
کمالوندی
Jadi Menhan Baru Iran, Ini Prioritas yang Dikejar Ashtiani
Menteri Pertahanan Republik Islam Iran Brigadir Jenderal Mohammad Reza Gharaei Ashtiani mengatakan, prioritas Kementerian Pertahanan adalah untuk memperkuat kemampuan tempur Angkatan Bersenjata.
"Penguatan kemampuan tempur Angkatan Bersenjata dalam menghadapi ancaman dan peningkatan sistem pertahanan dan produksi adalah prioritas dan misi Kementerian Pertahanan," kata Ashtiani di sela-sela upacara penghormatan kepada Menhan sebelumnya dan pengenalan Menhan baru, pada hari Minggu (29/8/2021) seperti dilansir IRNA.
Dia menambahkan, prioritas terpenting Kementerian Pertahanan yang merupakan misi bawaannya adalah memperkuat kemampuan tempur Angkatan Bersenjata dalam menghadapi ancaman dan meningkatkan sistem pertahanan dan produk-produk yang dikejar Kementerian Pertahanan, serta melakukan inovasi di masa depan.
"Kita harus mengejar teknologi baru dan senjata baru melalui penelitian yang kita lakukan saat ini. Kita berada dalam situasi yang sangat baik dalam peperangan elektronik," ujarnya.
Menhan Iran lebih lanjut menuturkan, hari ini kita memiliki hubungan ekspor yang baik dengan lebih dari 42 negara dan pesawat tanpa awak buatan Iran mendapat sambutan dari negara-negara lain.
Upacara penghormatan kepada Menhan Iran sebelumnya, Brigjen Amir Hatami dan pengenalan Menhan baru, Brigjen Mohammad Reza Gharaei Ashtiani dihadiri oleh Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Mohammad Bagheri.
Hari Ini, Menlu Iran Temui Mitranya di Suriah
Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Hossein Amir-Abdollahian bertemu dengan mitranya di Suriah, Faisal Mekdad untuk membicarakan isu-isu penting kepentingan kedua negara dan masalah penting lainnya.
Menurut ISNA, Amir-Abdollahian bertemu dengan Mekdad di Damaskus, ibu kota Suriah pada hari Minggu (29/8/2021).
Kunjungan Menlu Iran ke Suriah dilakukan setelah berpartisipasi dalam Konferensi Kerja Sama dan Kemitraan Baghdad. Ini adalah lawatan bilateral perdana Amir-Abdollahian ke Damaskus sejak menjabat sebagai Menlu Iran.
"Hubungan Republik Islam Iran dengan dua negara; Suriah dan Irak adalah adalah hubungan yang strategis," kata Amir-Abdollahian ketika tiba di Damaskus.
Dia menambahkan, Iran dan Suriah telah menciptakan aksi bersama di lapangan dan mencapai kemenangan bersama dalam perang melawan terorisme, dan hari ini kami di sini untuk meninjau hubungan kedua negara di berbagai bidang perdagangan, ekonomi dan bidang lainnya, dan berusaha untuk meningkatkannya.
"Hari ini, dengan kehendak para pemimpin kedua negara, Iran dan Suriah akan mengambil langkah besar bersama di bidang memerangi terorisme ekonomi dan membantu rakyat kedua negara," pungkasnya.
Taliban Bantah Serahkan Bandara Kabul ke Turki
Taliban membantah telah menyerahkan pengamanan bandara internasional Kabul ke Turki.
Juru Bicara Taliban, Zabihullah Mujahid hari Minggu (29/8/2021) mengatakan bahwa kehadiran militer asing tidak dapat diterima oleh warga Afghanistan.
Sebelumnya, Pemerintah Turki dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat mengklaim bahwa Ankara telah menerima permintaan Taliban untuk mengelola bandara Kabul.
Juru bicara Kepresidenan Turki, Ibrahim Kalin Kamis (26/8/2021) mengatakan Taliban sedang mencari dukungan teknis dari Ankara untuk mengelola Bandara Internasional Kabul.
Dia menjelaskan bahwa pasukan Turki mulai menarik diri dari Afghanistan, tetapi penasihat kami dapat tetap berada di negara itu untuk menyediakan dukungan teknis kepada Taliban dalam mengoperasikan bandara Kabul.
Reuters sebelumnya melaporkan bahwa Taliban telah meminta Turki untuk memberikan dukungn teknis dalam pengoperasian bandara Kabul setelah penarikan pasukan asing, tetapi bersikeras bahwa tentara Turki juga harus ditarik sepenuhnya pada 31 Agustus 2021.
Taliban: Pemerintahan Baru Afghanistan akan Segera Terbentuk
Kelompok Taliban mengumumkan bahwa pemerintahan baru di Afghanistan akan terbentuk dalam waktu satu dua pekan mendatang.
Seperti dilansir kantor berita Mehr, Minggu (29/8/2021), juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan, saat operasi evakuasi dan penarikan pasukan Amerika Serikat hampir berakhir, Taliban sedang mempersiapkan pemerintahan baru di Afghanistan.
Dia menambhakan, kami yakin bahwa penurunan nilai mata uang nasional dan gejolak ekonomi saat ini akan mereda.
Namun belum diketahui waktu pasti pembentukan pemerintahan baru di Afghanistan.
Taliban merebut dan mengusai Kabul, ibu kota Afghanistan pada Minggu, 15 Agustus 2021 dan menggulingkan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani.
Masjid Sahlah
Shalat berjamaah merupakan perkumpulan yang paling besar dan paling khidmat di dunia. Oleh karena itu, ia memiliki banyak keutamaan dan pahala. Setiap langkah kaki untuk shalat berjamaah di masjid, akan dihitung sebagai pahala dan kebaikan, dan jika jumlah pendiri shalat melebihi 10 orang, maka tidak ada yang tahu hitungan pahalanya kecuali Allah Swt. Dalam sebuah hadis disebutkan, "Barang siapa yang mencintai shalat berjamaah, Tuhan dan para malaikat juga mencintainya."
Rasulullah Saw bersabda, "Ketahuilah! Barang siapa yang melangkahkan kakinya ke masjid untuk shalat berjamaah, setiap langkah akan diganjar 70 ribu kebaikan dan pahala untuknya, dan 70 ribu dosanya akan dihapus, dan derajatnya akan diangkat dengan kadar yang sama. Jika ia meninggal dalam kondisi ini, Allah akan mengirim 70 ribu malaikat untuk berziarah ke kuburnya, menemaninya dalam kesendirian, memohon ampun untuknya sampai hari kiamat." (Wasail al-Shia, jilid 5)
Setelah pengutusan, Nabi Muhammad Saw selalu mendirikan shalat jamaah di sepanjang hidupnya. Beliau tidak meninggalkan shalat jamaah dalam kondisi apapun bahkan saat sakit. Oleh karena itu, para sahabat juga sangat berkomitmen dengan shalat jamaah. Dalam riwayat Abdullah bin Mas'ud disebutkan, "Tidak ada seorang pun yang meninggalkan shalat jamaah, kecuali ia munafik yang sudah terkenal dengan kemunafikannya atau karena sakit. Sering terjadi di mana orang sakit tetap mendirikan shalat jamaah meskipun harus bersandar di pundak dua orang lainnya dan berjalan dengan dipapah."
Shalat jamaah bisa dilakukan dengan satu orang bertindak sebagai imam dan satu lagi sebagai makmum, kecuali dalam shalat Jumat, di mana sekurang-kurangnya harus ada tiga laki-laki tidak termasuk imam. Ketika menjelaskan derajat pahala shalat jamaah, Rasul Saw bersabda, "Malaikat Jibril mendatangiku dan berkata, 'Allah menyampaikan salam untukmu dan memberikan sebuah hadiah kepadamu yang tidak diberikan kepada nabi manapun.'"
