Perjalanan Revolusi Karavan
Sayyidus Syuhada Abu Abdillah Al-Husain as dari Madinah ke Karbala dan
Lembaga Budaya dan Hubungan Islam
Divisi Hubungan Internasional
Pusat Internasional Tabligh
Dengan Nama Tuhan Syuhada dan Shiddiqin
Perjalanan Revolusi Kafilah Ruhani
Imam Husain as dari Madinah ke Karbala dan Suriah
Karya: Divisi IT Pusat Internasional Tabligh
Penerjemah: Mohammad Adlany
Syamsul Arif
Qom Al-Muqaddasah
Mukadimah
· Filsafat kebangkitan Imam Husain as dapat diperoleh dari ucapan dan pernyataan beliau yang pernah dilontarkan di permulaan gerakan di Madinah dan juga di peristiwa-peristiwa yang terjadi tempat-tempat persinggahan selama perjalan beliau.
· Dalam koleksi ini, di samping kita bisa mengenal nama-nama tempat persinggahan tersebut dan berikut sejarah perjalanan Imam Husain as dari Madinah hingga Karbala, kita juga akan mengenal tujuan dan prinsip-prinsip beliau, serta kondisi politik dan sosial kala itu secara ringkas.
Madinah
Paruh Kedua Bulan Rajab 60 Hijriah
· Setelah Mu’awiyah mati, gubernur Madinah kala itu, Walid bin ‘Utbah, menerima perintah untuk memaksa Imam Husain as membaiat Yazid. Imam Husain as menjawab, “Yazid adalah penenggak minuman keras dan fasik yang menumpahkan darah tanpa hak, penebar kerusakan, dan tangannya telah ternodai oleh darah orang-orang tak bersalah. Orang seperti saya tidak akan pernah membaiat orang bejat seperti ini.”
· Ketika Marwan bin Hakam meminta Imam Husain as untuk membaiat Yazid, beliau menjawab, “Hai musuh Allah! Enyahlah dari sini. Saya pernah mendengar Rasulullah saw pernah bersabda, ‘Kekhilafahan adalah haram bagi keturunan Abu Sufyan. Jika kalian melihat Mu’awiyah duduk di atas mimbarku, maka bunuhlah dia.’ Umat beliau telah melihat peristiwa ini terjadi. Akan tetapi, mereka melakukan perintah beliau. Sekarang, Allah telah menjerat mereka dengan Yazid yang fasik ini.”
· Pada malam 28 Rajab 60, setelah mengucapkan salam perpisahan dengan Rasulullah saw, Imam Husain as meninggalkan Madinah untuk menuju Makkah dengan disertai oleh mayoritas keluarga dan sebagian sahabat setia beliau.
Imam Husain as menjelaskan tujuan beliau keluar dari Madinah dalam sebuah surat wasiat, “Saya keluar hanya untuk memperbaiki umat kakekku. Saya ingin melakukan amar makruf dan nahi mungkar, serta ingin bertindak seperti tindakan kakekku Rasulullah saw dan ayahku Ali as.”
Makkah
3 Sya’ban – 8 Dzulhijah 60 Hijriah
· Imam Husain as tiba di Makkah pada tanggal 3 Sya’ban dan tinggal di rumah Abbas bin Abdil Muthalib. Penduduk Makkah dan para peziarah Baitullah yang datang dari berbagai penjuru berjumpa dengan beliau.
· Setelah menerima 12.000 surat dari penduduk Kufah, Imam Husain as mengutus Muslim bin Aqil ke Kufah sebagai wakil beliau pada tanggal 15 Ramadhan.
· Melalui beberapa surat yang dikirimkan untuk penduduk Kufah dan Bashrah, Imam Husain as menegaskan kepada mereka bahwa orang yang paling layak untuk memegang kekhalifahan adalah Ahlul Bait as.
· Setelah menerima surat Muslim bin Aqil bahwa penduduk Kufah telah berbaiat dan juga guna menjaga kehormatan Baitullah lantaran penguasa telah mengambil keputusan untuk membunuh Imam Husain as, beliau merubah niat haji menjadi umrah. Pada tanggal 8 Dzulhijjah, sekalipun banyak sahabat yang menentang, beliau meninggalkan Makkah menuju Irak.
Sebagian isi dari pidato Imam Husain as di Makkah, “Kami Ahlul Bait rida dengan keridaan Allah ... Barang siapa bersedia untuk berkorban di jalan kami dan mengorbankan darahnya di jalan menuju perjumpaan dengan Allah, maka hendaklah ia bersiap-siap untuk berangkat bersama kami.”
Tan’im
Rabu, 9 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Pada permulaan perjalanan menuju Irak, Imam Husain as tidak mengarahkan karavan ke arah timur laut dan persinggahan Shaffah yang merupakan persinggahan pertama di perjalanan dari Makkah ke Kufah. Sebagai gantinya, beliau mengarahkan karavan ke arah Tan’im di barat daya dan melalui jalan yang menuju Madinah. Dengan demikian, 9 km perjalanan menuju Irak lebih jauh telah ditempuh karavan. Mungkin hal ini adalah sebuah siasat yang dilakukan untuk menghindari pengejaran bala tentara penguasa yang berusaha untuk mencegah Imam Husain as menuju ke Irak.
· Di persinggahan ini, Imam Husain as berjumpa dengan karavan yang datang dari arah Yaman. Beliau menyewa beberapa unta untuk membawa barang-barang beliau sendiri dan para sahabat beliau dari karavan tersebut. Beliau juga menawarkan kepada mereka untuk mengikuti beliau.
· Sebagian kelompok menerima tawaran Imam Husain as dan sekelompok yang lain menolak dan melanjutkan perjalanan mereka.
Ucapan Imam Husain as ketika berjumpa dengan karavan Yaman di Tan’im, “Barang siapa ingin bergabung bersama kami, maka kami akan menanggung seluruh biayanya dan kami akan menjadi teman perjalanan yang baik baginya. Barang siapa ingin berpisah dari kami di pertengahan jalan, maka kami akan menanggung biayanya selama perjalanan bersama kami.”
Shaffah
Kamis, 10 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Karavan Karbala telah tiba di persinggahan ketiga; yakni Shaffah. Di persinggahan ini, Farazdaq penyair masyhur berjumpa dengan Imam Husain as seraya berkata, “Segala sesuatu yang Anda inginkan dari Allah, maka Dia pasti menganugerahkannya kepada Anda.” “Ceritakanlah kondisi rakyat Irak kepadaku,” lanjut Imam Husain as.
· Farazdaq menjawab, “Anda telah bertanya kepada orang yang tahu. Hati rakyat bersama Anda dan pedang mereka bersama Bani Umaiyah. Ketentuan Ilahi turun dari langit dan segala sesuatu yang Dia kehendaki pasti terjadi.”
· Imam Husain as menimpali, “Benar ucapanmu. Segala sesuatu ada di tangan Allah. Setiap hari Dia pasti memiliki kehendak. Jika ketentuan Ilahi sesuai dengan kehendak kami, maka kami akan bersyukur kepada-Nya atas seluruh nikmat yang telah Dia anugerahkan. Untuk bersyukur ini, kami memohon taufik kepada-Nya. Jika ketentuan Ilahi memisahkan antara kami dan harapan-harapan kami, maka amal setiap orang yang tulus dan bersumber dari ketakwaan kepada Allah tidak akan pernah terlupakan.”
Ucapan Imam Husain as kepada Farazdaq di persinggahan ini, “Jika seluruh peristiwa sesuai dengan kehendak kami, maka kami akan bersyukur kepada Allah lantaran seluruh nikmat yang telah Dia turunkan. Jika seluruh peristiwa tidak sesuai dengan kehendak kami, maka orang yang memiliki niat benar dan hatinya didominasi ketakwaan tidak akan keluar dari jalan yang benar dan ia tidak akan pernah merugi.”
Wadil ‘Aqiq
Jumat, 11 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Di persinggahan ini, 'Aun dan Muhammad dua putera Abdullah bin Ja'far Thayyar berhasil mengejar Imam Husain as dengan membawa surat ayah mereka untuk beliau. Dalam surat ini, Abdullah meminta supaya Imam Husain as mengurungkan niat ke Kufah dan segera kembali ke Makkah. Ketika menulis surat tersebut, Abdullah bin Ja'far pergi menjumpai Amr bin Sa'id gubernur Makkah dan berhasil memperoleh jaminan keamanan bagi Imam Husain as. Setelah itu, Abdullah mengirimkan surat jaminan keamanan tersebut kepada Imam Husain as melalui saudara Amr bin Sa'id. Abdullah sendiri akhirnya datang dan berjumpa dengan Imam Husain as di Dzatul 'Irq dan membacakan surat tersebut kepada beliau.
