کمالوندی

کمالوندی

 

Tentara Yaman mengumumkan peluncuran tiga serangan pesawat tak berawak yang berhasil terhadap posisi Israel di Jaffa, Ashkelon, dan Gurun Negev, dan mengumumkan bahwa operasi ini akan berlanjut hingga agresi terhadap Gaza berhenti.

Tehran, Pars Today- Juru Bicara Angkatan Bersenjata Yaman, Yahya Saree mengumumkan bahwa tentara Yaman menargetkan posisi rezim Zionis di wilayah pendudukan dengan lima pesawat tanpa awak dalam tiga tahap.

Saree mengumumkan bahwa dalam serangan pertama, dua pesawat tanpa awak Yaman menghantam target sensitif di Jaffa.

Dalam serangan kedua, dua drone Yaman menyerang pusat militer di Ashkelon, dan dalam operasi ketiga, sebuah pesawat tanpa awak  menyerang target militer di wilayah Negev.

Dalam pernyataan militer Yaman, rakyat negara-negara Arab dan Islam diimbau untuk memenuhi tugas mereka membela rakyat Palestina dan mengutuk kejahatan Zionis dengan turun ke jalan dalam beberapa hari mendatang.

Pangkalan tentara Suriah di Latakia diserang serangan udara Israel

Sumber-sumber lokal Suriah melaporkan serangan udara militer rezim Zionis terhadap posisi Brigade ke-107 tentara Suriah di provinsi Latakia di barat daya negara itu.

Al-Mayadeen melaporkan bahwa serangan itu terjadi di Desa Zama, yang terletak di pinggiran selatan Kota Jableh di Provinsi Latakia.

Setelah serangan itu, ledakan keras terdengar di seluruh area.

Sumber-sumber sipil di Sweida melaporkan bahwa helikopter-helikopter tentara Israel terus terbang di wilayah selatan Suriah, dan  pesawat nirawak serta pesawat pengintai Israel terus terbang tanpa henti selama beberapa jam.

Rezim Zionis menyerang sebuah kota di Lebanon selatan

Sumber-sumber Lebanon melaporkan serangan artileri Israel di kota perbatasan Aita al-Shaab di Lebanon selatan.

Menurut Al-Mayadeen, serangan itu terjadi dalam rangka bentrokan yang sedang berlangsung antara pasukan perlawanan dan tentara rezim Zionis di wilayah perbatasan Lebanon selatan.

Belum ada laporan mengenai kemungkinan korban jiwa atau kerusakan yang dipublikasikan sejauh ini.

104 warga Palestina lainnya gugur dalam serangan rezim Zionis

Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan dalam sebuah laporan bahwa 104 syahid dan 399 korban luka telah dipindahkan ke rumah sakit Gaza dalam 24 jam terakhir.

Menurut laporan tersebut, 60 syuhada termasuk di antara mereka yang hadir di lokasi untuk menerima bantuan kemanusiaan.

Dengan demikian, jumlah syuhada di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah mencapai 60.138 dan jumlah korban luka telah mencapai 142.269.oerang.

Kesyahidan seorang tahanan Palestina di penjara-penjara Zionis

Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa Sail Abu Nasr (60 tahun), seorang tahanan di Jalur Gaza yang ditangkap pada tahun 2023 telah gugur.

Pernyataan Hamas menyatakan bahwa kesyahidan tahanan Palestina ini merupakan kejahatan lain dalam catatan hitam kejahatan rezim Zionis terhadap para tahanan dan anak-anak Palestina.

Gerakan iHamas  memperingatkan tentang bahaya situasi bencana yang dialami para tahanan di dalam penjara-penjara rezim Zionis.

Para tahanan Palestina dirampas kebutuhan dan hak-hak mereka yang paling mendasar, termasuk air, makanan, dan pakaian, dan rezim Zionis menggunakan pengabaian terhadap masalah medis dan perawatan mereka sebagai alat untuk pembunuhan bertahap mereka.

 

Meskipun slogan palsu militer dan kabinet Zionis tentang "kemenangan mutlak" dalam perang Gaza dan klaim mereka menghancurkan kekuatan Hamas, tapi meningkatnya jumlah bunuh diri di tentara Israel mencerminkan realitas lain dan mengungkap krisis besar rezim Zionis dalam perang ini.

Meskipun akar fenomena bunuh diri di kalangan tentara Israel bermula dari perang rezim Zionis dengan Lebanon, khususnya perang Juli 2006, dan setelah itu gelombang bunuh diri di kalangan tentara Israel dimulai setelah mereka menderita berbagai gangguan mental, termasuk "gangguan stres pascatrauma", fenomena ini menjadi semakin nyata setelah Operasi Badai Al-Aqsa, yang dilancarkan perlawanan Palestina terhadap rezim Israel pada 7 Oktober 2023.

Menurut laporan Pars Today mengutip Tasnim, sejak awal Perang Gaza, dan meskipun tentara Israel telah memberlakukan kebijakan sensor militer yang ketat terhadap media rezim dan tidak mengizinkan publikasi statistik akurat tentang korban jiwa, baik di lapangan maupun bunuh diri, sumber-sumber Ibrani telah berulang kali memperingatkan tentang peningkatan kasus bunuh diri yang mengkhawatirkan di kalangan tentara Israel.

