کمالوندی

کمالوندی

 

Abbas bin Ali as lahir pada tanggal 4 Sya'ban 26 H/647 di Madinah dan gugur sebagai syahid pada Tragedi Asyura yang terjadi tepatnya pada tanggal 10 Muharram 61 H/681 di padang Karbala.

Abbas bin Ali yang lebih dikenal dengan Abu Fadhl dan Qamar Bani Hasyim adalah anak dari pasangan Imam Ali as dan ibundanya adalah Fatimah binti Hizam yang lebih dikenal dengan Ummul Banin yang dinikahi oleh Imam Ali as beberapa tahun paska syahadah Fatimah binti Muhammad Saw.  Ia merupakan pemimpin dan pemegang panji pasukan Imam Husain as pada peristiwa Karbala. Di Karbala ia menjadi pemberi minum (Saqqa) pasukan, oleh karenanya ia dikenal di kalangan Syiah dengan “Pemberi minum bumi tandus Karbala”.

Abu Fadhil Abbas mempunyai kedudukan tinggi di antara para keturunan imam dan orang-orang Syiah pada hari Tasu’a (9 Muharram) mengadakan majelis duka baginya.

Image Caption
Menurut riwayat-riwayat, pada hari 7 Muharram tahun 61 H/681, di saat persediaan air di kemah Imam Husain as mulai berkurang, Abbas berhasil membawa air kepada pasukan. Pada tanggal 10 Muharram ia juga pergi ke arah Sungai Eufrat demi mendapatkan air. Namun dalam perjalanan pulang, kendi airnya dipanah oleh pihak musuh dan kedua tangannya dipotong yang menyebabkannya gugur sebagai syahid.

“Abu Fadhil” adalah julukan yang paling terkenal baginya. Menurut sebagian besar ulama dan para penyair sebab pemberian julukan ini adalah karena keutamaan sangat banyak melekat padanya. “Abul Qasim” adalah julukan lain baginya. Para ahli sejarah dengan mencermati kata-kata yang ada pada ziarah Arbain, kalimat ini diyakini sebagai julukan Baginda Abu Fadhil Abbas. Yaitu ketika Jabir bin Abdillah al-Anshari berkata kepadanya, “Assalamu ‘alaika Ya Abal Qasim. Assalamu ‘Alaika Ya Abbas bin Ali as” (Salam atasmu, Wahai Abul Qasim; Salam atasmu, Wahai Abbas bin Ali as).

Pada masa kanak-kanak Abbas, ayahanda dan kedua saudaranya, Hasan as dan Husain as berada di sampingnya. Abbas memperoleh ilmu dan banyak berguru dari mereka serta memanfaatkan pandangan mereka. Imam Ali as terkait dengan kesempurnaan dan kedinamisan putranya berkata, “Sesungguhnya putraku Abbas telah belajar semenjak usia kanak-kanak. Ia belajar dariku sebagaimana bayi burung merpati mengambil makanan dan minuman dari induknya.”

Pada awal-awal ketika Abu Fadhil dapat berbicara, Imam Ali as berkata kepadanya, “(Katakanlah) Satu.” “Satu.” Sahut Abbas. “Katakan dua.” Imbuh Imam Ali as. “Aku malu berkata dua dengan lisan yang Aku serukan tentang keesaan Tuhan.” Tegas Abbas. Kemudian Imam Ali as dengan pandangan keimamahannya, melihat masa depan Abbas yang gemilang. Kemudian wajah Imam Ali as nampak sedih dan lantaran istrinya bertanya apa gerangan yang membuatnya menangis. “Kisah Abbas akan berakhir pada jalan menolong Husain as.” ujar Imam Ali as. Kemudian beliau mengabarkan tentang keutamaan kedudukan putranya: “Allah swt akan menganugerahkan dua sayap kepadanya seperti pamannya, Ja’far bin Abi Thalib yang akan terbang di surga.” [Qamar Bāni Hāsyim, hlm. 19; Maulid al-‘Abbās bin Ali as, hlm. 60]

Masa Remaja dan Pemuda

Imam Ali as dengan perhatian dan kasih sayang khusus mengenalkan adab dan akhlak kepada Abbas dan mendidiknya dengan ajaran-ajaran Islam. Putra Imam Ali as ini hidup bersamanya selama 14 tahun 47 hari. Ia selalu berada di samping ayahandanya. Pada hari-hari sulit masa pemerintahan ayahandanya, tidak sekejap-pun Abbas berpisah darinya. Ketika pada tahun 37 H/658 meletus Perang Shiffin, Abbas kecil yang ketika itu masih berusia 12 tahun telah menorehkan epik abadi dalam perang tersebut.

Setelah masuknya pasukan 85 ribu orang dari tentara Muawiyah ke wilayah Shiffin untuk mengalahkan Imam Ali as, beberapa orang dikirim dan ditugaskan untuk menjaga air dan diangkatlah Abul Al-A’war Aslami untuk melaksanakan tugas ini. Pasukan Imam Ali as yang lelah dan haus, ketika sampai di wilayah Shiffin, melihat bahwa musuh telah menutup air bagi mereka. Kehausan yang melanda pasukan Imam Ali as membuat Imam Ali as harus menempuh jalan sehingga beberapa panglima Sha’sha’at bin Shauhan dan Syabats bin Rab’i ditunjuk untuk mengambil air. Mereka bersama beberapa anggota pasukan menyerang Sungai Eufrat kemudian mengambil air. Imam Husain as dan Baginda Abu Fadhl as juga ikut serta dalam penyerangan ini.

Pada puncak perang Shiffin, terdapat seorang remaja dari pasukan Islam yang maju ke medan laga dan mengenakan topeng. Umurnya ketika itu kira-kira 13 tahun. Ia berdiri dihadapan laskar Muawiyah dan berperang dengan musuh. Muawiyah memerintahkan Abu Sya’tsa, yang merupakan jagoan dari pasukannya supaya berduel dengan Abul Fadhil. “Warga Kufah mengakui kehebatanku sebanding dengan 1000 pasukan berkuda (namun kau menginginkan supaya Aku berduel dengan seorang remaja?)” Protes Abu Sya’tsa. Kemudian ia memerintahkan salah seorang anaknya untuk berduel dengan Abul Fadhil. Setelah beberapa lama terlibat perang sengit, Abbas berhasil membuat musuhnya jatuh tersungkur dan bersimbah darah. Abu Sya’tsa dengan takjub yang sangat luar biasa melihat bahwa anaknya tersungkur ke tanah dan bersimbah darah. Ia mempunyai tujuh anak. Kemudian ia mengutus anaknya yang lain, namun hasilnya tidak berubah sedemikian sehingga semua anaknya satu persatu dikirim ke medan perang, namun remaja prawira itu mengirim mereka satu persatu ke neraka. Pada akhirnya Abu Sya’tsa turun ke gelanggang perang melawan sang remaja itu, namun ia berhasil membinasakannya sedemikian sehingga tidak ada lagi orang yang berani melawannya. Keheranan dan ketakjuban pasukan Imam Ali as menjadi semakin tiada tara. Ketika Abu Fadhil kembali ke perkemahan, Imam Ali as membuka tutup muka putranya itu dan membersihkan debu dari mukanya.

Abbas menikah dengan Lubabah binti Ubaidillah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Buah dari pernikahan ini adalah dua orang putra bernama Fadhil dan Ubaidillah. Keturunan Abbas as berlanjut dari jalur Ubaidillah. Ubaidillah mempunyai 2 putra bernama Abdullah dan Hasan. Hasan mempunyai 5 putra dan nama-nama itu adalah: Ubaidillah, ia beberapa lama bertanggung jawab sebagai Gubernur Mekah dan Madinah, pada saat itu ia juga menduduki hakim pada dua kota itu. Putra Hasan yang lain adalah Abbas yang terkenal dengan kemampuan berretorika tinggi, Hamzah al-Akbar, Ibrahim Jurdaqah yang termasuk salah seorang fuqaha, zahid, sastrawan, dan orang yang mempunyai keutamaan. Setiap putra-putra Abu Fadhl ini menghasilkan buah hati yang juga mempunyai keutamaan seperti Muhammad bin Ali bin Hamzah bin Hasan bin Ubaidillah, seorang ahli hadis yang terkenal pada abad ke-3 H.

Di Samping Imam Hasan Mujtaba as

Selama masa keimamahan Imam Hasan as, Abbas as dengan segala kemampuan yang dimilikinya selalu berada pada jalan Imam Hasan as. Pada masa ini, dikarenakan penentangan dan permusuhan yang dilancarkan oleh Muawiyah kepada Imam Hasan Mujtaba as dan bahaya mereka yang mengancam Imam Hasan as, Abbas sangat berhati-hati dalam menjaga keselamatan saudaranya. Abbas pada masa imamah Imam Hasan as berkedudukan sebagai “Bāb al-Hawāij” (Seseorang yang memenuhi keinginan dan keperluan orang lain karena beliau selalu membantu dan menolong orang yang memerlukan) para penganut Syiah. Orang-orang mustadhafin memperoleh berkah darinya. Orang-orang yang membutuhkan pergi ke rumah Imam Hasan as dan mengatakan keperluannya kepada Abbas. Dalam semua hal ia yang menjelaskan masalah masyarakat kepada saudaranya, Imam Hasan as dan melaksanakan perintah saudaranya tentang mereka. Juga ketika Imam Hasan as syahid, musuh menarik anak panah ke arah jasad Imam Hasan as, olehnya itu Abbas as dengan sigap menarik pedangnya, namun mengingat perkataan imamnya (untuk menahan diri) mengingatkan kita bahwa mengikuti secara totalitas perintah Imam adalah prinsip hidupnya, maka hal ini membuatnya untuk menahan diri.

