Masjid merupakan basis utama sosial, tempat terbaik untuk mempertebal iman, dan pusat terpenting untuk mempromosikan kegiatan sosial, budaya dan politik kaum Muslim.
Masjid Nabawi yang dibangun Rasul Saw di Madinah berfungsi sebagai tempat ibadah dan pusat pemerintahan, pengadilan, dan pendidikan. Jelas bahwa fungsi utama masjid adalah untuk mempraktekkan syiar-syiar dan aturan agama, dan shalat lima waktu merupakan ritual ibadah terbesar yang dilaksanakan di masjid.
Pada permulaan Islam, kaum Muslim selalu mendatangi masjid dengan penuh antusias dan suka cita. Mereka mendirikan shalat di belakang Nabi Saw dan kemudian berdoa bersama-sama. Setelah pembangunan masjid rampung, Rasul Saw memerintahkan Bilal Habsyi mengumandangkan adzan sehingga masyarakat berkumpul di masjid untuk shalat. Bilal Habsyi – orang yang pertama kali diperintahkan Rasul untuk mengumandangkan adzan – dengan suara merdunya menebarkan aroma spiritual di kota Madinah.
Meski kala itu ada banyak orang yang memiliki suara merdu dan ucapan yang fasih, tapi kesucian hati, keimanan dan keikhlasan Bilal telah mengantarkannya ke derajat yang tinggi. Saat ini suara adzan – sebagai panggilan shalat – menggema setiap hari dari menara-menara masjid di seluruh penjuru bumi.
Adzan mengingatkan kita tentang tauhid, kenabian dan kewajiban mendirikan shalat. Adzan adalah sebuah syiar yang dimulai dengan nama Allah Swt dan penegasan akan keesaan-Nya, kemudian bersaksi atas kenabian Muhammad Saw, mengajak kepada keberuntungan dan perbuatan baik, dan ditutup dengan mengingat Allah Swt. Jadi, adzan dimulai dengan nama Tuhan dan diakhiri dengan nama-Nya juga. Namun semua kalimatnya serasi, seirama, singkat, penuh makna, dan sebagai pengingat.
Masjid dengan seluruh bagiannya memuji dan bertasbih kepada Allah Swt, sebagaimana semua yang berada di alam semesta bertasbih kepada-Nya. Orang yang menunaikan shalat di masjid memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Barang siapa yang pergi ke masjid, seluruh lapisan tanah bertasbih kepadanya untuk setiap langkah yang ia letakkan di tempat basah atau kering," (Wasail al-Syiah, jilid 5)
Pada seri ini, kami akan kembali memperkenalkan Masjid Nabawi sebagai tempat suci kedua bagi umat Islam. Arsitektur Masjid Nabawi benar-benar sederhana, dinding-dindingnya dibangun dari batu dan tanah liat, sementara pohon kurma dipakai sebagai tiang penopang bangunan. Masjid ini hanya beralaskan kerikil-kerikil kecil dan pasir sehingga tidak sampai becek ketika hujan.
Sejarah mencatat bahwa setelah masjid selesai dibangun, hujan deras turun dan mengenangi lantai tanah masjid. Seseorang kemudian menaburi kerikil-kerikil kecil di bawah telapak kakinya. Setelah Rasul Saw selesai menunaikan shalat dan menyaksikan itu, beliau bersabda, "Sungguh sebuah pekerjaan yang baik." Sejak hari itu lantai masjid dilapisi dengan kerikil-kerikil kecil dan pasir. Sekarang lantai Masjid Nabawi sudah ditutupi dengan karpet yang berkualitas dan indah.
Nabi Muhammad Saw membangun masjid dengan tiga pintu. Pertama, pintu yang berada di bagian selatan saat kiblat masih menghadap ke Baitul Maqdis dan pintu ini kemudian ditutup dan dibuka pintu lain di bagian utara setelah perubahan arah kiblat. Kedua, pintu di bagian barat yang dikenal dengan sebutan Bab Atikah. Atikah adalah seorang wanita Makkah dan berhijrah ke Madinah setelah memeluk Islam. Disebut Bab Atikah karena ia menghadap ke arah rumah wanita tersebut. Ia juga dikenal dengan pintu rahmat.
Diriwayatkan bahwa seseorang mendatangi Rasulullah Saw di Masjid Nabawi dan meminta beliau untuk berdoa meminta hujan. Rasul kemudian berdoa dan hujan pun turun deras selama tujuh hari berturut-turut. Karena takut terjadi banjir besar, orang tersebut kembali mendatangi Rasulullah dan meminta beliau berdoa agar hujan berhenti. Mengingat hujan adalah rahmat Allah Swt, maka pintu tersebut dikenal dengan Bab Ar-Rahmah. Pintu itu juga disebut dengan Bab An-Nabi, karena Rasul menggunakan pintu itu untuk masuk ke masjid.
