
کمالوندی
Puasa: Antara Kesalehan Individu dan Kesalehan Sosial
Suatu ketika, Nabi Musa berjalan menuju Bukit Sina – tempat di mana Nabi Musa menerima perintah-perintah Tuhan. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang ‘abid (ahli ibadah) yang sedang ber-uzlah (menjauhkan diri dari keramaian). Ketika melihat Nabi Musa mendekatinya, sang ‘abid mendekat dengan penuh semangat.
“Wahai Nabi Allah, pasti engkau akan menemui Allah. Tolong tanyakan kepada Allah, di surga tingkat berapa nanti aku ditempatkan di akhirat?” kata sang ‘abid penuh yakin.
“Lho, bagaimana engkau bisa memastikan dirimu akan masuk surga?” kata Nabi Musa dengan heran. “Bagaimana tidak, wahai Nabi Allah. Aku mengasingkan diri dari keramaian sudah selama empat puluh tahun. Aku telah meninggalkan segala-galanya. Selama itu aku tidak pernah melakukan perbuatan dosa. Aku hanya berdzikir dan beribadah kepada Tuhan. Aku tidak makan kalau tidak ada daun-daun yang jatuh ke pangkuanku. Aku tidak minum kalau bukan air hujan. Tidak pastikah aku masuk surga?”
Nabi Musa kemudian melanjutkan perjalanannya. Di Bukit Sina, ia berjumpa dengan Allah. “Ya Allah, di tengah perjalananku aku bertemu dengan seorang hamba-Mu. Dia ingin tahu di surga tingkat berapakah gerangan tempatnya nanti?” Jawab Allah: “Wahai Musa, sampaikan kepadanya bahwa tempatnya di neraka.” Nabi Musa terkejut.
Ia pun kembali menemui sang ‘abid. Melihat Nabi Musa datang, sang ‘abid dengan penuh semangat menemuinya. Ia ingin cepat mengetahui di surga tingkat berapa tempatnya kelak di akhirat.
“Di surga ke berapa tempatku nanti? Katakan secepatnya, wahai Nabi Allah!” kata sang ‘abid seraya mengguncang-guncang bahu Nabi Musa. “Katakan wahai Nabi Allah, jangan biarkan aku menderita karena menunggu.” Nabi Musa lama terdiam. Ia kesulitan mengungkapkan jawaban yang santun agar tidak mengejutkan sang ‘abid. ‘Abid itu terus mengguncang bahunya.
“Sabar wahai sahabatku. Kata Tuhan, tempatmu nanti di neraka.” “Bagaimana mungkin wahai Musa. Ibadah empat puluh tahun diganjar dengan neraka? Tidak mungkin. Pasti engkau salah dengar. Tolong engkau kembali lagi kepada Tuhan, tanyakan di surga ke berapa tempatku kelak.” Nabi Musa kembali. Di tengah perjalanan ia bergumam sendirian, “Iya ya, jangan-jangan aku salah dengar.”
“Tuhan, hambamu ingin kejelasan, apa benar tempatnya kelak di neraka?” tanya Nabi Musa kepada Allah sekali lagi. “Katakan, tempatnya di surga.” “Jadi, Tuhan, tadi aku salah dengar?” “Tidak. Wahai Nabi-Ku, engkau tidak salah dengar. Aku tadinya memang akan menempatkannya di neraka. Aku menciptakan manusia bukan untuk egoistis, apapun alasannya, termasuk alasan spiritual. Aku menciptakan manusia sebagai khalifah dan untuk saling membantu sesamanya. ‘Abid tadi bukan mendekatkan dirinya kepada-Ku. Ia melarikan diri dari realitas kehidupan yang nyata.
“Lalu secepat itukah keputusan-Mu berubah?” tanya Nabi Musa.
“Pada saat engkau berjalan menuju ke sini, ‘abid itu tersungkur sujud, ia menangis sejadi-jadinya. Ia memohon kepada-Ku – kalau benar ditempatkan di neraka – agar tubuhnya diperbesar sebesar neraka Jahanam, supaya tidak ada orang lain yang masuk ke dalamnya selain hanya dirinya. Pada saat itu, ia tidak lagi egoistis. Ia kembali ke pangkuan realitas kehidupan. Saat itu ia telah memikirkan kepentingan orang lain selain dirinya.”
Dalam cerita tersebut, ada pesan Al-Qur’an yang ingin disampaikan, yaitu ibadah individu dan ibadah sosial yang dalam bahasa agama disebut habl min Allah wa habl min an-nas (hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan sesama) merupakan dua sisi ibadah yang tidak dapat dipisahkan. Kita tidak diperbolehkan hanya mementingkan ibadah sosial atau kesalehan sosial, dan melupakan ibadah ritual atau kesalehan individu, atau sebaliknya, hanya mementingkan ibadah ritual atau kesalehan individu, dan melupakan kesalehan sosial.
