Apa Yang Mendasari Adanya Perbedaan Tata Cara Wudhu Antara Mazhab Sunni dan Syiah?
Pertanyaan: Nabi Muhammad saw bersabda: “Salatlah kalian sebagaimana aku shalat”. Bukankah Nabi saw adalah panutan dan teladan umat manusia khususnya kaum muslimin? Mengapa pada kenyataannya cara praktik wudhu kaum muslimin berbeda-beda? Apa yang mendasari adanya perbedaan tersebut? Mengapa syiah memahami kata “ila” dalam ayat wudhu bermakna “ma’a”?
Jawaban: tak diragukan lagi bahwa kaum muslimin pada jaman Nabi saw melakukan wudhu dan shalat persis sebagaimana Nabi melakukannya dan tak ada perbedaan di antara mereka.
Menurut beberapa riwayat disebutkan bahwa timbulnya perbedaan praktik wudhu pertama kalinya adalah ketika jaman Ustman bin Affan. Disebutkan juga bahwa perbedaan tersebut dilatar belakangi oleh dirinya sendiri. Diriwayatkan suatu hari Ustman bin Affan mengumpulkan beberapa sahabat dan melakukan wudhu sebagaimana yang dilakukan Ahlussunnah pada jaman ini. Yakni tidak mengusap kaki namun membasuhnya lalu berkata: “aku melihat Nabi saw berwudhu seperti ini.” Sebagian sahabat tak menerima dan memprotes seperti Thalhah bin Abdullah, Abdullah bin Mas’ud, Muhammad bin Abi Bakar dan lain sebagainya bahkan mereka memfonis mereka dengan bid’ah. Namun hal itu tak memberikan hasil yang berarti sebagaimana timbullah bid’ah-bid’ah lainnya.
Sumber:
.( ر.ك: وضوء النبي، على شهرستاني، ص 58ـ88، مؤسسة جوادالائمة للطباعة و النشر / اضوأ على عقائك الشيعة الامامية، الشيخ جعفر سبحاني، ص 491و492، دارالمشعر. )
Di samping itu berbagai macam riwayat yang bersumber dari Nabi saw diriwayatkan oleh ahlussunnah bahwa Nabi saw melakukan wudhu dan shalat sebagaimana yang mereka praktekkan. Misalnya Nabi saw melakukan shalat dengan meletakkan kanan kanannya di atas tangan kirinya ketika berdiri dan diriwayatkan tentang membaca “amin” setelah membaca surat al-Fatihah.
Sumber:
( ر.ك: الامام الصادق و المذاهب الاربعة، اسد حيدر، ج 3، ص 181ـ364، مكتبة الصدر الطهران / الاعتصام بالكتاب و السنة، العلامه فقيه جعفر سبحاني، مؤسسة الامام الصادق/ المحلّى بالاثار، ابن حزم، ج 3، دارالفكر. )
Mazhab Syiah pun melakukan wudhu dan shalat berdasarkan riwayat yang diriwayatkan oleh kalangan mereka. Bersumber dari riwayat tersebut mereka juga berkeyakinan bahwa Nabi saw melakukan wudhu dan shalat sebagaimana yang mereka lakukuan.
Mereka menguatkan pendapat mereka dengan ayat al-qur’an:
با أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman apabila kalian hendak melakukan shalat basuhlah wajah dan tangan kalian sampai ke siku dan usaplah sebagian kepala dan kaki kalian hingga ka’bain.” (al-Maidah ayat: 6)
Ada poin-poin penting tentang tata cara wudhu berlandaskan ayat di atas, yaitu:
1. Membasuh kepala: ayat di atas tidak menjelaskan tentang batasan bagian kepala yang wajib dibasuh, namun hal itu diterangakn secara rinci di dalam riyawat yang muktabar. Batasan wajah yang wajib dibasuh dengan air adalah: dari atas kebawah: dari tempat tumbuhnya rambut hingga dagu, dan dari lebar wajah: sepanjang ujung jari tengah sampai ujung ibu jari.
Sumber:
( وسائلالشيعة، شيخ حرّ عاملي، ج 1، ص 403، مؤسسه آلالبيت، باب 17 من ابواب الوضوء.)