· Imam Husain as menolak untuk kembali ke Makkah seraya berkata, "Saya bermimpi berjumpa Rasulullah saw. Ia memerintahkan supaya saya meneruskan perjalan ini. Saya pasti akan melaksanakan segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Rasulullah saw."
· Setelah itu, Imam Husain as menjawab surat Amr bin Sa'id. Abdullah bin Ja'far dan Yahya bin Sa'id pun berpisah dari Imam Husain as. Akan tetapi, kedua putra Abdullah tetap bersama beliau. Abdullah berpesan kepada mereka supaya senantiasa bersama Imam Husain as. Akan tetapi, ia sendiri memohon maaf dan kembali ke Makkah.
Sebagian isi surat Imam Husain as kepada Amr bin Sa'id gubernur Makkah, "Jaminan keamanan yang terbaik adalah jaminan keamanan yang dimiliki oleh Allah. Di dunia ini, saya memohon supaya memiliki rasa takut kepada-Nya sehingga di akhirat kelak Dia akan memberikan jaminan keamanan."
Wadis Shafra'
Sabtu, 12 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Setelah Wadil 'Aqiq, karavan Imam Husain as tiba di Wadis Shafra'. Menurut sebuah riwayat, di persinggahan ini, Mujamma' bin Ziyad dan 'Abbad bin Muhajir bergabung dengan karavan ini.
· Mujamma' dan 'Abbad berdomisili di persinggahan Juhainah di pinggiran kota Madinah. Setelah Imam Husain as keluar dari Makkah dan tiba di persinggahan ini, Mujamma' dan 'Abbad menjumpai beliau dan bersedia menemani beliau dalam perjalanan ini. Mereka setia bersama beliau hingga tiba di Karbala seraya berperang di barisan beliau dan menengguk cawan syahadah.
Di antara ucapan Imam Husain as selama dalam perjalanan dari Makkah ke Karbala, "Saya tidak melihat kematian kecuali kebahagiaan dan hidup bersama orang-orang lalim tidak lain kecuali kecelaan."
Dzatul 'Irq
Senin, 14 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Imam Husain as beserta rombongan tiba di Dzatul 'Irq dan berisitirahat di persinggahan ini.
· Di persinggahan ini, Imam Husain as berjumpa dengan seseorang dari kabilah Bani Asad yang bernama Busyr bin Ghalib. Beliau menanyakan kondisi Kufah kepadanya. Busyr menjawab, "Hati mereka bersama Anda dan pedang bersama Bani Umaiyah." "Betul apa yang kamu ucapkan, hai saudaraku dari Bani Asad," beliau menimpali. Setelah itu, Busyr bertanya kepada beliau tentang maksud ayat yang menegaskan, "Dan ingatlah suatu hari ketika Kami memanggil setiap umat bersama imam mereka." Imam Husain as menjawab, "Maksud imam tersebut adalah imam yang mengajak umat manusia kepada jalan yang benar dan mereka juga menerima ajakannya. Begitu pula imam yang mengajak umat manusia kepada kesesatan dan mereka juga mengiyakan ajakan ini. Golongan pertama akan masuk ke dalam surga dan golongan kedua akan berada di dalam api neraka."
Dzatul 'Irq adalahl sebuah persinggahan yang digunakan oleh para jamaah haji dari Irak untuk memulai ihram. Persinggahan ini adalah pembatas antara Tuhamah dan Najd.
Al-Hajir
Selasa, 15 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Di persinggahan ini, Imam Husain as mengirimkan sepucuk surat kepada sebagian penduduk Kufah melalui Qais bin Musahhar. Dalam surat ini tertulis, "Surat Muslim bin Aqil yang menyebutkan kesepakatan kalian untuk membantu kami telah saya terima. Semoga Allah menganugerahkan pahala besar lantaran kesediaan kalian untuk memberikan bantuan ini. Ketika utusanku ini (Qais) sampai kepada kalian, bersikukuhlah dalam setiap tindakan kalian. Saya akan tiba dalam beberapa hari ini."
· Di pertengahan jalan, para kaki tangan penguasa menangkap Qais. Ia pun terpaksa merobek surat Imam Husain as supaya tak seorang pun mengetahui isinya. Setelah itu, ia dibawa ke istana Darul Imarah untuk dihadapkan kepada Ubaidullah bin Ziyad. Mereka memaksa supaya menyebutkan nama orang-orang yang telah menulis surat kepada Imam Husain as, atau mencela Imam Husain, ayah, dan saudaranya di hadapan umum. Ia naik ke atas istana. Di samping memuji-muji Ali dan anak keturunannya, serta memperkenalkan dirinya, ia melaknat Ibn Ziyad dan para kaki tangannya. Ia memberitahukan kepada penduduk bahwa Imam Husain as sedang bergerak menuju mereka dan meminta mereka supaya menjawab setiap ajakan beliau. Mendengar semua itu, Ubaidullah memerintahkan supaya Qais dilemparkan dari atas istana. Tubuhnya pun terpotong-potong.
Sebagian isi surat Imam Husain as kepada penduduk Kufah, "Saya memohon kepada Allah supaya melimpahkan kebaikan kepada kami dan menganugerahkan pahala agung kepada kalian ... Ketika utusanku ini sampai kepada kalian, maka bersegeralah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Saya akan sampai dalam beberapa hari ini, insya Allah.
Wassalamu 'alakum
Al-Khuzaimiyyah
Jumat, 18 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Imam Husain as dan rombongan bermalam di persinggahan ini selama sehari semalam. Ketika pagi tiba, Zainab Kubra as menjumpai Imam Husain seraya berkata, "Wahai saudaraku! Saya keluar dari kemah di pertengahan malam dan mendengar suara penyeru yang menyenandungkan dua bait syair berikut ini:
Hai mata, menangislah dengan penuh sedih; siapakah yang akan menangisi syuahada ini setelahku.
Menangislah atas kaum yang telah dibimbing oleh kematian ini; sehingga mereka menepati janji yang telah diikat terhadap Allah.
· Mendengar itu, Imam Husain as membesarkan hati saudara perempuan beliau dan mengajaknya supaya bersabar.
· Menurut sebagian riwayat, Zuhair bin Qain bergabung dengan Imam Husain as di persinggahan ini.
Imam Husain as berkata kepada saudara perempuan beliau, Zainab Kubra as di persinggahan ini, "Hai Saudariku! Segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah pasti akan terjadi."
Zarud
Senin, 21 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Zuhair bin Qain adalah seorang pembela setia Utsman bin Affan. Pada tahun itu, ia melaksanakan ibadah haji dan sedang dalam perjalanan menuju Kufah.
· Zuhair sangat tidak senang apabila berhenti di sebuah tempat bersama Imam Husain as. Akan tetapi, di persinggahan ini, ia terpaksa harus berhenti sekalipun Imam Husain as juga berhenti di tempat itu. Ketika Zuhari sedang sibuk menyantap makanan bersama teman-teman seperjalanan, Imam Husain as mengundangnya untuk datang ke kemah beliau. Akan tetapi, Zuhair acuh tak acuh. Istri Zuhair berkata kepadanya, "Maha suci Allah! Putra Rasulullah memanggilmu dan kamu tidak memenuhi panggilannya." Akhirnya, Zuhair pergi menjumpai beliau dengan terpaksa. Akan tetapi, ketika kembali dari kemah Imam Husain as, Zuhair sangat bahagia seraya berkata kepada teman-teman seperjalanan, "Saya akan bergabung dengan Husain. Barang siapa hendak membantu putra Rasulullah, hendaklah ia ikut bersamaku. Dan barang siapa tidak ingin bersama kami, maka saya akan berpisah darinya." Istri Zuhair tidak meninggalkannya dan hingga kesyahidan Zuhair, ia masih setia bersama karavan Husaini.
Setelah Zuhair gugur syahid, Imam Husain as berkata, "Wahai Zuhair! Semoga Allah tidak menjauhkanmu dari rahmat dan inayah-Nya. Semoga Dia melaknat para pembunuhmu bak kaum Bani Israil yang telah diganti wajah mereka menjadi kera dan babi."
Tsa'labiyah
Selasa, 22 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Imam Husain as memasuki persinggahan ini di malam hari. Beliau mendengar kesyahidan Muslim bin Aqil dan Hani bin Urwah di persinggahan ini.
· Mendengar berita ini, Imam Husain as berseru, "Inna lillah wa inna ilahi raji'un. Setelah mereka pergi, kehidupan ini tidak berguna." Setelah itu, beliau pun meneteskan air mata dan para pengikut beliau juga menangis syahdu.