Kasus bunuh diri terbaru di kalangan tentara Israel, yang tentu saja telah dilaporkan di media, terkait dengan bunuh diri Ariel Taman, seorang prajurit cadangan tentara pendudukan, yang mengakhiri hidupnya di rumahnya di Palestina selatan yang diduduki. Tentara Israel itu bertugas di Unit Identifikasi Mayat IDF, salah satu misi yang paling menuntut secara psikologis. Televisi Channel 12 Israel melaporkan bahwa empat tentara Israel lainnya telah bunuh diri pada pertengahan Juli saja, dan bahwa tingkat bunuh diri di antara pasukan Israel telah meningkat secara signifikan sejak awal perang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Mengapa tentara Zionis berpikir untuk bunuh diri?

Selama berbagai periode perang tak berujung yang dilancarkan rezim ini dengan negara-negara Arab, terutama rakyat Palestina, para tentara rezim Zionis telah melakukan kejahatan yang tak terbayangkan dan tak terpahami oleh manusia mana pun dalam hal kekejaman dan kebiadaban. Tentu saja, melihat sebagian kecil dari kejahatan ini saja sudah menyebabkan kerusakan psikologis yang parah bagi setiap individu, tetapi para tentara Zionis bukan hanya tidak terpengaruh setelah melakukan kejahatan ini dan tidak merasa menyesal, tetapi mereka juga bangga dengan kebrutalan ini dan mempublikasikannya di media dan jejaring sosial.

Sejak awal perang Gaza, banyak laporan telah dipublikasikan oleh media rezim ini tentang gangguan mental dan psikologis serta cedera yang dialami para tentara Zionis. Namun, cukup jelas bahwa ketegangan psikologis pasukan pendudukan Zionis bukan disebabkan oleh penyesalan atas kejahatan yang mereka lakukan terhadap warga sipil tak berdosa, terutama perempuan dan anak-anak, melainkan karena pukulan berat dan belum pernah terjadi sebelumnya yang mereka derita dari perlawanan.

Trauma psikologis di antara pasukan cadangan tentara Zionis, terutama yang lebih muda, lebih nyata dibandingkan di antara perwira dan prajurit rezim pendudukan lainnya.

Dalam hal ini, Ravital Hofil, seorang penulis Zionis dan pakar gangguan mental, menerbitkan sebuah artikel untuk mengkaji trauma psikologis para prajurit Zionis yang bekerja secara rutin atau sebagai pasukan cadangan untuk tentara pendudukan. Sebagian dari artikel ini menyatakan, Pasukan tentara reguler mengira bahwa setelah tiga tahun pandemi Corona, tentara telah sepenuhnya siap, tetapi tiba-tiba perang dimulai dan kami menyaksikan pemandangan yang mustahil dikendalikan. Terlepas dari hilangnya nyawa pasukan Israel yang terus-menerus, kerugian psikologis dari perang ini sangat besar, dan bahkan pasukan yang berhasil bertahan hidup pun merasa bahwa hidup mereka telah berakhir.

Eyal Fruchter, mantan kepala departemen kesehatan mental tentara Israel, juga memperingatkan agar tidak mengabaikan situasi mengerikan saat ini, dengan mengatakan, Para prajurit cadangan menghadapi banyak risiko, termasuk hilangnya pekerjaan dan runtuhnya kehidupan keluarga mereka, perasaan terpisah, dan pengalaman traumatis akibat perang.

Psikolog Israel, Rona Ackerman mengatakan bahwa perang meninggalkan bekas luka yang nyata dan kerusakan psikologis berlangsung lama, terutama di kalangan tentara. Karena mereka harus menunjukkan kekuatan mereka, sehingga sangat sulit untuk mengenali kelemahan yang muncul dalam jiwa dan pikiran mereka, hingga mencapai tahap melukai diri sendiri dan sejumlah prajurit ini bunuh diri.

Di antara berita yang disensor tentang statistik bunuh diri di tentara Israel, Saluran Kan Israel mengatakan bahwa sejak awal tahun 2025, 16 tentara Israel telah bunuh diri. Pada tahun 2024, tercatat 21 kasus bunuh diri di tentara Israel, dan angka ini setara dengan 17 kasus pada tahun 2023.

 

Kementerian Kesehatan Palestina menerbitkan laporan tentang jumlah warga Gaza yang gugur di pusat-pusat penyaluran bantuan kemanusiaan.

Tehran, Pars Today-Kementerian Kesehatan Palestina dalam sebuah laporan baru-baru ini mengumumkan bahwa 60.332 warga Palestina gugur dan 147.643 lainnya luka-luka dalam serangan Israel di Gaza dari 7 Oktober 2023 hingga 1 Agustus 2025.

Berdasarkan laporan ini, dalam 24 jam terakhir, 91 orang gugur di pusat-pusat bantuan kemanusiaan yang dikelola oleh AS dan rezim Zionis di Gaza, dan lebih dari 666 orang luka-luka.

Angka baru ini menambah jumlah korban yang gugur dalam mengakses bahan makanan yang telah mencapai 1.330 orang dan jumlah korban luka telah mencapai 8.818 orang.

