کمالوندی

کمالوندی

Selasa, 22 Desember 2015 08:12

Abdul Mutthalib Wafat

Tanggal 10 Rabiul Awal 45 tahun sebelum Hijrah, Abdul Muthalib, kakek Rasulullah Saw , meninggal dunia di Mekah.

Beliau adalah pembesar kaum Quraisy pada masa sebelum lahirnya Islam. Abdul Muthalib adalah pengurus Ka'bah dan pemberi air serta makanan kepada para peziarah Ka'bah.

Pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang amat dihormati dan karena itulah keluarga Abdul Muthalib memiliki posisi yang tinggi tengah masyarakatnya. Anak Abdul Muthalib di antaranya adalah Abdullah, ayah Rasulullah Saw dan Abu Thalib, paman Rasulullah.

Selasa, 22 Desember 2015 08:11

Aku Adalah Orang yang Bodoh

Muawiyah, penguasa zalim, senantiasa melakukan propaganda besar-besaran anti keluarga Rasulullah Saw untuk mendapatkan simpati dan posisi. Dan kebetulan usahanya ini berhasil. Karena ia memiliki banyak uang sekaligus kekerasan dan masyarakat yang bodoh mengikutinya.

Salah satu di antara orang-orang yang bodoh ini adalah penduduk Syam. Suatu hari di tengah jalan ia melihat Imam Hasan as. Dengan tanpa pendahuluan ia bersikap kurang ajar kepada Imam Hasan as. Dengan tanpa segan-segan lelaki tersebut mencela Imam Hasan sekaligus menjelek-jelekkan ayah beliau [Imam Ali as].

Imam Hasan yang terkenal dengan kesabarannya, diam di hadapan lelaki bodoh ini. Lelaki inipun mengatakan apa saja yang diinginkannya.

Kemudian Imam Hasan berkata, “Hai lelaki! Pasti engkau punya masalah sehingga kau tidak bisa bertahan lagi dan begitu besar masalahmu sehingga engkau kehilangan kendalimu. Demi Allah, aku bisa membantumu. Bila engkau menginginkan sesuatu, aku akan memberikannya padamu. Bila engkau punya hutang, maka aku akan membayarnya. Bila engkau punya masalah, maka aku akan menyelesaikannya...”

Lelaki warga Syam ini sejenak keheranan dan tidak percaya. Ia memandang Imam Hasan. kemudian dengan suara gemetar karena malu berkata, “Wahai putra Rasulullah! Demi Allah, Anda adalah khalifah Allah yang sebenarnya di muka bumi!”

Pada saat itu kesumpekannya pecah, sambil menangis ia berkata, “Aku adalah orang yang bodoh dan dungu yang tertipu oleh propaganda Muawiyah dan kroni-kroninya. Sehingga aku menghina hamba Allah yang suci dan pemaaf seperti itu.”

Lelaki itu tidak bisa menahan tangisannya dan berkata, “Demi Allah, beberapa detik yang lalu Anda dan ayah Anda adalah orang yang paling hina dalam pandangan saya. Namun sekarang saya tidak mengenal orang yang lebih tercinta dari Anda.”

 

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Hasan as.

Selasa, 22 Desember 2015 08:10

Katakanlah Padaku, Apa yang Harus Kulakukan?

Seorang lelaki datang menemui Rasulullah Saw dan berkata, “Wahai Rasulullah! Saya hari ini telah berbuat dosa, saya telah bersikap bodoh dan saya telah membatalkan puasaku. Sekarang saya menyesali perbuatanku dan saya bertaubat. Tapi saya sekarang datang kepada Anda. Silahkan katakan padaku, apa yang harus saya lakukan untuk menebus dosa ini?

Rasulullah Saw bersabda, “Semoga Allah merahmatimu. Allah mencintai orang-orang yang bertaubat. Sekarang engkau bisa membeli seorang tawanan atau budak dan bebaskannlah di jalan Allah sebagai kaffarah [tebusan] dari dosa ini!”

Lelaki tersebut berkata, “Kondisi keuanganku krisis dan saya tidak bisa membeli seorang budak.”

Rasulullah bersabda, “Kalau begitu berpuasalah selama enam puluh hari berturut-turut!”

Lelaki tersebut berkata, “Saya tidak bisa berpuasa sebanyak ini.”

Rasulullah Saw bersabda, “Berilah makan kepada enam puluh orang miskin!”

Lelaki tersebut berkata, “Saya juga tidak punya kemampuan untuk melaksanakan hal ini.”

Rasulullah Saw diam sejenak. Seketika itu datang seorang lelaki menemui Rasulullah Saw dan memberikan sekeranjang kurma kepada beliau. Rasulullah Saw memberikan kurma itu kepada lelaki tersebut seraya bersabda, “Kalau begitu, bawalah kurma ini dan bagi-bagikan kepada orang-orang miskin!”

Lelaki tersebut berkata, “Wahai Rasulullah! Demi Allah, di kota ini tidak ada orang yang lebih miskin dariku.”

Rasulullah Saw tertawa dan bersabda, “Baiklah. Bawalah kurma ini ke rumahmu dan bagikan kepada istri dan anak-anakmu!”

Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.