· Imam Husain as bertanya kepada putra-putra Muslim, "Sekarang apa yang akan kalian lakukan?" Mereka menjawab, "Demi Allah! Kami tidak akan kembali, kecuali setelah membalas dendam atas kematiannya atau kami juga gugur sebagai syahid."
· Menurut ahli sejarah, Imam Husain as menyempurnakan hujah bagi seluruh pengikut beliau. Setelah mendengar kesyahidan Muslim tersebut, mereka yang mengikuti Imam Husain as hanya demi menumpuk harta dan kedudukan meninggalkan beliau.
Ucapan Imam Husain as kepada seorang penduduk Kufah di persinggahan ini, "Demi Allah! Sendainya saya berjumpa denganmu di Madinah, niscaya saya akan tunjukkan kepadamu bekas Jibril di rumah kami dan bagaimana ia turun untuk membawakan wahyu kepada kakekku. Wahai saudaraku! Banyak orang yang telah mempelajari ilmu pengetahuan dari kami."
Zubalah
Rabu, 23 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Imam Husain as memberitahukan berita kesyahidan Muslim bin Aqil, Hani bin Urwah, dan Adullah bin Yaqthir kepada para pengikut di persinggahan ini. Setelah itu, beliau berkata, "Para pengikut Syiah di Kufah telah meninggalkan kita tanpa penolong. Barang siapa di antara kalian menghendaki, maka ia bisa kembali dan ia tidak memiliki tanggungan apapun dari kami." Menurut ahli sejarah, sekelompok lain pun meninggalkan Imam Husain as.
· Imam Husain as mengutus Abdullah bin Yaqthir untuk menyusul Muslim bin Aqil. Akan tetapi, ia tertangkap di pertengahan jalan dan diserahkan kepada Ubaidullah bin Ziyad. Di atas istana Darul Imarah, Abdullah memperkenalkan dirinya sebagai wakil Imam Husain as dan menekankan supaya mereka tetap setiap untuk menolong Imam Husain as. Dengan ini, ia berusaha membangkitkan masyarakat untuk melawan Yazid. Akan tetapi, Ibn Ziyad memerintahkan supaya ia dilemparkan ke bawah dan dengan cara ini, ia menengguk cawan syahadah.
Ketika seseorang bertanya kepada Imam Husain as tentang ayat yang menyatakan, "Ingatlah suatu hari ketika Kami memanggil setiap umat bersama imam mereka," beliau menjawab, "Maksud imam tersebut adalah imam yang mengajak umat manusia kepada jalan yang benar dan mereka juga menerima ajakannya. Begitu pula imam yang mengajak umat manusia kepada kesesatan dan mereka juga mengiyakan ajakan ini. Golongan pertama akan masuk ke dalam surga dan golongan kedua akan berada di dalam api neraka."
Bathnul 'Aqabah
Jumat, 25 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Seorang kakek tua berkata kepada Imam Husain as, "Demi Allah! Kembalilah dari tempat ini, karena dalam perjalanan ini, Anda tidak akan menemui kecuali panah dan tombak. Seandainya mereka yang telah mengundang Anda itu berani memikul beban perang dan mempersiapkan segala sesuatu untuk Anda, lalu Anda mendatangi mereka, makan mungkin masih ada harapan. Akan tetapi, dengan kondisi yang telah terjadi ini, menurut saya, tidak baik Anda melanjutkan perjalanan." Imam Husain as menjawab ucapan kakek tua ini, "Masalah ini sangat jelas bagiku dan saya juga sependapat denganmu. Akan tetapi, tak seorang pun dapat mengalahkan ketentuan Ilahi."
· Imam Husain as berkata kepada para pengikut beliau, "Saya yakin bahwa saya pasti akan terbunuh." Mereka bertanya alasan ucapan ini. Beliau menjawab, "Saya bermimpi sekelompok anjing menyerangku. Di antara sekelompok anjing ini, ada seekor anjing yang sangat buas dan memotong-motongku."
Ucapan Imam Husain as di persinggahan ini, "Bani Umaiyah tidak akan pernah membiarkan kita sebelum mereka mengambil jiwa kita. Jika mereka bertindak demikian, maka Allah akan menguasakan atas mereka orang-orang yang akan menghinakan mereka."
Syaraf dan Dzu Husm
Sabtu, 26 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Di persinggahan Syaraf, Imam Husain as memerintahkan kepada para pengikut beliau supaya membawa banyak air dan berangkat di pagi hari. Di pertengahan jalan dan saat Zhuhur tiba, mereka bertemu dengan sebuah laskar. Imam Husain as menggerakkan karavan dengan cepat dan berhasil tiba di persinggahan Dzu Husm sebelum laskar itu tiba. Setelah itu, beliau memerintahkan supaya laskar dan kuda-kuda mereka diberi minum.
· Laskar Imam Husain as dan laskar musuh yang dikomandani oleh Hurr melaksanakan shalat Zhuhur. Imam Husain as bertindak sebagai imam jamaah.
· Imam Husain as berkata kepada laskar Hurr, "Kami Ahlul Bait as lebih layak untuk memegang kepemimpinan atas kalian daripada para pengaku yang tidak bertindak dengan adil dan selalu melalimi kalian. Wahai masyarakat! Saya tidak datang kepada kalian kecuali kalian telah mengundangku. Jika kalian tidak senang dengan kedatanganku, maka saya akan kembali." Ketika beliau ingin kembali, Hurr menghalang-halangi beliau. Imam Husain as berkata, "Semoga ibumu berduka! Apa yang kamu inginkan?" Hurr menjawab, "Saya memperoleh perintah untuk menyerahkanmu kepada Ubaidullah bin Ziyad. Jika kamu tidak menerima, maka paling tidak kamu harus memilih sebuah jalan yang tidak menuju Kufah dan tidak pula menuju Madinah."
Ucapan Imam Husain as di persinggahan ini, "Apakah kalian tidak melihat bahwa hak tidak diamalkan dan batil tidak dihindari? Pada kondisi seperti ini, seorang Mukmin seyogyanya memohon supaya berjumpa dengan Allah."
Al-Baidhah
Minggu, 27 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Laskar Imam Husain dan laskar Hurr bin Yazid Riyahi yang berjalan beriringan tiba di persinggahan ini. Pada kesempatan ini, Imam Husain as berkata kepada laskar Hurr, "Bani Umaiyah dengan perintah setan menentang Allah dan berbuat kerusakan. Mereka tidak memperhatikan hukum-hukum Allah dan merampas Baitul Mal untuk diri mereka. Mereka menghalalkan seluruh haram Allah dan mengharamkan seluruh halal-Nya. Kalian telah menulis surat kepadaku dan menegaskan bahwa kalian telah berbaiat kepadaku. Jika kalian masih setia memegang baiat kalian terhadapku, maka kalian telah bertindak logis, karena saya adalah putra dari putri Rasulullah dan uswah bagi kalian. Jika kalian memutuskan baiat tersebut, maka demi Allah, ini bukanlah suatu hal yang aneh. Kalian telah melanggar janji terhadap ayahku Ali, saudaraku Hasan, dan anak pamanku Muslim. Ketahuilah, jika kalian melakukan hal ini, maka kalian telah kehilangan kebahagiaan kalian."
Ucapan Imam Husain as di persinggahan ini, "Wahai manusia! Rasulullah saw pernah besabda, 'Barang siapa melihat seorang penguasa zalim, pengkhianat, penghalal hal-hal yang haram, dan penentang Sunah Rasulullah saw, lalu ia tidak bangkit untuk menentangnya, maka ia akan memiliki tempat di Jahanam bersamanya."
'Udzaibul Hajanat
Senin, 28 Dzulhijjah 60 Hijriah
· Beberapa orang penduduk Kufah menjumpai Imam Husain as dan menjelaskan kondisi kota seraya berkata, "Para pembesar Kufah telah menerima suap dalam jumlah yang sangat banyak. Sekarang, mereka memusuhi Anda dengan satu suara. Hati seluruh penduduk bersama Anda. Akan tetapi, besok pedang mereka akan dihunus untuk melawan Anda."
· Imam Husain as bertanya kepada mereka tentang utusan beliau, Qais bin Musahhar. Mereka menjawab, "Mereka membawa Qais setelah tertangkap ke atas istana Darul Imarah supaya melaknat Anda dan ayah Anda. Akan tetapi, ia mengirimkan salam untuk Anda dan ayah Anda, dan lantas melaknat Ibn Ziyad dan ayahnya. Ia juga memberitahukan bahwa Anda sedang datang. Untuk itu, Ibn Ziyad memerintahkan supaya ia dilemparkan dari atas Darul Imarah dan lantas ia syahid." Mendengar cerita ini, Imam Husain as menangis seraya membaca ayat, "Dari kalangan Mukminin ada sekelompok orang yang memegang teguh janji mereka terhadap Allah. Sebagian dari mereka menyongsong kematian dan sebagian yang lain masih menunggu."