Rasul lalu bertanya, "Wahai Jibril, hadiah apakah itu?" Jibril menjawab, "Ia adalah shalat lima waktu yang didirikan berjamaah." Rasul kembali menimpali, "Lalu pahala apa yang akan diperoleh umatku?" Dia berkata, "Setiap kali ada dua orang, masing-masing memperoleh pahala 150 shalat untuk setiap rakaatnya, jika jumlah mereka tiga orang, pahala mereka 700 shalat, jika empat orang, pahala mereka 1200 shalat, jika jumlah mereka lima orang, pahalanya 2100 sampai Allah berfirman, jika jumlah mereka 10 orang, pahalanya 720.800 shalat untuk setiap rakaat, dan jika jumlah mereka melebihi 10 orang, maka jin dan manusia tidak akan mampu menghitung ganjarannya." (Mustadrak al-Wasail, jilid 1)
Sejarah Masjid Sahlah di Kufah
Pada kesempatan ini, kami akan memperkenalkan Masjid al-Sahlah sebagai salah satu masjid paling terkenal di dunia Islam. Masjid Sahlah adalah salah satu masjid terbesar yang dibangun kembali pada abad pertama Hijriyah di kota Kufah, Irak. Masjid ini terletak di barat laut Masjid Kufah dan berjarak sekitar dua kilometer dari situ. Sahlah berarti tanah yang ditutupi oleh pasir kemerahan. Karena masjid itu dibangun di atas tanah kosong yang ditutupi pasir merah, maka ia disebut dengan Masjid Sahlah.
Nama lain Masjid Sahlah adalah Masjid Qura'. Penyebutan ini didasari pada sebuah riwayat dari Imam Ali as yang berkata, "Di kota Kufah, ada empat tempat suci di mana masing-masing memiliki sebuah masjid." Orang-orang kemudian bertanya tentang nama-nama masjid tersebut, Imam Ali menjawab, "… Salah satunya adalah Masjid Sahlah. Ia ini adalah tempat tinggal Nabi Khidr as dan setiap orang sedih yang masuk ke masjid ini, Allah akan menghapus kesedihannya dan kami Ahlul Bait menyebut Masjid Sahlah dengan nama Masjid Qura'."
Masjid Sahlah terdiri dari dua bagian ruangan tertutup dan halaman terbuka. Di berbagai bagian ruangan tertutup masjid ini, terdapat mihrab-mihrab yang dibangun dengan nama para Nabi atau Imam Maksum as, dan dalam istilah mereka disebut Maqam. Salah satu dari mihrab tersebut adalah Maqam Ibrahim as yang berada di antara dinding barat dan utara. Menurut sebuah riwayat, masjid ini adalah rumah Nabi Ibrahim al-Khalil as dan dari tempat ini ia berhijrah ke tengah kaum Amaliqah (saudara kaum 'Aad).
Amaliqah adalah sebuah bangsa besar dengan postur yang sangat tinggi dan kuat, di mana Nabi Ibrahim as bersama Siti Hajar tinggal di tengah mereka sebelum berhijrah ke Mekkah.
Maqam Nabi Idris as adalah tempat mulia lain yang terdapat di Masjid Sahlah. Tempat ini juga dikenal sebagai Bait al-Khidr. Dalam sebuah pesan kepada muridnya, Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Ketika engkau tiba di Kufah, pergilah ke Masjid Sahlah dan dirikanlah shalat di sana, kemudian mintalah kebutuhan material dan spiritualmu kepada Allah, karena Masjid Sahlah adalah bekas rumah Nabi Idris as. Di tempat ini, Nabi Idris melakukan pekerjaannya sebagai penjahit dan tempat untuk mendirikan shalat. Setiap orang yang berdoa kepada Allah di Masjid Sahlah, Dia akan mengabulkan setiap permintaannya, dan pada hari kiamat derajatnya akan diangkat sampai ke posisi Nabi Idris. Allah akan melindunginya dari kesengsaraan dunia dan tipu muslihat musuh."
Maqam Nabi Saleh as adalah salah satu maqam lain di Masjid Sahlah, di mana terletak di sisi timur antara tembok selatan dan timur, yang juga dikenal sebagai Maqam Salehin, Anbiya' dan Mursalin. Maqam Imam Shadiq as juga berada di tengah masjid. Menurut catatan sejarah, Imam Shadiq tinggal di sana untuk sementara waktu dan menyibukkan dirinya dengan ibadah dan doa.
Setelah Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid al-Aqsa, dan Masjid Kufah, Masjid al-Sahlah berada di urutan kelima dari segi keutamaan. Dalam sebuah hadis sahih Imam Shadiq as kepada sahabatnya, Abu Bashir, berkata, "Wahai Abu Bashir! Sepertinya aku melihat suatu hari di mana putra Rasulullah Saw, Imam Mahdi bersama keluarganya singgah di Masjid Sahlah setelah kemunculannya."
Abu Bashir kemudian berkata, "Aku kembali bertanya kepada Imam Shadiq, apakah masjid tersebut akan menjadi rumah bagi Imam Mahdi?" Beliau menjawab, "Ya, masjid ini telah menjadi rumah Nabi Idris dan Nabi Ibrahim as. Dan Allah tidak mengangkat nabi manapun sebagai utusan-Nya kecuali ia telah mendirikan shalat di masjid tersebut. Rumah Nabi Khidr as juga di masjid ini. Siapa pun yang tinggal di masjid ini, maka ia seperti berada di dalam tenda Nabi Muhammad Saw… Barang siapa yang mendirikan shalat di tempat mulia ini dan kemudian berdoa dengan tulus, maka hajatnya akan dikabulkan, dan jika ada orang yang berlindung ke tempat ini karena takut terhadap sesuatu, Allah akan melindunginya dari bahaya itu."
Abu Bashir kemudian berkata kepada Imam Shadiq, "Sungguh tempat ini memiliki banyak keutamaan." Imam menjawab, "Apakah engkau ingin aku sebutkan keutamaan-keutamaan lain?" Aku berkata, "Iya." Imam Shadiq lalu menjelaskan, "Masjid Sahlah adalah salah satu tempat yang dicintai oleh Allah dan dirikanlah shalat di sana. Para malaikat mengunjungi masjid ini di sepanjang siang dan malam, dan di sana mereka beribadah kepada Allah. Jika aku tinggal di dekat masjid ini, aku akan mendirikan seluruh shalatku di sana ... "
Fungsi dan Peran Masjid (11)
Seperti kita ketahui, masjid adalah tempat ibadah dan mendirikan shalat berjamaah. Shalat berjamaah adalah shalat yang didirikan secara berkelompok dan seluruh gerak-gerik makmum mengikuti imam. Imam shalat berdiri paling depan dan mengarah ke kiblat, sementara makmum mengikutinya.
Kelompok shalat yang bisa didirikan berjamaah adalah shalat lima waktu yaitu, shalat subuh, dzuhur, ashar, maghrib, dan isya, demikian juga dengan shalat jenazah, shalat Jumat, serta shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
Shalat berjamaah merupakan perkumpulan yang paling besar dan paling khidmat di dunia. Oleh karena itu, ia memiliki banyak keutamaan dan pahala. Setiap langkah kaki untuk shalat berjamaah di masjid, akan dihitung sebagai pahala dan kebaikan, dan jika jumlah pendiri shalat melebihi 10 orang, maka tidak ada yang tahu hitungan pahalanya kecuali Allah Swt. Dalam sebuah hadis disebutkan, "Barang siapa yang mencintai shalat berjamaah, Tuhan dan para malaikat juga mencintainya."