Bukti paling nyata terkait dengan keberadaan Abbas di samping Imam Hasan as adalah perkataan Imam Shadiq as, pada permulaan Ziarah Abbas berkata, “Salam bagimu wahai hamba yang saleh dan taat terhadap perintah Allah dan yang menaati Amiral Mukminin, Hasan as dan Husain as.”

Abu Fadhl Abbas dan Peristiwa Asyura

Pembawa Air, pada 7 Muharram, ketika Ubaidillah memerintahkan kepada Umar bin Sa’ad untuk mempersempit ruang gerak pasukan Imam Husain as dan tidak memberikan air Sungai Eufrat kepada pasukannya, Imam Husain as memanggil Hadhrat Abu Fadhil dan menyertakan 30 personel penunggang kuda dan 20 personel berjalan kaki bersamanya untuk memenuhi kantong air dan kemudian untuk membawanya ke perkemahan. Hadhrat Abbas dengan pertolongan pasukan yang menyertainya mampu menembus kepungan musuh dan membawa air ke perkemahan. Pada hari Asyura, Hadhrat Abbas atas perintah Imam Husain as juga pergi ke bibir sungai Eufrat untuk mendapatkan air, namun setelah ia memenuhi kantong airnya, dalam perjalanan pulang menuju kemah, pasukan musuh memanah kantong air itu dan memanah Abul Fadhl Abbas as sehingga ia pun mencapai syahadah.

Utusan Sang Imam, malam Asyura atau Tasu’a Umar bin Sa’ad berdiri dihadapan pasukannya dan berteriak lantang: “Hai tentara-tentara Tuhan! Naiklah ke kuda-kuda kalian dan dapatkan kabar gembira dari surga. Demi mendengar seruan musuh, Imam Husain as meminta Abbas untuk berusaha semaksimal bernegosiasi dengan pihak musuh supaya pihak musuh menunda penyerangan sampai besok harinya. Hadhrat Abbas as pergi ke kemah musuh dan berhasil menunda waktu peperangan. Dan masih banyak peran penting lain yang Abas lakukan pada peristiwa Asyura, seperti pelindung perkemahan, pembawa panji Karbala, menggali sumur untuk memperoleh air, pertarungan gagah berani yang berhasil menerobos kepungan musuh.

Mereguk Cawan Syahadah

Ahli sejarah menuliskan beberapa riwayat yang berbeda terkait dengan syahidnya Abul Fadhil Abbas as. Kharazmi berkata: “Ia pergi ke medan perang sambil meneriakkan yel-yel tentang peperangan, ia berperang melawan musuh. Setelah melukai dan membunuh sejumlah musuh, akhirnya ia gugur syahid. Kemudian Imam Husain datang menghampirinya dan berucap, “Kini tulang punggungku telah patah, daya upayaku sudah menyurut.” Ibnu Nama dan Ibnu Thawus menjelaskan, karena Imam Husain as didera oleh rasa haus yang mencekik, Imam Husain as bersama saudaranya Abbas pergi ke tepi sungai Eufrat, namun pihak musuh memutus hubungan mereka sehingga Baginda Abbas gugur sebagai syahid.

Ibnu Syahr Asyub berkenaan dengan kesyahidan Abu Fadhil Abbas as berkata, “Abbas, pembawa air, Purnama Bani Hasyim, pembawa panji Karbala yang merupakan anak terbesar dari saudara-saudaranya, pergi keluar dari medan peperangan demi mendapatkan air kemudian musuh menyerangnya. Tak lama setelah itu ia terlihat sangat lemah. Pada saat itu Hakim bin Thufail al-Thai al-Sinbisi yang saat itu berada di belakang pohon menyerangnya dan memukulnya hingga mengenai tangan kanannya. Tak lama setelah itu, pukulan itu pun mengenai tangan kirinya. Ketika itu, Abbas bersenandung pelan: “Wahai jiwa janganlah takut kepada orang-orang kafir dan berikan kabar gembira akan rahmat Tuhan yang Maha besar dan kebersamaannya dengan Nabi Muhammad saw. Mereka dengan zalim telah memotong tangan kiriku. Tuhanku akan melemparkan mereka ke api neraka yang menyala-nyala.” Kemudian orang yang terlaknat itu mengayunkan pedang secara vertikal ke arah kepala Hadhrat Abbas sehingga ia syahid. Abbas adalah syahid terakhir dari pengikut setia Imam Husain as dan setelah ia adalah seorang bocah kecil dari keluarga Abi Thalib yang tidak mempunyai senjata. Usia Abbas ketika ia syahid kira-kira 34 tahun.

 

Kota Madinah pada 3 Sya’ban tahun 4 Hijriah menjadi tuan rumah kelahiran anak dari keluarga Nabi. Keluarga yang kerap disebut Rasulullah sebagai Ahlul Bait Nabi pasca turunnya ayat Tathir. Nabi pun senantiasa mengucapkan salam kepada keluarga ini.

Di hari yang berbahagia tersebut, Nabi berdiri di samping pintu rumah Fatimah. Beliau menunggu terbitnya cahaya Husein as. Ketika dunia diterangi cahaya suci Husein, nabi kemudian berkata, Asma’ bawa kesini anakku! Asma’ menjawab, Ya Rasulullah! Aku belum membersihkan bayi ini dan menyiapkannya. Dengan penuh keheranan Nabi bertanya, Kamu membersihkannya? Asma’ kemudian memandang Nabi dan akhirnya ia memahami pertanyaan beliau. Asma’ pun membawa Husein kepada Rasulullah. Nabi kemudian merangkul cucunya, menciumnya dan secara perlahan berbicara kepadanya.

Husein adalah kecintaan Rasulullah. Ia akan tenang ketika dalam pelukan Nabi dan hati Rasulullah akan gembira saat bertemu dengan Husein. Masa kecil Husein dilalui dengan kenangan manis bersama kakek tercintanya, Rasulullah. Terkadang pundak Rasulullah menjadi tempat duduk Husein dan terkadang tangan beliau menggandeng sang cucu kesana kemari. Semua orang menyaksikan ciuman Rasulullah ke wajah Husein. Nabi berbicara dengan Husein menggunakan bahasa anak-anak serta sangat menyayanginya.

Kelahiran Imam Husein as
Terkait kasih sayangnya yang besar terhadap Husein, Nabi dengan transparan menjelaskan, “Kasih sayang yang Aku limpahkan kepada Husein, lebih besar lagi dari apa yang kalian saksikan.” Sabda Nabi ini telah mengarahkan manusia pada hakikat bahwa kasih sayang yang dilimpahkan Rasulullah kepada anak kecil ini, bukan sekedar kecintaan keturunan dan keluarga, tapi sebuah kecintaan Ilahi. Telah jelas bahwa Nabi bukan manusia biasa. Menurut al-Quran, seluruh perilaku dan ucapan Nabi bukan bersumber dari pribadi dan hawa nafsu, seperti yang dijelaskan dalam Surat An-Najm ayat 3-4 yang artinya, “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”

Oleh karena itu, Allah Swt berfirman dalam Surat al-Ahzab ayat 21 yang artinya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Kecintaan besar Rasulullah Saw kepada Husein banyak dimuat di berbagai kitab, bahkan kitab-kitab dari Ahlu Sunnah pun banyak menukilnya.

Di antaranya adalah sebuah riwayat yang menyebutkan, sekelompok orang bersama Rasulullah pergi bertamu, Nabi pun berjalan di depan dan mendahului kelompok ini. Di tengah jalan, Nabi bertemu dengan Husein. Nabi ingin memeluk Husein, namun cucunya tersebut lari kesana kemari. Nabi menyaksikan tingkah laku cucunya dan kemudian mengejarnya. Ketika berhasil memegang Husein, Rasul kemudian memeluk dan menciumnya. Selanjutkan Nabi menghadap kepada masyarakat dan bersabda, “Husein dariku dan Aku dari Husein. Siapa saja yang mencintai Husein, maka Allah akan mencintainya.” (Hadis ini diriwayatkan dari Musnad Ahmad jilid 4, Sunan Ibnu Majah jilid 1 dan Manaqib Ibn Sharashub jilid 3)

Imam Husein memiliki karakteristik unggul di berbagai dimensi. Imam bahkan unggul dari manusia lain di seluruh kesempurnaan, keutamaan dan ibadah. Imam Husein memiliki ibadah dan penghambaan khusus, karena sejak masih berada di kandungan ibunya, Fatimah as hingga kepala beliau dipenggal oleh jahiliyah Umawiyah, Imam Husein senantiasa sibuk dengan memuji dan bertasbih kepada Allah Swt serta bacaan al-Quran terus terdengar dari mulut suci beliau. Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad, putra beliau menceritakan tentang ibadah sang ayah dan bersabda, “Ayahku, Husein bin Ali bin Abi Thalib menghabiskan waktu malamnya dengan ruku’, sujud dan berdoa kepada Allah Swt. Setiap malam, ayahku banyak mengerjakan shalat.”