Ketika mendengar berita kesyahidan Qais di persinggahan ini, Imam Husain as berdoa, "Ya Allah! Tetapkanlah posisi yang tinggi bagi kami dan para pengikut kami di sisi-Mu dan kumpukanlah kami di haribaan rahmat-Mu."
Qashr Bani Muqatil
Rabu, 1 Muharam 61 Hijriah
· Sekelompok penduduk Kufah telah memasang kemah di persinggahan ini. Imam Husain as bertanya kepada mereka, "Apakah kalian siap membantu kami?" Sebagian menjawab, "Hati kami tidak rela untuk mati." Sebagian yang lain menjawab, "Kami memiliki banyak istri dan anak. Kami banyak menerima titipan harta masyarakat dan kami tidak bisa yakin terhadap nasib perang ini. Oleh karena itu, kami tidak siap membantumu."
· Imam Husain as memerintahkan para pemuda untuk mengambil air dan bergerak di malam hari. Beliau tertidur sejenak di atas kuda tunggangan. Setelah terbangun, beliau berkali-kali mengulangi ucapan "inna lillah wa inna ilaihi raji'un". Ali Akbar maju ke depan dan menanyakan alasan beliau mengucapkan kalimat itu. Imam Husain as menjawab, "Seorang penunggang kuda hadir di hadapanku seraya berkata, 'Kaum ini bergerak di malam hari, sedangkan kematian sedang menunggu mereka.'" Ali Akbar bertanya, "Ayahku! Bukankah kita berada dalam kebenaran?" "Demi Allah! Kita berada dalam kebenarang," jawab Imam Husain menimpali. "Jika begitu, kita tidak akan pernah takut terhadap kematian," jawab Ali Akbar tegas. "Semoga Allah menganugerahkan kebaikan kepadamu," jawab Imam Husain as.
Imam berkata kepada Ubaidullah Ju'fi di persinggahan ini, "Jika engkau enggan membantu kami, maka janganlah masuk ke dalam golongan yang memerangi kami. Demi Allah! Barang siapa mendengar jeritan kami dan enggan menolong kami, maka Allah akan melemparkannya ke dalam neraka dengan muka di bawah."
Nainawa dan Karbala
Kamis, 2 Muharam 61 Hijriah
· Nainawa adalah sebuah tempat yang Hurr memperoleh perintah supaya Imam Husain as diberhentikan di sebuah gurun pasir yang tak berair, tak berpohon, dan tak berbenteng. Guna mencari tempat yang lebih cocok, beliau meneruskan perjalanan hingga sampai di sebuah tempat. Beliau menanyakan nama tempat ini. Ketika mendengar bahwa nama tempat ini adalah Karbala, beliau menangis seraya berkata, "Turunlah kalian. Di sinilah darah kita akan diteteskan dan tempat kuburan kita. Di sinilah kuburan kita akan menjadi tempat ziarah. Begitulah kakekku Rasulullah menjanjikan." Mendengar seruan ini, para sahabat beliau turun dan menurunkan seluruh barang bawaan. Laskar Hurr mengambil posisi di tempat berhadapan dengan laskar Imam Husain as.
· Imam Husain as mengumpulkan seluruh keluarga dan memandangi mereka. Beliau pun menangis. Setelah itu, beliau berkata, "Ilahi! Mereka telah mengusir kami dari tanah suci kakekku. Bani Umaiyah telah menzalimi hak kami. Ya Allah! Ambillah hak kami dari para lalim dan menangkanlah kami atas musuh-musuh kami."
· Ubaidullah bin Ziyah menulis sepuruk surat kepada Imam Husain as yang berisi, "Berita ketibaanmu di Karbala telah kami terima. Yazid bin Mu'awiyah telah memerintahkanku supaya aku tidak tidur sebelum membunuhmu, atau engkau menerima ketentuanku dan ketentuan Yazid bin Mua'wiyah. Wassalam." Imam Husain as berkata, "Surat ini tidak perlu dijawab, karena Ubaidullah memang sudah ditentukan menerima azab Ilahi."
Setelah Imam Husain as membaca surat Ibn Ziyad, beliau berkata, "Semoga tidak berjaya golongan yang telah rela membeli keridaan manusia dengan harga amarah Allah." (Yaitu lebih mementingkan keridaan manusia atas amarah Allah).
Karbala
Jumat, 3 Muharam 61 Hijriah
· Umar bin Sa’ad memasuki Karbala dengan laskar Kufah yang berjumlah empat ribu orang.
· Sebagian menuliskan, “Kabilah Umar bin Sa’ad (Bani Zuhrah) datang mendekati dan menyumpahnya untuk mengurungkan diri dari keputusannya (menjadi sukarelawan untuk berperang menentang Imam Husain as), karena hal ini akan menyebabkan permusuhan antara mereka dan Bani Hasyim.
· Di sisi lain, salah satu dari dua putranya yang bernama Hafsh mendorongnya untuk membunuh Imam Husain as, sedang yang lainnya memperingatkan untuk mengurungkan niat itu. Dan usulan Hafsh-lah yang terpilih. Ia bersama ayahnya memutuskan diri pergi ke Karbala untuk memerangi Imam Husain as.
· Saat Umar bin Sa’ad mengirim seseorang kepada Imam Husain as untuk mengetahui alasan kedatangan beliau ke negeri ini, beliau as berkata, “Rakyat kota Anda telah menulis surat kepadaku dan mengundangku. Jika kedatanganku telah membuat Anda tak senang, maka saya akan kembali!”
· Begitu Umar bin Sa’ad mendengar pesan Imam Husain as ini, ia berkata, “Semoga Allah melepaskanku dari memerangi Husain.”
Saat memasuki Karbala, Imam Husain as berkata, “Manusia adalah budak dunia dan agama mereka hanya menjadi hiasan di bibir. Selama kehidupan mereka masih berputar, mereka akan mengikuti agama. Namun, begitu ujian dan cobaan datang, hanya sedikit dari mereka yang masih tetap mempertahankan agamanya.”
Karbala
Sabtu, 4 Muharam 61 Hijriah
· Di masjid Kufah, Abdullah bin Ziyad berkata kepada warga yang hadir, “Wahai warga Kufah! Kalian telah menguji keturunan Abu Sufyan, dan telah menemukan mereka sebagaimana yang kalian inginkan! Kalian mengenal Yazid yang berakhlak dan berperilaku baik pada para bawahannya. Seluruh pemberian-pemberiannya berada pada tempatnya yang tepat. Demikian juga dengan ayahnya. Kini Yazid memerintahkanku untuk membagi-bagikan uang kepada kalian dan mengirimkan kalian untuk melawan musuhnya, Husain.”
· Setelah itu, ia memerintahkan untuk mengumumkan kepada seluruh warga dan mempersiapkan rakyat untuk bergerak menuju medan laga.
· Syimr bin Dzil Jausyan bersama empat ribu pasukan; Yazid bin Rakab, dua ribu, Husain bin Namir, empat ribu; Mazhayir bin Rahinah, tiga ribu, dan Nashr bin Harsyah dengan dua ribu pasukan. Keseluruhannya menyatakan diri siap berperang melawan Imam Husain as.
· Dan perjalanan menuju Karbala segera dimulai.
Dalam menjawab Qais bin Asy’ab yang menyarankannya untuk berbaiat pada Yazid, Imam Husain bin Ali as berkata, “Tidak, demi Allah! Aku tidak akan meletakkan tanganku dengan hina di atas tangan mereka, dan juga tidak akan melarikan diri dari medan laga sebagaimana para budak.”
Karbala
Minggu, 5 Muharam 61 Hijriah
· Akhirnya secara bertahap, pasukan yang terpencar di seluruh kota Kufah berkumpul dan bergabung dengan pasukan Umar bin Sa’ad. Menurut sebuah riwayat, Syabts bin Rub’i telah bergerak ke arah Karbala dengan seribu pasukan berkuda.
· Ubaidullah memerintahkan kepada sebagian pasukan untuk berdiri di jalanan yang menujuke arah Karbala dan menghalangi siapa pun yang keluar dari Kufah untuk membantu Imam Husain as.
· Karena sekelompok warga mengetahui bahwa perang melawan Imam Husain as berada dalam hukum perang menentang-Nya dan menentang rasul-Nya, maka di pertengahan jalan mereka memisahkan diri dari pasukan musuh dan melarikan diri.
