کمالوندی

کمالوندی

Minggu, 20 Oktober 2013 19:02

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 143-146

Ayat ke 143

 

Artinya:

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (7: 143)

 

Sebelumnya telah disebutkan bahwa Allah Swt telah memerintahkan kepada Nabi Musa as agar pergi ke sebuah miqat (tempat pertemuan) yang terletak di bukit Thur untuk bermunajat kepada-Nya selama 40 hari, guna memperoleh kitab suci Taurat. Ayat ini menceritakan saat-saat ketika Musa as telah tiba di miqat dan berbicara dengan Tuhannya. Salah satu permintaan Bani Israil kepada Nabi Musa adalah melihat Tuhan dengan mata mereka. Karena itu Nabi Musa as menyampaikan permintaan kaumnya ini kepada Tuhan dengan mengatakan, "Ya Allah, tunjukkanlah diri-Mu kepadaku, sehingga aku dapat melihat-Mu dengan kedua mataku, dan akupun akan dapat mengatakan kepada kaumku bahwa aku telah melihat Tuhanku."

 

Kemudian terdengar jawaban, "Wahai Musa! Engkau tidak akan bisa melihat-Ku, karena Aku bukanlah Zat yang bisa dilihat dengan mata kasar, namun Aku tetap bisa kalian saksikan melalui sifat kekuasaan dan keagungan-Ku. Karena itu lihatlah gunung ini bagaimana ia hancur bertantakan dengan kehendak-Ku." Kejadian itu sedemikian dahsyatnya, sehingga Nabi Musa as pun terjatuh dan tak sadarkan diri. Sewaktu beliau sadar kembali, Nabi Musa as berkata, "Ya Allah, Ya Tuhanku! Aku adalah orang pertama yang menyaksikan kekuasaan, kedahsyatan dan kebesaran-Mu, karena itu aku mohon ampun atas permintaanku yang tidak pada tempatnya itu. Engkau Sungguh Maha Suci dari segala pandangan mata."

 

Imam Ali bin Abi Thalib suatu hari ditanya oleh seseorang, "Apakah engkau melihat Tuhan sehingga kau beribadah sedemikian tekun dan khusyuk kepada-Nya?"

Imam Ali as menjawab, "Aku tidak akan menjadi hamba dari Tuhan yang tidak bisa aku lihat, namun bukan Tuhan bisa dilihat dengan mata kepala, akan tetapi Tuhan yang dapat dirasakan dengan mata hati." Dilain kesempatan Imam Ali as juga mengatakan, "Aku tidak pernah melihat sesuatupun kecuali sebelum dan sesudahnya, senantiasa bersama Tuhan."

 

Dalam al-Quran al-Karim surat al-An'am ayat 103 dengan tegas disebutkan artinya, "Semua mata tidak akan bisa menyaksikan Dia, akan tetapi Dia bisa melihat semua mata makhluk-Nya."

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Guna mengenal Allah Swt, kita harus memperhatikan berbagai segala ciptaan dan makhluk yang di alam semesta ini. Karena segala sesuatu di alam merupakan manifestasi dari perwujudan dan keagungan Allah Swt.

2. Segala bentuk pemikiran atau permohonan yang tidak pada tempatnya harus ditebus dengan taubat. Karena itu, ketika manusia memiliki segala bentuk keraguan yang batil dan tidak pada proporsinya terhadap Tuhan Pencipta alam semesta, maka dia harus bertaubat.

 

Ayat ke 144-145

 

Artinya:

Allah berfirman: "Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur". (7: 144)

 

Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik. (7: 145)

 

Ketika Nabi Musa as telah melewati waktu 40 hari bermunajat dan mendekatkan diri kepada Allah Swt di bukit Thur, Allah menurunkan kitab suci Taurat dalam bentuk lempengan-lempengan batu kepada Nabi Musa as. Lalu Tuhan meminta kepada Musa agar hukum-hukum yang terdapat pada kitab itu dilaksanakan dengan tegas, kemudian menyeru kaum Bani Israil agar melaksanakan ajaran kitab suci ini.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Setelah hancurnya system pemerintahan Fir'aun yang tiran dan terbentuknya pemerintahan Ilahiah yang adil, maka undang-undang dan hukum-hukum Allah harus dilaksanakan secara penuh.

2. Diturunkannya kitab suci dari Allah kepada manusia merupakan sebuah nikmat besar yang harus disyukuri oleh umat manusia. Syukur terhadap berbagai nikmat Allah merupakan perintah Ilahi, bukan hanya sekedar nasihat dan pesan moral.

 

Ayat ke 146

 

Artinya:

Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya. (7: 146)

 

Setelah dalam ayat sebelumnya menekankan mengenai pentingnya berpegang teguh pada hukum-hukum Allah dan melaksanakan segala perintah Tuhan dengan penuh inisiatif dan sungguh-sungguh, ayat 146 tadi mengatakan, orang-orang yang tidak mau tunduk di hadapan hukum Allah, sombong, berbesar diri, tidak mau menerima kebenaran, meskipun mereka telah memahami berbagai ayat dan jalan lurus yang diajarkan oleh nabi utusan Allah, sesungguhnya mereka sedang berjalan semakin jauh dari kebenaran dan tengah menuju jalan kesesatan.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Sombong dan arogan adalah akar utama keingkaran terhadap ayat-ayat Allah serta kekufuran kepada Allah Swt.

2. Berbesar diri dan arogan di hadapan Allah adalah penyebab utama terjauhnya seseorang dari petunjuk Allah, sedang Allah Swt tidak akan menarik anugerah-Nya dari seseorang tanpa ada alasan.

Minggu, 20 Oktober 2013 19:00

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 141-142

Ayat ke 141

 

Artinya:

Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhanmu". (7: 141)

 

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa setelah selamat dari cengkeraman dan kejaran Fir'aun dan kaumnya, dalam perjalannya, Bani Israil berjalan melalui sebuah kaum yang menyembah berhala. Saat itu mereka meminta Nabi Musa untuk membuatkan Tuhan yang bisa mereka raba, seperti berhala.

 

Ayat ini mengingatkan bani Israil apakah secepat itu mereka melupakan Tuhan, lalu mencari Tuhan dari kayu atau batu lantaran menyaksikan sekelompok orang yang menyembahnya? Apakah kalian lupa bahwa Tuhan Musa-lah yang menyelamatkan kalian dari cengkeraman dan kezaliman Fir'aun lalu menjadikan kalian sebagai kaum yang terhormat? Lupakah kalian akan apa yang diperbuat Fir'aun terhadap anak-anak kalian? Lupakah kalian bahwa Firaun dengan berbagai macam alasan membunuh laki-laki dari kalian dan membiarkan perempuan-perempuan kalian hidup untuk diperbudak? Di akhir ayat ini, Allah Swt mengingatkan bahwa meskipun pedih, tetapi penyiksaan yang dilakukan Fir'aun terhadap kalian adalah sebuah cobaan besar dari Tuhan untuk kalian.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Lalai akan nikmat dan karunia Tuhan adalah penyebab munculnya penyelewengan di tengah masyarakat. Para nabi dan wali Allah selalu mengingatkan umat akan nikmat Tuhan demi mencegah mereka dari kekafiran dan keingkaran.

2. Peristiwa pahit yang ada dalam kehidupan adalah bagian dari cobaan dan ujian Tuhan, demikian juga kenikmatan dan kenyamanan hidup.