Selasa, 22 Desember 2015 08:09

Makna Iman

Seorang lelaki menemui Imam Ali as dan meminta agar menjelaskan makna imam secara detil kepadanya. Imam Ali as berkata, “Besok datanglah ke masjid dan aku akan menjawab pertanyaanmu di tengah-tengah masyarakat. Karena bila engkau melupakan penjelasanku, maka yang lainnya bisa mengingatkanmu.”

Keesokan harinya, setelah mengerjakan shalat, Imam Ali as berkata, “Wahai orang-orang, ketahuilah bahwa iman tegak di atas empat fondasi:

 

1. Sabar

2. Yakin

3. Keadilan

4. Jihad

 

Sabar punya empat syarat:

1. keinginan

2. Takut

3. Ketakwaan

4. Menanti

 

Yakin memiliki empat syarat:

1. Pandangan hidup dan kewaspadaan

2. Sampai pada hikmah

3. Menerima nasihat dari hikmah-hikmah

4. Memperhatikan cara orang-orang terdahulu

 

Keadilan sendiri juga memiliki empat syarat:

1. Teliti dalam memahami masalah

2. Berpikir tentang ilmu dan pengetahuan

3. Menghukumi dengan benar

4. Kekokohan dan keteguhan

 

Dan terakhir, jihad memiliki empat syarat:

1. Amar makruf (menyuruh yang makruf)

2. Nahi mungkar (melarang yang mungkar)

3. Bersikap satria di medan perang

4. Menyimpan dendam pada musuh (IRIB Indonesia / Emi Nur Hayati)

 

 Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ali as

Selasa, 22 Desember 2015 08:08

Zahra yakni Bercahaya

Seorang lelaki datang menemui Imam Baqir as dan bertanya, “Mengapa nenek Anda, Sayidah Fathimah as diberi gelar “Zahra”?

Beliau menjawab, “Karena Allah menciptakannya dari cahaya keagungan-Nya dimana langit dan bumi menjadi terang karenanya; sehingga para malaikat langit merasakan pengaruh cahaya tersebut dan bersujud seraya berkata, “Ya Allah, cahaya apakah ini?

Allah berfirman, “Sebuah cahaya yang aku ciptakan dari cahaya-Ku sendiri dan Aku menetapkan sebuah rumah di langit untuknya. Dia adalah anak sebaik-baik nabi-Ku dan Aku akan mengeluarkan dari cahaya ini para imam dan pemimpin agama, supaya mengarahkan masyarakat ke arah kebenaran. Mereka adalah para penerus nabi-Ku.”

Selasa, 22 Desember 2015 08:07

Jawaban Imam dan Muawiyah yang Malu

Beberapa lama syahadahnya Imam Ali as telah berlalu. Muawiyah waktu itu menguasai pemerintahan Islam dan mengangkat Marwan sebagai gubernur Madinah. Suatu hari Muawiyah menulis surat untuk Marwan. Dalam surat itu memerintahkan Marwan yang tertulis, “...Hai Marwan! Lamarlah Putri Abdullah bin Ja’far [keponakan Imam Ali as] untuk putraku [Yazid] dan katakan kepada ayahnya, seberapapun dia meminta mahar, aku akan terima. Seberapapun dia mempunyai hutang, aku akan membayarnya. Selain itu, ikatan perkawinan ini akan menjadi perdamaian antara Bani Umayyah [keluarga Muawiyah] dan Bani Hasyim [keluarga Rasulullah Saw].

Setelah membaca surat tersebut, Marwan pergi menemui Abdullah dan melamar putrinya. Abdullah menjawab, “Untuk urusan wanita-wanita kami ada di tangan Hasan bin Ali. Kita harus menemuinya.”

Marwan pergi menemui Imam Hasan as dan menjelaskan perkaranya. Imam Hasan as berkata, “Ikatan perkawinan ini berhubungan dengan dua kabilah Bani Umayah dan Bani Hasyim. Oleh karena itu, kumpulkan dua kabilah ini di masjid sehingga aku sampaikan pendapatku di tengah-tengah mereka.

Para pembesar kabilah berkumpul di masjid. Imam meminta Marwan untuk menjelaskan keinginan Muawiyah. Marwan berdiri dan berkata, “Wahai warga Madinah! Wahai para pembesar Bani Hasyim dan Bani Umayah! Amirul Mukminin Muawiyah memerintahkan saya melamar Zainab, putri Abdullah bin Ja’far untu Yazid bin Muawiyah...perkawinan dua orang ini akan memiliki kebaikan dan keberkahan. Karena;

1. Maharnya, seberapun besarnya kami akan menerima.

2. Kami akan membayar hutang-hutang ayahnya.

3. Ikatan perkawinan ini akan menyebabkan perdamaian dan persabatan dua kabilah Bani Umayah dan Bani Hasyim.

4. Yazid putra Muawiyah akan menjadi menantu yang tidak ada duanya bagi Bani Hasyim dan perkawinan dua orang ini, sebelum menjadi kebanggaan bagi Yazid, telah menjadi kebanggaan juga bagi kalian. Yazid adalah orang yang karena keberkahan wujudnya, hujan turun dari kumpulan awan dan ...”