· Menurut sebuah riwayat, seorang komandan laskar yang sebelumnya bergerak dari Kufah dengan seribu pasukan, begitu sampai di Karbala,pasukan yang tersisa hanya sekitar tiga atau empat ratus orang, dan selebihnya melarikan diri karena tidak memiliki keyakinan terhadap perang ini.
Penggalan dari pidato Imam Husain as yang ditujukan pada pasukan musuh, ”Perhatikanlah! Kami tidak akan pernah menyerah dengan hina. Allah, Rasul-Nya dan para mukmin tidak akan pernah menerima kehinaan untuk kami. Pangkuan-pangkuan suci yang telah membesarkan kami. Kepandaian dan keberanian mereka tidak akan pernah mengajarkan untuk mendahulukan ketaatan pada orang-orang hina atas kematian secara ksatria.”
Karbala
Senin, 6 Muharam 61 Hijriah
· Umar bin Sa’ad memperoleh sebuah surat dari Ubaidullah yang isinya demikian, “Aku tidak begitu saja menyerahkan pasukan berkuda dan pasukan berjalan kepadamu. Perhatikanlah bahwa aku memberikan tugas untuk melaporkan keadaan di sini setiap hari kepadaku.”
· Habib bin Mazhahir meminta izin kepada Imam Husain as untuk mendekati kabilah Bani Asad yang hidup di dekat daerah itu dan mengajak mereka untuk bergabung. Beliau mengizinkan. Habib kemudian mendatangi mereka dan berkata, “Ikutilah perintahku hari ini dan bergegaslah untuk membantu Husain supaya kalian berada dalam kemuliaan dunia dan akhirat.”
· Sejumlah sembilan puluh orang bangkit dan bergerak menuju Karbala. Akan tetapi, di pertengahan jalan mereka bersirobok dengan pasukan Umar bin Sa’ad, dan karena tidak memiliki pertahanan yang kuat, akhirnya mereka terpencar dan kembali ke rumah masing-masing.
· Habib mendatangi Imam Husain as dan menceritakan peristiwa ini. Beliau hanya berkata, “Laa haula wa laa quwwata illa billah.”
Surat Imam Husain as dari Karbala kepada saudaranya Muhammad bin Hanafiyah dan Bani Hasyim, “Seakan dunia sama sekali tak pernah ada (dan demikian inilah dunia yang berkesudahandan tanpa arti), sementara akhirat adalah senantiasa.”
Karbala
Selasa, 7 Muharam 61 Hijriah
· Dituliskan bahwa pasukan yang mengambil baju, senjata perang dan gaji dari pemerintah Bani Umayyah dan siap untuk berperang menentang Imam Husain as berjumlah lebih dari 30 ribu orang.
· Umar bin Sa’ad kembali mendapatkan sebuah surat dari Ubaidullah dengan isi sebagai berikut, “Jadikanlah pasukanmu untuk memisahkan antara Husain dan sahabat-sahabatnya dengan sungai Furat, sedemikian hingga bahkan tak ada setetes air pun yang sampai ke mereka, sebagaimana Utsman bin Affan dulu terhalangi dari air.”
· Kemudian Umar bin Sa’ad menempatkan 500 pasukan penunggang kuda di sisi sungai Furat. Salahsatu dari mereka berteriak, “Husain! ... Demi Allah ... Engkau tidak akan meminum air ini walau setetes pun hingga kehausan merenggut nyawamu.”
· Imam Husain as berkata, “Ilahi!! Binasakan ia dengan kehausan dan jauhkan ia dari segala rahmat-Mu!” Hamid bin Muslim mengatakan, aku melihat dengan mataku sendiri bahwa kutukan Imam Husain as betul-betul terlaksana.
Demikian Abu Abdillah Imam Husain as mengutuk pasukan musuh, “Ilahi! Tahanlah hujan-Mu dari mereka, ciptakan kesulitan dan kekeringan (sebagaimana tahun-tahun Yusuf), dan tempatkan budak Tsaqafi (Hajjaj bin Yusuf) untuk mereka supaya mereka merasakan pahitnya tegukan racun, dan ambilkan balas dendamku, para sahabatku, Ahlul Bait dan para Syiah-ku dari mereka.”
Karbala
Rabu, 8 Muharam 61 Hijriah
· Rasa kehausan di kemah-kemah makin lama terasa semakin mencekik. Imam Husain as memerintah saudaranya, Abbas, bersama beberapa orang untuk bergerak ke sungai Furat di malam hari. Dengan rencana yang matang, mereka berhasil mematahkan dan menerobos barisan musuh dan kembali ke kemah dengan kantong-kantong penuh air.
Pertemuan Imam Husain as dengan Umar bin Sa’ad
· Imam Husain berskata, “Wahai anak Sa’ad! Apakah engkau datang menemuiku dan tidak memiliki keluhan pada-Nya?” Ibnu Sa’ad mengatakan, “Jika aku memisahkan diri dari kelompok ini, maka rumahku akan rusak, kekayaanku akan dirampas, dan aku mengkhawatirkan anggota keluargaku dari kemarahan Ibnu Ziyad.” Imam Husain berkata, “Bagaimana dengan dirimu sendiri? Allah akan segera mengambil jiwamu dan engkau tidak akan terampuni di hari kiamat ... Apakah engkau mengira akan sampai pada pemerintahan Rey dan Gurgan? Demi Allah! Tidaklah demikian, karena engkau tidak akan pernah sampai pada keinginanmu.”
· Ubaidullah dalam surat selanjutnya mengancam Umar bin Sa’ad bahwa ia akan memecatnya dari tugasnya, berkata, “Jika engkau mempermainkan dan tidak mentaati perintahku, maka aku akan menyerahkan tanggung jawab pasukan ini pada Syimr bin Dzil Jausyan.”
Penggalan dari pidato Imam Husain as kepada para sahabatnya, “Wahai para keturunan besar dan agung! Bersabarlah, karena kematian hanyalah sebuah jembatan tempat kalian akan melewati segala kesulitan dan penderitaan dan mengantarkan kalian ke syurga yang luas dengan segala nikmatnya yang senantiasa.”
Karbala
Kamis, 9 Muharam 61 Hijriah
· Syimr mendatangi perkemahan Imam Husain as. Selain memanggil Abbas dan putra-putra Ummul Banin lainnya, ia mengatakan, “Aku telah mengambil surat jaminan untuk kalian dari Ubaidullah.” Secara bersamaan, mereka berkata, “Allah melaknatmu dan melaknat surat jaminanmu! Kami berada dalam keamanan dan putra dari putri Rasulullah berada dalam ancaman?!”
· Melalui saudara lelakinya, Abbas, Imam Husain as meminta kesempatan satu malam dari musuh untuk melakukan shalat, berdoa, berkhalwat dengan Tuhan dan membaca Al-Quran.
· Penggalian parit di seputar perkemahan untuk menghadapi musuh dan memutus hubungan musuh dengan perkemahan dari tiga arah. Interaksi hanya bisa dilakukan dari satu arah dimana para sahabat Imam Husain as ditempatkan. Ini adalah strategi Imam Husain as yang sangat bermanfaat bagi para sahabat.
· Sekelompok dari laskar Umar bin Sa’ad bergabung dengan pasukan Imam Husain as.
Pidato Imam Husain as kepada musuh, “Celaka kalian! Kerugian apa yang akan kalian peroleh jika mendengarkan perkataanku? Aku mengajak kalian ke jalan yang benar. Akan tetapi kalian menolak seluruh perintahku dan tidak mendengarkan perkataanku, karena perut-perut kalian telah terpenuhi oleh kekayaan haram hingga mengeraskan hati-hati kalian.”
Karbala
Jumat, 10 Muharam 61 Hijriah
· Setelah menunaikan shalat Subuh bersama para sahabatnya, Imam Husain as bersabda, “ ... Allah telah memerintahkan pada kesyahidanku dan kesyahidan kalian. Selamat atas kalian yang memilih kesabaran.”
· Imam Husain as memerintahkan Zuhair bin Qain untuk memegang komando pasukan sebelah kanan, dan Habib bin Mazhahir, pasukan sebelah kiri. Sementara bendera berada di tangan saudaranya, Abbas.
· Kendati pasukan musuh telah mendekati perkemahan, namun Imam Husain as belum memerintahkan untuk melemparkan anak panah. Beliau berkata, “Aku tidak ingin memulai perang dengan pasukan ini.”
· Umar bin Sa’ad meletakkan anak panah di panahnya dan melemparkannya ke arah para sahabat Imam Husain seraya berkata, “Saksikanlah bahwa akulah orang pertama yang melemparkan anak panah ke arah pasukan Husain.” Kemudian tindakan ini diikuti oleh para pasukan Umar bin Sa’ad. Mereka membidik para sahabat Imam Husain as dari segala arah.