 

Ayat ke 142

 

Artinya:

Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan". (7: 142)

 

Musa telah berhasil menyelesaikan tugas pertamanya yaitu menyelamatkan Bani Israil dari cengkeraman Fir'aun, meski untuk itu, Bani Israil harus melalui berbagai kesulitan yang besar. Selanjutnya setelah berhasil lepas dari Fir'aun, Bani Israel memerlukan adanya aturan-aturan untuk kehidupan individu dan sosial bangsa ini. Karena itu, Allah memanggil Musa as untuk menerima Taurat yang berisi aturan-aturan tersebut yang bisa menyejahterakan Bani Israil di dunia dan akhirat. Untuk itu, Musa harus pergi meninggalkan kaumnya selama empat puluh hari. Selama kepergiannya, Harun, saudara Musa menjadi penggantinya dalam memimpin umat.

 

Mungkin penekanan al-Quran pada kata malam, bukan hari, disebabkan karena malam adalah waktu yang paling baik untuk bermunajat, menerima kemurahan dan rahmat khusus dari Allah. Di dalam kitab keluaran yang merupakan bagian dari kitab Perjanjian Lama disebutkan bahwa Musa berada di gunung Thur selama empat puluh hari, empat puluh malam untuk menerima Taurat. Nabi Muhammad Saw juga meninggalkan istri dan keluarganya selama empat puluh hari dan tinggal di gua Hira untuk melakukan ibadah dan meraih rahmat khusus ilahi.

 

Ada satu hal menarik dalam ayat ini yang mengusik pernyataan kita. Musa as saat berpisah hanya untuk masa empat puluh hari menunjuk Harun untuk menggantikan posisi kepemimpinannya atas umat. Masuk akalkah jika Nabi Muhammad yang meninggalkan umat untuk selamanya tidak menunjuk seseorang untuk menggantikan posisi kepemimpinan beliau atas umat, tetapi menyerahkan kepada umat untuk memilih sendiri pemimpin mereka?

 

Ketika memimpin sebuah pasukan besar menuju Tabuk, Nabi Muhammad Saw menunjuk Ali bin Abi Thalib as untuk menggantikan posisi beliau di Madinah. Beliau Saw bersabda, "Wahai Ali, kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku."

 

Nabi Musa ketika hendak meninggalkan kaumnya berpesan kepada Harun untuk mengawasi gerak-gerik orang-orang yang berbuat kerusakan dan tidak membiarkan mereka memegang kendali atas umat. Musa juga berpesan agar Harun tidak mengikuti jalan mereka. Sepeninggal Musa, Bani Israil meninggalkan Harun dan tidak mempedulikannya. Mereka berpaling kepada seorang bernama Samiri. Samiri membuat patung anak sapi dari emas dan menyebutnya sebagai tuhan Musa.

 

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Ibadah dan munajat pada malam hari merupakan penopang dan penguat seseorang dalam memikul tanggung besar. Aktifitas seseorang di tengah masyarakat tidak semestinya menjadi penghalang dalam menjalankan ibadah.

2. Sebuah masyarakat memerlukan adanya pemimpin. Ketika Musa mendapat perintah untuk pergi ke gunung Thur, dia menunjuk saudaranya untuk menggantikan posisi kepemimpinannya atas bani Israil.

3. Tugas utama para nabi dan wali adalah memperbaiki masyarakat dan mengikis kerusakan.

Minggu, 20 Oktober 2013 18:59

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 136-140

Ayat ke 136

Artinya:

Kemudian Kami menghukum mereka, maka Kami tenggelamkan mereka di laut disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami itu. (7: 136)

 

Pada pembahasan sebelumnya, telah disebutkan bahwa Nabi Musa as dengan mengetengahkan berbagai Mukjizat, Fir'aun dan para pengikutnya tetap tidak mau menerima seruan dan nasehat Nabi Musa, bahkan pengikut Nabi Musa as menjadi sasaran tuduhan dan ancaman. Al-Quran al-Karim pada ayat ini menyatakan, dikarenakan sikap keras kepala dan acuh tak acuh, akhirnya di dunia inipun mereka merasakan siksaan. Yaitu sewaktu mereka hendak melewati sungai Nil, mereka semua ditenggelamkan oleh Allah Swt dalam air sungai itu. Sementara bagi Nabi Musa as dan pengikutnya, dengan perintah Allah air sungai tersebut terbelah menjadi jalan, sehingga mereka bisa lewat dengan aman disungai tersebut.

 

Memang demikianlah balasan Allah kepada orang-orang kafir, dan itu tidak lain merupakan suatu balasan dan siksaan Allah Swt. Karena itu dendam kusumat yang merupakan sumber kejelekan dan balas dendam yang dilakukan oleh ummat manusia, tidak terdapat didalam kamus Allah Swt. Oleh sebab itu pada kelanjutan ayat tadi disebutkan bahwa perkara ini merupakan balasan dan siksa atas pendustaan, acuh tak acuh mereka terhadap hakikat yang sebenarnya telah mereka pahami dengan baik, namun mereka mengabaikan dan tidak memperdulikannya.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Sesungguhnya Allah Swt sangat kasih sayang, namun disisi lain Dia juga Zat yang memberi sangsi dan balasan yang sangat pedih, rahmat-Nya tetap tidak menghilangkan kemurkaan-Nya.

2. Nasib umat manusia dan berbagai kaum tetap di tangan mereka sendiri. Akan tetapi kehancuran dan kebinasaan mereka disebabkan oleh kekufuran dan dan kezaliman yang mereka lakukan.

 

Ayat ke 137

 

Artinya:

Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka. (7: 137)

 

Setelah dijelaskan balasan dan siksaan terhadap kaum Fir'aun, lalu Allah Swt juga menjelaskan pahala dan ganjaran Bani Israil yang dengan sabar dan komitmen mengikuti Nabi Musa as dengan mengatakan, "Negeri Palestina dan Syam merupakan sebuah kawasan yang subur dan hijau, penuh berkah Kami berikan kepada mereka, dan mereka Kami jadikan sebagai pewaris dan penguasa ditanah dan negeri tersebut. Meski orang-orang tersebut sebelumnya telah menjadi sasaran eksploitasi kaum Fir'aun, sehingga mereka menjadi lemah dan terhina, tetapi sekembalinya mereka dari sungai Nil dan memasuki tanah Palestina, mereka memiliki kemampuan dan berkuasa menjalankan pemerintahan

 

Lanjutan dari ayat tadi menyebutkan, tidak hanya Fir'aun dan bala tentaranya yang Kami tenggelamkan kedalam air. Tetapi juga istana dan taman-taman kebanggaan mereka Kami hancurkan. Tanah kekuasaan mereka begitu luas, sebagaimana yang telah disebutksan oleh al-Quran, "Kami telah berikan belahan bumi bagian Timur dan Barat kepada Bani Israil."

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Pemerintahan para Nabi as merupakan pemerintahan kaum Mustadhafin, yakni bukan pemerintahan adidaya dan arogan, namun justru dibawah naungan ajaran para Nabi utusan Allah Swt kaum Mustadhafin telah diselamatkan dari cengkeraman kaum Arogan dan Mustakbirin, lalu menghantarkan mereka pada kekuasaan dan pemerintahan adil dan jujur.

2. Berdasarkan janji Allah Swt yang pasti, orang-orang Mukmin yang telah menanggung kesabaran dan komitmen akan mendapatkan kemenangan.

 

Ayat 138-140

 

Artinya:

Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)". (7: 138)

 

Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang seIalu mereka kerjakan. (7: 139)

 

Musa menjawab: "Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat. (7: 140)

 

Telah disinggung sebelumnya bahwa Allah Swt dengan anugerah-Nya yang luas telah menyelamatkan Bani Israil dari cengkraman Fir'aun, kemudian mereka dihantarkan kekawasan Syam untuk mengendalikan tampuk pemerintahan. Nabi Musa as yang telah menyiapkan kondisi sedemikian rupa buat kaum ini, namun pikiran mereka mengalami perubahan sedemikian jauh. Di antaranya mereka mengembangkan pemikiran dan keyakinan kaum ini mengenai penyembahan terhadap patung-patung berhala, karena itu mereka selalu memberi hormat terhadap berhala-berhala itu.