Kemudian diam dan duduk di sebuah sudut. Sekarang giliran Imam Hasan as berbicara. Beliau berdiri. Setelah mengucapkan pujian kepada Allah Yang Maha Pengasih, beliau berkata, “Marwan melamar putri Abdullah untuk Yazid. Namun sebagai jawabannya, saya katakan:

1. Terkait mahar, pendapat kami adalah pendapat dan Sunnah Rasulullah Saw dan mahar yang kami inginkan tidak akan berupa mahar yang telah menjadi tradisi sebelum zaman Rasulullah Saw.

2. Apakah selama ini merupakan sebuah tradisi bahwa wanita-wanita kami harus membayar hutang-hutang ayahnya?

3. Terkait perdamaian dua kabilah; permusuhan kami dan kalian karena Allah dan di jalan-Nya. Dengan demikian, kami tidak akan berdamai dengan kalian karena dunia.

4. Bila kedudukan khilafah lebih tinggi dari nubuwah [kenabian], maka kami harus bangga pada Yazid. Tapi bila posisi nubuwah lebih tinggi dari posisi khilafah, maka ia harus bangga pada wujud kami. Karena kami adalah bagian dari keluarga nubuwah.

Hai Marwan! Ketahuilah bahwa karena wujudnya keluarga Rasulullah Saw awan turun sebagai hujan ke bumi, bukan karena Yazid...namun tidak masalah bila engkau ketahui bahwa kami telah memutuskan untuk menikahkan Zainad dengan putra pamannya Qasim bin Muhammad dan saya menetapkan tanah ladang pertanian yang saya miliki di Madinah sebagai maharnya. Dan tanah inilah yang akan menjamin kehidupan mereka dan tidak memerlukan pemberian orang lain!”

Marwan yang benar-benar merasa malu berkata, “Wahai Bani Hasyim! Beginikah kalian menjawabku? Layakkah sikap kalian yang demikian ini pada gubernur Madinah dan kalian menjawab satu-satu setiap dari ucapannya?”

Imam Hasan as berkata, “Iya. Setiap dari ucapan Anda memerlukan jawaban yang tepat.”

 

Marwan yang benar-benar telah putus asa menulis surat untuk menjawab surat Muawiyah dan menjelaskan semua kejadian untuknya. Ketika Muawiyah membaca surat Marwan, berkata, “Kami telah melamar mereka, mereka menolak. Tapi bila mereka melamar kami, maka kami akan menerima!”

Selasa, 22 Desember 2015 08:06

Dosamu Besar; Tapi...

Seorang lelaki datang menemui Rasulullah Saw dan masuk Islam. Rasulullah Saw berdoa untuknya dan mohon agar Allah menjadikannya sebagai seorang mukmin. Orang lelaki yang kini telah menjadi Muslim itu kembali ke kabilahnya dengan senang hati.

Beberapa lama kejadian ini berlalu. Lelaki ini kembali lagi datang menemui Rasulullah Saw dan berkata, “Wahai Rasulullah! Setelah saya menerima ajakanmu, Anda memohonkan akibat yang baik untukku. Sekarang saya ingin tahu, apakah taubat saya akan diterima?”

Rasulullah Saw bersabda, “Allah Maha Penerima taubat!”

Lelaki ini berkata, “Namun dosaku sangat besar.”

Rasulullah Saw bersabda, “Ah, kamu! Ampunan dan kasih sayang Allah itu lebih besar! Sekarang katakan apa dosamu?”

Lelaki ini malu dan sedih lalu menundukkan kepalanya. Setelah diam agak lama ia berkata, “Beberapa tahun yang lalu saya melakukan bepergian dalam waktu yang lama. Waktu itu istri saya hamil. Setelah empat tahun saya kembali dan tahu bahwa istri saya melahirkan anak perempuan. Saya mengambil keputusan sesuai adat kabilah untuk menguburnya hidup-hidup. Karena dia adalah seorang anak perempuan dan kabilah saya menilai bahwa anak perempuan itu memalukan. Oleh karena itu pagi-pagi saya membawa anak perempuanku ke sebuah lembah. Ketika saya menggali kuburan untuknya, dengan anggapan saya akan bermain dengannya, dia juga membantu saya menggali kubur. Setelah lubang galian cukup ukurannya, saya meletakkannya di liang kubur tersebut. Dia menangis karena ketakutan. Dengan sikap tak peduli pada tangisan dan permohonannya, saya menaburkan tanah padanya, sampai akhirnya terpendam oleh tanah sepenuhnya dan ....” lelaki ini tak mampu lagi melanjutkan kata-katanya.

Rasulullah Saw benar-benar sedih. Sambil mengusap air matanya, beliau bersabda, “Hai lelaki! Dosamu sangat besar. Namun bila rahmat Allah tidak meliputimu, maka pada saat itu juga Allah akan membalas dendamnya anak perempuan yang tak berdosa itu padamu.

Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.