Imam Husein adalah penjaga ajaran agama dan sunnah Rasulullah. Beliau dengan gigih memajukan tujuan dan misi suci Islam. Salah satu karakteristik Imam Husein adalah cinta kebebasan dan membenci kezaliman. Beliau adalah pahlawan yang tidak pernah bersedia berdampingan dengan kezaliman dan depotisme. Beliau dikenal sebagai peletak metode kebebasan dan nilai-nilai kemanusiaan, di mana seluruh pencinta kebebasan dan anti kezaliman serta pejuang di jalan keadilan harus mengambil teladan darinya.

Sikap anti kezaliman dan keberanian Imam Husein tercermin nyata ketika dipaksa untuk berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah yang jelas-jelas fasid dan melakukan dosa secara terang-terangan. Beliau bersabda, “Husein tidak akan tunduk pada kehinaan...”Menghormati kepribadian seseorang merupakan karakteristik unggul lain Imam Husein. Dalam hal ini Imam akan berbuat sedemikian hati-hati dalam menegur kesalahan orang lain sehingga orang tersebut tidak akan merasa malu akan kesalahannya tersebut.

Diriwayatkan bahwa Imam Husein menyaksikan seseorang melakukan kesalahan dalam berwudhu dan orang tersebut membutuhkan bimbingan wudhu yang benar. Namun karena takut membuat malu orang tersebut, Imam akhirnya memikirkan cara yang lebih baik supaya tidak menyinggung orang ini. Imam Husein kemudian mengajak saudaranya, Imam Hasan as untuk berlomba wudhu dan meminta orang tersebut sebagai wasit. Dengan demikian Imam telah memberikan pelajaran wudhu yang benar secara tidak langsung kepada orang ini.

Akhirnya orang tersebut memahami kesalahannya dan mendapat pelajaran wudhu yang benar. Orang tersebut berkata kepada kedua cucu Rasulullah, “Kalian berdua telah wudhu dengan benar, dalam hal ini Aku yang keliru dan tidak memahami kewajibanku dengan benar. Kalian berdua dengan tepat telah memberi pelajaran kepadaku bagaimana wudhu yang benar.”

Imam Husein juga terkenal sangat menghormati hak-hak orang lain. Diceritakan seorang bernama Abdurrahman telah mengajari surat al-Fatihah kepada salah satu anaknya, kemudian Imam memberinya hadiah seribu dinar dan seribu pakaian serta berbagai hadiah lainnya. Orang tersebut sangat takjub dengan pemberian Imam. Imam Husein yang menyaksikan kondisinya, lantas berkata, “Semua hadiah ini tidak berarti dengan apa yang telah kamu lakukan.”

Karakteristik lain Imam Husein as adalah kelembutan beliau kepada orang lain dan suka bersahabat, khususnya kepada mereka tertimpa kemurungan dan kesedihan dalam mengarungi kehidupan yang pasang surut ini, atau mereka menghadapi kesulitan besar dan menemui jalan buntu. Diceritakan Imam Husein pergi mengunjungi Usamah bin Zaid. Sesampainya di rumah Usamah, Imam menyaksikannya dalam kondisi murung dan sedih. Imam kemudian bertanya kepada Usamah apa yang menyebabkannya terlihat begitu sedih. Usama pun kemudian mengungkapkan kesedihannya dihadapan Imam Husein.

Usamah berkata, “Aku memikul hak orang lain di pundakku. Aku berhutang kepada orang lain dan Aku berharap selama masih hidup mampu mengembalikan hutang tersebut. Aku tidak ingin mati dengan membawa beban hutang.” Setelah mendengar penuturan Usamah, Imam Husein langsung memerintahkan untuk melunasi hutang Usamah. Saat itulah, Usamah dengan hati lapang meninggalkan dunia yang fana ini.

Salah satu karakteristik unggul lain Imam Husein adalah infak secara ikhlas baik itu infak secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, kepada orang yang tak dikenal atau tidak. Malam hari Imam Husein tak segan-segan memanggul bahan makanan dan kebutuhan hidup bagi mereka yang membutuhkan dan anak-anak yatim serta meletakkannya di depan pintu rumah mereka.

Oleh karena itu, di hari Asyura, terlihat bekas-bekas di pundak beliau yang menunjukkan bahwa beliau sering memanggul barang berat. Ketika Imam Sajjad ditanya sebab dari bekas-bekas tersebut, beliau berkata, “Itu adalah bekas dari memanggul sedekah dan hadiah secara sembunyi-sembunyi yang dipikul ayahku pada malam hari dan diberikan kepada anak yatim serta orang-orang miskin.

 

Kemuliaan bulan Sya'ban turut dihiasi dengan kelahiran manusia-manusia agung dalam sejarah Islam. Hari kelima bulan Sya'ban bertepatan dengan hari kelahiran salah satu keluarga suci Rasulullah Saw, yaitu Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as.

Terkait keagungan bulan Syaban, Imam Sajjad di hadapan para sahabatnya berkata, “Demi Tuhan yang nyawa Husein bin Ali berada di tangan-Nya, aku mendengar dari ayahku Husein bin yang menuturkan nasehat dari kakekku Ali bin Abi Thalib, barangsiapa yang berpuasa di bulan Syaban karena mencintai Rasulullah Saw dan demi mendekatkan diri kepada Allah swt, maka Allah swt akan mencintainya dan memuliakannya di hari akhir nanti, dan surga wajib baginya,”.

Di bulan Syaban ini kita merayakan dan mengenang figur-figur agung Ahlul Bait Rasulullah Saw karena perilaku dan cara hidup mereka merupakan petunjuk menuju jalan kebahagiaan dan kesuksesan. Salah satunya adalah Imam Sajjad. Imam Ali Zainal Abidin dilahirkan tanggal lima Sya'ban tahun 38 H. Putra Imam Husein dijuluki dengan sebutan Imam Sajjad, karena tekun beribadah dan bersujud kepada Allah Swt. Selain dekat dengan Tuhan, Imam Sajjad juga dikenal sebagai orang yang sangat dermawan, penyantun terutama kepada orang miskin, anak yatim dan orang-orang tertindas.

Manusia mulia ini juga dikenal dengan doa-doanya yang memiliki ketinggian bahasa yang menjulang dan kedalaman makna yang menghunjam. Beliau menjalani malam dengan doa dan ibadah kepada Sang Maha Pencipta. Tentang ini, Imam Baqir as, putra Imam Sajjad berkata, "Ketika semua orang di rumah tertidur di awal malam, ayahku, Imam Sajjad bangun mengambil wudhu dan shalat dua rakaat”.

Salah satu strategi Imam Sajjad adalah mentransfer pengetahuan agama lewat tradisi doa dan munajat. Beliau memaparkan pelajarannya lewat bait-bait doa dan munajat yang menggugah hati. Kumpulan doa-doa beliau disatukan dalam kitab "Shahifah Sajjadiyah" yang merupakan harta karun pengetahuan dan hakikat agama. Kitab tersebut adalah kumpulan samudera pengetahuan Islam di bidang tauhid, akhlak, dan pendidikan yang telah mengundang perhatian banyak ulama.

Doa adalah media penghubung antara makhluk dengan penciptanya dan agama Islam sangat menganjurkan umatnya berdoa. Selain memiliki pengaruh spiritual luar biasa bagi manusia, doa juga dapat memberi pengaruh kepada seluruh dimensi keberadaan manusia mulai dari perilaku personal hingga sosial dan politik. Interaksi dengan Allah Swt akan menjaga manusia dari gangguan mental dan kerusakan jiwa.

Imam Sajjad dikenal sebagai sosok yang sangat pengasih dan dermawan. Rumahnya selalu menjadi rujukan dan tempat pengaduan para fakir miskin untuk meminta bantuan. Suatu ketika, beliau melihat sekelompok orang penderita lepra yang dikucilkan oleh orang-orang di sekitarnya. Imam Sajjad pun lantas membawa mereka ke rumahnya dan menyambutnya dengan penuh kasih sayang.

Imam Sajjad mengambil bahan makanan dalam karung dan memanggulnya sendirian menuju daerah orang-orang miskin dan membagikan makanan kepada mereka. Tidak ada seorangpun yang mengenalnya. Setiap malam orang-orang miskin menunggu beliau di depan rumah mereka untuk menerima jatah makanannya. Imam Baqir berkata, Tapak hitam dipunggung ayahku merupakan bukti bahwa beliau memanggul sendiri makanan yang dibagikan kepada orang miskin.

Imam Sajjad dengan tanpa pamrih dan hanya mengharap keridhaan Allah dalam berbuat baik terhadap orang lain. Ketika bersama rombongan bergerak menuju Mekah untuk menjalankan ibadah haji, beliau meminta supaya pengurus rombongan tidak memperkenalkan identitas dirinya kepada yang lain. Dengan cara ini rombongan lain tidak mengenalinya, dan beliau bisa leluasa melayani keperluan mereka yang hendak berangkat untuk menunaikan ibadah haji.

Dalam sebuah perjalanan seseorang mengenalinya dan berkata, "Apakah kalian tahu siapa pemuda ini " Ia tidak lain adalah Ali bin Husein. Rombongan itu berlari mendekati Imam Sajjad dan memberi hormat serta memohon maaf karena tidak mengenalinya. Imam Sajjad berkata, Aku ingin melayani keperluan mereka. Inilah alasanku tidak ingin dikenali oleh mereka."