 

Oleh sebab itulah masyarakat awam dan sederhana Bani Israil meminta kepada Nabi Musa as agar diijinkan untuk membikin patung-patung peribadatan yang terbuat dari batu atau dari kayu. Mereka seperti kaum ini melakukan penyembahan terhadap patung-patung arca, sehingga mereka dapat melakukan munajat dan ibadat dalam upacara harian atau mingguan dihadapan arca berhala itu, bahkan dapat mengirimkan nazar dan kurban bagi mereka.

 

Di sinilah teriakan Nabi Musa as mulai menggema, permintaan apa dan tidak layak ini!? Apakah dengan secepat itu kalian telah melupakan anugerah Allah Swt yang luas ini ? Dan dengan melihat beberapa buah arca berhala ini kalian telah menjadi pengikut tuhan-tuhan bikinan kalian sendiri ini? Tidakkah kalian mengerti bahwa patung-patung berhala itu adalah benda yang fana dan hancur?! Apakah betul Allah Swt yang telah menganugerahkan berbagai kemenangan dan kelebihan kepada kalian, lalu kalian lupakan begitu saja! Kemudian kalian mencari tuhan-tuhan berhala yang tidak abadi lainnya? Betapa bodoh dan jahilnya permohonan ini!?

Dari tiga ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Beberapa lingkungan yang rusak dan menyimpang dalam masyarakat dapat memberi pengaruh yang negatif. Sehingga mengakibatkan kita tidak bisa meresapi iman dan keyakinan. Karena itu kita harus menjauhkan diri dari lingkungan dan kebudayaan-kebudayaan yang rusak ini.

2. Kadang-kadang teman dan pengikut yang tidak mengerti apa-apa itu lebih tahu dari para musuh, mereka menganggu dan menyiksa para pemimpin dan para nabi Ilahi.

Minggu, 20 Oktober 2013 18:58

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 132-135

Ayat ke 132

Artinya:

Mereka berkata: "Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu". (7: 132)

 

Ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya di dalam al-Quran menunjukkan bahwa penyebab keingkaran kaum Kafir bukan terbatas pada ketidaktahuan mereka akan kebenaran dan hakikat, tetapi juga kecongkakan dan ketakaburan. Dengan kata lain, banyak orang yang mengetahui kebenaran tetapi tidak bersedia mengikutinya karena kesombongan yang menguasai diri mereka. Dalam ayat ini dijelaskan, bahwa kaum Kafir dengan congkak mengatakan kepada Nabi Musa as, "Hai Musa, apapun juga bukti kenabian dan kebenaran yang engkau tunjukkan, tidak akan bisa membuat kami beriman kepadamu.

 

Namun tidak sedikit pula orang-orang yang memiliki pandangan yang berseberangan dengan kelompok yang congkak tadi. Mereka umumnya meminta didatangkannya bukti untuk bisa membuat mereka beriman. Contoh kelompok kedua ini adalah para penyihir istana Fir'aun. Ketika dengan mata kepala sendiri menyaksikan mukjizat Musa as yang bukan termasuk kategori sihir dan sulap, mereka langsung bersimpuh dan menyatakan menerima ajakan Musa. Sementara Fir'aun dan orang-orangnya tetap menuduh Musa sebagai penyihir dan mengatakan tidak akan beriman meski Musa mendatangkan sihir sehebat apapun juga.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Tuduhan sihir adalah tuduhan yang paling sering sering dilontarkan oleh umat kepada nabi mereka. Tetapi tuduhan itu tidak melemahkan semangat para nabi untuk terus menyampaikan amanat ilahy dan mengajak umat kepada kebenaran.

2. Penyakit spiritual seperti kesombongan dan kecongkakanlah penghalang utama untuk bisa menerima kebenaran.

 

Ayat ke 133

 

Artinya:

Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. (7: 133)

 

Sikap keras kepala dan penentangan kaum Kafir terhadap ajakan kebenaran telah menyebabkan turunnya berbagai bencana kepada mereka. Akibatnya mereka yang umumnya bertani menghadapi kesulitan besar. Sebagai bentuk peringatan kepada mereka Allah menurunkan banjir yang menghancurkan sebagain ladang pertanian mereka. Allah juga mengirimkan belalang dalam jumlah besar yang menyerang hasil tanaman mereka. Air yang mereka gunakan untuk minum dan mencuci pakaian dan badan mereka berubah menjadi darah. Semua itu karena keangkuhan mereka yang tidak bersedia tunduk kepada ajakan Nabi Musa as.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Binatang-binatang adalah utusan Allah. Terkadang mereka datang membawa rahmat dan tak jarang membawa petaka.

2. Dosa dan sikap congkak membuka jalan bagi keingkaran terhadap kebenaran.

 

Ayat ke 134-135

 

Artinya:

Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) merekapun berkata: "Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhamnu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dan pada kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu". (7: 134)

 

Maka setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang mereka sampai kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya. (7: 135)

 

Bencana yang turun atas Fir'aun dan kelompoknya bukanlah bencana yang alami. Semua itu turun sebagai peringatan kepada mereka untuk sadar dan tunduk kepada ajakan Nabi Musa as. Ketika merasa tidak mampu lagi bertahan dengan kondisi yang ada, mereka mendatangi Musa dan memintanya untuk menyingkirkan semua bencana tersebut. Mereka bahkan berjanji akan beriman dan membebaskan Bani Israil jika Allah menyingkirkan azab dari mereka.

 

Sebelum itu, Nabi Musa telah mengingatkan kepada Fir'aun dan kaumnya bahwa Allah akan menurunkan berbagai macam azab akibat keingkaran mereka. Musa bahkan memberitahu mereka kapan bencana itu akan berakhir. Semua itu menunjukkan bahwa apa yang dialami oleh Fir'aun dan kaumnya ada di tangan Musa dan Tuhannya, bukan murni bencana yang ditimbulkan oleh alam.

 

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Tawasul dengan para wali allah dan orang-orang yang dikasihi Tuhan dapat menghilangkan bencana dan kesusahan. Kaum Kafir meminta Nabi Musa as untuk memohon supaya Allah menyingkirkan azab dari mereka.

2. Peristiwa pahit dan manis dalam kehidupan tidak terjadi secara kebetulan. Tetapi mengikuti kaedah tertentu yang telah diterangkan dalam al-Quran al-Karim.

3. Salah satu tujuan kenabian adalah membebaskan umat manusia dari cengkeraman kekuasan taghut dan penguasa zalim.

Minggu, 20 Oktober 2013 18:55

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 129-131

Ayat ke 129

Artinya:

Kaum Musa berkata: "Kami telah ditindas (oleh Fir'aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu. (7: 129)

 

Bani Israil berharap, setelah kebangkitan Nabi Musa as dan kemenangan beliau atas para penyihir, mereka akan terbebas dari belenggu kekuasaan Fir'aun, lalu hidup dengan damai dan sejahtera. Akan tetapi sebaliknya, para pendukung Fir'aun kian meningkatkan aksi mereka, sehingga Bani Israel mengatakan kepada Nabi Musa as, bahwa kebangkitanmu tidak ada gunanya. Sebab, sebelum dan sesudah engkau bangkit melakukan perlawanan kami tetap teraniaya.

