کمالوندی

کمالوندی

Selasa, 23 Agustus 2022 18:55

Israel Tangkap Dua Anggota Senior Hamas

 

Militer rezim Zionis Israel dilaporkan menangkap dua anggota senior Hamas di Tepi Barat Sungai Jordan.

Seperti dilaporkan IRNA, militer Israel di babak baru aksinya di Tepi Barat, Selasa (23/8/2022) menangkap sembilan warga Palestina termasuk dua anggota senior Hamas, dan juga memperpanjang masa penahanan Sheikh Bassam al-Saadi, salah satu pemimpin Jihad Islam.

Militer Israel hari Senin (22/8/2022) di aksinya saat menyerang warga Palestina di berbagai wilayah Tepi Barat, menangkap 15 warga tertindas Palestina termasuk sejumalh tawanan yang telah dibebaskan.

Pengadilan Zions untuk ketiga kalinya memperpanjang masa penahanan Sheikh Bassam al-Saadi, salah satu pemimpin Jihad Islam yang ditahan di penjara rezim penjajah Quds ini.

Pengacara al-Saadi menyatakan, pengadilan dengan kembali memperpanjang lima hari penahanan kliennya dengan alasan penyelidikan.

Jubir militer Zionis juga menekankan, Shin Bet telah menyelesaikan interogasi terhadap Bassam al-Saadi dengan dakwaan keanggotaan di Jihad Islam dan mendukung operasi muqawama, serta mengirimkan berkasnya ke pengadilan militer rezim ini.

Di sisi lain, militer Zionis menangkap Shadi Matur, sekretaris Fatah di al-Quds setelah menyerang rumahnya di distrik Beit Hanina, di utara Quds. Pemimpin Fatah ini sampai kini telah berulang kali ditawan rezim Zionis.

Saat ini terdapat 723 tawanan Palestina berstatus tahanan sementara dan angka ini tercatat paling tinggi sejak tahun 2008 hingga kini. Tahanan sementara menempati 15 persen dari total tawanan Palestina yang mendekam di penjara-penjara rezim Zionis. 

 

Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian dan sejawatnya dari Mali, Abdoulaye Diop bertemu dan berdialog sebelum pertemuan komisi bersama Iran dan Mali membahas berbagai isu.

Seperti dilaporkan IRNA, Abdoulaye Diop dan Hossein Amir-Abdollahian Selasa (23/8/2022) sebelum pertemuan pertama komisi bersama Iran dan Mali, menggelar pertemuan.

Amir-Abdollahian Selasa dini hari tiba di Bamako, ibu kota Mali.

Menlu Iran setibanya di Bamako, disambut oleh Abdoulaye Diop dan ia juga dijadwalkan bertemu dengan petinggi negara ini. 

 

Khatib Masjid al-Aqsa di peringatan ke-53 pembakaran Masjid al-Aqsa oleh rezim Zionis seraya mengisyaratkan berlanjutnya pelanggaran rezim ini terhadap tempat suci, menekankan, Masjid al-Aqsa dan Quds hanya dapat dibebaskan dengan usaha dan jihad di jalan Allah.

21 Agustus setiap tahun ditetapkan sebagai Hari Masjid Sedunia, karena rezim Zionis di hari seperti ini membakar Masjid al-Aqsa di kota Quds pendudukan.

Masjid al-Aqsa sebagai simbol utama identitas Islam-Palestina Baitul Maqdis senantiasa menjadi target aksi destruktif rezim Zionis.

Sheikh Ekrima Sa'id Sabri, khatib Masjid al-Aqsa Minggu (21/8/2022) mengatakan, kebakaran Masjid al-Aqsa dan Quds sampai saat ini belum berhenti, dan Quds serta masjid ini berada dalam kondisi sangat sulit dan penting.

"Aksi-aksi pelanggaran dan perampokan properti rakyat Baitul Maqdis serta Yahudisasi daerah ini oleh rezim Zionis serta perampasan tanah warga Palestina, penahanan dan pengasingan warga tertindas ini oleh Israel masih terus berlanjut," ungkap Sheikh Sabri.