Pintu ketiga terletak di bagian timur Masjid Nabawi dan disebut Bab Jibril. Pada masa Perang Bani Quraizhah, Rasul Saw menemui malaikat Jibril di pintu tersebut. Ia juga dikenal dengan Bab Utsman, karena menghadap langsung ke rumah Khalifah Utsman. Bab As-Salam juga bisa dipakai untuk masuk ke Masjid Nabawi dan jumlah pintu semakin banyak seiring berlalunya waktu. Beberapa sahabat membangun rumah mereka di sekitar masjid dan biasanya mereka menyediakan satu pintu untuk menuju ke sana. Praktek ini terus dilakukan sampai pada tahun ketiga hijriah, Rasulullah Saw memerintahkan penutupan semua pintu rumah yang terbuka ke masjid kecuali pintu rumah Ali bin Abi Thalib as. Saat ini Masjid Nabawi memiliki tujuh buah pintu utama dan 81 pintu biasa.
Raudhah al-Mutahharah adalah satu tempat yang memiliki banyak keutamaan di dalam Masjid Nabawi. Rasul Saw menyebut tempat itu sebagai taman dari taman-taman surga. Makam suci Rasulullah, mimbar, dan mihrab beliau merupakan tempat-tempat suci di Raudhah al-Mutahharah. Jasad suci Rasulullah dimakamkan di tempat tersebut dan disampingnya digunakan sebagai lokasi pemakaman khalifah pertama dan kedua.
Di bagian utara Raudhah, ada sebuah tempat yang diyakini sebagai lokasi makam Sayidah Fatimah az-Zahra as. Tempat itu dibangun berdasarkan beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa Sayidah Fatimah dimakamkan di rumahnya. Sebagian riwayat menyebut lokasi pemakaman Sayidah Fatimah berada di Baqi' dan riwayat ini lebih populer di kalangan Ahlu Sunnah.
Salah satu tempat suci di Masjid Nabawi adalah lokasi mimbar Nabi Saw. Dalam riwayat ditulis bahwa beliau pada awalnya bersandar di pohon kurma ketika menyampaikan khutbah. Salah seorang sahabat kemudian mengusulkan pembangunan sebuah mimbar sehingga Rasulullah bisa menatap masyarakat dan sebaliknya, dan beliau juga menerima gagasan itu. Mimbar dibangun dengan tiga anak tangga dan sebuah tempat duduk. Menurut beberapa riwayat, Rasulullah Saw memerintahkan upacara pengambilan sumpah dilakukan di sisi mimbar dan bersabda, "Barang siapa bersumpah di samping mimbarku ini dengan sumpah palsu walaupun untuk mendapatkan satu siwak, maka ia telah mempersiapkan tempatnya di neraka."
Mimbar Nabi masih digunakan selama masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan. Demi meningkatkan citranya di tengah publik, Muawiyah ingin memindahkan mimbar nabi ke negeri Syam, tapi warga Madinah melakukan protes dan menentang rencana itu.
Pada masa Dinasti Abbasiyah, mimbar nabi mengalami beberapa kali perbaikan dan pada tahun 654 hijriah, Masjid Nabawi dilalap api dan mimbar nabi pun hangus terbakar. Sejarah mencatat bahwa abu dari mimbar nabi yang terbakar ditanam di sebuah lokasi tempat mimbar sekarang berada. Mimbar baru yang ada di Masjid Nabawi adalah sebuah mimbar yang terbuat dari marmer dan dipoles dengan emas. Mimbar ini memiliki 12 anak tangga dan merupakan hadiah dari salah seorang penguasa Dinasti Ustmani pada tahun 999 hijriyah.
Pada masa Rasulullah Saw, masyarakat Muslim tidak mengenal lokasi yang disebut mihrab selain ungkapan-ungkapan al-Quran seputar mihrab Sayidah Maryam as, Nabi Zakariya as, dan Nabi Dawud as. Pada masa Umar bin Abdulaziz, dibangun sebuah mihrab di lokasi yang dipakai oleh Rasulullah Saw sebagai tempat shalat dan sujud. Mihrab Masjid Nabawi telah mengalami banyak perubahan seiring dengan pemugaran bangunan.
Selain mihrab utama, juga dibangun beberapa mihrab lain di Masjid Nabawi dan salah satunya adalah Mihrab Tahajud. Mihrab ini terletak di belakang rumah Sayidah Fatimah as dan Rasulullah Saw menggunakan tempat itu untuk shalat tahajud dan munajat. Mihrab lain adalah Mihrab Fatimah dan ia terletak di dalam maqshurah yaitu di tempat yang dahulu merupakan letak rumah beliau. Mihrab Fatimah sekarang terletak di dalam kamar Nabi Saw.