· Imam Husain as bersabda, “Bangkitlah wahai para sahabatku, dan bergegaslah menuju kesyahidan! Allah akan mengampuni kalian.”
· Pada serangan pertama, lebih dari empat puluh sahabat Imam Husain as gugur syahid. Selebihnya, secara bergilir satu persatu dari mereka maju ke medan pertempuran untuk bergegas menyambut kesyahidan. Ketika seluruh sahabat telah gugur, tibalah giliran keturunan Bani Hasyim untuk maju ke medan laga bersabung nyawa. Namun mereka pun mereguk madu kesyahidan, seluruhnya, tanpa tersisa.
Kini Imam Husain as sendirian, tak berteman. Dengan pandangan penuh haru,beliau memandang ke arah jasad-jasad suci para sahabatnya dan memanggil mereka satu persatu, kemudian bergerak ke arah perkemahan untuk mengucapkan perpisahan terakhir. Setelah itu, beliau lantas mengeluarkan pedang dari sarungnya, berdiri berhadapan dengan musuh, dan memulai peperangan yang tak seimbang. Musuh segera mengepungnya dari segala arah. Tiba-tiba, sebuah anak panah bercabang tiga mengenai dada sebelah kirinya, menancap tepat di jantungnya, sementara tubuh sucinya dipenuhi oleh seratus lebih anak-anak panah yang menancap. Imam Husain as tersungkur jatuh, gugur syahid. Ruhnya yang mulia bergabung ke alam malakut yang tinggi. Jeritan para wanita dan anak-anak, bahkan para malaikat membahana, mengharu biru dan memenuhi belantara langit.
Karbala
Tragedi Petang Hari Asyura
· Sore hari kesepuluh, setelah kesyahidan Imam Husain as,
Yazid memerintahkan laskarnya untuk merampas, menjarah, membakar perkemahan dan menyiksa para keluarga kenabian. Dengan membabi buta mereka segera menaati perintah ini. mereka menyerbu ke arah perkemahan Imam Husain as, menjarah peralatan, pakaian dan unta-unta, dan kadang kala tanpa malu terlihat tengah merebut dan mengambil paksa pakaian dari tangan seorang wanita Ahlul Bait as. Putri-putri Rasulullah saw dan keluarga Imam Husain as keluar dari perkemahan, menangis dan menjerit karena kehilangan para pelindung dan orang-orang yang mereka kasihi.
· Setelah itu, dengan kepala terbuka, kaki telanjang dan pakaian-pakaian yang telah terjarah, keluarga ini menjadi tawanan Umar bin Sa’ad. Perempuan-perempuan agung ini berkata, "Lewatkanlah kami dari tempat terbunuhnya Imam Husain as." Saat pandangan mereka jatuh ke jasad para syuhada, kembali terdengar jeritan dan raungan yang membahana. Mereka menampari wajah-wajah mereka sendiri. Setelah peristiwa ini, Umar bin Sa’ad yang terlaknat, mengumumkan pada laskarnya, “Siapakah diantara kalian yang bersedia menginjak-injak punggung dan dada Husain dengan kuda?!” Sepuluh orang bangkit menyatakan kesediaannya, dan mulai mengarahkan kuda-kudanya untuk menginjak-injak tubuh mulia Imam Husain as.
· Sore itu juga, Umar bin Sa’ad memerintah pasukan Khuli bin Yazid Ashbahi dan Hamid bin Muslim Azdi untuk mengirimkan kepala mulia Imam Husain as ke Ubaidullah bin Ziyad di Kufah. Sementara yang lainnya mengumpulkan kepala-kepala para sahabat dan keluarga beliau yang berjumlah tujuh puluh dua kepala, kemudian mengirimkan seluruh kepala ini ke Kufah bersama Syimr bin Dzil Jausyan dan Qais bin Asy’ats. Setelah itu, mereka mulai mencari-cari orang-orang mereka yang terbunuh lalu menguburkannya. Namun jenazah Imam Husain dan para sahabatnya yang tak berkepala tetap dalam keadaan telanjang di sahara Karbala sampai hari kedua belas Muharam, hingga akhirnya kabilah Bani Asad menguburkan mereka atas arahan Imam Sajjad as.
Karbala
Sabtu, 11 Muharam 61 Hijriah
· Pada hari kesebelas Muharam, Umar bin Sa’ad mengeluarkan perintah untuk meninggalkan Karbala menuju Kufah, para wanita dan harim Imam Husain as dinaikkan ke atas unta-unta yang tak berperlengkapan. Para keluarga nubuwwat ini ditawan layaknya para tawanan kafir yang berada dalam kondisi tersulit dan penderitaan terberat. Saat bergerak dari Karbala, Umar bin Sa’ad memerintahkan untuk mengarahkan para tawanan ke medan pertempuran. Qais bin Qurrah mengatakan, “Aku tak akan pernah melupakan bagaimana kondisi Zainab putri Fatimah as saat melihat jasad Husain yang tak berkepala dan tersungkur di atas tanah, jeritannya begitu menyayat." Imam Sajjad as berkata, “Saat aku memandang jasad para syuhada yang tersungkur di atas tanah dan tiada seorang pun dari mereka yang bersedia menguburkannya, dadaku penuh sesak dan rasa berat yang tak terhingga telah melingkupiku hingga hampir saja jiwaku melayang. Saat mengetahui keadaanku, bibiku Zainab menenangkanku supaya aku sabar menghadapi semuanya.”
Tiada cara bagiku ‘tuk tak pergi dan tak meninggalkanmu,
Wahai tubuh yang tercabik-cabik, kuserahkan dirimu pada-Nya
Kufah
Minggu, 12 Muharam 61 Hijriah
· Selain sebelumnya Ubaidullah bin Ziyad telah melakukan propaganda salah untuk menentang Imam Husain as dan para keturunannya, dan memperkenalkan beliau sebagai orang asing, kini ia juga mendorong rakyat Kufah untuk hadir dalam pesta perayaan kemenangan.
· Rakyat Kufah yang gembira atas kemenangan ini berdatangan ke lorong-lorong dan pasar untuk melihat para tawanan. Namun tiba-tiba kegembiraan sebagian besar dari mereka yang memiliki sedikit cahaya keimanan di dalam kalbu berubah menjadi api kebencian dan kesedihan saat mendengar pidato Imam Sajjad as dan bibinya, Zainab Kubra sa yang berkobar.
· Selama berada di Kufah, kedua manusia agung ini bersama mereka yang tersisa dari tragedi Karbala, berada di antara rakyat sebagai tawanan perang dan berjalan di antara kepala-kepala syuhada Karbala yang ditancapkan di ujung-ujung tombak.
· Perlahan-lahan, para penduduk Kufah mempertanyakan keturunan dan asal para tawanan ini. Mereka memasuki Darul Imarah dengan keraguan dan pertanyaan-pertanyaan yang senada hingga akhirnya mendapatkan jawabannya dalam pertemuan Ubaidullah bin Ziyad, penguasa bengis Kufah dan penyebab utama kesyahidan Imam Husain as.
· Di depan kemarahan para tawanan dan penduduk, Ubaidullah bin Ziyad mengambil tongkat kayu seraya memukul kepala mulia Imam Husain as dan menyatakan bahwa kejadian ini merupakan kemenangan baginya di medan laga, dan terbunuhnya Imam Husain merupakan kehendak-Nya. Saat itulah ia mendapatkan jawaban yang mematikan dan sangat pedas dari Zainab as dan Imam Ali bin Imam Husain as yang menyebabkan kehinaan Yazid dan para keturunan Yazid.
Setelah sehari (atau beberapa hari, menurut sebuah riwayat) Ibnu Ziyad membawa kepala-kepala para syuhada untuk berkeliling di lorong-lorong dan tempat-tempat di Kufah, ia kemudian mengirimkan mereka ke Yazid bin Muawiyyah di Syam. Setelah itu, menyerahkan para tawanan pada tanggung jawab Mukhaddhar bin Tsa’labah ‘Aidzi dan Syimr bin Dzil Jausyan untuk membawa mereka ke Syam. Ia memerintahkan supaya tubuh Zainal Abidin as diikat, kedua tangannya dikuncikan di leher, kemudian dinaikkan ke atas seekor unta yang tak berperlengkapan.
Di Pinggiran Sungai Furat
· Para pembawa kepala-kepala syuhada menurunkan bawaannya di rumah peristirahatan pertama, lalu sibuk bergembira dan mempermainkan kepala suci Imam Husain as dan menghabiskan sebagian malam untuk minum dan bermabuk-mabuk. Namun, tiba-tiba sebuah tangan keluar dari tembok dan menuliskan sebuah sajak dengan tinta darah dari sebuah pena besi, dan mengatakan, “Apakah kelompok yang membunuh Imam Husain as akan menerima syafaat dari kakeknya pada hari kiamat?”