Kehidupan Imam Ali Zainal Abidin menjadi mata air pengetahuan dan akhlak bagi yang mendulangnya. Salah satu pelajaran besar dari kehidupan beliau adalah cara memberikan nasehat yang bijaksana. Suatu hari seoranglelaki mengeluh dan putusa asa atas rahmat Allah swt. Ia berkata, "Saya berdoa, munajat dan memohon kepada Allah, tapi suara ini tidak melampaui langit-langit rumah apalagi menembus angkasa." Mendengar keluhan itu, salah seorang temannya berkata, "Jangan keliru saudaraku, Allah dekat dengan kita. Tapi kitalah yang tidak memiliki kemampuan untuk merasakannya. Bukankah, Allah swt dalam al-Quran berfirman, "Aku lebih dekat dari urat nadimu”.

Tapi nasehat itu tidak berpengaruh, dan lelaki itu kian hari semakin putus asa atas kehidupannya. Akhirnya suatu hari ia diajak bertemu dengan Imam Sajjad. Di hadapan Imam Sajjad lelaki itu berkata, "Saya menemui Anda untuk menanyakan mengapa doaku tidak terkabul. Padahal Allah swt berfirman, ‘Berdoalah, maka Aku akan mengabulkan doamu ‘. Saya khawatir akidah saya lemah dan meninggal dalam keadaan tidak beragama."

Imam Sajjad memandang dengan penuh kasih sayang kepada lelaki tersebut. Beliau kemudian bertanya, "Apakah shalatmu awal waktu atau tidak? Apakah engkau telah berbuat baik seperti bersedekah kepada orang miskin demi mendekatkan diri kepada Allah? Apakah sikapmu baik terhadap teman-temanmu? Apakah kamu tidak mengucapkan kalimat yang menyulut permusuhan? Apakah engkau tidak memberikan persaksian palsu? Apakah kamu telah menunaikan zakat dan membayar utang? Apakah engkau tidak kikir terhadap kaum fakir dan membantu yatim?"

Lelaki itu menjawab, "Wahai Ali bin Husein, sayang sekali saya tidak termasuk kriteria yang Anda sebutkan. Imam sambil tersenyum ramah menjawab, "Lalu apa yang diharapkan dari Allah ? Semua kriteria yang saya sebutkan itu selain berguna bagi akhiratmu juga bermanfaat bagi duniamu. Salah satunya adalah dikabulkannya doa. Dengarlah perintah Allah, maka Allah akan mendengar perkataan kita."

Dalam pandangan Imam Sajjad, hubungan vertikal dengan Allah swt tidak bisa dipisahkan dari hubungan horizontal antarsesama manusia. Imam Zainal Abidin dalam Risalah Huquq menyinggung hak sesama manusia. Sebab setiap anggota masyarakat memiliki tanggung jawab bersama dalam menjalani kehidupan ini. Dengan cemerlang, Imam Sajjad menjelaskan bagaimana hak pemimpin terhadap bawahannya dan sebaliknya. Tidak hanya itu, Imam Sajjad juga menjelaskan bagaimana hubungan keluarga menyangkut hak orang tua terhadap anaknya dan sebaliknya, hak bertetangga, berteman dan hak terhadap harta.

Menurut Imam Sajjad, manusia adalah pelayan bagi yang lain, sehingga dalam masyarakat tumbuh budaya gotong-royong dan saling membantu. Di bagian lain Imam Sajjad mengungkapkan perkataan tentang saudara. Beliau berkata, "Saudara yang buruk adalah orang yang memperhatikanmu ketika keadaan lapang, namun menjauhi ketika sulit." Untuk itu seorang mukmin berkewajiban berbuat baik kepada orang lain.

Dalam pandangan Imam Sajjad, melayani orang lain memiliki berbagai dampak yang sangat besar baik di dunia maupun di akhirat. Salah satunya adalah membantu orang yang terkena musibah dan membutuhkan pertolongan. Imam Sajjad berkata, "Di dunia ini tidak ada yang lebih mulia selain berbuat baik kepada saudara."

Imam Sajjad dalam berbagai riwayat lain menjelaskan bahwa orang yang membantu orang lain akan mendapat ganjaran pahala akhirat, ampunan dosa, kedudukan yang tinggi di surga serta pahala lainnya. Beliau berkata, "Tuhanku, semoga shalawat tercurah atas Muhammad dan keluarganya.., anugerahilah tanganku ini agar bisa berbuat baik kepada orang lain, dan jangan rusakkan kebaikan itu dengan riya dalam diriku."

Imam Sajjad bahkan dalam doanyapun memberikan contoh bagaimana mengabdi dan melayani kebutuhan orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Imam Zainal Abidin kepada putranya berkata, "Barang siapa yang meminta tolong padamu untuk melakukan suatu pekerjaan baik, maka lakukanlah. Jika kamu ahlinya maka lakukan dengan sebaik-baiknya, Jika bukan engkau telah berbuat baik."

Imam Ali Zainal Abidin sangat menekankan pentingnya pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian terhadap masyarakat bukan diukur dari seberapa besar pekerjaan itu, tapi kualitas layanan dan ketulusan niatlah yang menjadi ukuran dari bernilai atau tidaknya pekerjaan itu.

Selain itu, pengabdian juga menumbuhkan sebuah ketenangan spiritual bagi seseorang yang bisa berbuat kebaikan bagi orang lain. Terkait hal ini Imam Sajjad berkata, "Sikap bersahabat dan bersaudara seorang mukmin kepada saudara mukmin lainnya adalah ibadah." Di bagian lain, Imam Sajjad mengingatkan nilai spiritual berbuat baik kepada orang lain dengan mengatakan, "Allah akan menggembirakan orang yang telah menggembirakan saudaramu."

Selasa, 21 Februari 2023 17:35

DK-PBB Kecam Perluasan Permukiman Zionis

 

Dewan Keamanan PBB mengeluarkan pernyataan resmi mengutuk rencana rezim Zionis memperluas permukiman di tanah Palestina yang didudukinya.

Tindakan Dewan Keamanan PBB mengutuk rencana Israel untuk memperluas pemukiman di wilayah pendudukan terjadi setelah enam tahun sejak resolusi terakhir dikeluarkan.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan pernyataan yang disetujui 15 negara anggotanya hari Senin (20/2/2023) yang memandang pembangunan pemukiman Zionis yang berkelanjutan sebagai hambatan untuk realisasi perdamaian antara Palestina dan Israel.

Dewan Keamanan PBB juga mengutuk upaya rezim Zionis untuk melegalkan pembangunan sembilan permukiman Zionis baru di Tepi Barat.

Dewan Keamanan PBB dalam pernyataannya menentang semua tindakan sepihak, termasuk pembangunan dan pengembangan permukiman Zionis, penyitaan tanah Palestina, legalisasi permukiman, serta penghancuran rumah dan pengungsian warga Palestina.

Sejak berdirinya kabinet garis keras Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, penghancuran rumah warga Palestina dan pembangunan permukiman Zionis semakin meningkat.

 

Mantan pejabat Dinas Intelijen Shin Bet, Rezim Zionis menyamakan kondisi Israel saat ini dengan gempa bumi, dan jika kondisi ini berubah menjadi tsunami, maka ia akan menghanyutkan semua Zionis.

Dikutip stasiun televisi Al Mayadeen, Selasa (21/2/2023), Dvir Kariv mengomentari dialog terbaru Direktur Shin Bet, Ronen Bar, dengan para pejabat Kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
 
Ia menuturkan, "Ini sangat tidak wajar. Ini untuk ketiga kalinya sejak pemerintah baru terbentuk. Pertama ketika mantan Direktur Shin Bet, Carmi Gillon, sebelum terbunuhnya Yitzhak Rabin, memperingatkan para politisi. Ia mengakui pembunuhan politis telah terjadi, dan kami tahu apa yang terjadi setelah itu."
 
Dvir Kariv menambahkan, "Kali kedua terjadi setahun lalu atau lebih lama lagi, saat mantan Direktur Shin Bet, Nadav Argaman pada periode ketiga atau keempat pemilu memperingatkan bahwa perdebatan dan ketegangan dapat memperburuk situasi, dan berujung dengan kekerasan ideologis."
 
"Kondisi Israel sekarang adalah pengulangan dari peringatan-peringatan Shin Bet untuk ketiga kalinya, tapi yang berbeda dan menyebabkannya tidak wajar adalah karena Direktur Shin Bet seperti demonstran lainnya berbicara soal ketegangan serius, peringatan ini tidak wajar," imbuhnya.
 
Mantan Direktur Shin Bet menegaskan, "Kondisi saat ini menunjukkan perpecahan dan gempa di Israel pasca-pengesahan undang-undang reformasi peradilan. Lahar panas sedang membesar, di sini mungkin saja terjadi gempa, pertanyaan besarnya apakah gempa ini berpotensi tsunami atau tidak ? jika iya, maka gelombang tsunami akan menghanyutkan kita semua." 

 

Komandan Pasukan Penjaga Perbatasan Iran mengabarkan penahanan sebuah kapal pengangkut senjata buatan Amerika Serikat di Teluk Persia.

Brigjen Ahmad Ali Goudarzi, Selasa (21/2/2023) mengatakan, "Sebuah kapal yang membawa lebih dari 5.000 pucuk senjata tajam dan senjata api buatan AS, berhasil ditahan di Provinsi Bushehr, salah satu sajam yang disita memiliki karakteristik unik, ia akan lebih tajam bila terkena darah."