Ali Abu Ras, pengamat Baitul Maqdis juga mengatakan, proyek Yahudisasi dan hegemoni terhadap tempat suci umat Muslim di Quds pendudukan oleh kelompok Zionis dukungan militer dan dinas keamaan serta faksi politik, tidak pernah berhenti, serta pelanggaran berulang terhadap Quds dan tempat suci umat Muslim oleh Zionis untuk menekan warga asli daerah ini serta mengusir warga Palestina masih juga terus berlanjut.

Pengamat Palestina ini seraya merujuk pada pengkhianatan sejumlah negara Arab dengan mengiringi rezim ilegal Zionis menambahkan, Palestina tidak mengandalkan negara-negara yang menandatangani Perjanjian Abraham untuk melindungi Masjid al-Aqsa, karena kesepakatan ini membantu Zionis untuk melakukan kejahatan lebih besar terhadap Quds.

Minggu, 21 Agustus 2022 20:17

Sadr: Tunggu Langkah Kami Berikutnya !

 

Pemimpin Gerakan Sadr Irak, Sayid Moqtada Sadr seraya menjelaskan bahwa berbagai faksi politik menolak debat terbuka dengan dirinya mengatakan, seluruh pihak harus menunggu langkah gerakan ini berikutnya.

Pemilu parlemen dini Irak digelar 10 Oktober 2021, tapi berbagai faksi politik negara ini terus terlibat friksi politik sehingga setelah 10 bulan dari pemilu tersebut, mereka belum berhasil membentuk pemerintah baru di negara ini.

Sayid Moqtada Sadr Sabtu (20/8/2022) mengungkapkan, "Kami telah menyampaikan usulan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menggelar sebuah negosiasi atau debat terbuka secara langsung dengan seluru fraksi politik."

Seraya menjelaskan bahwa dirinya belum menerima jawaban konkrit dari berbagai faksi politik terkait hal ini, Sadr di akun Twitternya menulis, jawaban yang diterima melalui perantara tidak berguna, dan "jawaban mereka tidak mencakup tuntutan revolusioner dan apa yang diinginkan bangsa ini".

Pemimpin Gerakan Sadr juga menjelaskan, berbagai faksi politik tidak mementingkan masalah ini, oleh kerena itu, semua pihak harus menunggu langkah kami berikutnya.

Statemen Sadr untuk debat langsung dengan seluruh faksi Irak digulirkan ketika Perdana Menteri pemerintahan yang memajukan urusan Irak, Mustafa al-Kadhimi pekan lalu menggelar dialog nasional untuk menyelesaikan kebuntuan politik, tapi bukan hanya Sadr, tapi juga tidak ada wakil dari faksi politik neagra ini yang hadir di pertemuan tersebut.

 

Militer rezim Zionis Israel dilaporkan menangkap tiga perempuan Palestina di barat laut Tepi Barat Sungai Jordan.

Seperti dilaporkan laman Maan News, militer Zionis menangkap ketiga perempuan Palestina tersebut Minggu (21/8/2022) dini hari di pos pemeriksaan Eliyahu di dekat Qalqilya.

Media-media Zionis mengklaim bahwa ketiga perempuan Palestina ini berencana menyerang aparat keamanan Israel dan penyelidikan terkait tuduhan ini tengah dilakukan.

Selama beberapa bulan terakhir, serangan militer Zionis terhadap warga Palestina dan operasi gugur syahid terhadap Zionis meningkat drastis.

Sementara itu, sejumlah tentara rezim Zionis Jumat dini hari dilaporkan menyerang kota Tubas untuk menangkap sejumlah warga Palestina yang berujung pada bentrokan antara warga Palestina dengan militer rezim ilegal tersebut. Selama bentrokan ini, lima warga Palestina ditangkap.

Militer rezim Zionis Minggu pekan lalu dengan puluhan kendaraan militer menyerang sekitar daerah kota lama di Nablus, Tepi Barat dan terlibat bentrokan dengan pejuang Palestina.

Minggu, 21 Agustus 2022 20:17

Militer Zionis Serbu Ramallah Timur

 

Militer rezim Zionis Israel dilaporkan menyerang distrik Silwad, timur Ramallah Tepi Barat Sungai Jordan.