Dikatakan, “Jihadul  Mar’ati Husnut Taba’ul” Jihadnya wanita adalah berbakti pada suami. (Kafi, Kitab al-Jihad, Bab Jihad ar-Rajuli wa al-Mar’ati) Husnut Taba’ul itu apa? (18/7/81) Di masa rezim zalim [Shah Pahlevi] (11/7/81) ketika saya dan orang-orang seperti saya berada di medan perjuangan, pemerintah cepat atau lambat akan menyoroti dan menemukan kami. Mereka mengirim antek-anteknya untuk mendatangi kami dan menyeret kami dari rumah-rumah kami. Di depan mata istri dan anak-anak mereka membawa kami ke tempat-tempat penyiksaan SAVAK. Saya pernah mengalami dipenjara, saya bertahan menghadapi penyiksaan mereka. Namun saya tahu bahwa yang lebih banyak tersiksa adalah nyonya; kekhawatiran, ketakutan, degdegan, kepanikan dan kesedihan tidak membuatnya tenang sedikitpun. Saya mengetahui hal ini. Bahkan ketika di penjara, di sel individu, ketika saya berpikir, saya tahu bahwa kondisi mereka lebih buruk dari kondisi saya. Hati saya terbakar karena mereka. Saat saya keluar [dari penjara] ketika saya bertanya, meskipun tidak ingin mengatakannya, namun saya tahu apa yang telah berlalu pada mereka. Seseorang merawat beberapa anak kecil, tidak ada penghasilan, tidak ada uang, tidak ada fasilitas yang memudahkan, tidak ada keamanan; apalagi beberapa orang menyalahkannya, ini lebih buruk lagi. Di rumah sendirian, tanpa suami; kondisi ayahnya anak-anak juga tidak jelas bagaimana; mereka lebih banyak merasa tersiksa. (2/7/83)

Sebagian dari ibu-ibu ketika datang ke penjara menjenguk suaminya, kepada mereka suaminya bertanya, “Apa Kabar?” Menjawab, “Sangat baik.” Tidak ada masalah keuangan? Menjawab, “Tidak. [kondisi keuangan] juga sangat baik.” Anak-anak tidak sakit? Mengapa engkau tidak membawa mereka? Menjawab, “Mereka sedang bermain dan sehat-sehat saja.” Saya katakan, jangan sampai saya membuat mereka tersiksa. Kemudian ternyata selama sebulan anak-anak kondisinya tidak sehat. Istri ini tidak mengizinkan suaminya di dalam penjara tahu bahwa anaknya tidak sehat supaya suaminya jangan sampai khawatir.

Suami bertanya, “Engkau sendiri gimana? Dan sang istripun menjawab, “Sangat baik dan kondisiku juga baik.” Padahal sang istri sendiri membutuhkan perawatan. Kita juga punya yang seperti ini. Semua ini merupakan bantuan [dari istri]. Sebagian istri juga ada yang tidak demikian. Ketika mengunjungi, tujuan utamanya adalah menyampaikan sambatan dan keluhan; Kamu tidak ada-lah, kami tidak punya uang-lah, kami tidak punya roti-lah, tidak ada orang yang perhatian pada kami-lah, anak-anak mencari ayahnya, sekolahnya ngomong demikian. Orang yang dipenjara itu sendiri punya ribuan masalah di dalam penjara, dari luar hatinya dipenuhi dengan kesedihan, otomatis semangatnya akan melemah. Bila di sana [penjara] ia tidak memutuskan untuk menulis surat penyesalan agar terbebaskan dari penjara, pasti giliran berikutnya bila ingin mengambil sebuah langkah penting, maka tangan dan kakinya akan gemetaran [mengalami kegoyahan]. (11/7/81)

 

Peran Para Wanita Dalam Revolusi

Sejak awal revolusi para wanita memainkan salah satu peran yang paling menonjol dalam revolusi ini. Selain dalam revolusi itu sendiri, juga dalam peristiwa delapan tahun pertahanan suci yang sangat besar [perang yang dipaksakan oleh rezim Saddam selama delapan tahun], peran para ibu, peran para istri, bila tidak lebih berat, tidak lebih menyakitkan dan tidak lebih memerlukan kesabaran dari peran para pejuang, pasti tidak lebih kecil darinya. Seorang ibu yang mendidik pemudanya, kesayangannya dan sekuntum bunganya yang berusia delapan belas tahun, dua puluh tahun, kurang atau lebih [dari itu usianya]. Ia telah berhasil mendidik anaknya dengan kasih sayang keibuannya, kemudian mengirimnya ke medan perang yang tidak jelas, apakah jasadnya akan kembali atau tidak. Betapa jauhnya perbandingan antara ini dengan kepergian pemuda itu sendiri! Iya pemuda ini bergerak dan pergi dengan semangat muda disertai dengan keimanan dan jiwa revolusioner. Pekerjaan ibunya bila tidak lebih besar dari pekerjaan pemuda itu, maka tidak lebih kecil darinya. Ketika jasadnya dikembalikan, sang ibu bangga bahwa anak saya telah mencapai syahadah. Apakah ini hal kecil? Ini adalah gerakan sebagai wanita. Gerakan model Zainab [cucu Rasulullah Saw] dalam  revolusi kita. (1/2/89)

Anak manusia pilek, dua kali batuk, betapa kita merasa khawatir? Seorang anak manusia pergi dan terbunuh, yang kedua pergi dan terbunuh, yang ketiga pergi dan terbunuh; apakah ini candaan? Dan sang ibu ini dengan emosional keibuannya yang normal dan penuh semangat memainkan perannya sedemikian rupa sehingga seratus ibu lainnya tersemangati untuk mengirim anaknya ke medan perang. Bila ibu-ibu ini ketika jasad anak-anaknya datang atau bahkan tidak datang, kemudian mengeluh dan melakukan protes pada Imam [Imam Khomeini] dan protes pada perang, pasti perang di tahun-tahun pertama dan di tahap pertama akan kalah. Inilah peran ibu-ibu syuhada.

