Perbedaan Antara Penegakan dan Penunaian Shalat

Rate this item
(0 votes)

Ayatullah Javadi Amoli dalam tafsir ayat;

الَّذِینَ یُؤْمِنُونَ بِالْغَیْبِ وَیُقِیمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْناهُمْ یُنْفِقُونَ

Beliau mengatakan bahwa penunaian shalat adalah salah satu di antara sifat orang-orang yang bertakwa. Orang yang bertakwa adalah yang selain beriman pada alam ghaib, juga menegakkan shalat. Penegakan shalat berbeda dengan sekedar penunaian shalat, meski dalam al-Quran shalat sebagai salah satu rukun agama dan kewajiban mukminin; mereka adalah orang-orang yang shalat;

(عَلَی صَلَوَاتِهِمْ یُحَافِظُونَ)

Namun masalah yang terpenting adalah penegakan shalat.

Penegakan shalat yang banyak ditekankan dalam al-Quran tidak lain adalah yang mencegah kefasadan dan kemunkaran.

(إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَی عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنکَرِ)

Lalu shalat seperti apa yang mencegah kefasadan dan kemunkaran? Yaitu shalat yang tidak menyimpang atau lemah. Yaitu shalat yang memenuhi seluruh syarat-syaratnya dan maqbul.

Lalu bagaimana kita mengetahui shalat kita diterima (maqbul)?

Ayatullah Javadi Amoli menjelaskan, "Jika kita ingin mengetahui apakah shalat kita diterima atau tidak, kita harus melihat apakah kita terjerumus dalam kemunkaran dan keburukan atau tidak? Jika setelah menunaikan shalat, kita masih melakukan kefasadan, maka ketahuilah bahwa shalat kita tidak diterima meski secara hukum fiqih shalat kita sah dan benar."

"Ini adalah bentuk dari koreksi. Disebutkan;

«حاسبوا انفسکم قبل ان تحاسبوا»

Hisablah diri kalian sebelum kalian akan dihisab. Salah satu caranya adalah dengan mencari tahu apakah shalat kita telah menjauhkan kita dari kefasadan dan kemunkaran atau tidak? Apakah shalat kita diterima atau tidak?"(IRIB Indonesia/MZ)

 

Read 1987 times