Militer Zionis dengan berbagai alasan setiap hari membunuh, melukai dan menangkap warga tertindas Palestina. Sementara rakyat Palestina membalas brutalitas Zionis dengan melancarkan operasi anti-Zionis.

Seperti dilaporkan Palestina al-Youm, Minggu (21/8/2022) pagi, menyusul insiden penembakan pejuang muqawama ke sebuah bus yang membawa Zionis di dekat distrik Silwad, sejumlah militer rezim ilegal ini menyerang distrik tersebut, dan kemudian memblokir jalan ke arah Silwad serta mencegah keluar-masuk kendaraan.

Bus yang mengangkut pemukim Zionis kemarin malam menjadi target serangan pejuang muqawama Palestina di dekat distrik Silwad yang terletak di timur Ramallah.

Berbagai sumber Zionis mengumumkan, delapan peluru mengenai bus tersebut, tapi tidak ada korban jiwa.

Minggu pekan lalu, seorang pemuda Palestina menembaki Zionis di sebuah halte bus di Quds pendudukan yang menurut sumber rumah sakit Israel, sedikitnya delapan Zionis terluka.

Berbagai lembaga HAM Palestina baru-baru ini di laporannya menyatakan, di bulan lalu terjadi 649 operasi muqawama di bumi Palestina pendudukan, di mana 26 warga Zionis terluka.

 

17 tahun telah berlalu sejak rezim Zionis Israel meninggalkan Jalur Gaza dan mengosongkan distrik-distrik Zionis dari wilayah Palestina ini.

Pada tanggal 15 Agustus 2005, Israel mengosongkan 21 distrik Zionis di Gaza. Distrik ini memiliki total penduduk 8000 jiwa. Pemukiman Zionis tersebut juga menempati 36 kilometer persegi Gaza.

Gaza memiliki luas 360 kilometer persegi dan pemukiman ini menempati sepersepuluh dari luas wilayah tersebut. Pencapaian besar sangat penting dalam beberapa hal.

Pertama, setelah 38 tahun, rakyat Palestina berhasil mengusir pemukim Zionis dari Gaza, yang diduduki Israel pada tahun 1967. Prestasi ini juga menunjukkan bahwa perlawanan bukanlah strategi dengan hasil langsung, tetapi strategi dengan hasil jangka panjang, dan pencapaiannya pun akan jangka panjang.

Kedua, pencapaian ini sangat penting dari segi waktu. Pada tahun 2000, pasukan Zionis terpaksa mundur dari Lebanon selatan, dan 5 tahun kemudian kekalahan lain terjadi untuk rezim ini, yaitu di Gaza.

Tiga distrik dari 21 distrik Zionis yang dikosongkan dibangun pada tahun 2001. Artinya, rezim Zionis terpaksa menyerahkan tiga permukiman itu kepada rakyat Palestina empat tahun setelah pendiriannnya.

Ketiga, keluarnya Zionis dari Gaza merupakan salah satu pencapaian penting Intifadah Kedua. Intifadah Kedua dimulai pada tahun 2000 dan berakhir pada tahun 2005.

Intifada Kedua adalah salah satu manifestasi praktis dari perlawanan, dan penarikan militer Zionis dari Gaza juga merupakan salah satu pencapaian perlawanan. Perang terowongan dan tekanan terhadap Israel menyebabkan Zionis meninggalkan Gaza.

Keempat, penarikan militer Zionis dari Gaza menunjukkan sifat kriminal rezim ini. Pasalnya, ketika pemukim Zionis mulai meninggalkan Gaza, mereka menghancurkan semua rumah, bangunan, prasasti dan barak, yang setara dengan lebih dari 3000 rumah dan 26 prasasti.

Dan kelima adalah bahwa setahun setelah pencapaian besar ini, rezim Zionis memulai blokade menyeluruh terhadap Gaza, yang berlanjut hingga sekarang. Sehingga Gaza berubah menjadi penjara terbuka terbesar di dunia.