Akhir-akhir ini, ada kecenderungan beberapa kalangan di Indonesia yang tidak mau beragama secara formal. Mereka memeluk satu agama, tetapi mereka tidak melakukan ibadah ritual agama. Bagi mereka, yang penting adalah berbuat kebaikan kepada sesama manusia yang mendatangkan manfaat bagi orang lain.
Islam dengan tegas tidak memperkenankan kecenderungan kalangan tersebut. Kita tidak diperbolehkan hanya mementingkan ibadah sosial atau kesalehan sosial dan melupakan ibadah ritual atau kesalehan individu. Kedua ibadah tersebut merupakan kesatuan yang terpadu. Memisahkan salah satu dari keduanya bagaikan fatamorgana. Dalam Q.S. al-A’raaf ayat 96, Al Qur’an menggambarkan hubungan antara ketakwaan di satu sisi dan masyarakat di sisi lain. ”Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.”
Kesalehan individu identik dengan hubungan seseorang secara pribadi kepada Allah swt. Ia melakukan ibadah yang pahalanya hanya untuk dirinya sendiri, tetapi manfaat ibadah yang dilaksanakannya tidak dirasakan secara langsung dan berkaitan dengan kepentingan orang banyak.
Sementara ibadah sosial identik dengan hubungan seseorang dengan sesama manusia, dan sekaligus hubungan manusia dengan Allah. Ibadah sosial lebih mengutamakan kepentingan orang lain, tetapi berdampak positif juga bagi dirinya sendiri. Walaupun banyak perintah untuk beribadah dalam agama ditujukan kepada individu tetapi harus berdampak dalam kehidupan sosial yang nyata.
Ibadah tidak memiliki nilai apapun apabila tidak tercermin dalam pergaulan dengan masyarakat, karena sebenarnya pergaulan itu merupakan ibadah. Hal itu karena kesempurnaan individu hanya dapat berlangsung melalui pengalaman praksisnya dalam masyarakat.
Sehingga, seolah-olah, beribadah dalam sunyi dan sendiri merupakan sekolah yang membekali individu dengan bekal teoritis, sedang ia tidak dapat menjadikannya praksis kecuali melalui aksi-aksi di dalam masyarakat serta interaksi secara intensif dengan individu-individu di dalamnya. Itulah sebabnya Nabi bersabda, yang artinya; “Orang muslim sejati adalah orang yang semua kaum muslim selamat dari lisan dan tangannya” (HR. Muslim)
Puasa merupakan bentuk ibadah yang memancarkan hikmah bukan saja bagi pembinaan kesalehan individual, melainkan juga bagi peningkatan kesalehan sosial. Ketakwaan yang menjadi sasaran utama pelaksanaan rukum Islam yang keempat ini memiliki dimensi pembinaan yang komprehensif, baik bagi pembentukan kualitas hidup individual maupun bagi upaya penciptaan iklim sosial.
Ibadah puasa adalah ibadah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita. Dan ketakwaan ini tercermin dari 2 hal penting dalam kehidupan kita. Pertama adalah Kesalehan Individual, yang kedua Kesalehan Sosial. Kesalehan Individual tercermin dari perilaku keseharian kita, yang jujur, amanah, bersikap rendah hati, tawadhu, sederhana dan hal-hal baik lainnya.
Sedangkan kesalehan sosial tercermin dari kedermawanan kita, tanggungjawab sosial kita, perhatian kita, atensi kita, empati kita, simpati kita kepada orang lain. Terutama kepada orang-orang yang berada dalam posisi sulit dalam kehidupannya. Oleh karena itu, ibadah puasa kita lakukan dengan penuh kesadaran dan penuh keyakinan karena tujuannya adalah akan meningkatkan kualitas ketakwaan kita. Semoga Allah memberikan hidayah, taufik, hidayah kepada kita semuanya. Sehingga kita mampu melaksanakan ibadah shaum dengan penuh kesadaran dan keyakinan.
Puasa merupakan bentuk ibadah yang memancarkan hikmah bukan saja bagi pembinaan kesalehan individual, melainkan juga bagi peningkatan kesalehan sosial. Ketakwaan yang menjadi sasaran utama pelaksanaan rukum Islam yang keempat ini memiliki dimensi pembinaan yang komprehensif, baik bagi pembentukan kualitas hidup individual maupun bagi upaya penciptaan iklim sosial.