Para istri syuhada yang sabar, istri-istri yang masih muda kehilangan suami-suaminya yang masih muda di awal kehidupan rumah tangganya yang indah, yang didambakan. Yang pertama mereka haru merelakan suaminya yang masih muda ini bangkit dan pergi tempat yang mungkin saja ia tidak akan kembali, kemudian bersabar menghadapi syahadahnya, kemudian merasa bangga. Semua ini adalah peran yang lain daripada yang lain. Yang berlanjut sampai sekarang adalah wanita sebagai istrinya seorang veteran. Ada wanita-wanita yang menjadi istri veteran. Seseorang dengan penuh komitmen dan tanggung jawab, secara sukarela dan tanpa paksaan [menerima sebagai istri] dan merawat seorang suami cacat yang terkadang akhlaknya tidak baik karena kondisi jasmani atau karena gangguan  yang timbul dari kepanikan dan lain-lain. Sungguh ia telah melakukan sebuah pengorbanan. Sekali waktu kalian mengatakan saya akan datang merawat anda selama dua jam. Iya setiap hari ketika kalian mau pergi, dia akan mengucapkan terima kasih pada kalian. Terkadang juga ada yakni kalian sebagai istrinya dan tinggal di rumahnya, benar-benar punya tanggungan. Yakni secara alami, kalian harus mengerjakan pekerjaan ini. Mereka [para wanita] telah melakukan sebuah pengorbanan ini. Peran para wanita sama sekali tidak bisa diperhitungkan. Saya mengakui; orang yang pertama memahami peran ini adalah Imam yang terhormat [Imam Khomeini]. (14/10/90)

Ibu-ibu, kesulitan-kesulitan yang kalian hadapi karena pekerjaan suami-suami kalian, tidak akan hilang cuma-cuma sedikitpun. Lakukan karena Allah dan mintalah pahalanya kepada Allah! Dan Allah akan memberikan pahala. Saya selalu mengatakan; dalam masalah ini, pahala para ibu-ibu minimal, separuh dari kesuluruhan pahala ini. Saya ditanya, mengapa Anda mengatakan minimal; secara adil, suami dan istri harus membagi pahala Allah lima puluh persen, lima puluh persen. Mengapa pahala para istri harus lebih banyak? Saya katakan, karena ketika seorang suami melakukan sesuatu, ada di depan mata dan semua orang melihatnya. Namun istri yang ada di dalam rumah, seseorang tidak tahu apa yang telah dialaminya dan sedang dialaminya. Tidak ada pujian, tepuk tangan dan teriakan hore dan ucapan shalawat untuknya. Itulah mengapa pahalanya lebih besar. (2/7/83)

Bila istri di rumah setuju dengan aktivitas suaminya, maka kemungkinan aktivitas dan usaha suaminya akan menjadi berlipat ganda. (14/11/61) Setiap usaha yang dilakukan oleh seoang suami di berbagai kancah, kebanyakan adalah karena jasa kerjasama, pembarengan dan kesabaran serta adaptasi istrinya. Selalunya memang demikian. (18/7/81) Bila dinukil dari Rasulullah Saw yang bersabda, “Jihadul  Mar’ati Husnut Taba’ul” Jihadnya wanita adalah berbakti pada suami.” Bersikap baik pada suami yakni yang demikian ini. Yakni menyiapkan sarana sedemikian rupa sehingga sang suami bisa melakukan pekerjaannya dengan nyaman. (1/1/72) Sekelompok orang beranggapan bahwa jihad wanita adalah hanya menyiapkan fasilitas yang nyaman bagi suaminya. Berbakti pada suami bukan ini saja. Ini bukan jihad. Jihad adalah wanita pejuang, mukmin, penuh pengorbanan, ketika suaminya memiliki tanggung jawab yang berat, sebagian besar dari beban itu jatuh pada pundaknya. Ketika suami lelah, maka kelelahannya akan tampak di dalam rumah. Ketika masuk rumah, ia lelah, lunglai dan terkadang berakhlak buruk. Akhlah buruk, kelelahan dan ketidaksemangatan ini muncul dari lingkungan kerja dan akan memantul di dalam rumah tangga. Sekarang bila sang istri ingin berjihad, maka jihadnya adalah menyesuaikan diri dengan jerih payah ini dan menghadapinya dengan sabar karena Allah; inilah yang disebut Husnut Taba’ul.