Blokade komprehensif Gaza menunjukkan kemarahan rezim Zionis atas keberhasilan besar perlawanan pada tahun 2005. 

 

Presiden Republik Islam Iran, Sayid Ebrahim Raisi mengatakan, kami tidak akan mundur di perundingan mengenai hak bangsa Iran, dan pemerintah akan terus berusaha keras untuk memajukan negara dan menghapus kendala.

Seperti dilaporkan IRNA, Sayid Ebrahim Raisi Minggu (21/8/2022) di Konferensi ke-17 Hari Masjid Sedunia menekankan bahwa meski ada sanksi dan ancaman, pemerintah terus melanjutkan kinerjanya dengan serius.

"Kami tidak akan mengabaikan hak bangsa dalam setiap pertemuan dan negosiasi, pemerintah akan melanjutkan upayanya untuk memperbaiki negara dan menyelesaikan masalah," papar Presiden Raisi.

Presiden Iran lebih lanjut menyinggung aktivitas dan langkah pemerintah selama satu tahun lalu di bidang penanganan pandemi Corona, pengembangan kebijakan bertetangga, membangun keseimbangan di kebijakan luar negeri, peningkatan perdagangan luar negeri, meningkatkan cadangan strategis barang kebutuhan pokok sekaligus mengupayakan swasembada dan diversifikasi sumber masuknya barang kebutuhan pokok.

"Negara kita memiliki kekuatan yang bersandar pada seluruh laporan masyarakat, daupaya pemerintahan rakyat bertumpu pada hal ini, di mana memanfaatkan dengan baik kekuatan seperti ini untuk menjamin kepentingan bangsa," ungkap Raisi.

Presiden Raisi juga merujuk kinerja masjid dalam menyebarkan pengetahuan dan meningkatkan wawasan. "Masjid di samping tempat ibadah, juga senantiasa menjadi benteng dan memiliki posisi untuk perjuangan budaya serta mengenal musuh dan melawannya," ungkap presiden Iran.

 

Prakarsa Republik Islam Iran untuk menyelesaikan krisis di Palestina dalam bentuk referendum nasional pada dasarnya diboikot oleh media-media Barat dan Zionis serta media rezim Arab di kawasan.

Hal ini karena menilai prakarsa ini sangat berbahaya bagi opini publik, oleh karena itu, media-media tersebut menilai boikot sebagai langkah terbaik dan sebuah prioritas. Meski demikian, prakarsa yang selaras dengan strategi muqawama ini disusun berdasarkan aturan hukum internasional dan dicatat di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai sebuah dokumen resmi.


Meski ada upaya dari poros Ibrani-Barat- Arab untuk memboikot prakarsa ini, banyak pengamat isu Palestina optimis akan prakarsa ini di masa depan, karena dari satu sisi transformasi Palestina dan berlanjutnya kejahatan rezim Zionis serta dukungan Amerika Serikat menunjukkan bahwa selama strategi perlawanan sampai rezim Zionis dan sekutunya dipaksa untuk menerima rencana demokrasi ini adalah satu-satunya solusi. Di sisi lain, dengan meluasnya komunikasi dan keakraban opini publik dunia dengan rencana referendum nasional di Palestina, dukungan global terhadap rencana ini semakin meningkat.

Hossein Kanani Moghaddam, pengamat isu Palestina di Iran meyakini, prakarsa ini menciptakan peluang politik-hukum bagi arus muqawama. Alasannya, pertama prakarsa ini menjinakkan pendekatan arus pro perdamaian dan kedua membuat muqawama sebagai landasan utama prakarsa ini dan perlawanan bersenjata melawan rezim Zionis Israel diakui secara resmi. Oleh karena itu, melalui prakarsaini, muqawama juga memiliki solusi politik dan juga miilter, serta tidak memiliki batasan dalam berjuang. Dengan demikian rencana ekspansif seperti Kesepakatan Abad dan isu aneksasi Tepi Barat tertolak serta integritas bumi Palestina mulai dari wilayah laut dan darat menjadi acuan.