2. Membasuh kedua tangan: menurut ayat di atas, wajib untuk membasuh kedua tangan hingga siku. Namun disana tak disebutkan apakah membasuhnya harus dilakukan dari bawah ke atas (jari-jari ke siku) atau dari atas ke bawah (siku ke jari-jari). Namun, menurut pandangan umum dan juga dikuatkan oleh riwayta-riwayat syiah, membasuh tangan haruslah dimulai dari siku bawah hingga ujung jari-jari.
Sumber:
( وسائلالشيعة، همان، ص 405، باب 19 من ابواب الوضوء.)
Maka dari itu syiah tidak memahami kata ila berarti ma’a. Namun ila disini hanya sebagai penjelas batas yang wajib dibasuh, bukan bermakna akhir pembasuhan.
3. Mengusap kepala: adapun ayat di atas (و امسحوا بروؤسكم), menurut sebagian riwayat dan ahli bahasa arab, huruf ba’ mengandung makna “sebagian”. Maka yang wajib dibasuh adalah sebagian dari kepala saja.
Sumber:
)نمونه، آيةالله مكارم شيرازى و ديگران، ج 4، ص 286 / وسائل الشيعة، همان، ص 410، باب 22.)
4. mengusap kedua kaki: "و امسحوا بروؤسكم و ارجلكم إلى الكعبين" terletaknya kata arjulakum atau arjulikum berdampingan dengan kata ru’usakum memperkuat dalil bahwa kaki haruslah diusap, bukan dibasuh. (sumber yang sama)
Ka’bun memiliki dua arti. Bisa diartikan dengan tumit atau juga diartikan sebagai persendian antara tulang betis dan kering dengan telapak kaki.
Sumber:
( قاموس قرآن، سيدعلياكبر قرشي، ج 6، ص 117و118، دارالكتب الاسلامية.)
Maka dari itu jelaslah bahwa wudhu Rasulullah saw sama dengan wudhu yang dilakukan oleh syiah dan begitupula dengan tata cara shalat. Karena setelah wafatnya Rasulullah saw, kepemimpinan Islam dipanggul oleh para imam maksum yang dipilih oleh Allah melalui Rasul-Nya. Yang mana merekalah yang berhak dan memiliki kelayakan untuk menjelaskan syariat Nabi Muhammad saw. Adapun riwayat-riwayat (tentang wudhu) yang sampai kepada kita yang bersumber dari para imam tersebut tidak lain juga bersumber dari Nabi saw yang diajarkan beliau kepada para sahabatnya terkhusus kepada Imam Ali dan berlanjut turun temurun kepada imam-imam setelahnya. Maka dari itu ulama-ulama syiah menyimpulkan hukum-hukum Islam berdasarkan riwayat-riwayat yang bersumber dari para imam maksum as. Misalnya riwayat dari Zurarah ra dan Bukair ra: “Imam Baqir as ditanya tentang tata cara wudhu Rasulullah saw. Beliau lalu meminta wadah berisi air. Kemudian beliau memasukkan tangan kanannya di dalam air tersebut dan ia mengambil segenggam air tersebut dan dengan air itu ia basahi wajahnya lalu meratakan air itu di wajahnya (membasuhnya). Lalu beliau mencelupkan tangan kirinya dan mengambil segenggam air membasuhi tangan kanannya dengan air tersebut dari siku hingga ujung jari-jarinya. Namun beliau selalu membasuhnya dari atas ke bawah dan tak pernah membasuh dari bawah ke arah siku baik di tangan kiri maupun di tangan kanan. Kemudian beliau membasuh tangan kirinya dengan tangan kanannya dengan cara seabgaimana yang dilakukannya kepada tangan kanannya…...”
Sumber:
"( فروع كافي، ج 3، ص 25 ـ 26، ح 4 / براى مطالعه بيشتر ر.ك: وسائل الشيعة، همان، باب 15 از ابواب كيفيت وضوء)
Ketika para Imam Ma’sum as telah menjelaskan tata cara berwudu dengan penjelasan dan praktek mereka maka kita mesti mengikuti dan menjalankan wudhu sebagaimana yang telah mereka ajarkan. Karena kita meyakini bahwa segala perkataan, perbuatan dan persetujuannya adalah hujjah. Dan juga kita tak ragu sedikitpun bahwa mereka melakukan ibadahnya seperti yang dilakukan oleh Nabi saw.