Ia menambahkan, "Dalam beberapa bulan terakhir Pasukan Penjaga Perbatasan Iran berhasil menyita lebih dari 3.000 pucuk senapan serbu yang akan dikirim untuk para perusuh, dan penjahat di dalam Iran."

Menurut Goudarzi, kawasan Teluk Persia bukan lokasi aktivitas pasukan teroris AS, dan Angkatan Bersenjata Iran, saat ini jauh lebih kuat dari sebelumnya, dan kekuatan ini benar-benar bisa dirasakan.

Pada aksi kerusuhan terbaru di Iran, para pejabat AS, Rezim Zionis, dan beberapa negara Eropa, serta media-media mereka, mendukung kerusuhan, namun jutaan rakyat Iran berulangkali turun ke jalan menggelar unjuk rasa mengutuk kerusuhan, dan mendukung Republik Islam Iran. 

Selasa, 31 Januari 2023 17:27

Imam Jawad, Teladan Kedermawanan Sejati

 

Hari-hari bulan Rajab, satu per satu terlewati. Bulan Rajab yang penuh berkah merupakan bulan mulia yang dianugrahkan Allah kepada hambanya. Bulan ini merupakan salah satu moment terbaik untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Kuasa. Bulan Rajab juga dihiasi dengan pelbagai peristiwa bersejarah penting yang erat kaitannya dengan Ahlul Bait Nabi as.

Dengan mempelajari kembali sejarah Islam, peran konstruktif Ahlul Bait as dalam memperkaya pemikiran Islam tampak begitu jelas. Ahlul Bait merupakan khazanah ilmu dan makrifat ilahi. Mereka adalah pasangan tak terpisahkan al-Quran. Merekalah penafsir hakiki al-Quran yang menjaga al-Quran dan Sunnah Nabi dari berbagai penyimpangan dan bidah.

Tiap kali kesucian agama terancam, Ahlul Bait as merupakan pihak pertama yang senantiasa bangkit mematahkan ancaman yang ada. Tanggal 10 Rajab, merupakan hari kelahiran salah seorang tokoh utama Ahlul Bait as. Pada tanggal ini tahun 195 H, Imam Muhammad Taqi al-Jawad lahir di kota Madinah.

Imam Jawad as hidup dalam suasana politik yang sangat sulit. Dalam keadaan itu, beliau gigih mengajarkan dan menyebarkan ajaran Islam yang murni di tengah masyarakat Muslim. Kesulitan yang dibuat oleh penguasa Bani Abbas tidak membuat beliau mundur dari misi ini. Beliau dengan keberanian yang tak terlukiskan mengungkapkan hakikat kebenaran dalam kondisi sesulit apapun. Imam Jawad benar-benar laksana mentari yang bersinar terang di tengah umat. Kebijakan ketat yang diterapkan penguasa tidak menghalangi sampainya sinar ilmu dari sosok suci pemimpin agung ini ke tengah masyarakat.

Imam Jawad as
Imam Jawad memang berumur belia saat meninggalkan dunia yang fana. Namun usia 25 tahun yang beliau lewati telah meninggalkan warisan ilmu dan khazanah hikmah yang tak terbatas. Sejarah menyebutkan nama 150 orang yang pernah berguru kepada Imam Jawad as dan mendapat bimbingan beliau. Diantara mereka, nampak nama-nama para tokoh yang dikenal figur besar di bidang keilmuan dan fiqh.

Imam Jawad as punya kepedulian yang besar kepada masalah ilmu dan pendidikan. Beliau pernah berkata, "Tuntutlah ilmu sebab mencari ilmu adalah kewajiban bagi semua orang. Ilmu mempererat jalinan antara saudara seagama dan simbol kemuliaan. Ilmu adalah buah yang paling sesuai untuk hidangan sebuah pertemuan. Ilmu adalah kawan dalam perjalanan dan penghibur dalam keterasingan dan kesendirian."

Beliau dalam sebuah riwayat mengatakan, "Empat hal yang menjadi faktor keberhasilan orang dalam melakukan perbuatan baik dan amal salih adalah kesehatan, kekuatan, ilmu dan taufik dari Allah Swt."

Tak syak bahwa sebagian besar masa hidup manusia berhubungan dengan urusan duniawi. Dunia adalah tempat yang penting untuk mengaktualkan potensi manusia. Jatidiri manusia yang baik maupun yang buruk terbentuk dalam kehidupan dunia. Karena itu, kehidupan dunia adalah kehidupan yang sangat penting. Dari sinilah, orang bisa melayang tinggi ke alam kesempurnaan atau terjun bebas ke lembah kehancuran dan kesengsaraan.

Sayangnya, banyak orang yang lalai sehingga tidak memandang dunia sebagai peluang bagi menyempurnakan insaniah dan spiritualitasnya. Akibatnya mereka tidak memanfaatkan kehidupan ini dengan benar dan merugi kelak di hari akhir. Imam Jawad berkata, "Dunia ibarat pasar tempat orang bertransaksi, ada yang untung dan ada yang merugi."

Imam Jawad as sama sekali tidak mempedulikan penampilan luar. Meski beliau dipandang sebagai insan pemimpin dan punya pengaruh yang sangat besar di tengah umat, namun beliau tidak menaruh minat sama sekali kepada dunia. Beliau sangat dermawan dalam membelanjakan hartanya di jalan Allah. Diriwayatkan bahwa setiap tahunnya beliau membagi-bagikan ribuan dinar di antara kaum fakir kota Madinah. Tak salah bila masyarakat menyebut beliau dengan sebutan al-Jawad yang berarti dermawan. Gelar ini abadi dan beliau dikenal dengan gelaran itu.

Imam Jawad berkata, "Allah Swt menganugerahkan nikmat-Nya yang berlimpah kepada sekelompok orang untuk disalurkan lewat derma kepada orang lain. Jika menolak berinfak, maka Allah akan menarik rezeki-Nya dari mereka."

Menurut beliau, harta adalah amanat yang diberikan Allah kepada sebagian hamba-Nya sebagai perantara atau untuk menjadi ujian bagi mereka. Karena itu, siapa saja yang mendapatkan harta dari Allah hendaknya memandang harta itu sebagai titipan Allah untuk mengabdi dan membantu orang lain. Dalam hadis yang lain, beliau berkata, "Anugerah pemberian Allah kepada hamba-Nya tidak akan bertambah banyak kecuali ketika kebutuhan orang lain kepadanya meningkat. Karena itu orang yang tidak sanggup menerima amanat ini dan tidak bersedia membantu orang lain, maka Allah akan menarik rezeki dari tangannya."

Sebagaimana yang telah diketahui, para penguasa Bani Abbasiah sangat membenci keluarga Nabi dan para Imam Ahlul Bait as. Salah satu yang mereka lakukan untuk mengawasi gerak-gerik dan membatasi aktivitas Ahlul Bait adalah dengan mengasingkan para Imam dari Madinah ke dekat pusat pemerintahan. Bahkan diantara Imam yang dijebloskan ke dalam penjara, yaitu Imam Kazhim as. Dengan cara itu, khalifah bermaksud menjauhkan Imam dari masyarakat. Hal itu juga dilakukan khalifah terhadap Imam Muhammad Jawad as.

Imam Jawad as
Khalifah Makmun memaksa Imam Jawad untuk meninggalkan kota Madinah menuju ke ibukota pemerintahan Bani Abbasiah. Kondisi itu memudahkan khalifah untuk mengawasi dan mengontrol gerak gerik dalam langkah Imam. Masyarakat menjadi sulit untuk menjalin kontak dengan pemimpin agung dari Ahlul Bait ini.

Namun kondisi itu tidak membuat Imam putus hubungan dengan umat. Beliau terus menjalin kontak dengan masyarakat lewat wakil-wakilnya yang tersebar di berbagai pelosok. Karena itu, sejarah menyebutkan bahwa hubungan antara Imam Jawad dan masyarakat umumnya terjalin dalam bentuk surat. Imampun setelah menerima surat-surat itu menjawab apa yang diperlukan umat lewat surat. Saat ini sejarah masih menyimpan 157 surat yang dinisbatkan kepada Imam Muhammad Jawad as.

Di zaman ketika pemikiran sesat dan bidah tersebar di mana-mana, dan orang mulai menjauh dari ajaran murni Nabi Muhammad Saw, Imam Jawad as menyebarkan dan mengajarkan pemikiran dan ajaran suci Rasulullah Saw. Jelas, penguasa Bani Abbasiah geram mendengar keterangan Imam tentang ajaran Nabi Saw yang sesungguhnya, karena bertentangan dengan kebijakan para penguasa yang zalim. Akibatnya, Imam dan para pengikut setianya semakin ditekan dan disiksa oleh Bani Abbas. Imam juga selalu menasehati khalifah dan para pejabat pemerintahannya untuk tidak menghambur-hamburkan harta baitul mal.

Ibnu Sabbagh, ulama besar mazhab Maliki mengenai Imam Jawad berkata, "Apa yang hendak saya katakan tentang orang yang usianya lebih muda dibanding yang lain tapi kemuliaannya melebihi yang lain. Dengan usianya yang belia, ia telah menunjukkan kebesaran dan karamah sementara ia juga berpengaruh besar karena ilmunya. Dia adalah orang yang membungkam musuh-musuhnya dengan kata-kata logis, benar, dan lembut. Semua sastrawan dan ulama nampak kerdil di hadapannya."