Terkait urgensitas implementasi prakarsa ini mengingat rencana ekspansif kesepakatan abad dan aneksasi Tepi Barat, Kanani Moghaddam meyakni bahwa rencana kesepakatan abad sebuah prakarsa yang benar-benar gagal, sebuah kesepakatan yang digagas oleh dua pihak, AS dan Israel, serta pihak utama absen, yakni Palestina. Namun prakarsa Iran, menyatakan pemain utama dan terpenting adalah pemilih asli bumi Palestina, yakni rakyat negara ini.

Ahmad Soroush Nejad, pengamat isu Palestina lainnya di Iran meyakini, prakarsa referendum nasional di Palestina akan melegitimasi senjata muqawama. Senjata perlawanan adalah kebutuhan lain dari rencana ini. Dalam hal muqawama, terutama perlawanan bersenjata dan perjuangan yang sedang berlangsung melawan rezim Zionis, bagian dari strategi ini adalah bekerja di media dan propaganda. Karena jika perlawanan tidak dapat membenarkan tindakan dan senjatanya di mata opini publik di seluruh dunia dan meningkatkan kebutuhan akan pertahanan yang sah di arena internasional, itu akan kekurangan legitimasi dan akan menemui kegagalan. Jika perlawanan dapat menawarkan solusi politik dan hukum untuk mengakhiri pendudukan di arena internasional, tentu saja akan disambut oleh opini publik. Tentu saja, di arena internasional, karena berbagai alasan, serta dukungan Barat untuk Israel, tidak mungkin untuk melaksanakan rencana ini tanpa kemenangan perlawanan. Oleh karena itu, satu-satunya solusi adalah perlawanan dan pertahanan bersenjata untuk merebut kembali wilayah pendudukan dan memaksa rezim Zionis untuk mengadakan referendum nasional.

Nasser Abu Sharif, wakil Gerakan Jihad Islam Palestina di Iran terkait prakarsa referendum nasional di Palestina dan hubungannya dengan strategi muqawama meyakini, "Prakarsa ini tidak bertentangan dengan strategi muqawama bersenjata, perlawanan bersenjata hal yang langgeng dan selama penjajah dan pendudukan tetap membayangi kehidupan warga Palestina, dan selama ada rezim zionis yang dipaksakan dan selama Gaza dan Quds dijajah, serta tembok pemisah masih berdiri di Gaza, maka muqawama akan terus berlanjut. Seluruhnya ini berarti bahwa rezim ilegal tidak ingin menerapkan keadilan, karena nafas pemeritahan ini adalah destruktif dan menghancurkan independensi serta kebebasan bangsa Palestina. Meski sejumlah rakyat Palestina dan sejumlah faksi sepakat atas pelaksanaan referendum, tapi tidak optimis dengan pembentukan sebuah pemeritnahan yang adil dengan mempertahankan hak bangsa Palestina. Karena Israel dibentuk untuk merampas Palestina. Oleh karena itu, penjajah tidak akan memberlakukan undang-undang yang menguntungkan rakyat Palestina, sehingga perlawanan harus terus dilakukan hingga tujuan pembebasan Palestina tercapai.

Omar Rahman, anggota Brookings Institution Doha Center, mengutip kegagalan rencana kompromi, kelanjutan dan konsolidasi pemukiman melalui apa yang disebut alat legislatif oleh rezim Zionis sebagai bukti bahwa rezim Tel Aviv tidak bersedia menghormati hak-hak dasar bangsa Palestina. Dia percaya bahwa dalam menghadapi apartheid Zionis terhadap orang-orang Palestina, membebaskan orang-orang Palestina dengan memberikan mereka hak-hak politik dan sosial dalam sebuah negara demokratis adalah alternatif terbaik dari upaya yang gagal selama beberapa dekade terakhir.

Tanpa menyebutkan rencana referendum nasional Palestina, Omar Rehman mengakui bahwa pemberian hak-hak politik dan sosial kepada orang-orang Palestina membebaskan mereka dari realitas penindasan yang tak terkendali saat ini, mencegah mereka dari tergusur dari tanah mereka, dan merampas hak mereka untuk menentukan nasib sendiri serta menjawab harapan dan keginginan mereka secara praktis.