 

Nabi Musa as dalam menjawab pernyataan mereka mengatakan, "Kemenangan terhadap musuh tidak akan bisa diperoleh dengan singkat dan tanpa pengorbanan. Tetapi apabila kalian bangkit melakukan perlawanan, kami berharap Allah akan menghancurkan musuh-musuh kalian dan memberikan kekuasaan mereka kepada kalian. Tentunya, kalian juga tidak bebas melakukan apa saja yang kalian inginkan setelah kalian berhasil merebut kekuasaan. Ketahuilah bahwa Allah selalu mengawasi kalian, apakah kalian akan meniru perbuatan Fir'aun ataukah kalian akan berbuat demi tegaknya keadilan."

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.Ambisi untuk mencari kesenangan merupakan bencana yang mengganjal para pengikut agama Ilahi untuk bisa sampai kepada kedudukan mulia. Loyalitas kepada agama penuh dengan pengorbanan. Mereka yang hanya mengharapkan kesenangan tidak akan sanggup melaksanakan perintah agama.

2.Kekuasaan dan kekuatan merupakan ujian dan cobaan dari Allah, bukan merupakan kesempatan untuk berlomba memuaskan nafsu.

 

Ayat ke 130-131

 

Artinya:

Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. (7: 130)

 

Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (7: 131)

 

Allah Swt dalam dua ayat ini menjelaskan bahwa bukan hanya Bani Israil saja yang ditimpa kesulitan dan kemalangan, sementara kelompok Fir'aun selalu berada dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Ayat ini mengungkapkan bahwa Fir'uan dan pengikutnya juga mengalami kesulitan dan paceklik, yang menjadi peringatan bahwa semua hal tidak berada dalam kekuasaan mereka, dan mereka bukanlah Tuhan di muka bumi. Akan tetapi kesulitan itu tidak menyadarkan mereka. Mereka menyebut Musa dan para pengikutnya sebagai biang kesialan dan kemalangan. Mereka menyebut Bani Israil sebagai bangsa pembawa sial dan petaka.

 

Kesombongan dan keangkuhan Fir'aun dan kelompoknya sedemikian besar sehingga mereka menyebut diri mereka sebagai sumber segala kebaikan dan merekalah yang memang berhak untuk mendapatkan segala kebaikan ini. Dalam menjawab mereka, Allah Swt berfirman, "Bani Israil bukanlah sumber keburukan dan kaum Fir'aun juga bukan sumber segala kebaikan. Semua itu ada di tangan Allah, tetapi mereka tidak mengetahui."

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.Tatanan alam berjalan atas kehendak Allah. Karena itu jangan sampai kita menisbatkan segala sesuatu kepada Alam. Sebab mungkin saja munculnya kesulitan seperti paceklik adalah karena hukuman yang Allah timpakan atau sebuah peringatan bagi kita.

2.Jangan sampai kita keliru dalam menafsirkan peristiwa alam baik yang kita sukai atau tidak. Untuk itu, tidak selayaknya kita mencari kambing hitam jika terjadi peristiwa yang tidak kita kehendaki. Siapa tahu peristiwa itu terjadi karena kesalahan kita.

Minggu, 20 Oktober 2013 18:54

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 124-128

Ayat ke 124

Artinya:

Demi, sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh-sungguh aku akan menyalib kamu semuanya". (7: 124)

 

Ahli-ahli sihir itu menjawab: "Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. (7: 125)

 

Telah disinggung sebelumnya bahwa sewaktu para tukang sihir dari berbagai kota di Mesir datang menyaksikan mukjizat Nabi Musa as, mereka memahami bahwa pekerjaan Nabi Musa bukanlah sihir atau sulap. Akhirnya, para tukang sihir itu menyatakan beriman kepada Allah dan menerima Musa as sebagai utusan Tuhan semesta alam. Hal ini membuat Fir'aun marah besar dan menuduh tukang-tukang sihir itu telah bersekongkol dengan Musa dan melakukan konspirasi terhadap dirinya.

 

Ayat 124 dan 125 ini menyatakan bahwa selain Fir'aun melemparkan berbagai tuduhan terhadap para tukang sihir itu, raja zalim ini juga memberi ancaman serius kepada mereka dengan mengatakan, "Aku akan memberikan sangsi yang paling berat kepada kalian, aku akan memotong tangan dan kaki kalian dengan cara silang; tangan kanan dan kaki kiri, atau sebaliknya, tangan kiri dan kaki tangan kalian akan aku potong, kemudian setelah itu kalian akan kusalib di pintu gerbang, sehingga menjadi pelajaran bagi orang-orang lain."

 

Tetapi para tukang sihir yang telah mengenal dan memahami kebenaran ajaran Nabi Musa as, tidak gentar terhadap ancaman-ancaman semacam ini, bahkan mereka mencibir Fir'aun dan mengatakan, "Apabila engkau melakukan pekerjaan itu, dan engkau benar-benar menyalib kita di atas pintu gerbang itu, maka kami akan gugur di jalan Tuhan, dan berarti kami gugur syahid di jalan Tuhan. Apakah engkau akan menakut-nakuti kami dengan syahadah, padahal syahadah bagi orang-orang Mukmin merupakan suatu kebahagiaan."

 

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Cara yang dipakai oleh para penguasa yang zalim adalah penyiksaan, pelecehan, dan pembunuhan. Mereka lupa bahwa orang-orang Mukmin akan senantiasa menantikan kesempatan untuk mati syahid dan menemui Tuhannya.

2. Manusia bukan diciptakan untuk menjalani hukuman para penguasa zalim dan berada di lingkungan yang rusak. Karena itu, manusia akan mampu melawan semua kejahatan dan kekejian itu dengan berbekal iman kepada Allah Swt serta kehendak dan upaya yang keras

3. Kita tidak boleh membanggakan dan menyombongkan iman kita dan kita juga tidak boleh berputus asa untuk mengajak orang-orang Kafir agar beriman. Para tukang sihir kafir yang dalam waktu singkat berubah keyakinan dan menjadi mukmin yang teguh, merupakan bukti bahwa kita tak boleh putus asa dalam mendakwahkan ajaran tauhid.

 

Ayat ke 126

 

Artinya:

Dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami". (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)". (7: 126)

 

Untuk membalas dan menutupi kekalahannya di hadapan Musa a.s., Fir'aun malah menuduh Nabi Musa as dan para tukang sihirnya melakukan konspirasi untuk merebut kekuasaan raja zalim itu. Pada ayat ini, para tukang sihir menjawab tuduhan Fir'aun itu dengan menyatakan, "Wahai Fir'aun engkau sendiri telah mengetahui, bahwa kami tidak bermaksud seperti itu dan apabila saat ini engkau berpikir untuk membunuh dan menyiksa kami serta menuntut balas terhadap kami, itu tak lain karena kami menyatakan beriman kepada Tuhannya Musa." Lalu para penyihir itu berdoa kepada Tuhan, "Yaa Allah! Berilah kesabaran dan ketegaran kepada kami, sehingga kami dapat menghadapi segala tuduhan dan ancaman ini, lalu kami dapat pergi dari dunia ini dengan membawa iman."

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Hanya menyatakan iman kepada Tuhan tidaklah cukup, tetapi juga harus dibuktikan dengan tetap kukuh berdiri di jalan Allah dalam menghadapi ancaman dan rintangan.

2. Orang-orang Mukmin selain harus berusaha dan berupaya, juga harus berdoa dan merendahkan diri di hadapan Allah Swt. Melakukan salah satunya saja, yaitu berusaha saja atau berdoa saja, tidaklah cukup.

