Peneliti filsafat Iran menyatakan bahwa dari sudut pandang Imam Khomeini, pemahaman yang sehat dan pertentangan gagasan adalah cara untuk menyebarkan budaya Islam, dan platform yang paling jelas dalam dialog yang berprinsip dan mendasar.
Tehran, Parstoday-Bertepatan dengan Hari Filsafat Internasional digelar Konferensi Nasional Filsafat Kebudayaan yang menekankan pandangan Imam Khamenei dan diadakan di kota Qom dengan dihadiri banyak orang yang tertarik dengan topik filsafat.
Sayid Mohsen Sharifi dalam panel ketiga konferensi tersebut membahas dimensi teoritis pemikiran Imam Khomeini dalam bidang ini. Sharifi berkata, "Dalam pandangan Imam Khomeini, kebudayaan adalah kepala masyarakat dan otak para pemikir. Imam Khomeini meyakini kebudayaan sebagai sumber segala kebahagiaan dan kesengsaraan, pembangun dan pembaharu masyarakat, serta kunci kemakmuran dan kemalangan masyarakat,”.
Namun, terdapat perbedaan jenis kebudayaan dalam pernyataan Imam Khomeini. di antaranya, “budaya Islam, budaya kolonial, budaya ketergantungan, budaya kekaisaran dan budaya kemerdekaan”. Perlu dicatat bahwa budaya Islam dan budaya Barat sama-sama mengklaim misi global berdasarkan landasan teoretisnya. Tentu saja, dalam pandangan Imam Khomeini, kebudayaan Islam yang tidak terdistorsi lebih unggul dari kebudayaan barat, karena kebudayaan barat banyak terjebak dalam jalur keruntuhan dan kehancuran.
"Terkait interaksi budaya Islam dengan budaya lain, khususnya budaya Barat, terdapat tiga perbedaan sikap di kalangan elite dunia Islam. Beberapa orang percaya bahwa budaya dan peradaban Barat harus diterima sebagai satu-satunya cara untuk maju. Kelompok lain sepenuhnya menegasikan peradaban barat dan pencapaiannya serta meyakini bahwa hubungan antara budaya Islam dan budaya barat menyebabkan pencemaran dan penyimpangan peradaban Islam. Sikap ketiga didasarkan pada terjalinnya hubungan yang benar antarbudaya dan jika hubungan antara budaya dan peradaban dilakukan secara bijak dan kritis maka akan membawa pada pertumbuhan dan kemajuan. Dari karya dan perkataan Imam Khomeini terlihat pemikirannya sesuai dengan bagian ketiga" ujar Sharifi.
Peneliti ini melanjutkan, "Unsur dan aksesoris kebudayaan barat meliputi dua lapisan utama. Lapisan pertama mencakup item yang tidak memiliki nilai atau tidak didasarkan pada basis pengetahuan tertentu, dan lapisan kedua mencakup item yang memiliki muatan nilai atau didasarkan pada basis pengetahuan tertentu".
Posisi Imam Khomeini terhadap budaya Barat adalah posisi pemisahan; Artinya, beliau percaya bahwa kelemahannya, seperti kolonialisme dan westernisasi, serta manfaatnya, seperti kemajuan ilmu pengetahuan Barat, harus dipisahkan dan tidak dianggap sama. Oleh karena itu, mereka menerima beberapa aspek budaya dan peradaban Barat dan menolak beberapa aspek lainnya.
Imam Khomeini adalah salah satu pemikir dan ahli teori yang mampu mengambil jalan tengah dan seimbang di tengah konflik antara tradisi dan inovasi, yang meskipun menerima wujud inovasi dan kemajuan material, tidak mengorbankan unsur spiritualitas dan kemajuan material serta moralitas. Dari sudut pandang Imam Khomeini, pemahaman yang sehat dan dialog adalah cara untuk menyebarkan budaya Islam, dan platform yang paling jelas untuk mengeluarkan gagasan bukanlah perang dan kontroversi, tetapi dialog yang berprinsip dan mendasar dengan para pemikir.
Pandangan Imam yang kedua adalah menyikapi sisi negatif budaya barat, yang menganggap kembali ke Islam sebagai satu-satunya cara umat Islam menghadapi dominasi Barat. Sikap Imam Khomeini ini dapat dianggap sebagai lapisan konfrontasi budaya, yang bersifat konfrontatif dan bertentangan dengan pemikiran dan budaya dominan Barat di era kontemporer, yang bertumpu pada humanisme, individualisme, dan orisinalitas keuntungan.