Khalid Qadomi, perwakilan dari gerakan Hamas di Iran, sementara sepenuhnya menyetujui rencana referendum nasional di Palestina, menekankan pada kelanjutan dari perlawanan bersenjata dan pertahanan sipil terhadap Quds, dan berkata: Iran adalah pendukung paling penting dari perlawanan dan semua orang mengetahuinya. Prakarsa Iran juga didukung oleh Hamas dalam hal moralitas dan hak asasi manusia. Tetapi kita harus tahu bahwa demokrasi dan hak asasi manusia hanya ditekankan dalam kata-kata oleh para pemimpin Barat. Untuk alasan ini, rakyat Palestina bersikeras pada pilihan perlawanan sampai kebebasan penuh. Karena perlawanan terhadap pendudukan rezim Zionis adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina dan kelompok bersenjata Palestina; Tentu saja, perlawanan rakyat Palestina dan kelompok bersenjata Palestina juga mempengaruhi dimensi politik, diplomatik, dan media. Alasan mendukung prakarsa Iran adalah sejarah Republik Islam dalam mendukung hak membela diri rakyat Palestina dan kelompok bersenjata Palestina.


Sayed Hossein Mousavian, seorang peneliti di Universitas Princeton, tentang situasi di Palestina, pendekatan Republik Islam Iran dan rencana referendum meyakini, Iran menekankan poin ini bahwa bukan Palestina, bukan Arab dan bukan Muslimin yang bertanggung jawab atas pembantaian yang diklaim terhadap warga Yahudi oleh rezim Nazi di Jerman. Iran meyakini bahwa korban atau ahli waris kejahatan tersebut harus menerima ganti rugi dari pejabat yang bertanggung jawab atas kejahatan ini di Eropa. Menurut Iran, ini tidak adil bahwa jutaan manusia dari satu bangsa lain, di benua lain diusir dari rumah mereka dan harta serta kehidupan mereka dirampas untuk ganti rugi kejahatan Nazi. Menciptakan jutaan korban baru untuk mengkompensasi kejahatan di masa lalu bertentangan dengan akal, moral, aturan internasional dan prinsip kemanusiaan. Hasil dari pandangan Iran ini adalah bangsa Palestina harus mendapat ijin kembali ke tanah air mereka, dan di bentuk sebuah pemerintahan dan demokratis dengan keragaman etnis dan agama.

Mosadegh Mosadeghpour, pengamat isu-isu dunia Arab di Iran meyakini,"Peluang penting dari pengguliran prakarsa referendum nasional adalah menentukan sebuah tujuan serius dan strategis bagi arus muqawama dan jihad. Muqawama dengan motivasi lebih kuat harus terus dilanjutkan hingga musuh kalah dan memaksa mereka untuk menyelenggarakan referendum dan menerima hasilnya. Kekuatan militer muqawama harus ditingkatkan sehingga peluang untuk melaksanakan prakarsa ini semakin besar..."

"...Selain itu, muqawama dengan menggulirkan prakarsa politik ini, akan menciptakan legalitas politik dan internasionalnya, serta tudingan bahwa mereka adalah kelompok teroris tidak akan berarti. Prakarsa referendum nasional di Palestina jika digulirkan di tingkat politik dan juga akademik serta komunitas cendikiwan seperti lembaga think tank, maka kemampuan lobi dan tawar menawar arus muqawama akan meningkat. Kesempatan referendum bagi gerakan perlawanan adalah untuk dapat menggunakan semua kelompok Palestina dan non-Palestina yang berbeda yang percaya pada demokrasi dan hak untuk menentukan nasib sendiri untuk membantu rakyat Palestina."

 

Inisiatif referendum nasional di Palestina ditekankan dengan disertai jihad dan muqawama. Rencana ini adalah sisi lain dari muqawama. Dengan kata lain, strategi perlawanan terus berlanjut di wilayah Palestina, dan Republik Islam Iran, untuk menyatakan kepada negara lain bahwa ia juga mendukung solusi damai, telah mengajukan rencana referendum untuk menyempurnakan alasan terkait isu Palestina bagi seluruh negara yang mengklaim sebagai pembela HAM.

