ra, Tehran, 1383 Hs, Moasseseh Tanzim va Nashr Asar Emam Khomeini