Imam Jawad as berkata, "Pengetahuan agama adalah barang yang sangat berharga dan anak tangga menuju ke puncak yang tinggi."

Beliau juga mengatakan, "Sedikit bicara akan menutupi kekurangan dan mencegah orang dari kesalahan. Manusia tersembunyi di balik lisannya."

Dalam riwayat lain beliau berkata, "Siapa saja yang bersandar kepada Allah, maka ia telah mendapat kekayaan hakiki. Siapa saja yang menjaga ketakwaan maka orang akan mencintainya secara mendalam."

Selasa, 31 Januari 2023 17:26

Menyambut Kelahiran Sang Putra Ka’bah

 

Dinding Ka’bah terbelah dan Fatimah putri Asad masuk. Kemudian dinding tersebut kembai rapat. Orang-orang di sekitar Ka’bah berusaha membuka kunci pintu Baitullah untuk menjadi saksi yang terjadi di dalam Ka’bah, tapi mereka tidak bisa. Dengan demikian mereka manyadari keagungan dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Besar di balik dinding tersebut.

Hari ini tanggal 13 Rajab, hari kelahiran tokoh besar Islam setelah Rasulullah Saw, yakni Ali bin Abi Thalib.

Imam Ali putra Abu Thalib anak Abdul Muthalib. Ibunya Fatimah, putri Asad bin Hasyim bin Abdul Manaf. Ketika Fatimah membawa bayinya kepada Muhammad, Rasulullah langsung mencintai bayi tersebut. Kecintaan Rasulullah kepada Ali kerap diperbicangkan banyak orang. Bertahun-tahun kemudian, Imam Ali mengenang kecintaan Rasul tersebut dan berkata, “Kalian wahai sahabat Nabi sepenuhnya mengetahui posisi khusus Saya di mata Rasulullah, dan kalian menyadari bahwa Aku tumbuh besar di bawah bimbingannya. Ketika aku bayi, Rasul selalu menggendongku dan melindungiku serta menyuapiku makanan.”

Imam Ali hidup bersama ayah dan ibunyak selama tiga tahun. Ia selalu dihormati dan dicintai kedua orang tunya, karena di samping ia adalah anaknya, Imam Ali juga memiliki kemuliaan karena dilahirkan di dalam Ka’bah. Dengan demikian Imam Ali sangat dihormati dan dicintai oleh masyarakat dan khususnya keluarganya.

Tak lama kemudian terjadi musim paceklik dan kekeringan berkepanjangan di Mekah. Abu Thalib, paman Nabi, bersama keluarganya menghadapi kondisi yang sulit. Nabi berunding dengan pamannya yang lain, Abbas yang lebih kaya dari Abu Thalib dan mencapai kesepakatan bahwa masing-masing akan membawa anak Abu Thalib ke rumahnya sehingga di hari-hari yang sulit tersebut beban Abu Thalib akan menjadi ringan.

Dengan demikian Abbas mengambil Jakfar, sementara Nabi mengambil Ali dan membawanya ke rumahnya. Untuk selanjutnya Ali di usia keenam secara penuh berada di bawah bimbingan dan asuhan Nabi. Imam Ali as di ucapanya ketika menyebutkan hari-hari tersebut berkata,”Saya seperti anak kecil yang mengikuti ibunya, saya terus mengikuti Nabi. Ia setiap hari mengajarkanku satu keutamaan akhlaknya dan menyuruhku untuk mengikutinya.”

Imam Ali as di urusan kebaikan adalah termasuk terdepan. Setelah Nabi menerima wahyu pertamanya dan Mohammad resmi diangkat sebagai Rasul, Ali adalah lelaki pertama yang beriman. Setelah tiga tahun dakwah rahasia, peringat untuk berdakwa secara terang-terangan diturunkan kepada Nabi. Untuk menyeru keluarganya memeluk Islam, nabi mengadakan perjamuan keluarga.

Selama perjamuan ini, Rasul bertanya kepada mereka yang hadir, siapakah di antara kalian yang bersedia membantuku di jalan ini serta menjadi saudara, washi dan wakilku di antara kalian. Ali adalah satu-satunya di antara yang hadir yang berdiri dan menjawab, Wahai Rasulullah, Aku bersedia membantumu di jalan ini. Setelah tiga kali mengulang pertanyaannya dan mendapat jawaban serupa dai Ali, Nabi bersabda, wahai keluargaku! Ketahuilah bahwa Ali adalah saudara, washi danh khalifahku di antara kalian.

Ali sejak kanak-kanak hingga detik-detik akhir usia Rasul senantiasa menyertai beliau dan paling banyak yang menerima ilmu dari Nabi. Ia mendapat kehormatan sebagai sahabat Nabi paling mengerti hakikat tersembunyi dan rahasia al-Quran. Ia senantiasa berdialog dan melakukan tanya jawab dengan Nabi. Setelah bertahun-tahun pasca meninggalnya Rasul, Imam Ali berkata, “Tidak seluruh sahabat yang bertanya kepada Nabi dan mencapai pemahaman, sebagian sahabat lebih suka mengirim utusan dan bangsa Arab untuk bertanya kepada nabi dan mendapat jawabannya. Tapi Aku setiap kali terlintas sesuatu di benakku langsung bertanya kepada nabi dan mengingat jawabannya.”

Ibnu Abil Hadid, sastrawan, teolog dan ahli fiqih dari mazhab Syafii di syarah ucapan Imam Ali menulis, “ketahuilah bahwa Amirul Mukmini memiliki posisi khusus di mata Nabi yang tidak dimiliki sahabat lain; Ia kerap berkhalwat bersama Nabi di mana tidak ada yang tahu apa yang terjadi saat itu di antara meraka. Ia selalu bertanya tentang makna al-Quran dan sabda Nabi, jika Ali tidak bertanya maka nabi akan mengajarinya. Sementara tidak ada satu pun sahabat nabi yang memilik kondisi seperti ini.”

Oleh karena itu, Ali memiliki pengetahuan luas dan tinggi, sama seperti yang berulang kali diungkapkan Amirul Mukmin di atas mimbar, “Bertanyalah kepadaku sebelum aku meninggalkan kalian. Aku bersumpah, tidak ada ayat al-Quran kecuali aku mengetahui untuk siapa, di mana diturunkannya di padang pasir atau gunung. Sesungguhnya Allah telah melimpahkanku hati yang bijaksana dan lidah yang fasih.”

Terkait hal ini Ibnu Abil Hadid menulis, “Seluruh masyarakat sepakat bahwa tidak ada sahabat nabi dan juga ilmuwan yang berani mengklaim (bertanyalah kepadaku apa yang ingin kalian tanyakan sebelum kalian kehilanganku), kecuali Ali bin Abi Thalib. Yang lebih penting Imam Ali adalah orang yang selalu mengamalkan ilmunya dan ia berkata, “Wahai manusia, aku bersumpah, aku tidak memaksa kalian untuk taat kecuali sebelum kalian aku telah mengamalkannya, dan aku tidak melarang kalian untuk melakukan maksiat kecuali sebelumnya aku telah menghindarinya.”

Imam Ali lahir di Baitullah dan tumbuh besar di rumah wahyu. Ia mencapai keyakinan penuh di keimanan kepada Tuhan. Ia meyakini bahwa Tuhan mengawasi setiap kondisi dan perilakunya dan meyaksikan Tuhan dengan mata hatinya. Dengan demikian ibadahnya adalah ibadah orang-orang merdeka dan bebas yang beribadah hanyak karena Tuhan bukan karena pahala.

Terkait dengan ini Imam Ali as bersabda, “Sekelompok orang beribadah kepada Allah karena mengharap surga, ini ibadah seorang pedagang dan pencari keuntungan. Sekelompok orang menyembah Tuhan karena takut dan ini ibadah budak. Sementara sekelompok lainnya meyakini Tuhan yang paling layak disembah  dan kemudian mereka menyembahnya, ini adalah ibadah orang yang merdeka.”

Terkait ibadahnya, Imam Ali as berkata, “Aku tidak pernah beribadah kepada Tuhan karena takut atau menghadap pahala., namun Aku menyembah Tuhan karea Ia paling layak untuk disembah.” Ali menilai shalat sebagai manifestasi ibadah terbesar dan paling mendasar simbol penghambaan kepada Tuhan. Oleh karena itu, di saat kondisi paling kritis dan sulit, ia tetap menunaikan shalat di awal waktu dan tidak menundanya.

Salah satu contohnya dalah ketika terjadi perang Sifin, ia sering memandang matahari dan berhati-hati supaya tidak kehilangan shalat awal waktu. Ibnu Abbas bertanya kepada Imam Ali as, Wahai Amirul Mukminin mengapa kamu terkadang menghentikan perang dan memandang langit. Imam menjawab, Aku memandang langit supaya tidak kehilangan shalat awal waktu. Dengan takjub Ibnu Abbas bertanya, apakah anda berpikir mengerjakan shalat awal waktu di tengah-tengah tebasan pedang? Imam berkata, Untuk apa kita memerangi mereka? Apakah kita tidak memerangi mereka untuk menunaikan shalat?

Putra Ka’bah ini senantiasa bergerak dengan poros kebenaran. Imam Ali dengan segenap wujudnya adalah taat hukum dan pelaksana hukum Ilahi serta tidak berat sebelah di masalah ini. Jika seseorang melanggar hukum, tanpa mengindahkan posisi dan jabatannya, ia akan melaksankaan hukum kepada pelaku dan ia tidak menerima mediator atau syafaat.