Dosen Fak. Agama Islam – Dosen Univ. Muhammadiyah Jakarta (UMJ)
Tadarus Ramadhan 4 : Wahyu dan Akkal Adalah Hujjah untuk Manusia
“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi dan pergiliran malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk ulil al-bab. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring, dan senantiasa berpikir akan penciptaan langit dan bumi, (dan mereka berkesimpulan) Ya Tuhan kami, tiada kebatilan pada ciptaan ini, Maha Suci Engkau, maka jauhkanlah kami dari sikasa api neraka.” (Q.S. Ali Imran : 190-191)
Allah swt telah menetapkan dua hujjah bagi manusia, yang pertama di luar diri manusia yakni wahyu (al-Quran dan kenabian), sedangkan yang kedua di dalam diri manusia yaitu akal. Islam sebagai agama yang diyakini kesempurnaannya sudah selayaknya memberikan tempat kepada keduanya.
Wahyu merupakan sumber utama Islam. Ia menjadi inspirasi dan bahan yang tak pernah lapuk ditelan masa atau rapuh dimakan usia. Kandungan al-Quran tidak terbatas, karena pemahaman atasnya akan terus berkembang seiring perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Al-Quran adalah ayat Allah yang tersurat dan alam adalah ayat Allah yang terbentang, maka keduanya akan selalu selaras, serasi, dan sepadan. Penelitian kepada alam akan menghasilkan pemahaman baru kepada al-Quran, sedangkan pengkajian terhadap al-Quran akan memberi pijakan dan bahan dasar bagi penelitian alam semesta. Untuk itu, segala sesuatu yang dapat menghantarkan kita kepada pemahaman al-Quran yang baik haruslah kita pelajari sebagaimana pentingnya sarana dan ilmu pengetahuan untuk memahami alam semesta. Inilah keakraban wahyu dan akal dalam Islam.
Dengan semikian, wahyu dan akal akan benar-benar berfungsi sebagai hujjah bagi kekuatan Islam yang menjadi agama masa lalu, masa kini dan masa depan. Dengan keduanya kita akan mampu menjawab berbagai problematika zaman yang semakin nyata melindas manusia untuk lebih jauh dari nilai-nilai spiritual.
Bagi sebagian pemikir, agama mulai terpinggirkan bahkan nyaris menemui kematian, yang salah satu sebab utamanya adalah apa yang disebut dengan saintisme . Selain itu virus-virus modernisme, materialisme, sekularisme, dan banyak lagi lainnya yang telah menjadi corak hidup masyarakat sekarang, jelas merupakan ancaman besar yang tidak bisa kita nafikan keberadaannya. Seluruh agama merasakan bahayanya, dan merespon sesuai dengan tingkat pemahamannya. Tak terkecuali Islam, seperti dikatakan Shabbir Akhtar bahwa akhir-akhir ini muncul gerakan-gerakan menentang tatanan semi sekuler yang semakin bertambah kuat. Semua tujuan gerakan tersebut adalah kejayaan monopoli Islam; banyak dari gerakan tersebut menimbulkan antusiasme temporer sebelum berakhir di keranjang sampah sejarah.
Walaupun kritik di atas tidak lebih ingin menunjukkan suatu realitas, namun bukan berarti sikap optimis kita mesti pudar. Sebab bagaimanapun, Islam jika dipotensikan dengan baik akan mempunyai kesanggupan mendamaikan agama dan sains, wahyu dan akal. Namun, jika kita gagal, maka Islam tak lebih dari sekedar agama yang ‘dikeramatkan’. wallahu a'lam
Tadarus Ramadhan 3 : Merajut visi Kebebasan Beragama
“Tidak ada paksaan dalam beragama; Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat” (Q.S. Al-Baqarah : 256)
Visi kebebasan beragama merupakan hal yang sangat jelas dalam ajaran Islam (Q.S. al-Baqarah: 256, al-Maidah: 48). Manusia bebas untuk memiliki keyakinan apapun yang dipilihnya. Tidak seorangpun berhak untuk menghina keyakinan orang lain, atau mengutuk, menuntut, dan menghukumnya. Firman Tuhan, “Tiada paksaan dalam beragama”, menunjukkan bahwa agama sangat berhubungan dengan akal dan hati. Ini berarti keyakinan dikonstruksi di atas dasar argumentasi akal dan penerimaan hati. Akal dan hati, keduanya hanya bisa ditundukkan dengan argumentasi dan sentuhan kasih, bukan tekanan yang dipaksakan.