Oleh karena itu, rezim Zionis Israel yang dikenal sebagai penjajah oleh seluruh resolusi Dewan Keamanan PBB, harus harus membuka diri pada referendum dengan semua penduduk utama Palestina di dalam dan di luar Palestina, atau menunggu bertahun-tahun untuk diusir dalam ketakutan dan ketidakamanan dari Paletina pendudukan. Prinsip-prinsip utama dari rencana tersebut telah dijelaskan oleh Ayatullah Khamenei, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, dan faktanya, indeks referendum sejalan dengan wacana muqawama menurut beliau.

Misalnya di inisiatif ini telah dicantumkan syarat untuk penyelenggaraan referendum, dan salah satunya adalah kepulangan seluruh warga Palestina ke bumi pendudukan. Syarat ini justru selaras dengan tujuan dari muqawama.

Muqawama sebuah wacana besar dan memiliki banyak sub wacana; Ekonomi muqawama, melawan kubu hegemoni dan muqawama bersenjata adalah tiga konsep dari tiga bidang politik, ekonomi dan militer. Oleh karena itu, dapat dikatakan isu referendum sebagai salah satu sub-wacana muqawama di sektor politik yang tidak bertentangan dengan wacana muqawama itu sendiri.

Upaya media front hegemoni untuk mendistorsi prakarsa Iran termasuk aktivitas lain yang dilaksanakan dengan serius selama beberapa tahun terakhir. Pendistorsian prakarsa Iran dengan nama "Rencana Referendum Nasional di Palestina" dan representasinya dengan judul "Usaha Iran untuk memusnahkan orang-orang Yahudi dan membuang mereka ke laut" dan "menyerupakan rencana Iran dengan Nazi selama Perang Dunia II" adalah upaya orang bayaran dan menggelikan media Barat. Menggambarkan kebijakan Iran terhadap hak-hak rakyat Palestina dengan istilah-istilah seperti "kebencian anti-Semit dan kebencian anti-Israel" adalah salah satu kebijakan media dominasi untuk mendistorsi rencana tersebut.


Misalnya, menjelang peringatan Hari Quds Sedunia tahun 1399 Hs (2020), kantor Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam merancang poster untuk merujuk pada nasib akhir Palestina, dengan slogan "Solusi akhir: Perlawanan sampai kemenangan. . " . Media Israel segera mendistorsi slogan tersebut, menggambarkannya sebagai Holocaust baru terhadap orang-orang Yahudi oleh Republik Islam. Bahkan Perdana Menteri Netanyahu saat itu bereaksi terhadap masalah ini.

Dia secara keliru mengklaim bahwa penggunaan istilah "solusi akhir" dalam rencana ini mengingatkan pada "solusi akhir" Nazi dan Hitler untuk memusnahkan orang-orang Yahudi. Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo juga tak ketinggalan dan mengatakan Amerika berdiri di samping Israel dan Jerman, serta tidak akan membiarkan genosida kembali terulang. Faktanya dengan mendistorsi prakarsa demokratis Iran, ia menyebutnya sebagai bukti genosida. Mantan menlu AS ini pada Jumat 23 Mei 2020 di cuitan Twitternya mengklaim, "Sangat mencengangkan bahwa Javad Zarif dan pemimpin Iran mengulang seruan Hitler untuk memusnahkan sebuah etnis."

Sementera Koran Jerusalem Post menyebut poster ini sebagai anti-Yahudi dan seraya mendistorsi fakta dan menebar kebohongan, koran ini mengklaim bahwa para pemimpin Iran menggunakan istilah Nazi Jerman untuk memusnahkan Yahudi Eropa. Media Barat untuk menyimpangkan opini publik dari prakarsa demokratis Iran guna menyelesaikan isu Palestina menyebut slogan poster tersebut sebagai slogan paling jahat sepanjang sejarah yang mencerminkan kebijakan Republik Islam Iran.