Perlu disebutkan bahwa badan-badan PBB telah menggambarkan pusat-pusat distribusi bantuan di Gaza sebagai "jebakan maut".

Pusat-pusat ini didirikan pada Februari 2025 dengan nama "Yayasan Amal Gaza" dengan klaim bahwa Hamas mencuri bantuan kemanusiaan untuk mengambil alih tugas distribusi bantuan dari PBB. Klaim yang telah berulang kali dibantah oleh PBB.

Dalam hal ini, dua perusahaan keamanan swasta Amerika, Safe Reach Solutions dan UG Solutions, mengambil alih pekerjaan pendistribusian bantuan di empat pusat, dan tentara Israel juga ditempatkan di sekitar pusat-pusat distribusi makanan tersebut.

Aitor Zabalgogeazkoa, Koordinator Darurat Dokter Lintas Batas di Gaza, telah menggambarkan kondisi pusat-pusat ini dalam pidatonya,"Keempat pusat distribusi tersebut terletak di wilayah yang telah dikuasai penuh oleh Israel setelah menggusur penduduk," Luasnya seperti lapangan sepak bola, dikelilingi gundukan tanah, kawat berduri, dan menara pengawas."

"Hanya ada satu pintu masuk, dan ketika petugas GHF memasukkan kotak-kotak makanan ke dalam dan membuka pintu, ribuan orang masuk bersamaan, berebut gandum terakhir," ungkap Aitor Zabalgogeazkoa.

"Jika seseorang datang lebih awal dan mendekati pos pemeriksaan, mereka akan ditembak. Jika mereka datang tepat waktu tetapi ada kerumunan dan mereka melompati tanggul atau kawat berduri, mereka tetap ditembak. Jika mereka datang terlambat, mereka tetap ditembak karena wilayah tersebut dianggap sebagai zona evakuasi,"tegasnya.

Minggu, 03 Agustus 2025 05:44

Apa Motif Utusan Khusus Trump ke Gaza?

 

Saat Gaza bergulat dengan krisis kemanusiaan dan kelaparan, perjalanan Steve Witkoff ke wilayah tersebut telah menjadi tontonan kontroversial.

Tehran, Pars Today- Dalam kunjungan simbolis dan dramatis, Steve Witkoff, Perwakilan Khusus AS untuk Timur Tengah, dan Mike Huckabee, Duta Besar AS untuk wilayah pendudukan, mengunjungi pusat-pusat distribusi bantuan di kota Rafah, selatan Jalur Gaza. 

Lawatan ini mengabaikan seruan Palestina untuk melihat dampak kejahatan harian yang dilakukan oleh Zionis terhadap warga sipil Palestina; pada saat kelaparan merajalela di Gaza dan situasi kemanusiaan telah memburuk.

Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavit, mengklaim bahwa tujuan kunjungan ini adalah untuk mengunjungi pusat-pusat distribusi makanan dan menyusun rencana untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan.

"Witkoff dan Huckabee akan mendengarkan langsung pernyataan warga Gaza dan akan menyampaikan laporan tentang situasi di Jalur Gaza kepada Trump agar rencana akhir distribusi makanan dapat dimasukkan ke dalam agenda," kata Leavit

Bersamaan dengan kunjungan Witkoff ke Rafah, Ryan al-Faqaawi, seorang anak Palestina, ditembak dan dibunuh oleh penembak jitu Israel di sebuah pusat penerimaan bantuan di barat Rafah, yang terletak di selatan Jalur Gaza.

Juru bicara Gedung Putih mengumumkan bahwa tujuan kunjungan tersebut adalah untuk mengunjungi pusat-pusat distribusi makanan dan meningkatkan bantuan kemanusiaan. Namun, selama kunjungan tersebut, 17 warga Palestina, termasuk 6 warga sipil yang sedang antre untuk menerima bantuan, ditembak mati oleh tentara Israel. Pembunuhan ini dan kebijakan kelaparan yang diterapkan rezim Israel di Gaza terus berlanjut.

Hamas: Kunjungan Witkoff adalah aksi pamer dan propaganda untuk memperbaiki citra pemerintah AS

Izzat al-Rishq, anggota biro politik Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) menganggap kunjungan Witkoff ke Gaza sebagai aksi pamer dan propaganda untuk memperbaiki citra pemerintah AS, dan menekankan bahwa mengakui bencana kelaparan di Gaza tanpa meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab berarti membebaskan para pelaku kejahatan.

Organisasi masyarakat sipil Palestina juga mendesak Witkoff untuk mengunjungi rumah sakit dan stasiun pembuangan limbah di Gaza untuk melihat langsung situasi kemanusiaan yang memprihatinkan di Jalur Gaza.

Organisasi-organisasi ini sangat menentang kunjungan apa pun yang semata-mata bertujuan untuk memperbaiki citra penjajah, dan menyoroti pembunuhan setidaknya 1.200 warga Palestina di depan pusat-pusat bantuan di Gaza.

Situasi ini menunjukkan dukungan Amerika terhadap rezim Israel dan ketidakpeduliannya terhadap penderitaan warga sipil Palestina.

 

Satu bulan setelah serangan rezim Zionis terhadap Iran pada 13 Juni 2025, Benjamin Netanyahu dan partai Likud masih belum mampu memenangkan mayoritas parlemen dalam jajak pendapat yang kredibel.