Ketika Rasulullah Saw berhijrah dari Mekah ke Madinah, Amirul Mukminin as pada waktu berusia sekitar dua puluh tiga atau dua puluh empat tahunan. Waktu itu sejak awal sudah mulai ada perjuangan dan berbagai peperangan. Dalam semua peperangan ini, pemuda ini juga kalau tidak sebagai pembawa panji ya sebagai pelopor atau pahlawan utama. Kesimpulannya, beliaulah yang paling banyak memikul tanggung jawab. Perang tidak mengenal masa; saat udara panas, saat dingin, saat pagi, saat anak lagi sakit. Selama sepuluh tahun pemerintahan Nabi Muhammad Saw, terjadi sekitar sebanyak tujuh puluh perang besar dan kecil; mulai dari perang yang berlangsung selama satu bulan atau lebih, sampai perang-perang yang hanya terjadi beberapa hari. Dari semua perang itu Amirul Mukminin as ikut serta di dalamnya, kecuali hanya satu perang. Selain perang-perang ini, beliau juga pernah diutus oleh Rasulullah Saw ke Yaman untuk bertugas menjadi hakim. Dengan demikian Sayidah Fathimah az-Zahra as senantiasa menghadapi kondisi; kalau suaminya tidak dalam peperangan, ya badannya dalam kondisi terluka dan kembali dari perang atau berada di sisi Rasulullah sibuk dengan urusan penting di dalam kota Madinah atau dalam bepergian tugas.

Sayidah Fathimah az-Zahra as dengan kondisi sulit seperti ini dan suami yang banyak pekerjaan serta senantiasa sibuk, benar-benar bersikap penuh kasih sayang dan penuh pengorbanan serta membesarkan empat orang anak dalam pangkuan pengajaran dan pendidikan samawinya. Salah satu dari keempat anaknya itu adalah Husein bin Ali as dimana sekarang dalam semua sejarah kemanusiaan, kalian tidak menyaksikan bendera kebebasan dan kebanggaan yang lebih menonjol dan lebih tinggi darinya. Dengan demikian, inilah makna Husnut Taba’ul [berbakti kepada suami].

 

Sumber: Khanevadeh; Be Sabke Sakht Yek Jalaseh Motavval Motavva Dar Mahzar-e Magham Moazzam Rahbari.

Selasa, 22 Desember 2015 08:02

Hargailah Suami yang Mukmin dan Revolusioner

Kalian para istri bila menanggung kerepotan dari sisi suami kalian dan suami membebankan kerepotan ini karena pekerjaan, usaha dan perjuangannya, maka kerepotan ini ada pahalanya di sisi Allah. Meski tidak ada orang yang tahu sesaatpun. Banyak yang tidak tahu akan kerepotan ibu-ibu. Masyarakat terbiasa beranggapan bahwa kerepotan adalah sesuatu yang dilakukan dengan lengan, badan dan jasmani. Mereka tidak tahu bahwa kerepotan kejiwaan dan emosional terkadang malah lebih berat. Bapak-bapak tidak banyak tahu tentang kerepotan-kerepotan kalian. Namun Allah Swt “La Yakhfa Alaihi Khafiyah” (Kafi/ Kita ar-Raudhah/ Khutbah Li Amiril Mu’minin) – Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya – Dia sebagai Pengawas pekerjaan kalian dan kalian punya pahala. Bila kalian membantu suami kalian demi kesuksesan dalam menjalani tanggung jawabnya, maka nilai, kadar dan pahala kalian di sisi Allah lebih besar. (18/7/81)

Pahala kalian lebih pasti jaminannya ketimbang pahala suami kalian. Mengapa? Karena bila sang suami ini – jangan sampai – mengerjakan pekerjaan yang baik atas dasar riya bukan karena untuk mendekatkan diri kepada Allah, di sana telah masuk niat yang tidak benar,  maka ia telah kehilangan pahalanya. Namun kalian yang melayaninya, mendidik anak-anaknya, menjaga amanat dan kehormatannya, menjaga harga dirinya, menyediakan fasilitas kenyamanan untuknya, menampilkan senyuman di depannya,  menjalani kehidupan sebagai istri yang layak bersamanya, maka pahala kalian sudah terjamin. Keistimewaan ini betul-betul besar.

Bila suami aktif dalam keilmuan dan aktif dalam pekerjaan, dan berjuang di instansi-instansi Republik Islam, maka istrinya harus berkerjasama dengannya supaya bisa melaksanakan pekerjaannya dengan mudah. (5/1/72) Semua orang yang bekerja di jalan Allah, maka istrinya juga demikian. (1/1/72) Hargailah nilai istri kalian. Mereka adalah bagian dari warga yang terbaik negara kita saat ini. Saya tidak mengatakan terbaik, tapi bagian dari yang terbaik. Mengapa? Kalian melihat sejumlah orang hanya memikirkan kepentingan dirinya dan dengan beragam cara; dengan kebohongan, kecurangan, menjilat, mencampuradukkan yang benar dan yang tidak benar, mendompleng ke golongan ini dan golongan itu, berbicara berdasarkan keinginan hati seseorang, dan dengan segala macam cara penipuan untuk mengantongi keuntungan bagi dirinya. Tentunya banyak orang-orang semacam ini di seluruh penjuru dunia dan ratusan kali lipat lebih parah dari masyarakat kita. Dalam kondisi seperti ini, lantas ada seorang lelaki yang memilih sebuah pekerjaan dan dengan pekerjaan itu ia merasa menjalankan kewajiban, maka pekerjaan dan orang ini; keduanya adalah mulia. Khususnya bila tugas ini adalah tugas yang berat dan sulit. Istrinya juga akan bangga.