Sesuai dengan capaian para ahli, bahwa keyakinan merupakan konsepsi akal untuk menggapai pengetahuan tentang Wujud Mutlak (Tuhan). Akal yang mendapatkan kepuasan melalui burhan ash-shiddiqin (argumentasi yang benar) akan menghantarkannya untuk taslim (tunduk) pada hakikat kebenaran. Visi kebebasan beragama, memberikan tempat yang terbuka bagi setiap orang untuk mengemukakan apa yang diyakininya sebagai kebenaran tanpa manipulasi atau tekanan situasi. Hal ini diperoleh dengan kebebasan teologis dan kekondusifan sosiologis.
Begitu pula, selama berkaitan dengan akal dan hati, keyakinan tidak dikategorikan sebagai masalah hukum, sehingga kita tidak dapat mengatakannya sebagai legal atau ilegal. Keyakinan harus berpijak pada dalil. Sepanjang terdapat dalil yang mendukungnya, keyakinan akan tetap eksis. Jika dalil yang mendukungnya berubah, maka keyakinan juga akan menghilang. Jika dalil terbukti keliru, keyakinan juga akan mati. Jadi selama keberagamaan masih berhubungan dengan keyakinan hati dan jiwa, maka tidak ada hukum positif yang dapat menghakiminya. Namun, bila diekspresikan dalam tindakan sosial maka hukum legal dapat diterapkan.
Dengan begitu, visi kebebasan beragama mestilah dipandang sebagai suatu perspektif yang memahami dan menerima keragaman agama serta menghargainya dengan penuh kesadaran sehingga tidak ada saling curiga apalagi saling serang. Dengan demikian, visi kebebasan agama tidaklah berkeinginan menyeragamkan atau menyamakan semua agama-agama, melainkan menerima kemajemukan agama dengan apa adanya. Namun, agar tidak terjadi pengaburan nilai-nilai agama, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan :
a. Memahami dan menerima keragaman agama, bukan berarti menerima keyakinan agama lain yang berbeda. Artinya, menerima keragaman dalam kebebasan beragama berarti kesediaan kita untuk menyatakan bahwa keyakinan engkau berbeda dengan keyakinanku, karenanya berbuatlah seperti keyakinan agamamu dan aku akan berbuat seperti keyakinan agamaku, atau dalam bahasa al-Quran “Bagimulah agamamu dan bagikulah agamaku” (Q.S. al-Kafirun: 5)
b. Menghargai keragaman agama bukan berarti membenarkan keyakinan agama yang bertentangan dengan agama yang dianut. Artinya, menyalahkan pandangan agama lain tidak dapat dikategorikan sebagai tidak menghormati agama orang lain. Karena, persoalan benar dan salah adalah persoalan ilmiah dan merupakan sifat daripada ilmu. Adapun, tidak menghargai lebih cenderung pada penghinaan dan pemaksaan agama, bukan kepada penyalahan keyakinan agama. al-Quran menyebutkan: “Tidak ada paksaan dalam agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat”. (Q.S. al-Baqarah: 256).
Jadi, tidak adanya kecurigaan dan tidak saling serang antar agama bukan berarti menghilangkan nilai-nilai ilmiah dan akademis yang berpijak pada analisa rasional untuk mengungkap kebenaran dan kesalahan pemikiran keagamaan yang berkembang. Tuhan berfirman, “Apabila datang kepadamu orang yang fasik membawa berita, maka cek dan riceklah, agar kamu tidak menimpakan bencana kepada orang yang tidak berhak menerimanya.” (al-Quran)
Islam yang dipandang penganutnya sebagai agama sempurna memberikan andil dalam membentuk seluruh elemen komunitasnya. Karena, agama pada dasarnya tidak muncul secara vakum kultural, maka ia memiliki andil besar bagi pembentukan sistem kultural. Jika kita boleh mengembangkan teori hermeneutikanya Nasr Hamid Abu Zaid (1994: 25), yang mengajukan tesis bahwa al-Quran diturunkan dalam dua tahap, yaitu tahap dibentuk oleh kultur (marhalah al-tasyakkul) dan tahap membentuk kultur (marhalah al-tasykil).
Meskipun analisis Abu Zaid meninjau sisi linguistik tekstual al-Quran, tetapi dapat kita elaborasi untuk menjelaskan interaksi agama dan kultur. Artinya, kedua tahap tersebut mengindikasikan bahwa, di masa Nabi Muhammad saaw. agama hadir dan berinteraksi secara struktural dengan kultur Arab (Mekkah). Hasil interaksi tersebut menjadikan Islam, mampu mengadaptasi sekaligus menyeleksi dimensi kultural yang ada dari realitas sosial, bahasa, ataupun budaya yang dikembangkan oleh masyarakat pra maupun pasca Islam. Kemudian dengan kemampuan kreativitasnya, kaum muslimin selanjutnya melakukan transformasi kultural yang khas Islam.