Al Jazeera Net menulis dalam sebuah catatan, Meskipun tidak dapat dikatakan bahwa perang rezim Zionis terhadap Iran berakhir dengan gencatan senjata pada 24 Juni 2025, tampaknya perang ini belum mampu meningkatkan popularitas Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri rezim Zionis dan partai berkuasa Likud, secara signifikan di rezim pendudukan.

Menurut laporan Pars Today, mengutip Al-Alam Network, setelah sebulan sejak dimulainya perang rezim Zionis terhadap Republik Islam Iran, jajak pendapat menunjukkan bahwa posisi Netanyahu telah terguncang. Alasan terguncangnya posisi Netanyahu berakar pada tiga faktor utama:

1. Pentingnya dan sensitivitas kegagalan keamanan 7 Oktober 2023

2. Peran Netanyahu dan koalisi yang berkuasa di dalamnya, kegagalan mencapai tujuan Perang 12 Hari terhadap Iran

3. Inflasi politik dan pertumbuhan gerakan sayap kanan yang berlebihan

Kegagalan Keamanan Rezim Israel pada 7 Oktober 2023

Kegagalan rezim Zionis Israel pada 7 Oktober 2023, lebih dari faktor lainnya, memengaruhi posisi Netanyahu dan Partai Likud. Kegagalan ini terjadi dalam dua dimensi keamanan dan militer. Dimensi pertama adalah ketidakmampuan lembaga keamanan Israel yang kuat, seperti Shin Bet dan intelijen keamanan militer rezim, untuk memprediksi operasi kelompok-kelompok perlawanan Palestina. Oleh karena itu, berkurangnya peringatan yang diperlukan untuk memobilisasi pasukan dan mengambil tindakan pencegahan terhadap pejuang perlawanan Palestina.

Dimensi kedua dari kegagalan ini adalah ketidakmampuan Israel untuk membendung kemajuan militer awal gerakan Hamas, yang menyebabkan penetrasi pasukan perlawanan Palestina ke kota-kota dekat perbatasan Gaza dan tewasnya sekitar 1.200 warga Israel.

Namun, terkait Operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, Netanyahu bukan hanya tidak mau bertanggung jawab, ia justru menyalahkan semua lembaga keamanan dan militer dan berpura-pura tidak bersalah. Ia bahkan membandingkan insiden tersebut dengan serangan Jepang di Pearl Harbor (serangan mendadak oleh Angkatan Udara dan Laut Kekaisaran Jepang terhadap Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbor) dan bertanya, "Apakah Franklin Roosevelt dianggap bertanggung jawab atas serangan Jepang tersebut?"

Netanyahu berusaha membatasi tanggung jawab hanya kepada badan-badan keamanan dengan membentuk komite internal di militer, Shin Bet, dan Mossad, serta mengurangi tekanan sosial untuk membentuk komite independen.

Trump berusaha menutupi kegagalan ini dengan mengklaim keberhasilan militer di Gaza, Lebanon, Suriah, Yaman, dan Iran 22 bulan setelah operasi 7 Oktober, tetapi kegagalan 7 Oktober tetap menjadi isu terpenting dalam atmosfer politik Israel, dan Perang 12 Hari terhadap Iran gagal meringankan bebannya.

Kegagalan mencapai tujuan penuh Perang 12 Hari terhadap Iran

Dalam serangan terbarunya terhadap Iran, Israel mengklaim telah mencapai beberapa keberhasilan, termasuk mengkonsolidasikan superioritas udara, tetapi gagal total mencapai tujuan ambisius seperti "menghancurkan program nuklir Iran", "melumpuhkan kemampuan rudalnya", dan "mengubah struktur pemerintahan Iran".

Inflasi politik dan pertumbuhan sayap kanan yang berlebihan

Di sisi lain, sumber-sumber politik menekankan bahwa komposisi politik kabinet Netanyahu telah menjadi sangat rapuh dalam beberapa minggu terakhir. Perselisihan dengan partai-partai keagamaan Ortodoks seperti "Yudaisme Torah Bersatu" telah menyebabkan partai ini meninggalkan kabinet, dan kehadiran partai keagamaan "Shas" juga telah sangat berkurang.

Dalam situasi saat ini, penarikan diri bahkan salah satu dari dua partai, "Ben-Gvir" atau "Smotrich", dapat menyebabkan runtuhnya kabinet, sementara di masa lalu, penarikan diri satu partai saja tidak berpengaruh pada kelangsungan kabinet.

Bayang-bayang kekalahan beruntun, terutama kekalahan 7 Oktober, terus menghantui Netanyahu, baik secara politik maupun popularitasnya di kalangan pemukim Zionis. Hal ini mungkin menandai akhir karier politiknya dengan meningkatnya persaingan dan munculnya alternatif dari sayap kanan, terutama dengan gerakan Gadi Eizenkot, mantan komandan militer, yang telah memisahkan diri dari koalisi "Kamp Nasional" yang dipimpin Benny Gantz dan kemungkinan akan membentuk aliansi dengan Naftali Bennett.