Rasulullah Saw bersabda, "Ketahuilah! Barang siapa yang melangkahkan kakinya ke masjid untuk shalat berjamaah, setiap langkah akan diganjar 70 ribu kebaikan dan pahala untuknya, dan 70 ribu dosanya akan dihapus, dan derajatnya akan diangkat dengan kadar yang sama. Jika ia meninggal dalam kondisi ini, Allah akan mengirim 70 ribu malaikat untuk berziarah ke kuburnya, menemaninya dalam kesendirian, memohon ampun untuknya sampai hari kiamat." (Wasail al-Shia, jilid 5)
Setelah pengutusan, Nabi Muhammad Saw selalu mendirikan shalat jamaah di sepanjang hidupnya. Beliau tidak meninggalkan shalat jamaah dalam kondisi apapun bahkan saat sakit. Oleh karena itu, para sahabat juga sangat berkomitmen dengan shalat jamaah. Dalam riwayat Abdullah bin Mas'ud disebutkan, "Tidak ada seorang pun yang meninggalkan shalat jamaah, kecuali ia munafik yang sudah terkenal dengan kemunafikannya atau karena sakit. Sering terjadi di mana orang sakit tetap mendirikan shalat jamaah meskipun harus bersandar di pundak dua orang lainnya dan berjalan dengan dipapah."
Shalat jamaah bisa dilakukan dengan satu orang bertindak sebagai imam dan satu lagi sebagai makmum, kecuali dalam shalat Jumat, di mana sekurang-kurangnya harus ada tiga laki-laki tidak termasuk imam. Ketika menjelaskan derajat pahala shalat jamaah, Rasul Saw bersabda, "Malaikat Jibril mendatangiku dan berkata, 'Allah menyampaikan salam untukmu dan memberikan sebuah hadiah kepadamu yang tidak diberikan kepada nabi manapun.'"
Rasul lalu bertanya, "Wahai Jibril, hadiah apakah itu?" Jibril menjawab, "Ia adalah shalat lima waktu yang didirikan berjamaah." Rasul kembali menimpali, "Lalu pahala apa yang akan diperoleh umatku?" Dia berkata, "Setiap kali ada dua orang, masing-masing memperoleh pahala 150 shalat untuk setiap rakaatnya, jika jumlah mereka tiga orang, pahala mereka 700 shalat, jika empat orang, pahala mereka 1200 shalat, jika jumlah mereka lima orang, pahalanya 2100 sampai Allah berfirman, jika jumlah mereka 10 orang, pahalanya 720.800 shalat untuk setiap rakaat, dan jika jumlah mereka melebihi 10 orang, maka jin dan manusia tidak akan mampu menghitung ganjarannya." (Mustadrak al-Wasail, jilid 1)
Pada kesempatan ini, kami akan memperkenalkan Masjid al-Sahlah sebagai salah satu masjid paling terkenal di dunia Islam. Masjid Sahlah adalah salah satu masjid terbesar yang dibangun kembali pada abad pertama Hijriyah di kota Kufah, Irak. Masjid ini terletak di barat laut Masjid Kufah dan berjarak sekitar dua kilometer dari situ. Sahlah berarti tanah yang ditutupi oleh pasir kemerahan. Karena masjid itu dibangun di atas tanah kosong yang ditutupi pasir merah, maka ia disebut dengan Masjid Sahlah.
Nama lain Masjid Sahlah adalah Masjid Qura'. Penyebutan ini didasari pada sebuah riwayat dari Imam Ali as yang berkata, "Di kota Kufah, ada empat tempat suci di mana masing-masing memiliki sebuah masjid." Orang-orang kemudian bertanya tentang nama-nama masjid tersebut, Imam Ali menjawab, "… Salah satunya adalah Masjid Sahlah. Ia ini adalah tempat tinggal Nabi Khidr as dan setiap orang sedih yang masuk ke masjid ini, Allah akan menghapus kesedihannya dan kami Ahlul Bait menyebut Masjid Sahlah dengan nama Masjid Qura'."
Masjid Sahlah terdiri dari dua bagian ruangan tertutup dan halaman terbuka. Di berbagai bagian ruangan tertutup masjid ini, terdapat mihrab-mihrab yang dibangun dengan nama para Nabi atau Imam Maksum as, dan dalam istilah mereka disebut Maqam. Salah satu dari mihrab tersebut adalah Maqam Ibrahim as yang berada di antara dinding barat dan utara. Menurut sebuah riwayat, masjid ini adalah rumah Nabi Ibrahim al-Khalil as dan dari tempat ini ia berhijrah ke tengah kaum Amaliqah (saudara kaum 'Aad).
Amaliqah adalah sebuah bangsa besar dengan postur yang sangat tinggi dan kuat, di mana Nabi Ibrahim as bersama Siti Hajar tinggal di tengah mereka sebelum berhijrah ke Mekkah.
Maqam Nabi Idris as adalah tempat mulia lain yang terdapat di Masjid Sahlah. Tempat ini juga dikenal sebagai Bait al-Khidr. Dalam sebuah pesan kepada muridnya, Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Ketika engkau tiba di Kufah, pergilah ke Masjid Sahlah dan dirikanlah shalat di sana, kemudian mintalah kebutuhan material dan spiritualmu kepada Allah, karena Masjid Sahlah adalah bekas rumah Nabi Idris as. Di tempat ini, Nabi Idris melakukan pekerjaannya sebagai penjahit dan tempat untuk mendirikan shalat. Setiap orang yang berdoa kepada Allah di Masjid Sahlah, Dia akan mengabulkan setiap permintaannya, dan pada hari kiamat derajatnya akan diangkat sampai ke posisi Nabi Idris. Allah akan melindunginya dari kesengsaraan dunia dan tipu muslihat musuh."
Maqam Nabi Saleh as adalah salah satu maqam lain di Masjid Sahlah, di mana terletak di sisi timur antara tembok selatan dan timur, yang juga dikenal sebagai Maqam Salehin, Anbiya' dan Mursalin. Maqam Imam Shadiq as juga berada di tengah masjid. Menurut catatan sejarah, Imam Shadiq tinggal di sana untuk sementara waktu dan menyibukkan dirinya dengan ibadah dan doa.
Setelah Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid al-Aqsa, dan Masjid Kufah, Masjid al-Sahlah berada di urutan kelima dari segi keutamaan. Dalam sebuah hadis sahih Imam Shadiq as kepada sahabatnya, Abu Bashir, berkata, "Wahai Abu Bashir! Sepertinya aku melihat suatu hari di mana putra Rasulullah Saw, Imam Mahdi bersama keluarganya singgah di Masjid Sahlah setelah kemunculannya."
Abu Bashir kemudian berkata, "Aku kembali bertanya kepada Imam Shadiq, apakah masjid tersebut akan menjadi rumah bagi Imam Mahdi?" Beliau menjawab, "Ya, masjid ini telah menjadi rumah Nabi Idris dan Nabi Ibrahim as. Dan Allah tidak mengangkat nabi manapun sebagai utusan-Nya kecuali ia telah mendirikan shalat di masjid tersebut. Rumah Nabi Khidr as juga di masjid ini. Siapa pun yang tinggal di masjid ini, maka ia seperti berada di dalam tenda Nabi Muhammad Saw… Barang siapa yang mendirikan shalat di tempat mulia ini dan kemudian berdoa dengan tulus, maka hajatnya akan dikabulkan, dan jika ada orang yang berlindung ke tempat ini karena takut terhadap sesuatu, Allah akan melindunginya dari bahaya itu."