Karena itu, Visi kebebasan agama, dapat dikaitkan dengan kesatuan dalam perbedaan atau upaya mencari zona singgung dari adanya aneka jalur praktek beragama. Kebebasan beragama ini dapat diwujudkan, ketika masing-masing penganut agama (atau mazhab) yang beraneka ragam di samping menegaskan identitas mazhab atau agamanya, juga siap pula menegaskan identitas mazhab atau agama lain yang berbeda dengannya.
Selain itu, visi kebebasan beragama ini selaras dengan prinsip penting lainnya seperti kebebasan manusia (ikhtiari), prinsip tanggung jawab (taklif), prinsip keadilan (al-adl), dan prinsip kebijaksanaan (al-hikmah). Dengan semua prinsip ini, manusia mendapatkan keluasan dan keleluasaan untuk mengkaji, meneliti, dan memahami, hingga akhirnya menentukan mazhab atau agama pilihan yang sesuai dengan akal dan hati nuraninya. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Eropa dan Bisnis Senjata di Teluk Persia
Kehadiran militer dan penjualan senjata Eropa ke negara-negara Arab di Teluk Persia sepertinya merupakan sebuah pendekatan dengan tujuan mempertahankan kehadiran strategis jangka panjang di kawasan.
Teluk Persia dengan posisi geostrategis yang dimilikinya senantiasa menyaksikan kehadiran kekuatan-kekuatan asing sepanjang sejarah. Penemuan sumber besar minyak bumi di kawasan juga telah melipatgandakan daya tarik Eropa terhadap Teluk Persia.
Dalam beberapa dekade terakhir, Amerika Serikat memiliki kehadiran dominan di kawasan ketimbang negara-negara lain, namun kekuatan-kekuatan besar Eropa juga tak ingin ketinggalan.
Negara-negara Arab yang kaya minyak memiliki posisi istimewa dalam kebijakan luar negeri dan militer negara-negara Eropa. Keistimewaan itu tampak dalam berbagai nota kesepakatan, kerjasama pertahanan bilateral, pembangunan pangkalan militer, dan kontrak-kontrak keamanan negara-negara Eropa dengan pemerintah Arab di Teluk Persia.
Penandatanganan kontrak Perancis untuk membangun pangkalan angkatan laut, sebuah pangkalan angkatan udara, dan penempatan 450 hingga 500 tentara di Uni Emirat Arab (UAE) pada tahun 2008 adalah salah satu contoh upaya Eropa untuk menciptakan kehadiran permanen di kawasan. Dengan meningkatkan profilnya di daerah tersebut, Paris bertujuan untuk menempatkan dirinya di baris depan, bersama Washington dan London yang juga memiliki pangkalan di Teluk Persia.
Perancis adalah pemasok militer utama ke UAE, dan dua negara tersebut dihubungkan oleh sebuah pakta pertahanan 1995, dimana mereka bertemu dengan pemimpin-pemimpin angkatan bersenjata sekali dalam setahun dan pasukan tentara mereka melakukan latihan bersama sekitar 25 kali per tahun.
Negara-negara Eropa lainnya juga mendorong penjualan senjata besar-besaran untuk meraup keuntungan maksimal di tengah krisis zona euro. Beberapa waktu lalu, majalah mingguan Der Speigel mengkonfirmasikan rencana pemerintah Jerman menjual 200 unit tank Leopard II kepada Qatar. Pemesanan 200 tank tersebut diperkirakan akan menelan biaya sebesar 2,46 miliar dolar.
Pemesanan itu terjadi tepat satu bulan setelah Arab Saudi menyatakan minatnya membeli kendaraan militer. Negara kaya minyak ini berniat membeli sekitar 600-800 unit tank Leopard dari Jerman.
Di bidang politik dan ekonomi, kehadiran negara-negara Eropa di kawasan diwujudkan dengan membentuk dewan bersama antara Uni Eropa dan negara-negara Arab di Teluk Persia. Semua langkah tersebut disusun dalam kerangka kerjasama strategis antara Barat dan Arab.
Di sisi lain, Eropa memandang negara-negara Arab di Teluk Persia sebagai konsumen potensial dan memiliki daya beli yang tinggi meski di tengah krisis ekonomi global. Kondisi ini dapat membantu merekonstruksi ekonomi Eropa yang sedang sekarat dan menyuntikkan sumber-sumber finansial baru untuk ekonomi benua hijau itu. (IRIB Indonesia/RM/NA)
Sanksi dan Perlawanan Iran, Episode Tak Berkesudahan
Republik Islam Iran telah menempuh berbagai cara untuk menyiasati sanksi yang diberlakukan Barat khususnya Amerika Serikat terhadap Iran. Namun para anggota Kongres dan Senat Amerika Serikat meratifikasi draf sanksi baru untuk menutup celah yang dimanfaatkan oleh Republik Islam dalam melawan sanksi.