 

Perang yang berulang kali dilakukan rezim Zionis, terutama perang selama 12 hari yang dipaksakan terhadap Republik Islam Iran, yang disertai dengan respons rudal Iran yang tegas, telah berdampak besar pada populasi di Palestina Pendudukan.

Perang berulang yang dilancarkan rezim Zionis terhadap negara-negara di kawasan telah menyebabkan wilayah-wilayah pendudukan terdampak perang lebih parah daripada perkembangan lainnya dalam 22 bulan terakhir. Selama periode ini, fokus utama kabinet ekstrem Netanyahu adalah perang dan konflik dengan Palestina, Lebanon, Suriah, Yaman, dan Iran.

Menurut laporan Pars Today, perang-perang ini telah menimbulkan banyak konsekuensi bagi wilayah-wilayah pendudukan, tetapi salah satu konsekuensi penting yang kurang diperhatikan dan semakin nyata dalam beberapa hari terakhir adalah dimensi demografi. Media-media Israel telah membahas beberapa isu terkait hal ini dalam beberapa hari terakhir.

Isu pertama adalah bahwa orang-orang Yahudi dari seluruh dunia berimigrasi ke wilayah-wilayah pendudukan dengan janji keamanan dan kemakmuran yang lebih besar, tetapi perang yang berkelanjutan dan perang besar-besaran baru-baru ini dengan Iran, yang menyebabkan kehancuran dan kerusakan besar di wilayah-wilayah pendudukan, telah menunjukkan bahwa keamanan imigran Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan bukan hanya tidak meningkat, tetapi bahkan nyawa mereka pun terancam dan bayang-bayang perang terus membebani.

Oleh karena itu, imigran Yahudi, yang, tidak seperti rakyat Iran, tidak memiliki identitas nasional dan latar belakang sejarah, mencari negara yang aman untuk berimigrasi, dan ini merupakan salah satu konsekuensi sosial penting dari perang kabinet Netanyahu yang berulang dan berkepanjangan bagi kaum Zionis.

Sehubungan dengan hal ini, surat kabar Zionis Yedioth Ahronoth menulis, Setelah serangan rudal Iran, orang Israel mencari "negara teraman bagi orang Yahudi" di Google dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Surat kabar ini menulis bahwa setelah serangan rudal Iran terhadap Israel pada hari pertama Perang 12 Hari, pencarian orang Israel di Google untuk negara teraman bagi orang Yahudi meningkat sebesar 5.000 persen.

Masalah lainnya adalah bahwa perang yang sedang berlangsung, dan terutama genosida di Gaza, yang dalam beberapa minggu terakhir disertai dengan kelaparan yang disengaja terhadap rakyat Gaza, menyebabkan bukan hanya rezim Israel, tetapi juga kaum Zionis yang tinggal di Wilayah Pendudukan menyaksikan rasa jijik dan kebencian publik di seluruh dunia. Turis Israel tidak aman di banyak negara di seluruh dunia, mereka diancam, dihina, dipermalukan, dan dipukuli.

Faktanya, sementara rezim Zionis, dengan dukungan Amerika, terus melakukan genosida terhadap rakyat Gaza tanpa hukuman, para pemukim Zionis harus membayar harga yang mahal atas genosida di Gaza.

Stasiun TV Israel, Channel 12, melakukan survei dan mengumumkan bahwa 56 persen warga Israel takut bepergian ke luar negeri karena kritik internasional terhadap rezim Zionis.

Surat kabar Yedioth Ahronoth melaporkan, Turis Israel dipukuli dan diperlakukan dengan memalukan di restoran, jalanan, dan hotel di seluruh dunia akibat perang Gaza.

Enrique Zimmerman, pakar hubungan internasional rezim Israel baru-baru ini menyatakan keprihatinannya, Hal-hal yang kita dengar tentang Israel di seluruh dunia saat ini sangat menyakitkan dan konsekuensinya akan menjadi jelas di tahun-tahun mendatang. Israel menjadi lebih terisolasi dari sebelumnya.

Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa perang yang berulang, terutama Perang 12 Hari dengan Republik Islam Iran dan genosida di Gaza, menyebabkan kaum Zionis menghadapi ancaman keamanan yang serius, baik di dalam Wilayah Pendudukan maupun di luar negeri. Hal ini merupakan salah satu alasan serius di balik meluasnya penentangan di Wilayah Pendudukan terhadap kebijakan perang kabinet Netanyahu.

 

Wakil Presiden Venezuela Delcy Rodriguez menyatakan bahwa dunia harus menghentikan kejahatan di Gaza.

Venezuela: Dunia harus menghentikan kejahatan Zionis di Gaza

Wakil Presiden Venezuela menyerukan dunia untuk menghentikan kejahatan rezim Zionis terhadap Gaza, dan menilainya sebagai rencana sistematis untuk menghancurkan rakyat di wilayah tersebut.

Wakil Presiden Venezuela Delcy Rodriguez, melalui kanal Telegram resminya mengutuk pembantaian warga Palestina oleh pasukan Zionis saat mereka "putus asa menunggu makanan" dan menekankan, "Dunia harus menghentikan kejahatan di Gaza."