· Di dekat tempat kejadian, seorang rahib yang saat itu tengah sibuk bermunajat di tempat peribadatannya mendengar perkataan ini. Ia bangkit. Dari jendela, ia melihat sebuah tombak yang tersandar di tembok dengan cahaya yang terang benderang hingga menuju langit. Ia juga melihat para malaikat langit yang turun berkelompok-kelompok ke arahnya. Rahib menyaksikan kejadian ini dengan takjub. Rasa ketakutan melingkupinya. Ia keluar dari tempatnya dan mendekati para pengikut Ibnu Ziyad, bertanya, “Siapakah pemimpin kalian?” Menjawab, “Khuli.”
· Rahib mendatangi Khuli dan bertanya, “Kepala siapakah itu?” Menjawab “Kepala seorang asing yang melakukan perlawanan di tanah Irak dan ia terbunuh di tangan Ibnu Ziyad.” Berkata, “Siapa namanya?”, menjawab “Husain bin Ali bin Abi Thalib.” Bertanya, “Siapa nama ibunya?” menjawab, “Fatimah binti Muhammad Mushtafa.” Berkata, “Apakah ia adalah Muhammad, nabi kalian?”, menjawab, “Benar”, berkata, “Binasalah kalian dengan apa yang telah kalian lakukan.”
· Rahib mendesak mereka untuk menyerahkan kepala tersebut hingga pagi hari di rumahnya. Khuli mengatakan, kami tidak bisa menyerahkannya hingga kami membawanya kepada Yazid bin Muwiyyah dan mengambil hadiah darinya. Rahib bertanya, “Berapakah hadiah yang dijanjikan kepada kalian? Aku akan memberikan sepuluh ribu dirham.”
Khuli menerima dirham tersebut dan menyerahkan kepala mulia Imam Husain as ke tangan sang rahib. Rahib meletakkan kepala tersebut di atas sajadahnya dan mengharumkannya dengan minyak misik, kemudian menangis sepanjang malam. Ketika pagi tiba, ia berkata, “Wahai kepala! Aku tidak memiliki sesuatu selain tubuh. Akan tetapi, aku bersaksi bahwa tiada sembahan selain Tuhan. Kakekmu adalah Muhammad, rasul-Nya dan aku bersaksi bahwa aku adalah budak dan hambamu. Wahai Abu Abdillah, demi Allah!Sangat sulit bagiku tidak berada di Karbala dan mengorbankan jiwaku untukmu. Wahai Abu Abdillah! Saat engkau bertemu dengan kakekmu, bersaksilah untukku bahwa aku telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan telah berkhidmat kepadamu dan kepada Islam." Kemudian rahib berkata, Asyhadu anlaa ilaha illa huwa...., kemudian ia menyerahkan kembali kepala tersebut kepada mereka. Setelah peristiwa ini, ia keluar dari tempat peribadatannya dan mengabdikan diri pada Ahlul Bait as.
Takrit
· Saat kafilah Karbala sampai di Takrit, para petugas menulis surat kepada gubernur setempat yang berisi, "Temuilah kami, karena kami bersama kepala orang-orang asing." Setelah gubernur membaca surat ini, ia memerintahkan untuk segera mengibarkan bendera-bendera, memukul genderang dan menghias kota. Rakyat dari segala penjuru kota pun berdatangan. Gubernur bergerak keluar untuk menemui mereka dan setiap kali ditanyakan kepada mereka tentang siapakah kepala ini, ia akan menjawabnya dengan mengatakan bahwa ini adalah kepala orang asing yang bangkit untuk menentang Yazid, dan Ibnu Ziyad telah berhasil membunuhnya. Namun, seorang Nashrani yang hadir di tempat itu mengatakan, “Wahai rakyat Takrit! Aku berada di Kufah saat kepala ini dibawa. Ini bukanlah kepala orang asing. Ini tidak lain adalah kepala Imam Husain as.”
· Begitu mendengar perkataan ini, mereka langsung menggantikan bunyi genderang dengan membunyikan terompet untuk memperingati kebesaran Imam Husain as, dan mengatakan bahwa kami membenci kaum yang membunuh putra dari putri nabi mereka sendiri.
· Saat mendengar kabar mengenai reaksi rakyat Takrit yang seperti ini, petugas Yazid mengurungkan diri untuk memasukkan kafilah tawanan Karbala ke kota itu. Selanjutnya kafilah duka ini melanjutkan perjalanannya dari luar Takrit melalui padang sahara.
A’ma, Dair ‘Urwah, Dan Shalita
· Perjalanan dari Takrit terus berlanjut hingga sampai ke sebuah daerah bernama A’ma, setelah itu dilanjutkan ke Dair ‘Urwah, dan seterusnya tanpa henti menuju ke Shalita.
Nakhlah
· Saat sampai di daerah bernama Wadi Nakhlah, waktu telah menjelang malam, dan di sini pulalah kafilah berhenti dan melewati malam. Pada malam itu, suara jeritan, raungan, tangisan anak-anak dan senandung duka para wanita kembali terdengar. Tangisan dan tetesan air mata yang menghikayatkan duka, derita dan nestapa karena kehilangan orang-orang terkasih. Akan tetapi, mata dan hati buta para petugas kafilah sama sekali tak tergugah dan tersentuh oleh air mata dan tangisan-tangisan ini. Hingga Shubuh, para petugas Yazid disibukkan dengan pesta pora dan hura-hura.
Marsyad dan Lina
· Dari Wadi Nakhlah, kafilah duka Karbala bergerak ke arah Marsyad. Pada awalnya kaum lelaki dan perempuan kota ini berdatangan untuk menyambut mereka. Namun ketika mereka menyaksikan kondisi para tawanan ini, segera suara isakan, jerit dan tangisan membahana ke awan, dan ketakutan mereka untuk menyerang para pembunuh Imam Husain as pun sirna.
Mushal dan Sinjar
· Di dekat daerah Mushal, para petugas Yazid menulis sebuah surat kepada gubernur Mushal untuk menghias kota dan mempersiapkan diri melakukan acara penyambutan bagi kedatangan kafilah duka Karbala.
· Sesuai dengan perintah penguasa setempat, kota Mushal telah dipercantik, lampu-lampu benderang dan gemerlapan telah menghias kota dan semarak kota terlihat di seluruh penjuru kota.
· Rakyat di daerah ini bertanya-tanya, apa gerangan yang menyebabkan seluruh kegembiraan dan kebahagiaan ini? Dalam jawabannya dikatakan, “Ubaidullah telah membunuh sejumlah orang yang menentang Yazid dan mereka akan mengirimkan kepala-kepalanya kepada Yazid.”
· Namun, seseorang yang berada di tengah-tengah rakyat mulai meneriakkan kata-kata, “Wahai rakyat Mushal! mereka semua berbohong. Ketahuilah bahwa sebenarnya yang telah dibunuh oleh Ibnu Ziyad bukanlah orang-orang asing. Mereka tidak lain melainkan putra Rasulullah dan dalam kafilah ini terdapat kepala Imam Husain yang hendak diserahkan ke Yazid.”
Nashibain
· Di Nashibain, penguasa kota mengeluarkan perintah untuk memperindah kota. Saat orang yang membawa kepala Imam hendak memasuki kota, tiba-tiba kuda yang ditungganginya tidak mengikuti perintah tuannya sehingga dipersiapkanlah kuda yang lain. Namun, kuda yang ini pun melakukan tindakan yang serupa, dan kejadian ini terulang beberapa kali. Hingga akhirnya mereka melihat kepala mulia Imam Husain as yang berada di atas tanah. Ibrahim Mushali mengambil dan mengamatinya baik-baik hingga mengenalinya. Setelah itu ia segera melaknat dan mengutuk para petugas. Saat warga kota menyaksikan peristiwa ini, mereka segera memutuskan untuk membunuh pembawa kepala Imam Husain as. Akhirnya karena ketakutan dengan reaksi rakyat, kepala Imam Husain as tidak jadi dibawa masuk ke kota ini.
'Ainul Ward dan Da'awat
· Setelah keluar dari Nashibin, kafilah Karbala memasuki ‘Ainul Ward. Para pembesar dan rakyat kota ini sepakat untuk mengarak kepala-kepala para syuhada dan mengambil keputusan untuk memasuki kota dari pintu ‘Arbain. Selanjutnya, kepala bercahaya Imam Husain as ditancapkan di atas tombak, diletakkan di alun-alun kota, dan menjadi tontonan rakyat dari tengah hari hingga petang. Sekelompok dari mereka bergembira, karena ini adalah kepala-kepala asing, sementara sekelompok lainnya menangis.
