Fungsi dan Peran Masjid (10)

Rate this item
(0 votes)
Fungsi dan Peran Masjid (10)

 

Salah satu ibadah khusus yang dilakukan di masjid adalah i'tikaf. Ibadah dan mengingat Allah Swt tentu saja baik dilakukan di setiap tempat dan waktu, tapi menurut sejumlah ayat dan riwayat, sebagian tempat memiliki keutamaan khusus yang punya pengaruh besar dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt dan terkabulkannya doa. Masjid – sebagai rumah Allah dan tempat paling mulia – ditetapkan sebagai satu-satunya tempat untuk i'tikaf.

I'tikaf adalah sebuah ibadah yang istimewa dan ibadah ini tidak dianjurkan untuk dilakukan di setiap masjid. I'tikaf biasanya dilaksanakan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Kufah, dan jika tidak berkesempatan melakukan di tempat-tempat tersebut, maka ia bisa dikerjakan di Masjid Jami' di setiap daerah. Maksud dari Masjid Jami' di setiap kota atau daerah adalah tempat yang menjadi konsentrasi mayoritas masyarakat untuk menunaikan shalat dan jumlah pengunjungnya melebihi dari masjid-masjid lain di kota tersebut.

I'tikaf merupakan salah satu ritual ibadah yang paling komplit dan indah, di mana dilakukan pada kondisi dan tempat khusus. Hukum i'tikaf adalah sunnah dan seseorang boleh memilih antara melakukannya atau tidak, namun statusnya bisa berubah menjadi wajib setelah seseorang memulai dan melanjutkan i'tikaf, di mana ia tidak bisa meninggalkannya di tengah jalan.

Para fuqaha berbeda pendapat tentang waktu minimal untuk beri'tikaf. Imam Maliki dan Imam Abu Hanifah – dari fuqaha Ahlu Sunnah – berpendapat bahwa waktu minimal untuk beri'tikaf adalah satu hari satu malam. Akan tetapi, para fuqaha Syiah mengatakan i'tikaf dilakukan dalam waktu minimal tiga hari tiga malam.

Dari segi waktu, i'tikaf tidak terbatas pada waktu tertentu dan satu-satunya keharusan dari i'tikaf adalah melakukan puasa, maka ritual ini secara syariat harus dikerjakan pada waktu yang dibolehkan berpuasa. Oleh karena itu, orang yang tidak dapat berpuasa seperti musafir, sakit, atau sengaja tidak berpuasa, maka i'tikaf mereka tidak sah. Ibadah ini juga tidak bisa dilakukan pada hari-hari seperti hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, di mana puasa diharamkan.

Namun, waktu terbaik untuk melakukan i'tikaf adalah sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Waktu lain yang baik untuk beri'tikaf adalah Ayyaamul Bidh (hari-hari putih) yaitu pada tanggal ke-13, 14, dan 15 di setiap bulan Hijriyah, di mana memiliki keutamaan untuk berpuasa.

Salah satu syarat sah i'tikaf adalah berkesinambungan hadir di masjid. Dalam hal ini, Imam Ali as berkata, "Pelaku i'tikaf tidak boleh keluar dari masjid kecuali untuk keperluan mendesak dan langsung kembali setelah ia terpenuhi." (Kitab Ushul al-Kafi, jilid 4) Beberapa dari keperluan darurat yang membolehkan pelaku i'tikaf keluar dari masjid adalah shalat Jumat, menyertai (tasyi') jenazah, besukan mendesak kepada orang sakit, memenuhi kebutuhan orang mukmin dan semisalnya.


Perlu diingat bahwa setelah kebutuhan darurat terpenuhi, pelaku i'tikaf tidak boleh berdiam diri di luar dan harus segera kembali ke tempat i'tikaf. Masalah pemenuhan kebutuhan seorang mukmin benar-benar sangat penting di mana pelaku i'tikaf diperbolehkan untuk keluar dari masjid dan langsung kembali setelah tugas tersebut selesai. Tugas mulia ini dianggap bagian dari i'tikaf dan tidak terpisah darinya.

Maimun bin Mehran mengisahkan bahwa suatu hari aku bersama Imam Hasan as melakukan i'tikaf di masjid dan aku duduk di sampingnya ketika seorang laki-laki datang dan berkata, "Wahai putra Rasulullah Saw, aku punya utang pada seseorang dan ia ingin menyeretku ke penjara." Imam Hasan menjawab, "Sekarang aku tidak punya uang untuk melunasi utangmu." Orang tersebut lalu berkata, "Ikutilah aku untuk berbicara dengannya."