 

Ayat ke 127

 

Artinya:

Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir'aun (kepada Fir'aun): "Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?". Fir'aun menjawab: "Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka; dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka". (7: 127)

 

Sebelumnya telah disebutkan bahwa Fir'aun memberikan ancaman hukuman kepada para tukang sihir yang telah beriman kepada Allah, namun mereka tetap teguh pada iman mereka dan tidak takut pada ancaman Fir'aun. Dalam ayat ke 127 ini, disebutkan bahwa pendukung Fir'aun melihat Nabi Musa as sebagai sebab utama dari berpalingnya para tukang sihir itu. Para pembesar di istana Fir'aun menganggap Musa as akan mengancam kepentingan mereka. Oleh karena itulah mereka berkata kepada Fir'aun, "Apabila engkau membiarkan Musa bebas melakukan segala kehendaknya, akan timbul semangat pemberontakan di kalangan Bani Israil sehingga negeri ini akan kacau balau."

 

Fir'aun yang menyaksikan Nabi Musa as telah mendapatkan kedudukan yang terhormat di tengah masyarakat, berfikir bahwa bila ia membunuh Musa as, pastilah akan menimbulkan dampak yang sangat berat bagi kerajaan Fir'aun. Karena itu, Fir'aun tidak langsung menyerang Nabi Musa melainkan berencana untuk melakukan penyiksaan yang sangat berat terhadap para pengikut Musa. Firaun berkata, "Siapapun dari kalangan pemuda Bani Israil yang tetap gigih menentang kami, kami akan bunuh mereka, sedang para anak perempuan dan wanita mereka akan kami biarkan hidup dan kami jadikan sebagai tawanan dan pelayan-pelayan kerajaan. Kami akan melakukan hal itu karena kamilah yang berkuasa atas mereka sepenuhnya."

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Para penguasa zalim selalu menyebut para pembaharu dan pencerah seperti para nabi atau pejuang kebenaran, sebagai orang yang merusak, padahal sesungguhnya justru merekalah sumber kesesatan, kejahatan, dan kerusakan.

2. Menghancurkan generasi muda dan menawan kaum perempuan merupakan sebuah politik Fir'aun yang dewasa ini pun masih terus dilakukan oleh para penguasa zalim di muka bumi. Para pemimpin negara-negara adidaya dalam rangka menghancurkan kaum Muslimin telah menggiring para pemuda dan pemudi muslim untuk bersikap bebas tanpa batas, menjadi pencandu narkotika, dan menjadi pelaku kejahatan.

 

Ayat ke 128

 

Artinya:

Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa". (7: 128)

 

Sebelumnya telah disinggung bahwa sesudah kemenangan Nabi Musa as atas para penyihir raja zalim itu, akhirnya Fir'aun memutuskan untuk melakukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap para pengikut Musa as. Tujuannya agar jumlah mereka semakin berkurang dan orang-orang lain akan takut untuk mengikuti ajaran Musa. Kerena itu Fir'aun memerintahkan untuk membunuh para pemuda Bani Israil dan menawan wanita mereka.

 

Menghadapi tindakan Fir'aun ini, Nabi Musa as menyeru umatnya agar bersabar dan tabah menghadapi berbagai kesulitan akibat perbuatan Fir'aun. Musa mengatakan, "Wahai umatku! Bumi adalah kepunyaan Allah dan Dia-lah penguasa mutlak di muka bumi. Apabila kalian tegar menghadapi Fir'aun dan hanya meminta pertolongan kepada Allah, maka Dia berjanji akan menjadikan kalian sebagai pewaris bumi ini. Hari ini Fir'aun dengan congkaknya mengaku sebagai tuhan di atas bumi. Jika kalian bangkit berjuang di jalan Allah, kalian pasti akan memperoleh kemenangan. Kalian akan memperoleh akhir yang baik jika kalian bertakwa."

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.Untuk memperoleh kemenangan terhadap penguasa zalim, ada tiga hal yang perlu kita perhatikan; kesabaran dan ketabahan, tawakal dan istiqamah, serta ketakwaan dan kesucian.

2.Orang-orang yang bertakwa akan mendapatkan akhir yang baik, di dunia dan di akhirat.

Minggu, 20 Oktober 2013 18:52

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 117-123

Ayat ke 117-118

Artinya:

Dan Kami wahyukan kepada Musa: "Lemparkanlah tongkatmu!". Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. (7: 117)

 

Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. (7: 118)

 

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk mengalahkan Musa AS, Fir'aun mengundang para tukang sihir terkemuka dari berbagai penjuru Mesir. Mereka diundang untuk bertanding ilmu sihir melawan Musa. Fir'aun beranggapan bahwa para ahli sihirnya dapat mengalahkan Musa, sementara para penyihir mengharapkan imbalan yang besar dari Fir'aun.

 

Setelah tiba hari yang dijanjikan, mereka membawa berbagai peralatan sihir yang mereka miliki, lalu memamerkan kebolehan dan kepiawaian mereka di hadapan masyarakat. Tali-tali yang mereka lemparkan, tiba-tiba berubah menjadi ular-ular besar dan kecil. Masyarakat yang menyaksikan dibuatnya ketakutan. Akan tetapi Nabi Musa as, dengan berbekal tawakal kepada Allah Swt tidak gentar dan berdiri tegar menyaksikan berbagai atraksi para penyihir itu. Lalu dengan perintah Allah, beliau melemparkan yang ada di tangannya. Ayat 117 dan 118 ini menceritakan bahwa tongkat Musa as setelah dilemparkan berubah menjadi ular raksasa yang sesungguhnya yang lalu menelan habis ular-ular besar dan kecil hasil sihiran para penyihir Fir'aun. Dengan demikian kebenaran seruan Musa akan menjadi nyata dan kebatilan takluk.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kebatilan dengan berbagai coraknya, selalu bertujuan menipu. Tetapi seberkas sinar kebenaran, akan melenyapkan ribuan tipuan kebatilan.

2. Pada akhirnya, kebenaranlah yang akan muncul sebagai pemenang dan kebatilan akan hancur dan sirna.

 

Ayat ke 119-120

 

Artinya:

Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. (7: 119)

 

Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. (7: 120)

 

Dengan kemenangan Nabi Musa as atas para penyihir Fir'aun ini, penguasa zalim ini menderita pukulan yang sangat telak. Pertandingan sihir yang diadakan oleh Fir'aun untuk mencegah keimanan masyarakat kepada Musa as, ternyata malah menjadi pukulan berat baginya, dengan berimannya para penyihir kepada Nabi Musa as. Setelah menyaksikan kebenaran, para penyihir yang datang ke istana Fir'aun untuk mendapatkan hadiah, kini melupakan segalanya dan tunduk kepada Nabi Musa as.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Jika tidak arena keingkaran dan kecongkakan, manusia pasti akan tunduk saat menyaksikan kebenaran.

2. Sujud merupakan simbol penyerahan dan ketundukan yang paling nyata.

 

Ayat ke 121-123

 

Artinya:

Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam. (7: 121)

 

"(yaitu) Tuhan Musa dan Harun". (7: 122)

 

Fir'aun berkata: "Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?, sesungguhnya (perbuatan ini) adalah suatu muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari padanya; maka kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini). (7: 123)

 

Telah kami sebutkan bahwa saat menyaksikan keagungan dan kebesaran mukjizat Nabi Musa as, para penyihir bersimpuh dan bersujud. Mereka menerima bahwa apa yang dilakukan Musa as bukanlah sihir yang membalik mata orang. Tetapi dengan mukjizatnya Musa merubah tongkat menjadi ular yang sesunguhnya. Karena itulah setelah mereka mengangkat kepala dari sujud, lalu menyatakan ikrar bahwa mereka menerima ajaran Musa. Di hadapan Fir'aun dan para hadirin yang menyaksikan pertandingan itu, mereka menyatakan bahwa Musa as adalah Nabi utusan Tuhan, dan kami para penyihir beriman kepada Tuhan Musa yang menciptakan jagat raya ini.