Kongres Amerika Serikat Rabu malam (1/8) menetapkan draf sanksi baru sanksi anti-ekspor minyak Iran yang diserahkan oleh Presiden Barack Obama kepada Kongres. Ileana Ros-Lehtinen, Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Kongres mengatakan bahwa sanksi baru ini akan menciptakan kondisi yang lebih sulit di Iran. Menurutnya sanksi kali ini akan memutus hubungan Iran dengan sektor finansial dunia.
Obama ketika menyerahkan draf sanksi itu mengatakan akan ditetapkan sanksi lebih banyak di bidang energi dalam rangka mengantisipasi upaya Iran menyiasati sanksi. Pernyataan itu mengindikasikan bahwa Obama sendiri tahu Iran tidak akan diam dan pasti akan melawan sanksi. Oleh karena itu, Obama langsung mengkonfirmasikan sanksi yang lebih banyak.
Dalam perkembangan terbaru, Washington menghukum dua bank asing yang oleh Gedung Putih dinilai lancang karena melanggar sanksi unilateral Amerika Serikat. Bank Kunlun Cina dan Bank Islam Elaf Irak karena keduanya telah berpartisipasi dalam transaksi senilai jutaan dolar dengan bank-bank Iran. Dengan demikian, akses kedua bank itu ke jaringan finansial Amerika Serikat diblokir.
Sebelumnya, Wall Street Journal Wall Street Journal menyatakan bahwa Iran dengan sangat mudah membentuk perusahaan-perusahaan baru menggantikan perusahaan yang telah disanksi. Selain itu Iran juga terbukti lihai dalam membuka kanal-kanal finansial untuk mengakali sanksi.
Menurut pengamat, mengembargo satu item paling vital yang menggerakkan perekonomian dunia itu adalah politik konyol dan tidak mungkin terealisasi. Para penguasa Amerika Serikat menyadari hal ini karena ekspor minyak Iran tidak mungkin dibendung. Karena jika seandainya Barat tidak membeli, maka akan ada pihak lain yang membelinya. Sejatinya ada target lain yang diacu oleh Amerika Serikat.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Islam Iran Ramin Mehmanparast mengatakan bahwa salah satu tujuan Barat di balik sanksi terhadap Iran adalah untuk menghambat pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia, sehingga mereka gagal menyediakan sumber energinya untuk jangka panjang yang aman termasuk dari ekspor minyak Iran,"
Amerika Serikat khawatir Cina dan sejumlah negara Asia Tengah membuat kemajuan dan Washington mengetahuijika proses ini terus berlanjut, negara-negara seperti Cina, India dan negara Asia lainnya akan mengambil kendali ekonomi global.
Selain untuk memaksa Republik Islam Iran menghentikan program nuklirnya, politik sanksi itu juga diharapkan dapat efektif mencegah laju perkembangan negara-negara di Asia sementara Amerika Serikat sedang berusaha menyelesaikan krisisnya di dalam negeri. (IRIB Indonesia/MZ)
Mengapa Israel Ngotot Keluar dari Dewan HAM PBB ?
Menteri Luar Negeri Rezim Zionis Israel, Avigdor Lieberman Rabu (1/8) mengkonfirmasikan pembahasan rencana pemutusan kerjasama rezim ini dengan Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Draf tersebut dibahas di sidang kabinet hari Rabu lalu.
Lieberman mengklaim bahwa Dewan HAM bersikap dualisme dalam menghadapi berbagai kasus dan berubah menjadi organisasi penuh kemunafikan. Menlu Israel ini mengatakan bahwa Tel Aviv juga akan berusaha mendorong Amerika Serikat untuk keluar dari Dewan HAM.
Dewan HAM merupakan bagian parsial dari Majelis Umum PBB dan dibentuk pada 15 maret 2006. Rezim Zionis Israel dan Amerika Serikat pada mulanya menentang pembentukan dewan ini. Tujuan utama dibentuknya Dewan HAM adalah membantu pemulihan dan mengangkat kondisi hak asasi manusia di berbagai negara dunia.
Untuk merealisasikan misinya, Dewan HAM memilih metode UPR atau mengkaji secara periodik kondisi HAM di dunia. Saat itulah Dewan HAM akan membahas kondisi HAM di negara-negara dunia.
Rezim Zionis Israel menentang pembentukan Dewan HAM dan memberikan suara menolak atas usulan pembentukan dewan ini. Selanjutnya Israel juga tak senang dengan penyidikan dan pembahasan kondisi HAM di Palestina pendudukan.