Media ini yang berubah menjadi profesioan dalam berbohong berusaha menyamakan antara pendekatan anti-Yahudi Nazi Jerman dan kebijakan anti-Zionis Iran. Mereka menuding pemerintah Iran berusaha menyiapkan peluang untuk menghapus Yahudi dengan kedok referendum. Namun faktanya adalah ada dua poin yang ditekankan Kantor Rahbar yang digali dari pidato pemimpin besar Revolusi Islam Iran, pertama adalah muqawama dan resistensi dan kedua, referendum.

Yakni untuk menggapai referendum dan memaksa musuh Zionis serta sponsor internasionalnya untuk menggelar referendum dan menghormati tuntutan bangsa Palestina, perlawanan bersenjata harus menjadi agenda kerja. Hal ini karena musuh tidak memahami kecuali kekerasan. Kedua poin tersebut dan upaya transparansi sikap prinsipal Republik Islam Iran sangat jelas di cuitan Twitter Menlu Iran saat itu, Mohammad Javad Zarif.

Mohammad Javad Zarif di cuitannya pada 21 Mei 2020 seraya memasang poster menulis, "Sangat menjijikkan mereka yang menemukan peradabannya "Solusi Akhir" di kamar-kamar gas menyerang mereka yang ingin mencari solusi sejati melalui kotak suara dan referendum. Karena Amerika Serikat dan Barat takut akan demokrasi seperti ini ? Bangsa Palestina tidak boleh membayar kejahatan atau perasaan bersalah kalian."

Tentu saja, dalam proyek serangan media terhadap rencana demokrasi Iran dan distorsinya, media berbahasa Persia yang berafiliasi dengan sistem ember tidak boleh diabaikan. BBC Persia, Radio Farda, Iran International termasuk di antara media pemberontak yang mencoba meminggirkan rencana demokrasi Iran dan menyoroti masalah pembunuhan orang Yahudi.

Tetapi halaman Twitter yang dikaitkan dengan Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam dalam menanggapi proyeksi Netanyahu, media Barat dan media afiliasi berbahasa Persia, merilis pidato Ayatullah Khamenei saat bertemu dengan pejabat militer, peserta Konferensi Internasional Persatuan Islam, dubes negara-negara Islam serta sejumlah lapisan masyarakat yang digelar 15 November 2019. Rahbar di pertemuan ini mengatakan, "Pemusnahan pemerintah Israel bukan berarti pemusnahan Yahudi. Kita tidak ada hubungannya dengan orang-orang Yahudi. Pemusnahan Israel yakni warga Muslim, Kristen dan Yahudi Palestina yang memilih pemerintahan mereka, dan orang asing serta penjahat seperti Netanyahu diusir."

Masalah ini kembali mengingatkan kebijakan mendasar Iran. Sejatinya media arus hegemoni bermanuver di istilah solusi Nazi Hitler ketimbang penekanan terhadap istilah referendum usulan Iran, supaya mereka berhasil menyimpangkan opini audiens dari prakarsa demokratis Iran ke arah pendekatan anti-Yahudi Nazi Jerman guna mempersiapkan peluang pendistorsian dan pelabelan prakarsa Iran.

Hossein Kanani Moghaddam, pengamat isu-isu Palestina di Iran meyakini, penentangan negara-negara seperti AS dan sekutunya di kawasan seperti Israel, mengingat kekuatan finansial, politik dan media mereka serta kehadiran AS, Inggris dan Prancis sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, merupakan salah satu kendala serius prakarsa ini. Tantangan lain adalah kerumitan implementasi rencana ini di praktek; Hal ini muncul akibat kerumitan kondisi dan kezaliman yang dialami bangsa Palestina.

Republik Islam Iran, dalam kerangka aturan hukum internasional, menekankan bahwa semua penyelidikan harus dilakukan dan syarat utama untuk tindakan ini adalah bahwa pemilik asli tanah kembali ke Palestina dan memutuskannya. Poin penting dari kondisi ini adalah masalah pengungsi, baik mereka yang berada di Yordania, Suriah dan Lebanon atau mereka yang mampu pergi ke negara lain.

Meski ada tantangan ini dan upaya media kubu hegemoni untuk mengalahkan prakarsa ini, tapi sambutan opini publik dunia atas prakarsa demokratis Iran guna menyelesaikan isu Palestina terus meningkat.