Pertanyaan : Mengapa orang-orang Syiah bersujud di atas turbah ?
Jawab:
Diriwayatkan berkaitan dengan sujud, bahwa pada jaman Nabi saw semua orang bersujud diatas permukaan lantai mesjid. Mereka menaburkan pasir halus supaya tidak terganggu oleh kerikil-kerikil kasar, yang juga untuk meratakan permukaannya. Mereka juga meletakan tikar di tempat sujud supaya terlindung dari sengatan panas pada saat musim panas. Hal ini seutuhnya sesuai dengan dasar-dasar fikih Syiah, karena dalam pandangan fikih, turbah tidak memiliki kekhususan maudu’, justru sebagai perantara yang memudahkan bersujud di atas tanah. Dalam sebuah riwayat sahih dari Hisyam Bin Hakam – yang mana semua faqih berdasarkan riwayat ini mengeluarkan fatwa - , dia berkata kepada Aba Abdillah as : “Beritahukan kepadaku tentang hal-hal yang boleh sujud di atasnya dan hal-hal yang tidak diperbolehkan sujud di atasnya!”. Beliau berkata : “Sujud tidak diperbolehkan kecuali di atas bumi atau di atas sesuatu yang tumbuh dari bumi yang tidak dimakan atau dipakai.”. Dia kembali berkata : “Jiwaku sebagai tebusanmu, apakah sebab dibalik itu ?“. Beliau menjawab : “Sesungguhnya sujud adalah kepasrahan diri kepada Allah swt. Maka tidak seharusnya bersujud di atas sesuatu yang dimakan atau dipakai. Karena budak-budak dunia adalah budak dari apa yang mereka makan dan pakai. Sementara orang yang sujud, ketika sujud dia sedang menyembah Allah swt, maka tidak seharusnya dia meletakan dahinya ketika itu di atas sesuatu yang disembah oleh budak-budak dunia yang mana mereka telah tertipu oleh keangkuhannya.”. (wasa’il as-syiah jilid 3, bab 1, dari bab apa-apa yang dipakai sujud, hadis 1)
(Sisi pemakaian)
Alasan menggunakan turbah adalah :
Pertama: Bersandar kepada riwayat-riwayat yang telah dinukil oleh Syiah maupun Ahlu sunnah, bahwa Nabi saw selalu sujud di atas tanah, dan ketika musim panas tiba, disebabkan kondisi wilayah Arab yang panas, lantai masjid an-Nabi yang terbuat dari tanah dan pasir halus menjadi sangat panas dan menyengat. Sehingga saat itu beliau selalu sujud diatas tikar.
Kedua: Ibadah adalah ketetapan dan pada bagian-bagian dan syarat-syarat ibadah itu harus sesuai dengan perkataan dan perbuatan sang pembawa syariat. Sebagai mana Nabi sendiri bersabda : “ Shalatlah kalian ! sebagaimana kalian melihatku shalat.”. Oleh karena itu dalam pandangan fiqih, sujud tidak diperbolehkan di atas sesuatu selain apa-apa yang nabi gunakan untuk sujud di atasnya.
Ketiga: Falsafah sujud adalah memutuskan hubungan dengan dunia dan hal-hal yang berkaitan dengannya, berserah diri dan tunduk seutuhnya di hadapan Tuhan, dalam riwayat dikatakan bahwa manusia sangat bergantung kepada apa-apa yang dia makan dan pakai. Maka sujud di atas hal-hal seperti ini tidak diperbolehkan. Dan meletakan dahi di atas tanah memiliki nilai terbaik untuk menunjukan pengagungan, tawadhu’, dan keikhlasan atau pelepasan diri dari rasa angkuh dan ketergantungan.
Keempat: Turbah dalam pandangan Syiah tidak memiliki kekhususan maudhu’, bahkan yang menjadi tolok ukur adalah sujud di atas tanah. Adapun turbah adalah alat untuk memudahkan sujud di atas tanah di manapun itu.
Kelima: ulama-ulama terkemuka dan para a’rif dari kalangan Ahlu sunnah juga menegaskan berkaitan dengan sujud di atas tanah, seperti halnya Imam Muhammad Ghazali menjelaskan masalah ini dalam kitab Ihya’ al-ulum. Oleh sebab itu penentangan yang dilakukan oleh sebagian dari mereka mengenai masalah ini hanyalah berasaskan ketidaktahuan dan fanatisme buta. Dalam pandangan sumber-sumber fiqih dan ulama-ulama besar Ahlu sunnah juga meyakini bahwa sujud di atas tanah lebih utama, dan kalaupun ada persoalan, maka yang perlu ditanyakan adalah mengapa Ahlu sunnah bertolak belakang dengan sunnah Nabi, melakukan sujud di atas segala hal bahkan karpet atau permadani misalnya.
Keenam: Syirik adalah bersujud kepada selain Tuhan, adapun orang-orang Syiah bersujud kepada sang pencipta, bukan kepada tanah. Dengan kata lain Syirik adalah menjadikan selain Tuhan sebagai masjud (objek yang kita sujud kepadanya) bukan masjid (tempat sujud). Dan turbah maupun tanah adalah tempat sujud, bukan masjud. Berbeda halnya dengan perbuatan para penyembah berhala yang menjadikan patung-patung sebagai masjud, mengagungkannya dan tunduk dihadapannya. Selain itu, jika sujud di atas turbah adalah syirik maka sujudnya Ahlu sunnah di atas permadani juga adalah syirik.
Penjelasan: Dari beberapa perbuatan yang menunjukan kerendahan dan tawadhu’, Sujud merupakan puncak dari perbuatan itu yang dilakukan oleh manusia ketika berhadapan dengan seseorang atau sesuatu. Dalil yang diutarakan oleh para penyembah berhala untuk membenarkan sujud mereka terhadap patung-patung adalah karena Tuhan sang pencipta alam tidak terlihat, mereka tidak bisa menyembahnya, maka patung-patung yang terlihatlah yang mereka sembah. Oleh sebab itu mereka mengagungkan, bersujud dan menghormati patung-patung itu, yang bahkan adalah hasil buatan tangan-tangan mereka sendiri. Akan tetapi dalam pandangan Syiah, satu-satunya wujud yang layak disembah adalah Tuhan yang satu, walaupun tidak terlihat dan hakikat zat-Nya tidak tertampung oleh pemahaman manusia yang terbatas, namun menyembahnya adalah hal yang mungkin, dan Dia sendiri yang mengajarkan tata cara untuk menyembahnya, maka sesuai dengan apa yang Dia perintahkanlah kita harus menyembahnya. Sujud di atas tanah dan meletakan dahi di atas sesuatu yang merupakan simbol dari bentuk paling bawah dalam menunjukan kerendahan dan kehinaan manusia dan menerima keagungan sang pencipta (maha suci tuhan dengan segala pujian-Nya), dan perbedaan antara perbuatan ini dengan pemikiran para penyembah berhala seperti langit dan bumi.