Abu Bashir kemudian berkata kepada Imam Shadiq, "Sungguh tempat ini memiliki banyak keutamaan." Imam menjawab, "Apakah engkau ingin aku sebutkan keutamaan-keutamaan lain?" Aku berkata, "Iya." Imam Shadiq lalu menjelaskan, "Masjid Sahlah adalah salah satu tempat yang dicintai oleh Allah dan dirikanlah shalat di sana. Para malaikat mengunjungi masjid ini di sepanjang siang dan malam, dan di sana mereka beribadah kepada Allah. Jika aku tinggal di dekat masjid ini, aku akan mendirikan seluruh shalatku di sana ... "
Fungsi dan Peran Masjid (10)
Salah satu ibadah khusus yang dilakukan di masjid adalah i'tikaf. Ibadah dan mengingat Allah Swt tentu saja baik dilakukan di setiap tempat dan waktu, tapi menurut sejumlah ayat dan riwayat, sebagian tempat memiliki keutamaan khusus yang punya pengaruh besar dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt dan terkabulkannya doa. Masjid – sebagai rumah Allah dan tempat paling mulia – ditetapkan sebagai satu-satunya tempat untuk i'tikaf.
I'tikaf adalah sebuah ibadah yang istimewa dan ibadah ini tidak dianjurkan untuk dilakukan di setiap masjid. I'tikaf biasanya dilaksanakan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Kufah, dan jika tidak berkesempatan melakukan di tempat-tempat tersebut, maka ia bisa dikerjakan di Masjid Jami' di setiap daerah. Maksud dari Masjid Jami' di setiap kota atau daerah adalah tempat yang menjadi konsentrasi mayoritas masyarakat untuk menunaikan shalat dan jumlah pengunjungnya melebihi dari masjid-masjid lain di kota tersebut.
I'tikaf merupakan salah satu ritual ibadah yang paling komplit dan indah, di mana dilakukan pada kondisi dan tempat khusus. Hukum i'tikaf adalah sunnah dan seseorang boleh memilih antara melakukannya atau tidak, namun statusnya bisa berubah menjadi wajib setelah seseorang memulai dan melanjutkan i'tikaf, di mana ia tidak bisa meninggalkannya di tengah jalan.
Para fuqaha berbeda pendapat tentang waktu minimal untuk beri'tikaf. Imam Maliki dan Imam Abu Hanifah – dari fuqaha Ahlu Sunnah – berpendapat bahwa waktu minimal untuk beri'tikaf adalah satu hari satu malam. Akan tetapi, para fuqaha Syiah mengatakan i'tikaf dilakukan dalam waktu minimal tiga hari tiga malam.
Dari segi waktu, i'tikaf tidak terbatas pada waktu tertentu dan satu-satunya keharusan dari i'tikaf adalah melakukan puasa, maka ritual ini secara syariat harus dikerjakan pada waktu yang dibolehkan berpuasa. Oleh karena itu, orang yang tidak dapat berpuasa seperti musafir, sakit, atau sengaja tidak berpuasa, maka i'tikaf mereka tidak sah. Ibadah ini juga tidak bisa dilakukan pada hari-hari seperti hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, di mana puasa diharamkan.
Namun, waktu terbaik untuk melakukan i'tikaf adalah sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Waktu lain yang baik untuk beri'tikaf adalah Ayyaamul Bidh (hari-hari putih) yaitu pada tanggal ke-13, 14, dan 15 di setiap bulan Hijriyah, di mana memiliki keutamaan untuk berpuasa.
Salah satu syarat sah i'tikaf adalah berkesinambungan hadir di masjid. Dalam hal ini, Imam Ali as berkata, "Pelaku i'tikaf tidak boleh keluar dari masjid kecuali untuk keperluan mendesak dan langsung kembali setelah ia terpenuhi." (Kitab Ushul al-Kafi, jilid 4) Beberapa dari keperluan darurat yang membolehkan pelaku i'tikaf keluar dari masjid adalah shalat Jumat, menyertai (tasyi') jenazah, besukan mendesak kepada orang sakit, memenuhi kebutuhan orang mukmin dan semisalnya.
Perlu diingat bahwa setelah kebutuhan darurat terpenuhi, pelaku i'tikaf tidak boleh berdiam diri di luar dan harus segera kembali ke tempat i'tikaf. Masalah pemenuhan kebutuhan seorang mukmin benar-benar sangat penting di mana pelaku i'tikaf diperbolehkan untuk keluar dari masjid dan langsung kembali setelah tugas tersebut selesai. Tugas mulia ini dianggap bagian dari i'tikaf dan tidak terpisah darinya.
Maimun bin Mehran mengisahkan bahwa suatu hari aku bersama Imam Hasan as melakukan i'tikaf di masjid dan aku duduk di sampingnya ketika seorang laki-laki datang dan berkata, "Wahai putra Rasulullah Saw, aku punya utang pada seseorang dan ia ingin menyeretku ke penjara." Imam Hasan menjawab, "Sekarang aku tidak punya uang untuk melunasi utangmu." Orang tersebut lalu berkata, "Ikutilah aku untuk berbicara dengannya."
Imam Hasan as kemudian memakai sepatunya dan langsung bergerak. Aku (Maimun bin Mehran) berkata kepada beliau, "Wahai putra Rasulullah, apakah engkau telah melupakan i'tikafmu?" Imam menjawab, "Aku tidak lupa, tapi aku mendengar ayahku berkata bahwa Rasul Saw bersabda, 'Barang siapa yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan saudaranya seagama, maka ia seperti telah beribadah kepada Allah selama seribu tahun, di mana hari-harinya diisi dengan puasa dan malam-malamnya dengan shalat.'"
Mengenal Masjid Kufah
Pada kesempatan ini, kita akan mengenal lebih jauh tentang Masjid Kufah sebagai salah satu dari empat masjid agung di dunia Islam. Diriwayatkan bahwa suatu hari, Imam Jakfar Shadiq as turun dari tunggangannya ketika sudah mendekati Masjid Kufah. Para sahabat lalu bertanya kepada beliau seputar alasan dari tindakan itu, Imam Shadiq as berkata, "Di sini adalah batas Masjid Kufah dan batasan ini ditentukan oleh Nabi Adam as, dan aku tidak suka masuk ke batasan ini dengan tunggangan."
Perawi kemudian bertanya, "Jika batas Masjid Kufah seperti yang engkau jelaskan, lalu apa yang membuat ia berubah?" Imam Shadiq menjawab, "Penyebab utama perubahan ini adalah badai pada masa Nabi Nuh as. Kemudian raja-raja Khosrow, Nu'man bin Munzir, dan kemudian Ziyad bin Abu Sufyan melakukan beberapa perubahan." (Man la yahduruhu al-Faqih, jilid 1)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Masjid Kufah sudah ada sejak zaman Nabi Adam as sebagai tempat ibadah. Namun terjadi perubahan di sepanjang sejarah dan dilakukan pemugaran di berbagai periode. Masjid Kufah memiliki luas lebih dari 11.000 meter persegi dan dindingnya setinggi 10 meter. Halaman terbuka masjid adalah 5.642 meter persegi, dan luas shabistan (ruang utama shalat pada malam hari) adalah 5.520 meter persegi.