Qansarin
· Qansarin merupakan sebuah tempat yang ramai dan berpenduduk banyak. Ketika warga kota ini mendapatkan informasi mengenai kedatangan kafilah ini, mereka segera menutup pintu gerbang kota dan melarang mereka memasukinya. Mereka melaknat rakyat Bani Umayyah dan melempari batu kepada para petugas dan mengatakan, “Wahai orang-orang jahat! Wahai para pembunuh putra-putra para Nabi! Demi Allah! Kalian jangan memasuki kota kami, kendati kalian membunuh orang terakhir dari kami.”
Halb
· Kafilah berhenti untuk sejenak beristirahatdi samping sebuah gunung bernama Jausyan selama satu malam. Para pembawa kepala Imam meletakkan kepala mulia Imam di atas sebuah batu. Saat terbit matahari dan kepala diangkat dari sana, beberapa tetes darah dari kepala Imam Husain mengalir di atas batu. Rakyat kota ini baru menyadari masalah ini setelah kafilah bergerak. Setelah kepergian kafilah, mereka berkumpul di sekitar tetesan-tetesan darah itu dan melakukan majelis duka di tempat ini.
Kufr Thab
· Pintu gerbang di benteng kecil ini tertutup untuk kafilah. Rakyat duduk di atas menara dan tidak bersedia memberikan perbekalan kepada para petugas Yazid, bahkan mereka juga tidak bersedia memberikan sedikit pun air kepada mereka. Khuli mendekati Hushain dan berteriak, “Wahai rakyat Kufr Thab! Bukankah kalian berada di bawah ketaatan pada kami, lalu kenapa kalian tidak bersedia memberikan air kepada kami?!”
· Rakyat menjawab, “Demi Zat-Nya! Kami tidak akan memberikan air kepada kalian, sekalikan setetes. Kalianlah yang telah menutup air atas para keturunan Telaga Kautsar dan membuat mereka syahid dengan bibir-bibir yang kehausan.”
Ma'arrah Nu'man
· Para penghuni kota ini membuka pintu gerbang untuk menyambut kedatangan kafilah Karbala ke kota ini. Mereka menjamu laskar Yazid, memberikan air dan perbekalan kepada mereka dan laskar ini menghabiskan beberapa hari di tempat ini.
Humah dan Himsh
· Setelah melewati Humah, akhirnya kafilah duka Karbala tiba di tempat bernama Himsh. Kota Himsh telah berhiaskan dengan bendera-bendera merah dan kuning untuk menyambut kedatangan kafilah ini. Namun, ketika rakyat kota menyadari bahwa tawanan kafilah ini adalah para putra Ali bin Abi Thalib as dan para putra Rasulullah saw, mereka merasa bersalah dan para perempuan kota segera melakukan majelis duka dan bersenandung duka.
· Para lelaki kota yang kecewa dengan keadaan ini, mulai melemparkan bebatuan ke arah laskar Ibnu Ziyad. Karena lemparan ini, sekitar dua puluh enam orang dari pasukan Yazid menemui ajalnya.
· Rakyat menutup pintu gerbang kota dan menyatakan bahwa kami tidak akan membiarkan satu orang pun dari kalian yang selamat melewati pintu. Kami harus membunuh Khuli dan mengambil kembali kepala Imam Husain as, dan hingga hari kiamat, kebanggaan ini akan menjadi milik kami.
· Laskar Ibnu Ziyad akhirnya mengambil kepala-kepala dan para tawanan dari pintu-pintu kota lainnya dan melarikan diri.
Ba'labak
· Saat para tawanan sampai di dekat kota Ba’labak, rakyat mengibarkan bendera-bendera perayaan, bahkan anak-anak juga dipaksa untuk keluar dari kota hingga satu farsakh untuk menyambut mereka. Sejumlah banyak rakyat lain, keluar dari kota dan mulai menggelar perayaan dengan cara mereka sendiri.
· Ummu Kultsum berkata kepada mereka, “Allah akan memecah belah dan memusnahkan kalian, dan kalian akan dikuasai oleh mereka yang tidak memiliki belas kasih kepada kalian.”
Dair Nashraniyan
· Sore mulai beranjak malam Kafilah yang tengah berada di dekat Syam mendengar berita bahwa akan ada sekelompok orang yang hendak menumpahkan darah malam ini untuk membebaskan para tawanan. Mendengar kabar ini, laskar Ibnu Ziyad segera mencari perlindungan ke Dair Nashraniyah.
· Seorang rahib mengatakan, “Dair ini tidak memiliki tempat untuk kalian. Masukkanlah kepala-kepala itu dan para tawanan, sementara kalian berjaga-jaga di balik tembok-tembok benteng untuk mengawasi supaya tidak ada musuh yang menyerang kalian."
· Rahib menempatkan para tawanan di tempat yang layak dan meletakkan kepala para syuhada di sebuah ruang khusus. Saat malam tiba, sang rahib tua mensucikan dan mengharumkan dirinya, memasuki ruangan dan membuka kunci kotak tempat penyimpanan kepala Imam Husain as. Ia segera mengeluarkan kepala mulia itu ia dari kotak dan dengan penghormatan sempurna ia mulai mencucinya dengan air bunga dan lalu mengharumkannya dengan minyak wangi. Setelah itu, ia meletakkannya ke arah kiblat dan berdiri di depannya.
· Malam itu sang rahib mengajak para muridnya untuk memeluk agama Islam dan mengusulkan kepada Imam Sajjad as bahwa mereka akan berperang dan membunuh para petugas Yazid. Namun, Imam Sajjad tidak mengijinkannya seraya berkata, “Allah sendirilah yang akan mengambil balas dendam dari mereka.”
Suriah (Damaskus, Syam)
Tanggal Masuk: 1 Shafar 61 Hijriah
· Kafilah Ahlul Bait Abu Abdillah Imam Husain as memasuki kota Damaskus pada hari pertama Shafar, dan hari itu Bani Umayyah menyelenggarakan pesta perayaan.
· Setelah melewati perjalanan panjang dari Kufah hingga Syam, dan diarak di berbagai kota di sepanjang perjalanan bersama kepala-kepala bercahaya para syahid Karbala, kini kepala-kepala ini diarahkan menuju kota Damaskus.
· Saat mendekati pintu gerbang Damaskus, Ummu Kultsum memanggil Syimr dan berkata, “Bawalah kami memasuki kota Syam dari pintu gerbang yang tidak ramai oleh penduduk. Jauhkan kepala-kepala dari beludru-beludru supaya rakyat tidak melihat ke arah kami.”
· Berlawanan dengan apa yang diminta oleh putri Fatimah as dan cucu Rasul saw, Syimr dengan keras kepala malah memerintahkan supaya kepala para syuhada ditancapkan di atas tombak-tombak, ditempatkan di antara beludru-beludru, kemudian melenggangkan mereka di tengah-tengah rakyat yang datang menonton.
· Para perempuan dan anak-anak Ahlul Bait diarahkan untuk melewati pintu gerbang utama Damaskus, diarak di tengah-tengah pasar kota, sementara Zainab Kubra dan putri-putri Imam Husain bin Ali as berada di antara mereka.
· Peristiwa lain yang terjadi di Syam adalah kehadiran Ahlul Bait Imam Husain as di tempat perjamuan Yazid. Dalam majelis pertemuan ini, Imam Zainal Abidin as dan Zainab Kubra dengan khotbah-khotbahnya berhasil menjelaskan banyak realita dan fakta untuk rakyat dan membongkar wajah Yazid dan keturunan Yazid yang zalim dan bengis.
· Kejadian lainnya di kota ini adalah penempatan kafilah Ahlul Bait di reruntuhan bangunan.
· Dan tragedi paling menyayat adalah meninggalnya Ruqayyah, putri Imam Husain yang baru berusia tiga tahun di reruntuhan ini dikarenakan luka yang dideritanya selama masa tawanan. Ia meninggal di sisi kepala ayahnya.
Sumber rujukan:
· Al-Maqtal, Muqarram, terjemahan Azizullah ‘Atharudi.
· Khulaseh-ye Tarikh-e Islam, Rasuli Mahallati, ringkasan Chenarani.
· Zendegani-ye Hazrat-e Abi Abdillah Al-Husain as, Imadzadeh.
· Sokhanan-e Husain bin Ali as az Madinah ta Syahadat, Muhammad Shadiq Najmi.
· Qesseh-ye Karbala, Ali Nazari Munfarid.
· Waq’ah Al-Thuff, Abi Mikhnaf, riset ulang Muhammad Hadi Yusufi.
· Al-Husain fi Thariqih ila Al-Syahadah, Sayid Ali Hasyimi.