Ia menyatakan,"Kejahatan ini bukanlah sebuah kesalahan, tetapi bagian dari rencana sistematis untuk menghancurkan Gaza dan anak-anaknya, di mana kelaparan dan pemboman adalah senjata genosida."

sebelumnya, Presiden Venezuela, mengecam perang yang dilancarkan Rezim Zionis, terhadap rakyat Palestina. Menurutnya, negara-negara Muslim harus bersatu membela Palestina.

Nicolas Maduro menyoroti penderitaan rakyat Palestina, akibat perang genosida yang dilancarkan Rezim Zionis, terhadap mereka.

Ia menuturkan, masyarakat negara-negara Muslim, dan Global Selatan, harus menciptakan persatuan yang kuat, untuk membela Palestina.

Di sisi lain Ketua Majelis Nasional Venezuela, Jorge Rodriguez, saat membuka seminar internasional anti-fasis di Caracas, mengecam perang genosida Israel, terhadap rakyat Palestina, dan menekankan solidaritas dengan Palestina.

"Rumah sakit-rumah sakit dibombardir, seluruh universitas, dan sekolah hancur, dan jelas semua yang dilakukan oleh industri militer AS, untuk berbisnis," ujarnya.

Rodriguez menambahkan, "Pihak yang mengirim bom, jet tempur, dan rudal, kejahatannya tidak lebih kecil dari para pembunuh yang dikirim Netanyahu untuk membantai warga Palestina di Gaza."

Brasil: Kami akan Menjatuhkan Sanksi kepada Israel

Menteri Luar Negeri Brasil mengumumkan sanksi terhadap rezim Zionis atas genosida di Jalur Gaza.

Menteri Luar Negeri Brasil, Mauro Vieira mengumumkan bahwa negaranya telah memutuskan untuk menjatuhkan sanksi terhadap Israel, dengan mengatakan, Keputusan ini diambil sebagai tanggapan atas genosida yang dilakukan rezim Zionis di Gaza.

Vieira menambahkan bahwa sebagian dari langkah-langkah ini termasuk penangguhan ekspor peralatan militer Brasil ke rezim Israel.

Brasil Dukung BRICS Lawan Kebijakan Tarif Donald Trump

Brasil mengumumkan kebijakan negaranya akan memperkuat dukungan terhadap aliansi BRICS menghadapi ancaman tarif yang akan diberlakukan pada kelompok ini oleh Presiden AS, Donald Trump.

Tehran, Pars Today- Penaiehat Senior Presiden Brasil mengumumkan bahwa negaranya akan memperkuat dukungan terhadap aliansi BRICS meskipun AS mengancam akan mengenakan tarif pada kelompok tersebut.

Presiden AS Donald Trump telah dua kali menyerang Brasil bulan ini dengan kritik tajamnya.

Ketika Brasil menjadi tuan rumah pertemuan puncak 11 negara anggota BRICS, Trump mengancam akan mengenakan tarif 10% kepada negara mana pun yang "berpihak pada blok anti-Amerika ini."

Beberapa hari kemudian, Trump mengancam akan mengenakan tarif 50% atas barang-barang impor dari Brasil.

Menanggapi ancaman tersebut, Celso Amorim, penasihat senior urusan luar negeri Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, mengatakan bahwa Brasil berkomitmen terhadap kelompok BRICS.

 

Presiden AS dalam pernyataan terbaru yang ditujukan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin, mengumumkan menjatuhkan tarif dan sanksi lain terhadap Rusia, jika Putin tidak mengakhiri perang dengan Ukraina.

Tehran, pars Today- Donald Trump mengumumkan pada hari Selasa bahwa Rusia memiliki waktu 10 hari untuk mengakhiri perang di Ukraina atau menghadapi sanksi AS.

Trump menekankan,"Jika Moskow tidak menghentikan perang, kami akan mengenakan tarif dan hal-hal lainnya."

Trump, yang tampaknya merujuk pada presiden Rusia, mengatakan:"Saya tidak tahu apakah ini akan memengaruhi Rusia atau tidak, karena jelas dia ingin melanjutkan perang, tetapi kami akan mengenakan tarif dan berbagai hal lainnya."

Senator AS menyerukan diakhirinya perang Gaza

Ketika dukungan Presiden AS Donald Trump terhadap kejahatan rezim Zionis terus berlanjut, Pemimpin Minoritas Senat AS Chuck Schumer dan puluhan senator Demokrat lainnya menyerukan perluasan bantuan kemanusiaan di Gaza dan melanjutkan upaya diplomatik untuk mengakhiri perang.

Surat tersebut menyatakan bahwa krisis kemanusiaan akut di Gaza tidak berkelanjutan dan semakin memburuk setiap harinya.

Caracas: AS menculik 33 anak Venezuela

Menteri Luar Negeri Venezuela Ivan Khel mengumumkan bahwa Amerika Serikat telah menculik 33 anak Venezuela setelah memisahkan mereka dari keluarganya

Ini adalah tindakan kriminal, tidak manusiawi, dan tercela, serta tidak pantas bagi pemerintah yang mengaku membela kebebasan sambil menginjak-injak hak-hak paling mendasar anak-anak.

Pernyataan tersebut menyimpulkan: Kami menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat bagi mereka semua. Mereka harus dipersatukan kembali dengan keluarga mereka sekarang.