 

Sementara itu Fir'aun yang tidak menyangka akan menyaksikan keimanan para penyihir, menuduh mereka telah bersekongkol dengan Musa. Fir'aun mengatakan, "Kalian sebelumnya telah menjalin persekongkolan dengan Musa untuk mementaskan pertunjukan ini. Karena itu kalian ikut berdosa bersama Musa. Semua merupakan suatu konspirasi yang telah dirancang sebelumnya."

 

Lebih jauh Fir'aun menuduh mereka berusaha merebut kekuasaan di negeri ini. Fir'aun mengatakan, "Kalian ingin menjatuhkan kekuasaanku untuk kemudian berkuasa di sini dengan mengusir kami dari negeri kami? Ketahuilah bahwa kalian berhadapan dengan Fir'aun. Aku tidak akan mengijinkan kalian melaksanakan rencana itu. Aku akan menghukum kalian untuk menjadi pelajaran bagi orang lain agar tidak melakukan kesalahan yang sama."

 

Dari tiga ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Manusia memiliki kehendak atas diri sendiri. Tidak ada yang bisa memaksa seseorang untuk mengikuti suatu keyakinan tertentu, bahkan lingkungan dan pemerintahan. Contohnya, para penyihir yang berada di bawah kekuasaan Fir'aun, bahkan istri Fir'aun, beriman kepada ajaran Musa.

2. Para penguasa zalim tidak bisa menerima keyakinan yang bertentangan dengan mereka, bahkan beranggapan bahwa rakyat harus meminta izin mereka dalam memilih agama dan keyakinan.

3. Tuduhan merupakan cara paling umum dilakukan penguasa-penguasa zalim. Tanpa menggunakan logika dan argumen, mereka melemparkan tuduhan dan penghinaan terhadap orang-orang yang berpegang teguh kepada kebenaran.

4. Ancaman pembunuhan dan penyiksaan merupakan cara taghut untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan.

Minggu, 20 Oktober 2013 18:51

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 109-116

Ayat ke 109-110

Artinya:

Pemuka-pemuka kaum Fir'aun berkata: "Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai. (7: 109)

 

Yang bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu". (Fir'aun berkata): "Maka apakah yang kamu anjurkan?" (7: 110)

 

Sebelumnya telah dipelajari bahwa Nabi Musa as telah diutus Allah Swt agar pergi menemui Fir'aun dan menyeru raja zalim itu supaya beriman kepada Allah Swt. Nabi Musa as juga diutus dengan misi menyelamatkan kaum Bani Israil dari cengkraman kezaliman Fir'aun. Dalam usahanya untuk membuktikan kebenaran ajaran tauhid yang dibawanya, Nabi Musa as menunjukkan mukjizat yang menyebabkan Fir'aun dan para pendukungnya tidak berdaya dan tidak mampu melawan. Pada kedua ayat yang baru kita baca tadi, para pembesar dan pendukung Fir'aun menyebut Nabi Musa sebagai penyihir, demi untuk mencegah kaumnya beriman kepada ajaran Nabi Musa.

 

Pada zaman itu, sihir dan sulap berkembang sangat luas dan masyarakat mengetahui bahwa sihir merupakan suatu pekerjaan berupa tipuan yang tidak ada hakikat atau kenyataannya. Karena itulah Fir'aun dan para pendukungnya menyebut mukjizat Nabi Musa tak lain adalah perbuatan sihir belaka. Selain itu, mereka juga menyebut bahwa tujuan Musa yang sesungguhnya adalah untuk meraih kekuasaan. Para pembesar dalam pemerintahan Fir'aun itu berkata kepada Fir'aun, "Sesungguhnya dia ingin melepaskanmu dari tampuk kekuasaan dan dia akan duduk menggantikanmu sebagai penguasa, sehingga dengan demikian dia dapat berkuasa atas Bani Israil. Kemudian, kita akan diusir dari negeri ini. Karena itu, pikirkanlah sesuatu jalan penyelesaian dari masalah ini."

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam menghadapi dalil dan logika cemerlang seorang nabi, orang-orang Kafir melemparkan tuduhan yang mengada-ada dan terus bersikap keras kepala dan acuh tak acuh.

2. Orang-orang Kafir selalu melemparkan berbagai tuduhan dan fitnah kepada para nabi dan orang-orang yang benar. Demi menghalangi tersebarnya kebenaran, orang-orang Kafir menuduh para nabi dan kaum Mukminin sebagai orang yang haus kekuasaan dan harta, padahal sesungguhnya orang-orang Kafir itulah yang demikian.

 

Ayat ke 111-112

 

Artinya:

Pemuka-pemuka itu menjawab: "Beri tangguhlah dia dan saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir). (7: 111)

 

Supaya mereka membawa kepadamu semua ahli sihir yang pandai". (7: 112)

 

Setelah saling bertukar pikiran, para pejabat Istana Fir'aun akhirnya sampai memutuskan untuk tidak menghabisi Musa, tetapi mengambil jalan lain untuk menundukkan Musa, yaitu dengan memanggil para tukang sihir dari berbagai penjuru negeri.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam usaha untuk mengalahkan kebenaran, para penguasa yang arogan dan zalim akan melakukan berbagai perundingan, bahkan bila perlu dalam bentuk konferensi atau seminar-seminar bertaraf internasional.

2. Terkadang ilmu, keahlian, atau bahkan kesenian dimanfaatkan oleh orang-orang penentang kebenaran demi melawan seruan kebenaran.

 

Ayat ke 113-114

 

Artinya:

Dan beberapa ahli sihir itu datang kepada Fir'aun mengatakan: "(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang?" (7: 113)

 

Fir'aun menjawab: "Ya, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku)". (7: 114)

 

Setelah Fir'aun mengeluarkan perintah kepada semua tukang sihir yang hebat dari berbagai penjuru negeri Mesir untuk berkumpul di kerajaannya, para tukang sihir itupun mendatangi Firaun dan berkata, "Ini adalah pekerjaan besar. Jika kami menang melawan Musa, kami harus mendapatkan imbalan yang baik dan pantas." Fir'aun menjawab bahwa selain mendapatkan upah dan imbalan materil yang menggiurkan, para penyihir itu juga akan diberi kedudukan yang terhormat di dalam Istana Fir'aun.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Sebagaimana anggota masyarakat pada umumnya, para tukang sihir meminta imbalan atau upah atas pekerjaan yang mereka lakukan. Hal inilah yang membedakan antara nabi dengan manusia biasa. Para nabi dalam menyeru dan mengajak manusia ke jalan Allah yang lurus dan benar tidak meminta upah apapun dari masyarakat.

2. Dalam usaha untuk mengalahkan kebenaran, para penguasa yang zalim mengeluarkan modal dan investasi, diantaranya dengan membayar para pakar atau seniman untuk membantu mereka dalam menutup-nutupi kebenaran.

 

Ayat ke 115-116

 

Artinya:

Ahli-ahli sihir berkata: "Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?" (7: 115)

 

Musa menjawab: "Lemparkanlah (lebih dahulu)!" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (mena'jubkan). (7: 116)

 

Setelah para tukang sihir itu datang berkumpul, Raja Fir'aun juga memerintahkan rakyatnya untuk menyaksikan pertandingan besar di lapangan yang luas antara para penyihir melawan Nabi Musa as. Fir'aun meyakini bahwa tukang-tukang sihirnya yang ahli dan piawai akan dapat menundukkan Musa. Sementara itu, para tukang sihir itu pun merasa sangat percaya diri dan yakin bahwa mereka dengan mudah akan berhasil mengalahkan Nabi Musa, sehingga mereka berkata, "Engkaukah dahulu yang mulai menggelar kemampuanmu ataukah kami yang akan menampilkan atraksi-atraksi kami ?"