Di sisi lain, Imam Ali sangat teliti dan disiplin serta mencegah orang lain tidak disiplin. Di akhir umurnya, Imam Ali mewasiatkan pengikutnya untuk disiplin dan mengerjakan pekerjaan di waktunya. Imam Ali bersabda, “اوصیکُم بِتَقْوَی اللّه‏ وَ نَظمِ اَمْرِکُم”

 

Hari ini tepat tanggal 15 Rajab, kita memperingati wafatnya Sayidah Zainab al-Kubra binti Ali bin Abi Thalib as. Beliau adalah wanita agung yang memainkan peran besar dalam perjalanan sejarah Islam saat membela keadilan, kebenaran dan ajaran Allah dengan penuh kesabaran. Ketabahannya menghadapi berbagai musibah dan bencana sangat mengagumkan.

Nama Zainab selalu disebut kala kisah Karbala diungkap. Beliaulah yang memikul misi melanjutkan perjuangan Imam Husein dalam membela kebenaran dan agama Allah. Perjuangan Zainab sarat dengan derita dan musibah. Tak salah jika beliau menjadi simbol ketegaran dalam perjuangan.

Saat terjadinya peristiwa pembantaian keluarga Nabi di padang Karbala dan rangkaian peristiwa yang terjadi setelahnya, Zainab as menunjukkan perilaku yang bersumber dari keimanan dan makrifat yang dalam. Semua yang dilakukannya dalam membela kebenaran adalah demi mengharap ridha Allah Swt dan karena kecintaannya kepada Sang Maha Esa. Demi menjalankan perintah Allah, beliau rela meninggalkan kehidupannya yang nyaman di Madinah untuk pergi mengikuti saudaranya dalam sebuah safari penuh duka.

Zainab menyertai Imam Husein dalam sebuah gerakan kebangkitan besar untuk menghidupkan ajaran Nabi yang sudah disimpangkan dan menegakkan amar makruf dan nahi munkar. Imam Husein juga menyebut kebangkitannya ini dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi umat Islam. Sebab, di masa itu dasar-dasar pemikiran Islam terancam diselewengkan oleh penguasa bani Umayah.

Penguasa waktu itu yang berkuasa atas nama agama padahal mereka tidak patuh melaksanakan perintah agama. Bisa dikata, gerakan Imam Husein ibarat percikan api yang menggugah kesadaran umat dan menggelora setelah Zainab al-Kubra dan Imam Sajjad as mengungkap kebobrokan bani Umayah dan menyadarkan umat akan ajaran Nabi yang benar.


Pidato-pidato yang disampaikan Zainab as setelah peristiwa Karbala memiliki kesamaan dalam satu hal, yaitu penekanannya pada logika dan rasionalitas. Dengan itu, beliau menjelaskan kepada masyarakat umum akan tujuan dari kebangkitan Imam Husein as dengan disertai argumentasi yang kokoh. Di Kufah maupun di istana Yazid di Damaskus, putri Ali ini menjelaskan apa yang terjadi di tengah masyarakat Islam saat itu dengan ungkapan yang indah dan tegas.

Beliau menggugah akal umat untuk menghakimi sendiri apa yang terjadi. Zainab as meyakini bahwa Imam Husein bukan milik kelompok, daerah atau waktu tertentu. Husein as adalah gerakan sejarah. Untuk itu, beliau dalam banyak kesempatan menerangkan misi kebangkitan saudara dan imamnya itu untuk menggugah umat dan mereka yang tertindas agar bangkit melawan kezaliman.

Sekitar 14 abad sudah berlalu dari tragedi Karbala. Namun sampai saat ini, peristiwa agung itu tetap mengilhami kebangkitan kaum tertindas dan para pejuang kebenaran. Tak syak bahwa kebangkitan Islam yang kita saksikan saat ini di berbagai belahan dunia Islam terinspirasi oleh gerakan Imam Husein as di Karbala.

Keistimewaan lain dari gerakan pencerahan Zainab as adalah ketepatan dalam mengenal waktu dan kesempatan. Beliau mengenal dengan baik seluruh dimensi peristiwa Karbala dan rangkaian peristiwa setelahnya. Di saat banyak tokoh zaman itu yang meski dikenal dengan kedalaman ilmu dan keberanian meragukan misi gerakan Imam Husein sehingga membuat mereka enggan terlibat dan membantu beliau, Zainab justeru membulatkan tekad untuk menyertai saudaranya dalam perjuangan ini. Zainab tahu bahaya dan kesulitan yang ada. Namun semua itu tak membuat tekadnya mengendur untuk tetap mendampingi al-Husein as.

Zainab al-Kubra dikenal dengan kefasihan lisan dan ketinggian makrifatnya. Dengan bekal kefasihan dan makrifat itulah beliau memberikan pencerahan kepada umat. Tema-tema yang dibicarakannya dalam berbagai kesempatan di Kufah dan di Syam adalah soal nilai-nilai agama yang sudah dilupakan atau mulai dicampakkan oleh kaum Muslimin. Beliau mencela umat yang bungkam menyaksikan kejahatan Bani Umayah. Dengan kepiawaiannya dalam berpidato, Zainab mencegah pemutarbalikan fakta yang dilakukan oleh penguasa Syam dan kaki tangannya.

Kisah masuknya rombongan tawanan Karbala yang terdiri dari keluarga suci Nabi yang rata-rata perempuan dan anak kecil dalam kondisi kaki dan tangan terbelenggu ke kota Kufah merupakan pentas kesedihan tersendiri. Beberapa tahun sebelumnya, kota itu adalah markas para pencinta Ahlul Bait.

Di sanalah Zainab al-Kubra menangkis konspirasi Ubaidillah bin Ziyad yang berusaha mengesankan keluarga Nabi sebagai kelompok pemberontak yang memecahbelah persatuan umat. Dengan kesabaran yang tiada tara, Zainab menjelaskan kepada umat akan apa sebenarnya yang terjadi dan misi apa yang diperjuangkan oleh Imam Husein as. Kesabaran putri Ali itu adalah bagian dari perjuangan dan aksinya dalam melawan penguasa yang zalim.


Dalam khotbahnya, Zainab menerangkan kedekatan hubungannya dengan Nabi Saw dengan menyebut beliau dengan sebutan ayah. Dengan cara ini, Zainab menggugah kesadaran umat akan siapa sebenarnya tawanan Karbala ini yang tak lain adalah anak cucu Nabi Saw. Beliau lantas menyinggung pengkhianatan warga Kufah.

Dengan kata-kata yang indah memukau dan tajam, Zainab menjelaskan kejahatan besar apa yang telah dilakukan warga Kufah terhadap keluarga Nabi. Dalam salah satu penggalan khotbahnya yang menjelaskan pedihnya tragedi Karbala, Zainab berkata, "Hampir saja langit terbuka, bumi terbelah dan gunung berhamburan. Bukan hal yang mengherankan jika langit menurunkan tetesan-tetesan darah karena kepedihan duka ini."

Hal lain yang dilakukan Zainab dalam mengenalkan misi pengorbanan Imam Husein adalah dengan menggelar acara berkabung saat berada di Syam, pusat kekuasaan Bani Umayah. Acara berkabung itu menimbulkan kesan yang sangat dalam sehingga mereka yang menyaksikan atau mendengarnya terbakar kesedihan yang berujung pada gejolak umum untuk menyerang Yazid bin Muawiyah. Untuk menunjukkan kesedihan yang dalam, Zainab memerintahkan untuk memasang kain hitam supaya masyarakat mengetahui bahwa putra-putri Fathimah sedang berkabung.

Bagi pihak musuh, apa yang dilakukan srikandi Karbala ini terkesan kecil dan remeh. Namun tanpa mereka sadari, kesan yang ditimbulkannya sangat besar dan berhasil melahirkan gelombang penentangan terhadap kekuasaan Bani Umayah. Zainab hanya bertahan hidup setahun setelah peristiwa Karbala. Namun dalam masa yang singkat itu, setiap kesempatan selalu beliau manfaatkan untuk menerangkan misi kebangkitan Imam Husein yang berujung pada kesyahidan beliau di Karbala. Sosok Zainab menjadi teladan sepanjang sejarah untuk rasionalitas, ketegaran, keberanian, semangat, ketegasan dan kebesaran jiwa.

Dengan mengucapkan bela sungkawa atas peringatan wafatnya wanita suci cucu tercinta Nabi ini, sangat tepat bila kita menyimak bersama penggalan dari kata-kata Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayid Ali Khamenei mengenai Zainab al-Kubra as. Beliau mengatakan, "Zainab adalah sosok wanita Muslimah teladan dalam bentuknya yang sempurna. Artinya, ini adalah teladan yang diperkenalkan Islam kepada semua orang dalam mendidik perempuan. Zainab memiliki kepribadian multi dimensi.

Beliau adalah sosok yang pandai, berpengalaman, memiliki makrifat yang tinggi dan manusia yang menonjol. Siapa saja yang berhadapan dengannya akan tertunduk menyaksikan keagungan ilmu dan jiwanya... Zainab mengkombinasikan antara emosi dan afeksi dengan keagungan dan kekokohan hati seorang insan yang mukmin... Keberserahandirinya kepada rahmat Ilahi yang memberinya keagungan telah membuat segala derita dan musibah besar nampak kecil dan kerdil di matanya. Musibah besar seperti yang terjadi di hari Asyura tak mampu melumpuhkan Zainab.."