Masjid ini dipercantik dengan 187 buah pilar dan empat menara dengan ketinggian 30 meter. Ia memiliki lima gerbang dengan nama masing-masing Bab al-Sudda (atau lebih dikenal Bab Amirul Mukminin), Bab Kinda, Bab al-Anmat, Bab al-Fil, dan Bab al-Thu'bān.
Masjid Kufah menjadi tempat di mana Imam Ali as terluka parah oleh pukulan pedang beracun Abdurrahman Ibnu Muljam saat bersujud dalam shalat subuh. Imam Ali aktif melakukan shalat di masjid tersebut dan menyampaikan khutbah, dan pada akhirnya beliau gugur syahid di tempat suci ini. Di luar masjid terdapat makam Muslim ibn 'Aqil, Hani bun Urwah, dan Mukhtar al-Thaqafi.
Sejak awal berdiri, Masjid Kufah merupakan pusat pendidikan dan kebudayaan kota. Ketika Imam Ali as datang ke Kufah pada tahun 36 Hijriyah, pertama kali yang dikunjunginya adalah Masjid Kufah. Di sana beliau menyampaikan ceramah kepada masyarakat. Begitu menetap di Kufah, Imam Ali as mengajarkan tafsir al-Quran dan ilmu-ilmu lainnya di tempat tersebut. Di sana beliau memiliki banyak murid di antaranya Kumail bin Ziyad dan Ibnu Abbas.
Muslim ibn 'Aqil adalah cucu Abu Thalib dan sepupu Imam Husein as dari kabilah Bani Hasyim. Pada masa Imam Husein, Muslim ditunjuk sebagai wakilnya untuk mengevaluasi situasi dan pengambilan baiat dari masyarakat Kufah. Ia berangkat ke kota tersebut dan mampu mengumpulkan 18.000 orang yang menyatakan kesetiaan kepada Imam Husein as.
Namun, situasi berubah seketika dengan pengangkatan dan pelantikan Ubaidillah bin Ziyad sebagai penguasa Kufah. Pengangkatan ini membuat penduduk Kufah ketakutan sehingga mencabut dukungan mereka kepada Muslim bin 'Aqil. Tidak lama kemudian, Muslim bin Aqil berhasil ditangkap dan atas perintah Ubaidillah ia dibunuh pada hari Arafah tahun 60 Hijriyah.
Pasca kesyahidan Muslim bin Aqil, Ibnu Ziyad juga memerintahkan untuk membunuh Hani bin ‘Urwah. Kepala kedua orang tersebut yang telah dipisahkan dari tubuhnya, kemudian dibawa ke Syam untuk diperlihatkan kepada Yazid bin Muawiyah.
Masjid Kufah
Spirit seluruh ajaran Islam menyeru kepada perkumpulan dan hidup bersosial, sementara mengasingkan diri dan menjauhkan dari masyarakat tidak ada tempat dalam Islam. Tapi, agama ini juga memperkenalkan i'tikaf sebagai sebuah kesempatan untuk kembali mengenali diri dan Allah Swt sehingga manusia bisa kembali merekatkan hubungan batinnya dengan Sang Pencipta.
I'tikaf adalah sebuah kesempatan untuk memeriksa kembali dan mengevaluasi kondisi jiwa dan batin manusia, dengan fokus pada kapasitas, perilaku, hati, dan pikirannya. Mereka harus merenungkan kembali bagaimana kualitas hubungannya dengan Tuhan. I'tikaf mencakup shalat, puasa, membaca al-Quran, bertaubat, dan beristighfar. Semua jenis ibadah ini memiliki tujuan yang sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Namun setiap jenis ibadah juga memiliki tujuan masing-masing, seperti shalat yang akan mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar, dan puasa akan memperbesar tingkat kesabaran dan mengontrol emosi. I'tikaf sendiri juga memiliki tujuan yang spesifik yaitu melatih pemutusan kontak dari segala hal selain Allah dan memfokuskan diri kepada-Nya.
Pelaku i'tikaf – selama berdiam diri di masjid – memutuskan hubungannya dengan semua perkara duniawi dan seluruh waktunya digunakan untuk ibadah. Ia tidak akan berkelana ke rumah orang lain saat sedang berada di rumah Allah, dan tidak akan menggerakkan lisannya kecuali untuk membaca firman Tuhan dan berdoa.
Pelaku i'tikaf akan menempatkan kehendaknya di jalan kehendak Allah Swt dan di sepanjang hari, ia meninggalkan makan-minum demi ridha-Nya dan menyibukkan diri dengan shalat. Ia benar-benar larut dalam penghambaan Tuhan sehingga ia berkata, "Ya Allah, berilah aku kesempurnaan perpisahan dari makhluk untuk mencapai diri-Mu."
I'tikaf adalah sebuah amalan yang dianggap bagian dari kegiatan ibadah dalam syariat Nabi Ibrahim as, dan para pengikut beliau sudah terbiasa dengan i'tikaf. Nabi Sulaiman as juga melakukan i'tikaf di Baitul Maqdis dan memfokuskan diri untuk ibadah. Nabi Musa as – di tengah tanggung jawab besar dan kesibukannya membimbing umat – meninggalkan masyarakat untuk beberapa waktu demi berkhalwat dengan Allah Swt di Bukit Tursina.
Nabi Zakaria as – sosok yang bertanggung jawab untuk mengurusi masyarakat – juga melakukan i'tikaf di Baitul Maqdis, termasuk merawat Sayidah Maryam as. Rasulullah Saw seperti para kakeknya, mengamalkan syariat Nabi Ibrahim dan salah satu ritual agama Ibrahim adalah i'tikaf. Beliau memilih Gua Hira' sebagai tempat berkhalwat dengan Allah Swt. Setelah diutus menjadi nabi dan hijrah ke Madinah, Rasul melakukan i'tikaf di Masjid Nabawi dan menyibukkan diri dengan ibadah.
Tempo dulu, sekelompok masyarakat Hijaz – yang berpegang pada agama yang lurus – juga melakukan i'tikaf dengan berkhalwat dan meninggalkan keramaian untuk beberapa waktu. Mereka menyibukkan diri dengan ibadah dan memikirkan keagungan ciptaan Tuhan dan terus berjuang mencari kebenaran.
Dalam ajaran Islam, i'tikaf adalah menetap di sebuah tempat yang suci untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. I'tikaf merupakan sebuah kesempatan emas sehingga manusia menemukan jati dirinya setelah tenggelam dalam kemegahan dunia. Para pelaku i'tikaf akan melepaskan dirinya dari belenggu materi untuk meraih rahmat, ampunan, dan kasih sayang Tuhan.
Pada akhir bulan Ramadhan, masyarakat muslim secara serentak melakukan i'tikaf dan mereka memilih tempat-tempat istimewa sebagai lokasi untuk berkhalwat seperti, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Kufah.
Keutamaan Masjid Kufah
Pada bagian ini, kita akan berkenalan dengan Masjid Agung Kufah, Irak yang sangat populer di tengah kaum muslim. Masjid Kufah adalah sebuah masjid besar di Dunia Islam. Bagi kaum muslim Syiah, masjid ini merupakan masjid penting keempat setelah Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid al-Aqsa. Menurut beberapa riwayat, orang pertama yang mendirikan Masjid Kufah adalah Nabi Adam as dan kemudian direkonstruksi oleh Nabi Nuh as setelah badai.