Tanggapi Ancaman AS, Cina Lanjutkan Pembelian Minyak dari Iran

Duta Besar Cina untuk Tehran menanggapi tekanan AS terhadap Beijing agar berhenti membeli minyak dari Republik Islam Iran dan Rusia serta menaikkan tarif terhadap Cina dengan mengatakan bahwa Beijing menentang sanksi sepihak Washington dan perdagangan normal antara Cina dan Iran tidak akan terpengaruh secara negatif oleh tindakan ini.

Tehran, Pars Today- Dubes Cina untuk Iran, Cong Peiwu hari Rabu (30/7/2025) mengatakan, "Cina menentang hegemoni dan unilateralisme, terutama sanksi unilateral AS."

"Perdagangan normal antara Tehran dan Beijing tidak akan terpengaruh secara negatif oleh faktor eksternal," ujar Peiwu.

Duta Besar Cina untuk Tehran juga mencatat,"Faktanya, dalam beberapa tahun terakhir, kami telah menyadari tindakan buruk AS dan telah menjaga komunikasi kami dengan pihak-pihak terkait, termasuk pihak Iran, sehingga perdagangan normal kedua belah pihak tidak terpengaruh oleh tindakan tersebut."

Menteri Keuangan AS scott bessent baru-baru ini menyatakan kekhawatirannya tentang pembelian minyak Iran oleh Cina dalam konferensi pers di Stockholm dan mengancam Beijing bahwa mereka akan menghadapi tarif 100 persen jika terus membeli minyak dari Iran dan Rusia.

Konferensi New York: Israel harus mengakhiri agresinya

Para pemimpin dan perwakilan negara-negara peserta Konferensi Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, dalam pernyataan bersama yang disebut Deklarasi New York, menyerukan rezim Zionis untuk menghentikan pembangunan permukiman dan mengakhiri agresinya terhadap wilayah Palestina.

Deklarasi konferensi tersebut, yang dihadiri oleh sekitar 100 negara dan diselenggarakan di markas besar PBB atas prakarsa Prancis dan Arab Saudi, menyatakan,"Kami, para pemimpin dan perwakilan yang berkumpul di Perserikatan Bangsa-Bangsa, telah sepakat untuk mengambil langkah-langkah kolektif dan terkoordinasi guna mengakhiri perang di Gaza."

 

Diperlukan genosida agar pemerintah Barat mempertimbangkan kembali dukungan mereka terhada[ rezim Israel dan berupaya mengakui negara Palestina.

Middle East Eye baru-baru ini melaporkan bahwa Prancis dan Inggris, keduanya anggota Dewan Keamanan PBB dan G7, telah mengumumkan kesiapan mereka untuk mengakui negara Palestina.

Menurut Pars Today, Perdana Menteri Kanada, Mark Carney Kamis lalu mengatakan bahwa pemerintahnya juga bermaksud untuk mengakui Palestina pada Sidang Umum PBB mendatang di New York, dan semakin banyak negara Barat yang mengambil atau mempersiapkan sikap serupa.

Kini, muncul pertanyaan: mengapa negara-negara ini menunggu begitu lama untuk mengakui Palestina?

Tekanan Publik

Salah satu alasannya adalah transformasi mendalam opini publik Barat. Perubahan ini merupakan hasil dari upaya berkelanjutan selama bertahun-tahun oleh banyak individu dan organisasi untuk mengubah kebijakan resm negara-negara Barat. Dampak genosida Gaza terhadap opini publik, berkat kampanye-kampanye ini, jauh lebih cepat dan lebih luas daripada biasanya. Perubahan saat ini tak dapat diubah lagi, serupa dengan apa yang terjadi setelah pembantaian Sharpeville di Afrika Selatan pada 1960.

Dihadapkan dengan krisis kemanusiaan yang semakin meningkat di Gaza dan tekanan publik yang semakin besar, pemerintah-pemerintah Barat terpaksa bertindak. Sebagian besar memilih solusi simbolis dan berbiaya rendah seperti mengakui Palestina, untuk menghindari langkah-langkah yang lebih praktis seperti embargo senjata atau diplomatik. Namun, respons ini menunjukkan bahwa tekanan dari kampanye publik dapat memberikan hasil yang nyata.

Kebuntuan Akibat Tindakan Israel

Alasan kedua, perkataan dan tindakan Israel selama ini telah membuat pemerintahan Barat menemui jalan buntu.

Selama beberapa dekade, Barat menggunakan "solusi dua negara" bukan sebagai kebijakan praktis, melainkan sebagai slogan politik yang memungkinkan Israel mencaplok tanah Palestina dan menggusur penduduknya. Namun kini para pemimpin Israel secara terbuka menyuarakan tujuan mereka untuk mengusir warga Palestina dari Gaza, mencaplok Tepi Barat, dan mencegah pembentukan negara Palestina.

Kegagalan Rencana Alternatif

Alasan ketiga adalah kegagalan rencana Trump untuk mengganti "penentuan nasib sendiri Palestina" dengan "normalisasi hubungan Arab-Israel". Kesepakatan Abad bukan hanya tidak membantu menyelesaikan masalah Palestina, tetapi juga mendorong Israel, dengan dukungan resmi Arab, untuk mengejar solusi sepihaknya. Namun upaya ini gagal pada 7 Oktober 2023. Saat ini, perjanjian normalisasi apa pun tanpa jaminan pembentukan negara Palestina tidak dapat dipertahankan.