Imam Hasan as kemudian memakai sepatunya dan langsung bergerak. Aku (Maimun bin Mehran) berkata kepada beliau, "Wahai putra Rasulullah, apakah engkau telah melupakan i'tikafmu?" Imam menjawab, "Aku tidak lupa, tapi aku mendengar ayahku berkata bahwa Rasul Saw bersabda, 'Barang siapa yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan saudaranya seagama, maka ia seperti telah beribadah kepada Allah selama seribu tahun, di mana hari-harinya diisi dengan puasa dan malam-malamnya dengan shalat.'"

Mengenal Masjid Kufah

Pada kesempatan ini, kita akan mengenal lebih jauh tentang Masjid Kufah sebagai salah satu dari empat masjid agung di dunia Islam. Diriwayatkan bahwa suatu hari, Imam Jakfar Shadiq as turun dari tunggangannya ketika sudah mendekati Masjid Kufah. Para sahabat lalu bertanya kepada beliau seputar alasan dari tindakan itu, Imam Shadiq as berkata, "Di sini adalah batas Masjid Kufah dan batasan ini ditentukan oleh Nabi Adam as, dan aku tidak suka masuk ke batasan ini dengan tunggangan."

Perawi kemudian bertanya, "Jika batas Masjid Kufah seperti yang engkau jelaskan, lalu apa yang membuat ia berubah?" Imam Shadiq menjawab, "Penyebab utama perubahan ini adalah badai pada masa Nabi Nuh as. Kemudian raja-raja Khosrow, Nu'man bin Munzir, dan kemudian Ziyad bin Abu Sufyan melakukan beberapa perubahan." (Man la yahduruhu al-Faqih, jilid 1)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Masjid Kufah sudah ada sejak zaman Nabi Adam as sebagai tempat ibadah. Namun terjadi perubahan di sepanjang sejarah dan dilakukan pemugaran di berbagai periode. Masjid Kufah memiliki luas lebih dari 11.000 meter persegi dan dindingnya setinggi 10 meter. Halaman terbuka masjid adalah 5.642 meter persegi, dan luas shabistan (ruang utama shalat pada malam hari) adalah 5.520 meter persegi.  


Masjid ini dipercantik dengan 187 buah pilar dan empat menara dengan ketinggian 30 meter. Ia memiliki lima gerbang dengan nama masing-masing Bab al-Sudda (atau lebih dikenal Bab Amirul Mukminin), Bab Kinda, Bab al-Anmat, Bab al-Fil, dan Bab al-Thu'bān.

Masjid Kufah menjadi tempat di mana Imam Ali as terluka parah oleh pukulan pedang beracun Abdurrahman Ibnu Muljam saat bersujud dalam shalat subuh. Imam Ali aktif melakukan shalat di masjid tersebut dan menyampaikan khutbah, dan pada akhirnya beliau gugur syahid di tempat suci ini. Di luar masjid terdapat makam Muslim ibn 'Aqil, Hani bun Urwah, dan Mukhtar al-Thaqafi.

Sejak awal berdiri, Masjid Kufah merupakan pusat pendidikan dan kebudayaan kota. Ketika Imam Ali as datang ke Kufah pada tahun 36 Hijriyah, pertama kali yang dikunjunginya adalah Masjid Kufah. Di sana beliau menyampaikan ceramah kepada masyarakat. Begitu menetap di Kufah, Imam Ali as mengajarkan tafsir al-Quran dan ilmu-ilmu lainnya di tempat tersebut. Di sana beliau memiliki banyak murid di antaranya Kumail bin Ziyad dan Ibnu Abbas.

Muslim ibn 'Aqil adalah cucu Abu Thalib dan sepupu Imam Husein as dari kabilah Bani Hasyim. Pada masa Imam Husein, Muslim ditunjuk sebagai wakilnya untuk mengevaluasi situasi dan pengambilan baiat dari masyarakat Kufah. Ia berangkat ke kota tersebut dan mampu mengumpulkan 18.000 orang yang menyatakan kesetiaan kepada Imam Husein as.

Namun, situasi berubah seketika dengan pengangkatan dan pelantikan Ubaidillah bin Ziyad sebagai penguasa Kufah. Pengangkatan ini membuat penduduk Kufah ketakutan sehingga mencabut dukungan mereka kepada Muslim bin 'Aqil. Tidak lama kemudian, Muslim bin Aqil berhasil ditangkap dan atas perintah Ubaidillah ia dibunuh pada hari Arafah tahun 60 Hijriyah.

Pasca kesyahidan Muslim bin Aqil, Ibnu Ziyad juga memerintahkan untuk membunuh Hani bin ‘Urwah. Kepala kedua orang tersebut yang telah dipisahkan dari tubuhnya, kemudian dibawa ke Syam untuk diperlihatkan kepada Yazid bin Muawiyah. 

Read 688 times