Kalian harus menghargai orang-orang lelaki dan pekerjaan-pekerjaan seperti ini dan sesekali ketahuilah kesulitan-kesulitan ini. Yakinlah bahwa yang akan membersihkan debu ketergantungan dan kotoran kebobrokan dan kehinan dari wajah sebuah bangsa, adalah keberadaan orang-orang lelaki seperti ini di tengah-tengah negara dan bangsa tersebut. Setiap bangsa, ketika memiliki orang-orang lelaki yang siap melakukan tugas-tugas besar,  menghadapi resiko, menjadikan dada-dada mereka sebagai tameng, maka bangsa seperti ini akan memiliki kemandirian. Sebuah bangsa yang menempatkan dirinya di bawah atap kenyamanan meski dengan harga harus menyeret seratus orang lain dari bawah atap tersebut, sebuah bangsa yang tidak memiliki lelaki siap berkorban, pejuang, pemberani, pandai dan pengambil keputusan di jalan yang benar, meski berusia berabad-abad lamanya, maka bangsa ini tidak akan lepas dari kehinaan. Yakni musibah yang suatu hari telah ditimpakan kepada negara kita, saat ini juga sedang ditimpakan kepada banyak negara-negara Islam dan non Islam. Untuk itu, berbanggalah pada suami-suami kalian. (27/7/80) Pekerjaan mereka di sisi Allah mulia. Itulah mengapa membarengi dan membantu mereka adalah sebuah kebanggaan. Dapatkan dan amalkan hal itu dengan niat ini. (27/7/80) Dengan niat bahwa dalam bentuk apapun saja kalian mengabdi kepada suami yang telah menjalani masa mudanya di jalan Allah, maka kalian telah mengabdi kepada Allah. Kehidupan rumah tangga kalian bukan hanya sekedar kehidupan rumah tangga yang sederhana saja, tapi juga sebagai pentas pengabdian kalian. Oleh karena, selain kalian harus mengharapkan pahala ilahi, kalian juga harus menghargai kesempatan ini. (27/7/80)

Kalian para istri, sebagai saudari dan putri-putri saya. Suami-suami kalian juga seperti anak-anak saya sendiri. Istri semacan ini adalah sumber kebanggaan. Ketahuilah bahwa masyarakat juga memandang kalian. Bila mereka melihat bahwa istrinya si fulan begitu menyukai kemewahan, perhiasan yang banyak, bersikap jorjoran dan lain-lain yang tak bermakna, maka mereka akan mengatakan, silahkan...mereka ini slogannya demikian, tapi lihatlah bagaimana istri-istrinya; kalian harus hati-hati! Menjaga harga diri para suami ini pada hakikatnya adalah menjaga harga diri revolusi. Menjaga harga diri negara. Dan kalianlah yang harus menjaganya. Alhasil keluarga-keluarga ini dari satu sisi memiliki posisi, dari sisi lain juga tidak boleh memiliki hal-hal tertentu. Di semua tempat juga demikian. Semua manusia juga demikian. Segalanya tidak mungkin bisa berkumpul dalam satu tempat. Harus bersabar.  Harus menjalani kehidupan sesuai yang diinginkan Allah. Saya menganjurkan agar kalian, ibu-ibu yang masih muda sebagai istri para pemuda ini, menjaga sisi syariat dan revolusi dan jadilah simbol revolusi. Jadilah simbol seorang wanita revolusi. Jangan terlalu mempedulikan sebagian kemewahan ini. Jangan sampai menggunakan setiap penghasilan untuk membeli emas dan perhiasan. Ini tidak sesuai dengan posisi kalian. (1/1/72) Disampaikan untuk para istri Nabi, “Ya Nisaan Nabi, Man Ya’ti Minkunna Bifahisyatin Mubayyinatin Yudha’af Lahal Adzabu Dhi’fain.” (QS. Ahzab:30-32) Setiap dari kalian berbuat dosa, maka azabnya dua kali lipat. Mengapa? Istri nabi, karena sebagai istri nabi, maka bila berbuat dosa, azabnya dua kali lipat. “Wa Kana Dzalika Alallahi Yasiran.”   “Wa Man Yaqnut Minkunna Lillahi Wa Rasulihi Wa Ta’mal Shalihan Nu’tiha Ajraha Marratain.” Dari sisi yang lain juga demikian, bila kalian beribadah, bila kalian berbuat baik, bila kalian mengerjakan amal saleh, maka Kami akan memberikan dua kali lipat pahala dari yang lainnya. Yakni shalatnya istri Nabi Muhammad, memiliki pahala dua kali lipat dari shalatnya orang lain. Ibadahnya memiliki pahala dua kali lipat dari ibadah orang lain. Bila –jangan sampai terjadi- melakukan ghibah [menggunjing] maka dosanya dua kali lipat dari dosa orang lain yang menggunjing.  “Ya Nisaan Nabi Lastunna Ka Ahadin Minan Nisai Inittaqaitunna.” Bila kalian bertakwa, maka kalian tidak seperti wanita-wanita yang lain. Kalian punya kelebihan dari wanita-wanita lain. Kemudian lanjutannya, “Fa La Takhdha’na Bilqauli Fa Yathma’allazi Fi Qalbi Maradhun Wa Qulna Qaulan Ma’rufan.” Ini disampaikan untuk para istri Nabi Saw. Namun para istri nabi [dengan sendirinya] tidak punya kekhususan. Kekhususan para istri Nabi Saw karena ada keterkaitan pada Nabi Saw. (5/5/84)