Saat sidang Dewan HAM ke 19 di Jenewa, masyarakat internasional secara tak terduga merilis lima resolusi secara berturut-turut mengutuk kejahatan besar dan pelanggaran nyata serta sistematis hak asasi manusia oleh Israel di Palestina pendudukan dan Dataran Tinggi Golan. Dalam reaksinya Israel pada 10 Maret lalu memutuskan hubugannya dengan Dewan HAM PBB.
Statemen Lieberman yang menyatakan niat Israel untuk kembali memutus hubungannya dengan Dewan HAM terlontar ketika dewan ini pada permulaan Juli lalu mengangkat tiga pengamat independen untuk mengkaji serta menyelidiki pembangunan distrik Zionis di wilayah pendudukan.
Rencana Dewan HAM tersebut membangkitkan kegeraman mayoritas petinggi Israel dan mereka menyatakan bahwa tidak akan mengizinkan tiga pengamat tersebut mamasuki Palestina pendudukan. Deplu Israel langsung merilis statemen dan menyabut pembentukan tim pencari fakta tersebut sebagai langkah nyata lain sikap diskriminatif terhadap Israel di Dewan HAM.
Sepertinya setiap kali Dewan HAM menjadikan isu HAM di Israel sebagai agendanya, petinggi rezim ilegal ini yang menyadari perbuatan mereka termasuk pelanggaran HAM, berusaha mempengaruhi aktivitas dewan ini dengan melontarkan isu pemutusan kerjasama dengan Dewan HAM oleh Tel Aviv. (IRIB Indonesia/MF)
Konflik Suriah Tak Kunjung Reda, Annan Pilih Mundur
Kofi Annan akhirnya memutuskan mengundurkan diri sebagai utusan khusus PBB dan Liga Arab untuk Suriah, dengan alasan kurang mendapat dukungan dan eskalasi konflik di negara itu.
"Saya tidak menerima semua dukungan yang layak untuk saya peroleh," kata Annan dalam konferensi pers di Jenewa, Kamis (2/8), seperti dilansir Press TV.
Sementara itu, Sekjen PBB Ban Ki-moon dalam sebuah statemen menyatakan penyesalan yang mendalam atas pengunduran diri Annan. Meski demikian, Ban berterima kasih atas upaya-upaya berani Annan sebagai utusan khusus bersama untuk Suriah.
"Kofi Annan pantas mendapatkan pujian yang mendalam dari kita karena cara kerja tanpa pamrih, dimana ia telah menunjukkan keterampilan tangguh dan prestasi besar dalam misi yang sulit tanpa pamrih," tegas Ban.
Pernyataan tersebut menambahkan bahwa Annan tidak berencana untuk memperpanjang mandatnya setelah habis masa tugas pada 31 Agustus.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vitaly Churkin juga menyatakan penyesalannya atas keputusan Annan untuk mundur.
"Kami memahami bahwa itu adalah keputusannya. Kami menyesal bahwa ia memilih untuk mundur. Kami telah memberi dukungan yang sangat kuat pada upaya Kofi Annan Annan," katanya kepada wartawan di Markas Besar PBB di New York.
Kementerian Luar Negeri Suriah juga menyatakan penyesalannya atas keputusan Annan, namun menegaskan komitmen Damaskus terhadap prakarsa perdamaian enam poin yang disodorkan oleh Annan. (IRIB Indonesia/RM/NA)
Begini Cara Zionis Menyiksa Warga Gaza
Juru bicara Departemen Kesehatan Gaza, Ashraf al-Qedra mengatakan warga Palestina di Jalur Gaza sedang mengalami hukuman kolektif dari rezim Zionis Israel.
Qedra menuturkan, tingkat polusi air di Jalur Gaza telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan setelah bertahun-tahun diblokade Israel.
Bayi dan anak-anak terkena dampak parah akibat polusi air, dimana kasus diare akut dibanding penyakit usus lainnya tersebar luas di kalangan anak-anak Gaza.
"Dokter kami kesulitan menangani banyak kasus yang menginfeksi anak-anak. Israel telah melanggar hak warga Gaza untuk hidup sehat dan menghukum mereka untuk pemilihan demokratis Gerakan Hamas," jelasnya kepada Press TV.
Menurut PBB, setidaknya 90 persen dari pasokan air di Jalur Gaza tidak aman untuk diminum.
Kadar nitrat dan klorida air di Gaza, merupakan salah satu yang tertinggi di dunia dan terus meningkat. Masalah ini menimbulkan risiko kesehatan yang serius di seluruh wilayah yang diblokade.