Kesimpulan

Faktanya, Israel telah diuntungkan atas pendudukan ilegalnya di Palestina dan kebijakan kriminalnya selama bertahun-tahun. Sungguh memalukan bahwa pemerintah Barat mempertimbangkan kembali posisi mereka setelah terjadi genosida di Gaza. Sudah saatnya bagi pemerintah-pemerintah ini untuk mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia, tidak hanya melalui tindakan simbolis, tetapi juga dengan memutus kerja sama militer dan ekonomi mereka dengan Israel.

 

Pelapor Khusus PBB Urusan Palestina dalam sebuah pesan menyebut negara-negara Barat tidak kompeten dan gagal menerapkan hukum internasional terhadap rezim Zionis.

Menurut Pars Today, Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk Wilayah Palestina Pendudukan mengunggah pesan di jejaring sosial X yang menilai negara-negara Barat sama sekali tidak mampu menerapkan hukum internasional terhadap kejahatan Israel dan menyerukan sanksi, blokade militer, penghentian perdagangan, dan penuntutan para pelaku kejahatan wilyah pendudukan..

Albanese menulis:“Ketidakmampuan mutlak para pemimpin Barat untuk menerapkan hukum internasional terhadap Israel merupakan contoh nyata dari ketidakaktifan. para menteri, perdana menteri, presiden tidak melakukan apa-apa. Mereka memutarbalikkan gagasan, mereka memberikan sanksi kepada beberapa menteri, tetapi ini bukanlah penerapan hukum internasional.”

Melanjutkan pesannya, pelapor PBB tersebut mencantumkan beberapa poin mengenai kewajiban para pemimpin dunia untuk mengutuk kejahatan rezim Zionis:

1. Boikot Israel sepenuhnya

2. Terapkan embargo senjata penuh terhadap Israel

3. Hentikan blokade alih-alih hanya memberikan makanan kepada rakyat yang kelaparan

4. Hentikan semua perjanjian perdagangan dengan Israel hingga genosida, pendudukan, dan apartheid berakhir

5. Selidiki dan hukum individu dan entitas yang telah melakukan kejahatan di wilayah Palestina pendudukan.

Pelapor khusus PBB yang baru-baru ini dikenai sanksi oleh Departemen Luar Negeri AS atas "upaya ilegal dan memalukan untuk memaksa Mahkamah Pidana Internasional mengambil tindakan terhadap pejabat, perusahaan, dan eksekutif Amerika dan Israel," mengatakan,"Saya bahkan lebih ngeri bahwa negara saya, Italia, bersama dengan Yunani dan Prancis, yang merupakan pihak dalam Statuta Roma, mengizinkan Benjamin Netanyahu, yang dicari oleh Mahkamah Pidana Internasional atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, untuk menerbangkan pesawatnya melintasi wilayah mereka menuju Washington, D.C. Ini tidak dapat diterima. Mereka seharusnya tidak memberinya hak istimewa seperti itu. Dia harus ditangkap."

Satu hal yang perlu digarisbawahi dalam konteks seruan Albanese kepada negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, untuk mengambil tindakan terhadap Israel adalah bahwa pemerintahan Trump tidak secara fundamental mengutuk rezim Zionis, melainkan justru menghukum lembaga yang mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi para pemimpin rezim Zionis atas kejahatan perang dengan memberikan sanksi kepada para hakim dan jaksa Mahkamah Pidana Internasional.

Di negara-negara Eropa, perpecahan dan ambivalensi juga mendominasi perilaku mereka. Terlepas dari tindakan beberapa negara seperti Spanyol dan Irlandia terhadap Israel dengan memboikotnya, sejumlah negara Eropa seperti Jerman, Hongaria, dan Republik Ceko memiliki posisi yang didasarkan pada dukungan terhadap rezim Zionis dan mencegah tindakan praktis apa pun oleh Uni Eropa terhadap Israel.

Poin lainnya, pihak Barat pada dasarnya telah menjadi pendukung dan pembela Israel. Bahkan pada awal perang Gaza, beberapa pemimpin Eropa melakukan perjalanan ke Israel, dan mendukung tindakan keras rezim Zionis terhadap Gaza.

Langkah-langkah Uni Eropa baru-baru ini untuk menangguhkan Perjanjian Kerja Sama dan Perdagangan Komprehensif antara Uni Eropa dan Israel, terutama mengingat hubungan yang hangat dan bersahabat antara beberapa negara anggota Eropa, seperti Jerman, Hongaria, dan Republik Ceko, dengan Tel Aviv, sebagian besar bersifat dangkal, propaganda, dan munafik.

Sebagaimana dalam pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa, dari 27 negara anggota, 10 anggota serikat menentang revisi perjanjian ini, dengan demikian menunjukkan solidaritas praktis mereka dengan rezim Zionis.

Sementara itu, Jerman, sebagai pemasok senjata asing terbesar kedua ke Israel, terus mengekspor senjata ke rezim Zionis meskipun ada penolakan dari dalam negeri dan permintaan dari organisasi-organisasi hak asasi manusia.