Kiai Wafiudin mengatakan, jangan diartikan sekadar seorang Muslim ini baru jadi orang sejak tubuh terbentuk sebagai janin. Juga jangan diartikan mulai menjadi orang setelah tubuh terlahir sebagai bayi atau sejak berbentuk janin di dalam kandungan.
“Jauh sebelum tubuh ini ada, kita sudah dicipta oleh Allah di alam lauhul mahfudz dengan wujud ruh, dan kita adalah makhluk-makhluk ruhaniah yang sedang dihadirkan di muka bumi. Jadi, kita ini ruh yang dihadirkan di dalam badan,” beber Kiai Wafiudin Sakam saat mengisi Istighotsah dan Doa Majelis Telkomsel Taqwa secara virtual beberapa waktu lalu.
Badan, lanjut kiai yang pernah berkiprah di Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) ini, fungsinya hanya sebagai cangkang, wadah, atau casing. Sementara ruh itu ada pusatnya, ada intinya.
Pusatnya ruh, intinya ruh adalah qalbu. “Karena itu, qalbu sering disebut lubbun. Lubb artinya inti, jamak dari lubb adalah albab, dari situ munculah Ulil Albab,” sambungnya.
Hal yang lebih penting lagi dalam Surat Al-Anfal ayat 24 disebutkan, hubungan manusia dengan Allah melalui qalbu. Komunikasi manusia dengan Allah melalui qalbu. “Jadi untuk apa kita berdzikir, paling pertama, zikir itu untuk membersihkan qalbu,” ungkapnya.
Segala sesuatu, sambung Kiai Wafiudin, ada pembersihnya, dan pembersih qalbu adalah dzikrullah. Jadi tujuan dzikir, tancapkan ke dalam qalbu untuk pembersihan dan menegasakan Laailaaha illallaah (Tiada Tuhan kecuali Allah).
Alasan kedua, kalau qalbu sudah dibersihkan dengan Laailaaha illallaah maka tersambunglah manusia itu dengan Allah. “Wushul, terhubung kepada Allah itu setelah qalbu-nya dibersihkan dengan zikir,” kata Kiai Wafi, sapaan akrabnya.
Karena itu, Kiai Wafi menegaskan bahwa ketika dzikir jangan diartikan supaya jadi kebal, tidak mempan dibacok, tidak mempan ditembak, supaya bisa terbang.
“Zikir itu yang utama adalah bersihkan qalbu, sambungkan qalbu kepada Allah,” ulangnya.
Kiai Wafi melanjutkan, Allah swt dalam Al-Qur’an berpesan ‘Zikirkan Aku, ingatkan Aku, rasakan kehadiran-Ku, sadari keberadaan-Ku, Aku akan zikir kepada kalian (manusia).
“Masyaallah, kalau kita ingat Allah, Allah ingat kita. Allah bangun kesadaran tentang keberadaan Allah, Allah pun betul meyadari keberadaan kita, sehingga terjadi connectifty, wushul kata orang pesantren, ketersambungan,” terangnya.
“Kita aja punya handphone biar mahal kaya apa kalau nggak ada ketersambungannya, nggak ada connectifity-nya, mau teriak-teriak ‘Bagaimana tuh Telkomsel-nya nggak jalan itu nanti,” selorohnya.