Kamis, 16 Februari 2023 17:23

Pesan Universal Pengutusan Rasulullah Saw

 

Muhammad Saw – beberapa tahun sebelum pengangkatan – selalu berdiam diri di Gua Hira selama satu bulan di sepanjang tahun. Ia duduk di atas bongkahan batu sambil menatap bintang-bintang dan keindahan kota Makkah.

Ia duduk di sana merenungkan keagungan badan manusia, bumi, pepohonan dan tanaman, binatang, gunung-gunung dan ngarai, lautan yang luas dan gelombang yang menderu. Muhammad Saw bersujud di hadapan kekuasaan dan keagungan Sang Pencipta alam semesta.

Muhammad Saw juga gelisah dengan orang-orang yang menyembah berhala dan meninggalkan Sang Pencipta. Ia kadang memikirkan fenomena penindasan yang dilakukan oleh para pembesar kaum dan orang kaya terhadap masyarakat lemah dan miskin serta mencari solusinya. Saat rasa lelah menghadapi kondisi kala itu menderanya, Muhammad Saw akan bersimpuh di hadapan Allah Swt serta larut dalam ibadah dan munajat. Ia meminta bantuan Tuhan untuk mengakhiri penyimpangan akidah dan problema sosial dan moral masyarakat.

Setelah mengakhiri masa 'itikaf satu bulan di Gua Hira, Muhammad Saw kembali ke kota Makkah dengan hati yang tenang, wajah yang bercahaya, dan penuh optimis. Ia kemudian melakukan thawaf di Ka'bah dan selanjutnya pulang ke rumah untuk memulai rutinitas kehidupan. Muhammad Saw diutus menjadi Rasul pada usia 40 tahun ketika sedang berkhalwat di Gua Hira. Malaikat Jibril datang dan membawa wahyu kepadanya sambil berkata, "Bacalah!" "Aku tidak bisa membaca," jawab Muhammad.

"Bacalah," ulang Malaikat Jibri. Tapi Muhammad terus memberi jawaban yang sama sampai tiga kali dan akhirnya ia pun berkata, "Apa yang harus kubaca?" Jibril menjawab, "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."

Inilah wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw dan inilah momen pengangkatan beliau sebagai Rasulullah, utusan Allah kepada seluruh umat manusia. Keagungan dan kandungan wahyu membuat tubuh Muhammad gemetar dan mengucurkan banyak keringat, dan ia pun kembali ke rumahnya.

Setelah menguasai dirinya, Muhammad menyaksikan gunung, bebatuan, dan apa saja yang dilewatinya menyampaikan salam kepadanya dan mereka berkata, "Salam atasmu wahai Muhammad. Salam atasmu wahai Wali Allah. Salam atasmu wahai Rasulullah. Berbahagialah karena Tuhan memberikan keutamaan dan keindahan kepadamu dan memuliakanmu atas segenap manusia dari yang pertama sampai yang terakhir. Orang yang utama adalah ia yang diberikan keutamaan oleh Tuhan dan orang yang terhormat adalah ia yang diberikan kehormatan oleh Tuhan. Jangan gelisah, Allah akan segera mengantarkanmu ke derajat yang paling tinggi dan kedudukan yang paling mulia." (Bihar al-Anwar, jilid 18)


Risalah kenabian Muhammad Saw memiliki keistimewaan yang khas dibanding risalah para nabi sebelumnya. Ciri khas risalah Rasul Saw adalah sebagai penutup, penghapus risalah sebelumnya, penyempurna risalah para nabi terdahulu, ditujukan untuk seluruh umat manusia, dan sebagai rahmat bagi semesta alam. Ciri-ciri ini dimiliki oleh Nabi Muhammad dan tidak dimiliki oleh para nabi sebelumnya. Risalah para nabi terdahulu hanya untuk kaum tertentu saja dan sesuai dengan kondisi pada masa itu. Sementara risalah Nabi Muhammad Saw diperuntukkan bagi seluruh umat manusia dan berlaku hingga akhir zaman.

Allah Swt mengangkat Muhammad al-Amin sebagai manusia yang paling layak dan paling sempurna. Muhammad Saw adalah sosok manusia sempurna dan moderat, di mana tidak pernah berbuat sesuatu secara ifrat (berlebihan) dan tafrit (pengurangan). Muhammad Saw diutus untuk menyelamatkan manusia yang tenggelam dalam penyembahan berhala dan kebodohan. Dengan bantuan akal dan fitrah mereka sendiri, ia membimbing masyarakat ke jalan tauhid dan meninggalkan berhala.

Pesan utama dan terpenting dari pengutusan Muhammad Saw adalah prinsip tauhid. Prinsip ini bersifat universal sehinggal Islam dikenal sebagai agama tauhid. Para nabi terdahulu juga membawa ajaran tauhid seperti yang disebutkan dalam suarat Al-Anbiya ayat 25, "Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya; "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku."

Tauhid tentu saja bukan satu-satunya solusi untuk menyelesaikan krisis-krisis di era Jahiliyah. Tauhid berarti membenci, menjauhi, dan menghapus segala bentuk syirik, menolak semua bentuk kezaliman, dan tidak mengandalkan semua kekuatan lain selain kekuasaan Allah. Tauhid seperti inilah yang sangat dibutuhkan oleh manusia modern.

Di antara misi pengutusan Nabi Muhammad Saw adalah menegakkan keadilan di tengah masyarakat. Dalam surat Al-Hadid ayat 25, Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan." Untuk menciptakan keadilan di masyarakat, pertama-tama harus mengenal keadilan itu sendiri dan kemudian motivasi untuk melaksanakannya di tengah masyarakat.

Rasulullah Saw telah memperjelas masalah keadilan baik secara teoritis maupun praktis. Semua manusia sama kedudukannya di hadapan beliau. Nabi Muhammad – tanpa alasan yang pantas – tidak pernah memuliakan seseorang dari yang lain atau merendahkan seseorang. Beliau bahkan mengarahkan pandangannya ke masyarakat secara adil. Demikian juga ketika mendengarkan pembicaraan masyarakat.

Para sahabat berkisah bahwa Rasulullah Saw menyimak pendapat kami sedemikian rupa sehingga kami berpikir beliau tidak mengerti apa-apa dan baru pertama kali mendengarnya. Padahal, beliau adalah sosok manusia sempurna yang selalu ditemani oleh Jibril.

Pendidikan dan pengajaran merupakan pilar utama kebahagiaan individu dan masyarakat. Semua nabi diutus untuk membimbing manusia ke jalan kebahagiaan dan kesempurnaan. Mereka adalah para guru dan pendidik sejati, di mana mengajarkan makrifat dan hukum-hukum Tuhan kepada manusia dengan ucapan dan amalan. Para nabi tidak pernah mengenal lelah dalam berdakwah demi menghapus kerusakan dan kebobrokan dari masyarakat.

Rasulullah Saw membaktikan seluruh hidupnya untuk mendidik dan membimbing masyarakat. Di tengah berkecamuknya Perang Uhud dan ketika beliau terluka parah dan giginya patah, sekelompok sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, kutuklah mereka! Engkau berjuang untuk membimbing dan menyelamatkan mereka, tapi mereka justru berperang denganmu!" Rasul Saw kemudian meletakkan patahan giginya di telapak tangan dan mengangkat kedua tangannya ke langit sambil berseru,"Ya Allah! Berilah mereka petunjuk, tunjuklah jalan kepada mereka. Mereka tidak mengetahui."

Masjid Nabawi, Madinah Munawwarah.
Dalam peristiwa Perang Badar, ketika para tawanan yang terikat rantai dibawa menghadap Rasulullah Saw, sebuah senyuman tersungging di bibir beliau. Salah satu tawanan kemudian berkata, "Seharusnya engkau tertawa karena telah mengalahkan kami dan sekarang kami menjadi tawananmu." Rasul bersabda, "Jangan salah! Senyuman saya, bukan senyuman kemenangan dan penaklukan, tapi ini karena harus mengantarkan orang-orang seperti kalian ke surga dengan rantai. Saya ingin menyelamatkan kalian dan kalian melakukan perlawanan terhadap saya, dan kalian menghunus pedang!"

Rasulullah telah mengubah gaya hidup dan hubungan kemanusiaan, budaya politik, budaya pemerintahan dan lain-lain. Beliau membuat masyarakat punya jati diri dan kepribadian, serta menjadikan mereka lebih bertanggung jawab. Rasul bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.”

Allah Swt telah menciptakan manusia dengan berbagai potensi dan kapasitas. Akal dan fitrah adalah dua sarana internal untuk memperoleh kemuliaan material dan spiritual. Namun mengingat akal dengan sendirinya tidak cukup untuk meniti jalan menuju Tuhan, maka Dia mengutus para nabi sebagai pembimbing eksternal, dan tentu ini tidak menciderai orisinalitas akal dan kedudukannya. Rasulullah Saw juga memberikan perhatian khusus kepada akal, ilmu pengetahuan, dan orisinalitas akal.

Akhir kata, peringatan hari pengutusan Rasulullah Saw merupakan sebuah kesempatan untuk kembali mendalami ajaran-ajaran Islam – penjamin kebahagiaan – dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad. Masyarakat modern harus kembali ke jalan Rasulullah Saw untuk menyingkirkan sifat-sifat syirik dari dalam diri dan menolak hegemoni asing.