Selama perang Gaza, pasukan Israel menargetkan saluran pengolahan limbah yang menyebabkan kotoran tumpah dan mencemari air. Israel juga mencegah masuknya peralatan pengolahan air ke kawasan itu.
Jalur Gaza yang diblokade sejak tahun 2007 telah menyebabkan penurunan standar hidup, peningkatan besar-besaran jumlah pengangguran dan kemiskinan merajalela. (IRIB Indonesia/RM/NA)
Presiden Mursi Lantik Kabinet Baru Mesir
Presiden Mesir Muhammad Mursi melantik kabinet baru negara itu dengan mempertahankan mantan kepala Dewan Tinggi Angkatan Bersenjata (SCAF), Marsekal Hussein Tantawi sebagai menteri pertahanan.
Kabinet baru yang dipimpin Perdana Menteri Hisyam Qandil, dilantik pada hari Kamis (2/8), AFP melaporkan. Pelantikan ini tertunda lebih dari sebulan dan diwarnai hangatnya perdebatan politik setelah Mursi terpilih sebagai presiden Mesir dalam pemilu demokratis pertama sejak jatuhnya Hosni Mubarak.
Kabinet baru itu beranggotakan 35 menteri, termasuk tujuh menteri kabinet lama mencakup Menteri Pertahanan Marsekal Hussein Tantawi, Menteri Luar Negeri Mohamed Amr, dan Menteri Produksi Militer Jenderal Aly Sabriy.
Adapun anggota baru, antara lain, Menteri Dalam Negeri Jenderal Ahmed Gamaleddin, Menteri Waqaf Osama Mouamed al-Abd yang saat ini menjabat Rektor Universitas al-Azhar, Menteri Keuangan Hazem al-Beblawi, Menteri Pendidikan Ibrahim Ahmed Goneim, dan Menteri Penerbangan Sipil, Alaa Ashour.
Dari Ikhwanul Muslimin terdapat empat kadernya masuk dalam kabinet termasuk menteri penerangan, Saleh Abdel Maksoud.
Qandil berjanji bahwa pemerintah baru akan memiliki nada dan sentuhan yang berbeda. Dia menegaskan telah memilih para menteri berdasarkan kelayakan mereka dan tidak karena orientasi politik dan agama.
"Prinsip utama dan kriteria utama adalah kompetensi," tegas Qandil seraya menambahkan, "Kita harus berhenti menggunakan istilah-istilah seperti, mereka dan kami, atau ini adalah Kristen Koptik atau seorang Muslim. Yang saya lihat adalah orang Mesir dan warga negara."
Seraya meminta rakyat Mesir untuk mendukung pemerintah, Qandil menjelaskan, pemerintah membutuhkan dukungan rakyat untuk mengatasi tantangan ekonomi dan keamanan yang dihadapi Mesir.
"Kami adalah pemerintahan rakyat, kami tidak mewakili tren apapun," kata Qandil menjelang upacara pengambilan sumpah. (IRIB Indonesia/RM/NA)
Obama Perintahkan Pembunuhan Omar Suleiman?
Jaksa Agung Mesir telah memerintahkan penyelidikan terhadap dugaan pembunuhan atas mantan wakil presiden dan kepala dinas intelijen negara itu, Omar Suleiman.
Abdul Majid Mahmoud telah meminta investigasi atas kematian Suleiman menyusul pengaduan yang diajukan oleh ketua Partai Ahrar al-Thawra, Muhammad Fareed Zakaria, harian Mesir al-Yawm al-Sabi melaporkan.
Zakaria dalam gugatannya, menuduh Presiden AS Barack Obama, Duta Besar AS untuk Kairo, Anne W. Patterson, dan kepala Dinas Intelijen Pusat AS (CIA), David H. Petraeus terlibat dalam pembunuhan Suleiman.
Menurut laporan al-Yawm al-Sabi, mengacu pada hubungan dekatnya dengan Suleiman, Zakaria mencatat bahwa Omar Suleiman selalu khawatir akan dibunuh.
Suleiman meninggal di rumah sakit di Amerika Serikat pada usia 76 tahun. Dia meninggal pada hari Kamis (19/7) di Cleveland Clinic. Pihak rumah sakit menyatakan kematiannya adalah karena komplikasi dari amiloidosis, penyakit yang mempengaruhi beberapa organ, termasuk jantung dan ginjal.
Dia adalah wakil terakhir diktator Mesir Hosni Mubarak dan salah satu penasihatnya yang paling terpercaya. Dia menjadi pusat perhatian setelah diangkat sebagai wakil presiden beberapa hari sebelum Mubarak digulingkan dalam kebangkitan rakyat tahun lalu. (IRIB Indonesia/RM/NA)