Tentunya saya juga ingin menyampaikan kepada kalian, para pemuda. Kalian harus menjadi teladan sebagai suami. Saya terkadang mendengar kabar-kabar dari sebagian orang yang tidak menunjukkan hal ini. Seorang lelaki mukmin adalah seorang lelaki yang bekerja di jalan Allah, semua kancah dan arena kehidupannya juga harus sesuai dengan yang diinginkan Allah. Salah satu kancah itu adalah interaksi dengan keluarga, khususnya interaksi dengan istri dan anak-anak. Kalian harus menjadi simbol akhlak. Boleh jadi kalian di luar rumah marah karena munculnya satu kejadian kecil. Tapi kemarahan ini tidak boleh ditunjukkan di dalam rumah. Bersikaplah penuh kasih sayang pada istri kalian. Untuk anak-anak, jadilah ayah dengan makna yang sebenarnya. Dalam berbagai macam acara saya berpesan kepada para pejabat, jadilah ayah bagi anak-anak kalian. Jangan asing dengan mereka. (27/7/80)

Perhatikan dan penuhilah kebutuhan keluarga kalian. Jangan katakan, ada kerjaan penting di pundak kami. Bila kita terlambat pulang satu jam dua jam, lantas tidak senyum. memangnya telah kufur? Memangnya langit jatuh ke bumi? [tidak ada apa-apa]. Jangan! Saya juga telah berpesan kepada para pejabat negara; saya sampaikan bahwa luangkan waktu senggang selama beberapa saat dalam sehari semalam khusus untuk keluarga kalian. Berikanlah kasih sayang kalian, penjagaan kalian, perhatian kalian untuk istri dan anak-anak kalian.(1/1/72) Jangan sampai melupakan rumah dan kehidupan. Sebagian orang pagi-pagi sudah keluar rumah dan kembali pada pukul 10 malam. Jangan! Kami selalu berpesan kepada mereka yang ada kemungkinan untuk bertemu keluarganya, ketika waktu zuhur tiba hendaknya pulang dan bertemu dengan istri dan anaknya. Makan siang di rumah. Satu jam berkumpul sama keluarganya. Kemudian pergi lagi melakukan pekerjaannya. Lalu, pada waktu yang tepat, permulaan malam hendaknya kembali ke rumah menjenguk anak-anaknya. Lakukan pertemuan keluarga secara hakiki. (18/6/76) Jangan sampai semua berpikir, bila menjadi istri salah satu pejabat, maka tidak ada lagi yang namanya ketenangan dan kenyamanan. Tidak Pak! Kasih sayang, perhatian dan memenuhi kebutuhan rumah tangga, khususnya pada istri dan anak-anak dan mereka yang punya ayah dan ibu; pada ayah dan ibu. Dalam sejumlah tanggung jawab yang saya dan kalian miliki, juga harus lebih besar dari masyarakat umum. Kalian harus menjadi teladan. (1/1/72)

Sekarang anak-anak kalian membutuhkan sebuah tungku kasih sayang dan itu adalah lingkungan rumah tangga. Perhatikan dan penuhi kebutuhan anak-anak kalian. Bersikaplah sebagai ayah sekaligus teman bagi mereka. Sebaik-baik ayah adalah mereka yang menjadi teman bagi putra dan putrinya. Selain sebagai sesepuh, pembimbing dan ayah yang penyayang yang bisa menyelesaikan masalah, juga sebagai teman sehati bagi anaknya. Bila anak remaja kalian memiliki pertanyaan dan omongan serta curhatan, maka telinga yang pertama kali harus mendengar adalah telinga kalian dan telinga istri kalian.

Dengan demikian, pesan saya sebagai seorang ayah kepada kalian para pemuda adalah aturlah secara logis perilaku kalian di dalam rumah tangga. Perilaku secara logis itu bagaimana? Yakni dengan penuh kasih sayang dan hadir di dalam rumah - sebisa mungkin – bersikap akrab, perhatian dan memenuhi kebutuhan, bukan dengan sikap tak peduli dan bermuka masam. Sekarang tugas besar ini adalah tanggung jawab kalian. Lakukan sedemikian rupa sehingga kalian bisa membentuk tunas-tunas yang baru tumbuh di samping kalian ini dan meninggi yang akarnya sama dengan akar kalian, agar menjadi pohon yang besar dan remaja kalian ini merasa memiliki sandaran yang kokoh.

 

Sumber: Khanevadeh; Be Sabke Sakht Yek Jalaseh Motavval Motavva Dar Mahzar-e Magham Moazzam Rahbari.