 

Nabi Musa as yang beriman teguh kepada kekuasaan Allah Swt, dengan tenang dan mantap menjawab, "Kalian keluarkan dahulu kemampuan yang kalian miliki!" Lalu para penyihir itu pun mengerahkan keahlian mereka dalam bidang sihir dan sulap. Mereka melemparkan tali-tali tambang yang kemudian berubah menjadi ular-ular sehingga menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat yang menjadi penonton.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Panca indra manusia dapat disimpangkan ke arah yang melenceng, sehingga manusia sering salah dalam menilai sesuatu. Sebagai contoh, ketika manusia melihat fatamorgana air, dia tidak melihat air yang sesungguhnya. Pekerjaan tukang sulap dan sihir hanya mencari dan memanfaatkan poin lemah dari panca indera manusia seperti ini.

2. Pekerjaan sihir dan sulap benar-benar ada dan bukan ilusi semata-mata sehingga memberi pengaruh negatif pada jiwa manusia. Karena itulah ajaran Islam mengharamkan pekerjaan ini.

Minggu, 20 Oktober 2013 18:50

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 103-108

Ayat ke 103

Artinya:

Kemudian Kami utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa ayat-ayat Kami kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan. (7: 103)

 

Sejak awal pembahasan surat al-A'raf, telah dipelajari berbagai kisah para nabi utusan Allah Swt, seperti Nabi Hud, Saleh, Luth dan Syu'aib as. Ayat ke-103 ini menjelaskan bahwa setelah berlalunya para nabi tersebut, Allah mengutus Nabi Musa as sebagai utusan-Nya. Tugas pertama yang diperintahkan Allah kepada Nabi Musa ialah memberi petunjuk kepada Fir'aun dan para pemuka Bani Israil dan mengajak mereka untuk beriman kepada Allah. Meskipun dalam melaksanakan tugas dari Allah tersebut Musa as dibekali dengan berbagai dalil yang jelas dan terang serta mukjizat yang hebat yang merupakan tanda-tanda atas kebenaran ajaran yang dibawanya, namun Fir'aun dan para pengikutnya tidak menyambut seruan dan ajakan Nabi Musa as tersebut. Bahkan, Fir'aun menghina Nabi Musa, mencibir mukjizat yang dibawa nabi utusan Allah ini, serta tidak mau menghentikan perbuatan jahatnya.

 

Dalam kitab suci al-Quran, nama Nabi Musa disebut sebanyak 136 kali. Al-Quran menyebutkan kehidupan Nabi Musa sejak beliau dilahirkan, masa kanak-kanak dan remaja, sampai saat ketika Musa as pergi dari Mesir menuju kota Madyan. Selanjutnya, dalam al-Quran juga diceritakan periode setelah Musa as diangkat sebagai nabi dan menyampaikan ajaran tauhid kepada Raja Fir'aun. Kisah bagaimana Nabi Musa dan pengikutnya diselamatkan oleh Allah dari kejaran Fir'aun serta kisah perilaku umat Nabi Musa, yaitu kaum Bani Israil, semuanya merupakan pembahasan yang sangat menarik dan penuh hikmah yang diabadikan dalam berbagai ayat al-Quran.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Berjuang menentang para penguasa zalim merupakan program utama para nabi utusan Allah Swt. Karena usaha untuk membenahi dan meluruskan masyarakat harus dimulai dengan meluruskan pemimpinnya; sebagaimana bila kita ingin membersihkan aliran air sungai, mata airnya dulu yang harus dibersihkan.

2. Kita jangan tertipu oleh gemerlapnya kekuasaan dan kekayaan. Dalam berperilaku, hendaknya kita memikirkan akibat atau hasil akhir dari perbuatan itu, bukan kesenangan sesaat yang malah berujung pada kehancuran.

 

Ayat ke 104-105

 

Artinya:

Dan Musa berkata: "Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan semesta alam. (7: 104)

 

Wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku". (7: 105)

 

Fir'aun mengaku sebagai Tuhan dengan mengatakan, "Aku adalah Tuhan yang paling tinggi". Karena itulah Nabi Musa as dalam kontak pertama dengan Fir'aun menegaskan seruannya sebagai berikut, "Aku diutus oleh Tuhan Pencipta alam semesta untuk datang ke hadapanmu. Apa yang kusampaikan ini adalah semata-mata datang dari sisi-Nya. Bukti atas kebenaran kata-kataku ini adalah mukjizat yang engkau lihat ini. Mukjizat ini datang dari Allah dan bukan berasal dari kemampuanku sendiri. Wahai Fir'aun ! Cegahlah tanganmu dari melakukan kejahatan dan kezaliman, lalu bebaskanlah kaum Bani Israil dari cengkramanmu sehingga mereka dapat pergi menyertaiku dan meraih kemerdekaannya."

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Para nabi utusan Allah tidak akan melakukan dakwah selain seruan dan ajakan kebenaran, dan di jalan kebenaran ini, mereka tidak takut kepada siapapun, sekalipun kepada para penguasa-penguasa zalim.

2. Pembebasan dan penyelamatan umat manusia dari cengkraman para penguasa-penguasa zalim merupakan tujuan utama para nabi.

 

Ayat ke 106-107

 

Artinya:

Fir'aun menjawab: "Jika benar kamu membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar". (7: 106)

 

Maka Musa menjatuhkan tongkat-nya, lalu seketika itu juga tongkat itu menjadi ular yang sebenarnya. (7: 107)

 

Para pengikut Fir'aun pada tahap pertama mengatakan, "Mari kita menguji Musa, mungkin dia tidak mampu melakukan perbuatan yang luar biasa sehingga dengan sendirinya gengsinya pasti akan hancur. Akan tetapi, bila ternyata dia mampu mengeluarkan mukjizat tersebut, kita tuduh saja dia tengah melakukan sihir dan membalik mata orang." Karena itu para pengikut Firaun menyuruh Nabi Musa untuk menampilkan mukjizat yang dimilikinya. Seterusnya, Nabi Musa as dengan perintah Allah melemparkan tongkatnya, yang atas kekuasaan Allah, tongkat itu berubah menjadi ular naga yang sangat besar dan menelan ular-ular kecil yang diciptakan oleh para penyihir Fir'aun.

 

Tongkat Nabi Musa as juga memiliki beberapa mukjizat lainnya, seperti ketika terjadi kekeringan dan musim paceklik, Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke atas sebuah batu cadas, lalu 12 mata air memancar dari batu tersebut. Begitu pula, di saat Nabi Musa dan para pengikutnya hendak menyeberangi Sungai Nil karena dikejar-kejar oleh Fir'aun dan pasukannya, Nabi Musa memukulkan tongkatnya pada air sungai itu, lalu terbelahlah air sungai itu dan terbukalah jalan untuk dilalui oleh Musa as dan pengikutnya.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Mukjizat merupakan dalil kebenaran nubuwwah dan para nabi utusan Allah Swt harus menampilkan mukjizat tersebut sekalipun mereka tahu bahwa orang-orang seperti Fir'aun tidak akan menerima kebenaran itu.

2. Mukjizat para nabi utusan Allah senantiasa sesuai dengan kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan zamannya. Pada zaman ketika sihir, hypnotis, dan sejenisnya menjadi alat yang penting dalam masyarakat, Allah memberi mukjizat kepada Nabi Musa kemampuan yang mirip dengan sihir dan sulap. Namun sesungguhnya, mukjizat yang dimiliki Nabi Musa itu merupakan suatu bentuk yang nyata dan bukanlah sihir.