Pada tahun 17 Hijriyah, pasukan Islam menduduki Madain. Saat itu kondisi air dan udara di sana sangat buruk hingga membuat tidak nyaman para tentara. Melihat kondisi tersebut, Hudzaifah melaporkannya kepada khalifah lewat sepucuk surat. Khalifah kemudian memerintahkan Sa'ad bin Abi Waqash supaya mengutus Salman dan Hudzaifah untuk mencari daerah baru yang lebih layak. Salman menelusuri daerah sebelah barat Sungai Furat sedangkan Hudzaifah sebelah timurnya. Setelah lama tidak menemukan daerah yang bagus, akhirnya mereka sampai di Kufah. Mereka sepakat bahwa Kufah adalah daerah yang tepat untuk dijadikan pangkalan militer. Mereka lalu salat dua rakaat dan berdoa pada Allah Swt agar menjadikan daerah tersebut sebagai tempat yang tenang dan kokoh.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam Ali as berkata kepada masyarakat Kufah, "Allah telah memberikan sesuatu kepada kalian di mana tidak diberikan kepada siapapun, Dia menganugerahkan kedudukan khusus untuk tempat ini (Masjid Kufah). Masjid ini adalah rumah Adam as, tempat Nuh, tempat tinggal Idris, tempat ibadah Ibrahim dan saudara saya, Khidr, dan salah satu dari empat masjid yang dipilih oleh Allah untuk umat-Nya. Akan datang suatu masa di mana masjid ini akan menjadi tempat shalat Imam Mahdi dan setiap orang mukmin."
Sejak awal pembangunannya, Masjid Kufah menjadi salah satu pusat penting politik dan budaya kota Kufah. Sepanjang sejarah, Masjid Kufah telah didatangi para nabi dan imam maksum di antaranya Imam Ali as, Imam Hasan, Imam Husein dan sebagian imam lainnya.
Masjid Kufah di Irak
Pada tahun 36 Hijriyah, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as datang ke Masjid Kufah dan beliau berkali-kali shalat dan menyampaikan ceramah di tempat mulia itu. Imam Ali as juga menggunakannya sebagai pengadilan dan pusat pemerintahan, dan pada akhirnya beliau menjemput kesyahidannya di mihrab masjid tersebut.
Begitu menetap di Kufah, Imam Ali as mengajarkan tafsir al-Quran dan ilmu-ilmu lainnya. Di sana beliau memiliki banyak murid di antaranya adalah Kumail bin Ziyad dan Ibnu Abbas. Mihrab Imam Ali as di Masjid Kufah menjadi salah satu tempat istimewa bagi kaum muslim khususnya para pecinta Ahlul Bait. Mihrab itu menjadi tempat Imam Ali mendirikan shalat dan bermunajat kepada Allah Swt.
Masjid Kufah memiliki banyak Maqam (kedudukan/tempat yang digunakan untuk beribadah) dan tempat-tempat penting yang populer di masyarakat antara lain; Rahbah Amirul Mukminin, ini adalah tempat yang dulu digunakan Imam Ali as untuk menjawab pertanyaan umat tiap sebelum shalat atau pada kesempatan lain. Dakkatul Qadza, ia adalah tempat yang digunakan Imam Ali as untuk memutuskan perkara hukum masyarakat.
Maqam Nabi Adam as. Tiang ketujuh Masjid Kufah dikenal dengan Maqam Nabi Adam. Di sana dulu Nabi Adam as bertaubat dan Allah Swt menerima taubatnya. Kemudian ada Maqam Malaikat Jibril as. Tiang kelima Masjid Kufah ditetapkan sebagai Maqam Jibril. Pada Malam Mi'raj, saat Nabi Muhammad Saw diberangkatkan oleh Allah dari Masjidil Haram menuju Masjid al-Aqsa, ketika melewati Kufah, Malaikat Jibril as berkata kepada Nabi Saw, “Ya Rasulallah, saat ini engkau ada di depan Masjid Kufah,” atas izin Allah Swt di sana Nabi Saw melakukan dua rakaat salat."
Maqam Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as. Tiang ketiga Masjid Kufah adalah tempat shalat Imam Sajjad. Abu Hamzah al-Tsumali berkata, “Aku melihat Ali bin Husein as memasuki Masjid Kufah dan melakukan shalat dua rakaat lalu berdoa. Saat akan kembali ke Madinah beliau ditanya seseorang, ‘Untuk apa engkau kemari? Imam menjawab, ‘Aku meziarahi ayahku dan shalat di masjid ini.'"
Tempat istimewa lain di Masjid Kufah adalah lokasi terdamparnya kapal Nabi Nuh as. Menurut sejumlah riwayat, bahtera Nabi Nuh as terdampar di Masjid Kufah setelah sekian lama melewati terjangan badai.
Fungsi dan Peran Masjid (9)
Ibadah merupakan salah satu rukun agama, sementara tempat terbaik dan paling mulia untuk berhubungan dengan Allah Swt adalah masjid. Di masjid, manusia dapat lebih mudah untuk membangun kontak dengan Allah dibanding tempat-tempat lain.
Oleh karena itu, masyarakat Muslim memilih beri'tikaf di Masjid dan menyibukkan diri dengan kegiatan ibadah seperti, mengerjakan shalat, berpuasa, membaca al-Quran, dan berdoa.
Spirit seluruh ajaran Islam menyeru kepada perkumpulan dan hidup bersosial, sementara mengasingkan diri dan menjauhkan dari masyarakat tidak ada tempat dalam Islam. Tapi, agama ini juga memperkenalkan i'tikaf sebagai sebuah kesempatan untuk kembali mengenali diri dan Allah Swt sehingga manusia bisa kembali merekatkan hubungan batinnya dengan Sang Pencipta.
I'tikaf adalah sebuah kesempatan untuk memeriksa kembali dan mengevaluasi kondisi jiwa dan batin manusia, dengan fokus pada kapasitas, perilaku, hati, dan pikirannya. Mereka harus merenungkan kembali bagaimana kualitas hubungannya dengan Tuhan. I'tikaf mencakup shalat, puasa, membaca al-Quran, bertaubat, dan beristighfar. Semua jenis ibadah ini memiliki tujuan yang sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Namun setiap jenis ibadah juga memiliki tujuan masing-masing, seperti shalat yang akan mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar, dan puasa akan memperbesar tingkat kesabaran dan mengontrol emosi. I'tikaf sendiri juga memiliki tujuan yang spesifik yaitu melatih pemutusan kontak dari segala hal selain Allah dan memfokuskan diri kepada-Nya.
Pelaku i'tikaf – selama berdiam diri di masjid – memutuskan hubungannya dengan semua perkara duniawi dan seluruh waktunya digunakan untuk ibadah. Ia tidak akan berkelana ke rumah orang lain saat sedang berada di rumah Allah, dan tidak akan menggerakkan lisannya kecuali untuk membaca firman Tuhan dan berdoa.
Pelaku i'tikaf akan menempatkan kehendaknya di jalan kehendak Allah Swt dan di sepanjang hari, ia meninggalkan makan-minum demi ridha-Nya dan menyibukkan diri dengan shalat. Ia benar-benar larut dalam penghambaan Tuhan sehingga ia berkata, "Ya Allah, berilah aku kesempurnaan perpisahan dari makhluk untuk mencapai diri-Mu."
I'tikaf adalah sebuah amalan yang dianggap bagian dari kegiatan ibadah dalam syariat Nabi Ibrahim as, dan para pengikut beliau sudah terbiasa dengan i'tikaf. Nabi Sulaiman as juga melakukan i'tikaf di Baitul Maqdis dan memfokuskan diri untuk ibadah. Nabi Musa as – di tengah tanggung jawab besar dan kesibukannya membimbing umat – meninggalkan masyarakat untuk beberapa waktu demi berkhalwat dengan Allah Swt di Bukit Tursina.