 

Ayat ke 108

 

Artinya:

Dan ia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya. (7: 108)

 

Satu lagi mukjizat Nabi Musa as yang beliau perlihatkan di istana Fir'aun adalah tangan beliau yang berwarna putih penuh dengan cahaya. Saat itu, Nabi Musa as memasukkan tangan beliau ke dalam lipatan-lipatan baju beliau dan sewaktu beliau menarik kembali tangan tersebut, tangan beliau tersebut bagaikan mentari yang bersinar putih dan mengeluarkan hawa yang menghangatkan, sehingga membuat orang yang menyaksikan menjadi takjub dan keheranan. Dari kisah ini, kita dapat mengetahui bahwa mukjizat para nabi ada dalam dua bentuk, pertama dalam bentuk yang menakutkan, seperti tongkat yang berubah menjadi naga besar dan ada pula mukjizat yang memberikan rasa harapan, seperti cahaya. Hal ini juga menunjukkan bahwa manusia harus berada dalam posisi antara takut dan penuh harapan kepada Allah Swt.

 

Dari ayat tadi terdapat satu poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Para mubaligh Islam dalam menyampaikan ajaran Ilahi, selain harus menggunakan pernyataan dan logika yang benar, juga harus dibekali pula dengan kekuatan yang dapat digunakan pada saat-saat yang diperlukan. Kekuatan yang dimilikinya itu dapat menunjukkan kemurkaan Allah dan terkadang dapat pula menunjukkan kasih sayang Ilahi.

Minggu, 20 Oktober 2013 18:49

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 97-102

Ayat ke 97-99

 

Artinya:

Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? (7: 97)

 

Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? (7: 98)

 

Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (7: 99)

 

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Allah Swt dalam beberapa kasus telah menimpakan balasan terhadap orang-orang kafir dan zalim ketika mereka masih berada di atas dunia ini. Ayat-ayat yang baru kita dengarkan bacaannya tadi menyebutkan bahwa tak ada seorang pun yang dapat melarikan diri ketika kemurkaan Allah telah datang. Karena itu, para pendosa tidak boleh merasa aman dan mengira bahwa dirinya akan terhindar dari kemurkaan dan kemarahan Allah. Azab Allah akan datang dengan tidak disangka-sangka. Kemarahan Allah tidak mengenal waktu dan bisa datang kapan saja, baik malam, pagi, atau siang; baik ketika manusia tengah tertidur atau terjaga. Setiap saat, azab dan kemurkaan Allah bisa saja turun terhadap para pendosa.

 

Dalam tiga ayat ini, disebutkan bahwa azab Allah diistilahkan dengan kata makar. Namun, kata "makar" di sini tidaklah berarti tipu daya. Kata "makar" sesungguhnya bermakna "upaya mencari jalan untuk menggagalkan pihak lawan dalam mencapai tujuannya". Dengan demikian, makna kata "makar" dalam ayat ini adalah bahwa Allah Swt menurunkan azab dengan tujuan untuk menggagalkan upaya orang-orang Kafir dalam mencapai tujuan-tujuan sesat mereka.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kita tidak boleh menganggap remeh pelaksanaan berbagai kewajiban dan tanggung jawab yang telah diperintahkan Allah. Karena azab Allah Swt tidak hanya untuk kaum-kaum terdahulu, namun bagi setiap umat dari setiap zaman.

2. Setiap manusia tidak boleh menyombongkan kekuasaan, kekuatan teknologi, dan segala fasilitas yang dimilikinya, karena kekuasaan Allah lebih hebat dari segala kekuatan apapun yang ada di muka bumi.

 

Ayat ke 100

 

Artinya:

Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)? (7: 100)

 

Allah Swt dalam ayat ini memberikan peringatan kepada para penghuni planet bumi saat ini, agar mengambil pelajaran terhadap nasib kaum-kaum sebelum mereka dan agar mereka memikirkan akibat dari segala perbuatan yang mereka lakukan di muka bumi. Allah memperingatkan, "Apakah kalian tidak mengerti bahwa Kami telah membuat orang-orang terdahulu itu tertimpa bencana karena mereka telah melakukan perbuatan dosa? Dosa mereka sedemikian besarnya sehingga hati dan jiwa mereka telah diselimuti oleh kejahatan dan mereka tidak bisa lagi melihat hakikat kebenaran."

 

Berdasarkan berbagai riwayat Islam, disebutkan bahwa hati manusia bagaikan lembaran-lembaran buku yang masih putih bersih, tetapi dengan adanya perbuatan dosa, lembaran-lembaran tersebut ternodai titik hitam yang akan selalu terlihat. Bila orang tersebut bertaubat atas dosa-dosanya, bintik noda hitam itu menjadi bersih. Namun bila perbuatan dosa itu terus dilakukannya, bintik noda hitam itu akan membesar sehingga akan menutupi seluruh lembaran buku yang putih itu. Kalau sudah demikian, manusia itu tidak akan lagi mampu memahami hakikat, sehingga tidak ada lagi jalan kebahagiaan.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Manusia senantiasa membutuhkan teguran, penyadaran, dan peringatan, sehingga dapat terselamatkan dari kelalaian.

2. Dosa memberikan pengaruh negatif terhadap hati manusia, yang secara bertahap bisa mengubah manusia, yaitu dari manusia yang mampu melihat hakikat, menjadi manusia yang buta terhadap hakikat.

 

Ayat ke 101

 

Artinya:

Negeri-negeri (yang telah Kami binasakan) itu, Kami ceritakan sebagian dari berita-beritanya kepadamu. Dan sungguh telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, maka mereka (juga) tidak beriman kepada apa yang dahulunya mereka telah mendustakannya. Demikianlah Allah mengunci mata hati orang-orang kafir. (7: 101)

 

Ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw dengan mengatakan, "Apa yang telah Kami katakan tadi adalah berkaitan dengan kota-kota yang telah didatangi oleh para nabi. Para nabi itu menyeru para penduduk kota-kota tersebut, namun mereka menolak seruan nabi-nabi mereka. Dosa-dosa yang dilakukan oleh penduduk kota-kota itu sedemikian besarnya sehingga menutupi hati mereka dan hal itu membuat mereka tidak mampu memahami hakikat kebenaran agama Allah."

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Pemikiran yang salah dari masyarakat atau penentangan dari mereka tidak boleh menjadi penyebab lemahnya semangat para mubaligh Islam. Karena sepanjang sejarah, kejadian semacam ini akan selalu terulang.

2. Seruan para nabi as senantiasa diiringi dengan dalil dan argumentasi yang logis dan gamblang, tetapi hati orang-orang Kafir tidak sanggup memahami kebenaran tersebut. Karena itu, kita harus waspada agar jangan sampai hati kita menjadi hati yang tidak mampu lagi menerima kebenaran.

 

Ayat ke 102

Artinya:

Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik. (7: 102)

 

Setelah ayat-ayat sebelumnya menyinggung akar keingkaran orang-orang kafir, ayat ini mengatakan, kebanyakan orang-orang kafir itu acuh tak acuh dan tak peduli terhadap prinsip-prinsip dasar kemanusiaan dan fitrah mereka. Mereka tidak menghiraukan aturan baik atau buruk yang sesuai dengan fitrah manusia sehingga mereka akan senantiasa melakukan perbuatan jahat yang bertentangan dengan fitrah suci manusia. Maka sudah barang tentu, orang-orang semacam ini tidak akan mampu menerima kebenaran agama-agama samawi, karena ajaran agama akan dipandangnya sebagai ajaran yang menghalangi berbagai perbuatan jahat dan dosa mereka.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam memberikan ketentuan hukum, terhadap para penentang pun, kita harus bersikap adil. Kita tidak boleh mengatakan bahwa semua orang berperilaku buruk, tetapi kita harus mengatakan bahwa sebagian dari merekalah yang demikian.

2. Kita harus berpegang teguh pada dasar-dasar kemanusiaan dan fitrah, sehingga dapat terhindar dari perbuatan dosa.