Nabi Zakaria as – sosok yang bertanggung jawab untuk mengurusi masyarakat – juga melakukan i'tikaf di Baitul Maqdis, termasuk merawat Sayidah Maryam as. Rasulullah Saw seperti para kakeknya, mengamalkan syariat Nabi Ibrahim dan salah satu ritual agama Ibrahim adalah i'tikaf. Beliau memilih Gua Hira' sebagai tempat berkhalwat dengan Allah Swt. Setelah diutus menjadi nabi dan hijrah ke Madinah, Rasul melakukan i'tikaf di Masjid Nabawi dan menyibukkan diri dengan ibadah.
Tempo dulu, sekelompok masyarakat Hijaz – yang berpegang pada agama yang lurus – juga melakukan i'tikaf dengan berkhalwat dan meninggalkan keramaian untuk beberapa waktu. Mereka menyibukkan diri dengan ibadah dan memikirkan keagungan ciptaan Tuhan dan terus berjuang mencari kebenaran.
Dalam ajaran Islam, i'tikaf adalah menetap di sebuah tempat yang suci untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. I'tikaf merupakan sebuah kesempatan emas sehingga manusia menemukan jati dirinya setelah tenggelam dalam kemegahan dunia. Para pelaku i'tikaf akan melepaskan dirinya dari belenggu materi untuk meraih rahmat, ampunan, dan kasih sayang Tuhan.
Pada akhir bulan Ramadhan, masyarakat muslim secara serentak melakukan i'tikaf dan mereka memilih tempat-tempat istimewa sebagai lokasi untuk berkhalwat seperti, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Kufah.
Pada bagian ini, kita akan berkenalan dengan Masjid Agung Kufah, Irak yang sangat populer di tengah kaum muslim. Masjid Kufah adalah sebuah masjid besar di Dunia Islam. Bagi kaum muslim Syiah, masjid ini merupakan masjid penting keempat setelah Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid al-Aqsa. Menurut beberapa riwayat, orang pertama yang mendirikan Masjid Kufah adalah Nabi Adam as dan kemudian direkonstruksi oleh Nabi Nuh as setelah badai.
Pada tahun 17 Hijriyah, pasukan Islam menduduki Madain. Saat itu kondisi air dan udara di sana sangat buruk hingga membuat tidak nyaman para tentara. Melihat kondisi tersebut, Hudzaifah melaporkannya kepada khalifah lewat sepucuk surat. Khalifah kemudian memerintahkan Sa'ad bin Abi Waqash supaya mengutus Salman dan Hudzaifah untuk mencari daerah baru yang lebih layak. Salman menelusuri daerah sebelah barat Sungai Furat sedangkan Hudzaifah sebelah timurnya. Setelah lama tidak menemukan daerah yang bagus, akhirnya mereka sampai di Kufah. Mereka sepakat bahwa Kufah adalah daerah yang tepat untuk dijadikan pangkalan militer. Mereka lalu salat dua rakaat dan berdoa pada Allah Swt agar menjadikan daerah tersebut sebagai tempat yang tenang dan kokoh.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam Ali as berkata kepada masyarakat Kufah, "Allah telah memberikan sesuatu kepada kalian di mana tidak diberikan kepada siapapun, Dia menganugerahkan kedudukan khusus untuk tempat ini (Masjid Kufah). Masjid ini adalah rumah Adam as, tempat Nuh, tempat tinggal Idris, tempat ibadah Ibrahim dan saudara saya, Khidr, dan salah satu dari empat masjid yang dipilih oleh Allah untuk umat-Nya. Akan datang suatu masa di mana masjid ini akan menjadi tempat shalat Imam Mahdi dan setiap orang mukmin."
Sejak awal pembangunannya, Masjid Kufah menjadi salah satu pusat penting politik dan budaya kota Kufah. Sepanjang sejarah, Masjid Kufah telah didatangi para nabi dan imam maksum di antaranya Imam Ali as, Imam Hasan, Imam Husein dan sebagian imam lainnya.
Pada tahun 36 Hijriyah, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as datang ke Masjid Kufah dan beliau berkali-kali shalat dan menyampaikan ceramah di tempat mulia itu. Imam Ali as juga menggunakannya sebagai pengadilan dan pusat pemerintahan, dan pada akhirnya beliau menjemput kesyahidannya di mihrab masjid tersebut.
Begitu menetap di Kufah, Imam Ali as mengajarkan tafsir al-Quran dan ilmu-ilmu lainnya. Di sana beliau memiliki banyak murid di antaranya adalah Kumail bin Ziyad dan Ibnu Abbas. Mihrab Imam Ali as di Masjid Kufah menjadi salah satu tempat istimewa bagi kaum muslim khususnya para pecinta Ahlul Bait. Mihrab itu menjadi tempat Imam Ali mendirikan shalat dan bermunajat kepada Allah Swt.
Masjid Kufah memiliki banyak Maqam (kedudukan/tempat yang digunakan untuk beribadah) dan tempat-tempat penting yang populer di masyarakat antara lain; Rahbah Amirul Mukminin, ini adalah tempat yang dulu digunakan Imam Ali as untuk menjawab pertanyaan umat tiap sebelum shalat atau pada kesempatan lain. Dakkatul Qadza, ia adalah tempat yang digunakan Imam Ali as untuk memutuskan perkara hukum masyarakat.
Maqam Nabi Adam as. Tiang ketujuh Masjid Kufah dikenal dengan Maqam Nabi Adam. Di sana dulu Nabi Adam as bertaubat dan Allah Swt menerima taubatnya. Kemudian ada Maqam Malaikat Jibril as. Tiang kelima Masjid Kufah ditetapkan sebagai Maqam Jibril. Pada Malam Mi'raj, saat Nabi Muhammad Saw diberangkatkan oleh Allah dari Masjidil Haram menuju Masjid al-Aqsa, ketika melewati Kufah, Malaikat Jibril as berkata kepada Nabi Saw, “Ya Rasulallah, saat ini engkau ada di depan Masjid Kufah,” atas izin Allah Swt di sana Nabi Saw melakukan dua rakaat salat."
Maqam Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as. Tiang ketiga Masjid Kufah adalah tempat shalat Imam Sajjad. Abu Hamzah al-Tsumali berkata, “Aku melihat Ali bin Husein as memasuki Masjid Kufah dan melakukan shalat dua rakaat lalu berdoa. Saat akan kembali ke Madinah beliau ditanya seseorang, ‘Untuk apa engkau kemari? Imam menjawab, ‘Aku meziarahi ayahku dan shalat di masjid ini.'"
Tempat istimewa lain di Masjid Kufah adalah lokasi terdamparnya kapal Nabi Nuh as. Menurut sejumlah riwayat, bahtera Nabi Nuh as terdampar di Masjid Kufah setelah sekian lama melewati terjangan badai.
Fungsi dan Peran Masjid (8)
Salah satu rukun dasar agama-agama samawi khususnya Islam adalah ibadah dan salah satu bagian penting ibadah tidak lain kecuali berdoa dan bermunajat kepada Allah Swt serta bercengkrama dengan-Nya. Aspek penting dalam munajat ini adalah kekhusyukan hati dan kehadiran jiwa yang sepenuhnya fokus kepada Allah Swt.
Tentu tidak mudah untuk bisa khusyu' dan membutuhkan banyak syarat dan faktor untuk mencapai kondisi itu; salah satunya adalah tempat ibadah dan tentu tidak ada tempat yang lebih baik dari masjid.
Oleh sebab itu, setiap kali al-Quran berbicara tentang masjid, maka ia akan menekankan aspek-aspek ibadah sebagai fungsi utama bangunan suci itu. Dalam surat al-'Araf ayat 29, Allah Swt berfirman, "Katakanlah: 'Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan.' Dan (katakanlah): 'Luruskanlah wajah (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya…'"
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa masjid adalah poros penghambaan secara tulus dan simbol penghambaan ini adalah mendirikan shalat. Para pemuka agama juga sangat menekankan fungsi masjid sebagai tempat ibadah. Hukum dan adab yang terkait masjid bertujuan untuk menghadirkan dan memelihara kekhusyukan dalam beribadah kepada Allah di tempat suci tersebut. Jadi, Islam menganggap setiap tindakan yang menghalangi masjid memainkan fungsi utamanya sebagai perbuatan tercela.
Salah satu hukum dan adab masjid adalah menunaikan shalat tahiyatul masjid yang bertujuan untuk menghormati dan memuliakan rumah Allah. Setelah memasuki masjid dan sebelum duduk, individu Muslim akan mengerjakan dua rakaat shalat tahiyatul masjid. Dalam hal ini, kebanyakan fuqaha berkata bahwa maksud dari shalat tahiyat adalah untuk menghindari pelecehan masjid akibat langsung duduk tanpa mengerjakan shalat." Jadi, dapat disimpulkan bahwa duduk di masjid dan menyibukkan diri dengan perkara duniawi adalah perbuatan tercela.
Hal utama yang perlu dilakukan setelah memasuki masjid dan sebelum duduk adalah mengerjakan shalat; apakah itu shalat wajib atau shalat sunnah. Namun, alangkah utamanya jika kita memulai dengan shalat tahiyatul masjid dan kemudian baru menyibukkan diri dengan ibadah-ibadah lain. Abu Dzar al-Ghifari berkata, "Suatu hari aku bertemu Rasulullah di masjid dan beliau bersabda, 'Wahai Abu Dzar! Masjid memiliki salam dan tahiyat yang khusus untuknya.' Aku lalu bertanya, 'Apa itu tahiyat masjid?' Beliau bersabda, 'Menunaikan shalat dua rakaat.'"
Sebenarnya, shalat tahiyatul masjid merupakan salam seorang mukmin kepada masjid, dan ia dianggap sebagai puncak penghormatan dan pemuliaan rumah Allah Swt. Dengan perbuatan ini, orang yang shalat seakan ingin menunjukkan bahwa masjid adalah makhluk yang memiliki akal dan perasaan dan tidak seperti tempat-tempat lain, di mana manusia bisa berlalu-lalang sesuka hati.
Masjid Al Aqsa.
Bagian-bagian Penting Masjid al-Aqsa.
Pada bagian ini, kita akan kembali berkenalan dengan Masjid al-Aqsa sebagai tempat suci ketiga umat Islam. Masjid al-Aqsa terletak di sebuah bukit kecil di sudut tenggara kota tua al-Quds, dengan pagar dinding berbentuk poligon yang tidak teratur. Di bagian selatan bukit, terdapat sebuah masjid dengan kubah agak kehijau-hijauan yang populer sekarang sebagai Masjid al-Aqsa. Seperti yang kami katakan, tempat itu meskipun populer dengan sebutan Masjid al-Aqsa, namun ia sama sekali bukan keseluruhan Masjid al-Aqsa, ia hanya sebagian dari Masjid al-Aqsa yang dianggap suci dalam Islam.
Salah satu bangunan suci lain yang terletak di komplek Masjid al-Aqsa adalah Masjid Kubah Shakhrah (Kubah Batu). Kubah Shakhrah adalah sebuah bangunan persegi delapan (oktagonal) berkubah emas yang terletak persis di sebelah kiri Masjid al-Aqsa dan termasuk bangunan tertinggi di komplek tersebut. Masjid ini disebut dengan Kubah Shakhrah karena keberadaan batu yang diyakini sebagai tempat pijakan Nabi Muhammad Saw saat melakukan mi'raj.
Di bawah batu tersebut terdapat sebuah lubang berbentuk gua batu yang bisa dipakai untuk mendirikan shalat dan oleh sebab itu, ia disebut Masjid Shakhrah. Ada 12 tiang yang berfungsi sebagai penopang kubah emas. Kubah tersebut memiliki tinggi hampir 35 meter dengan diameter 20 meter. Kubah ini berdiri di atas batu yang diyakini menjadi tempat Rasulullah berdiri sebelum peristiwa Isra Mi'raj. Di bagian dalam kubah dihiasi ayat-ayat al-Quran. Adapun di bagian luar kubah dilapisi logam khusus yang memancarkan warna kuning keemasan.
Masjid Kubah Shakhrah merupakan salah satu dari peninggalan warisan arsitektur Islam yang bernilai seni tinggi. Masjid Kubah Shakhrah memiliki empat pintu masuk. Pada umumnya pintu barat merupakan pintu masuk dan keluarnya jamaah shalat dan di bagian selatan terdapat Babul Mekkah.
Di sebelah timur Kubah Shakhrah berdiri sebuah bangunan yang disebut Kubah Silsilah atau Kubah Rantai. Sebelumnya terdapat sebuah batu besar di tempat tersebut yang diyakini sebagai singgasana Nabi Daud as untuk menemui masyarakat dan menangani berbagai permasalahan mereka serta menjelaskan hukum-hukum syariat. Kebiasaan Nabi Daud ini digambarkan dengan jelas dalam surat Sad ayat 26.
Kubah Mi'raj adalah sebuah kubah mandiri yang dibangun di sebelah utara Kubah Shakhrah. Kubah ini didirikan sebagai monumen untuk mengenang perjalanan Rasulullah Saw menuju langit. Tempat ini diyakini sebagai titik di mana Nabi Muhammad Saw naik ke langit (mi'raj).
Bagian lain yang terdapat dalam komplek Masjid al-Aqsa adalah Tembok Buraq. Tembok ini disebut Tembok Buraq karena diyakini sebagai tempat untuk mengikat Buraq pada malam mi'raj. Oleh karena itu, kaum Muslim membangun sebuah masjid dengan nama Masjid al-Buraq di tempat tersebut. Namun, warga Yahudi mengklaim bahwa Tembok Buraq merupakan bagian dari sisa-sisa Kuil Sulaiman. Warga Yahudi belum memberikan bukti apapun untuk membuktikan klaimnya itu.
Warga Yahudi menggunakan Tembok Buraq sebagai tempat untuk meratapi dan menyesali pembangkangan kaum Yahudi terhadap perintah Nabi Musa as di masa lalu. Mereka menamainya dengan "Tembok Ratapan" atau "Dinding Nudbah."
Pada tahun 1922 hingga 1948, kaum Yahudi mengklaim memiliki tempat tersebut di era imperialisme Inggris. Dengan alasan itulah mereka menduduki Palestina. Klaim ini membangkitkan kemarahan rakyat Palestina dan pecahlah Kebangkitan Buraq pada tahun 1929. Dalam kebangkitan itu, 116 warga Muslim gugur syahid dan sekitar 232 lainnya terluka dan lebih dari 1000 warga Palestina ditangkap.
Pembantaian terhadap rakyat Palestina telah mendorong lahirnya sebuah komite internasional investigasi independen. Di akhir misinya pada Januari 1930, komite tersebut mengumumkan Tembok Buraq sebagai milik kaum Muslim. Namun, rezim Zionis tetap mengklaim bahwa Masjid al-Aqsa telah dibangun di atas reruntuhan Kuil Sulaiman dan terus melakukan konspirasi untuk menghancurkan kiblat pertama kaum Muslim dan membangun kembali Kuil Sulaiman.