کمالوندی

کمالوندی

Senin, 11 November 2013 16:42

Peran Ibu Saat Ayah Tiada

Anak yang kehilangan ayah dan ibu dalam agama disebut yatim. Namun dari sisi lain harus diketahui bahwa tidak hanya anak yang kehilangan ayah disebut yatim, tapi setiap anak, dengan alasan apapun bila kehilangan kasih sayang ayah dan ibu, atau tidak dapat berhubungan secara kontinyu dengan kedua orang tuanya juga disebut anak yatim.

 

Ayah atau ibu yang tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk mengurusi anaknya berarti orang tua yang memiliki anak yatim. Sebagai contoh seorang anak yang tidak melihat ayahnya di pagi atau malam hari, karena ayahnya pergi ke tempat kerjanya saat anaknya tidur dan kembali malam hari dimana anaknya sudah tidur. Anak yang orang tuanya bercerai dan tidak lagi mengurusinya juga tergolong anak yatim.

 

Kenyataan pahit yang terjadi dalam kehidupan adalah meninggalnya ayah dan anak kecil yang menjadi yatim. Menghadapi anak yang kehilangan ayah seperti ini membuat kewajiban seorang ibu lebih berat dari sebelumnya. Tanggung jawabnya menjadi lebih luas. Ia dapat menyelamatkan anaknya dari masalah yang dihadapi, tapi pada saat yang sama bila ia melukai hati anaknya, maka luka hati anaknya menjadi berkali lipat.

 

Dalam kondisi yang seperti ini seorang ibu memiliki dua kewajiban. Yang pertama mencakup kewajiban pribadinya sebagai seorang ibu dan menjadi teladan kasih sayang, emosi dan cinta. Sementara yang kedua mencakup kewajiban sebagai seorang ayah dari sisi disiplin dan aturan. Kombinasi antara emosi dan disiplin merupakan satu hal yang sulit. Seorang ibu saat menghadapi anaknya memainkan dua kepribadian. Tentu saja ibu membutuhkan ketrampilan khusus untuk mengkombinasikan dua tugas berat ini dalam dirinya.

 

Menyampaikan kematian ayah

Anak yang ditinggal mati ayahnya dan disebut anak yatim tentu berada dalam kondisi sedih. Dalam kondisi yang demikian, apa yang harus dilakukan oleh ibunya dan bagaimana caranya ia menyampaikan berita kematian ayahnya? Reaksi dan keputusan seorang ibu dalam kondisi yang demikian berbeda-beda. Ada yang berusaha menjelaskan bahwa ayahnya melakukan perjalanan jauh, sebagian ada yang mengatakan ayahnya ada di rumah sakit dan lain-lain.

 

Buat anak yang usianya lebih dari tujuh tahun, ia sudah memahami apa itu kematian dan berita kematian ayahnya dapat disampaikan kepadanya, tapi harus memberikan rasa optimis kepadanya bahwa ibu akan berusaha untuk membesarkannya. Beri penjelasan agar kepercayaan anak kepadanya tidak sampai hilang. Tidak boleh menggambarkan kematian sebagai sesuatu yang menakutkan, sehingga anak menganggap ibunya telah berbohong kepadanya. Di usia ini, anak harus mengetahui apa itu kematian dan begitu juga tentang kehidupan. Berbeda dengan anak yang usianya di bawah tujuh tahun. Menjelaskan masalah ini sangat sulit baginya, tapi dengan cepat kasih sayang ibu akan mengambil tempat ayahnya yang baru meninggal dan membuat anak mampu menghadapi kenyataan.

 

Memperkuat jiwa anak

Memperkuat jiwa anak merupakan kewajiban penting yang harus dilakukan oleh seorang ibu kepada anak yatimnya. Berusaha menyenangkannya bahwa ia sudah besar dan dapat menyelesaikan pekerjaannya sendiri dengan bantuannya. Ibunya harus meyakinkannya dengan penuh kesabaran dan keteguhan bahwa dirinya dapat melindunginya dan dengan perbuatannya harus mengajarkan anak menjadi lebih sabar. Anak harus diajarkan ketegaran dan istiqamah di samping tidak lupa mengambil langkah-langkah bahwa ia memikirkan apa yang dirasakan anaknya.

 

Seorang ibu pasca kematian atau perceraian dengan suaminya harus memperkenalkan anaknya dengan keluarga ayahnya dan berusaha menciptakan kondisi agar anaknya dapat berhubungan lebih baik dan luas dengan mereka, sehingga ia dapat membiasakan dirinya dengan lingkungan mereka dan tetap riang.

 

Tidak berlebihan menyayangi anak

Anak yatim tentu membutuhkan kasih sayang dan kedisiplinan agar tetap terkontrol. Tak syak bahwa bila ayahnya masih hidup ia pasti melakukan aturan yang telah ditetapkan. Sekarang, ketika ayah telah tiada, ibunya yang melakukan kewajiban itu. Dalam menjalankan kewajiban ini, ibu harus memperhatikan bahwa jangan sampai berlebih-lebihan dalam menyayanginya, sehingga kehilangan sarana untuk mengontrolnya.

 

Anak yang kehilangan ayahnya dari satu sisi merasa lebih bebas dan ingin melepaskan dirinya dari segala bentuk kewajiban. Bila ibunya tidak bersikap tegas terkait aturan keluarga yang ada bagi anaknya, maka hal ini bisa membuat anak itu tidak lagi taat kepada peraturan dan merasa bebas. Ibu harus teliti dalam pelaksanaan aturan dan melaksanakan kewajiban. Bersikap keras dan kaku atau membiarkan anak begitu saja akan menyulitkan ibu untuk merealisasikan tujuan pendidikan anak. Bahkan dalam sebagian kasus justru memberikan kesempatan anak untuk melawan orang tuanya.

 

Benar, di sini ibu memainkan peran ayah sebagai teladan disiplin bagi anak, tapi dalam melaksanakannya ibu harus memperhatikan perasaan dan emosi anak. Mengikuti keingin anak atau tidak boleh dikritik merupakan satu hal yang tidak baik dalam mendidik anak. Ibu harus mengingatkan perbuatan baik dan buruk kepada anak dan melaksanakan aturan yang ada. Dalam kondisi ini, ibu harus menghilangkan sementara perasaan dan kasih sayangnya, tapi pada saat yang sama tidak boleh melupakan bahwa sebagian kesalahan yang dilakukan anak dapat ditolerir, khususnya ketika anak melakukan kesalahan untuk pertama kalinya.

 

Satu kewajiban penting lainnya yang harus dilakukan ibu untuk anaknya pasca meninggalnya ayah adalah menentukan kewajiban dan tanggung jawab bagi anak. Sebagian pekerjaan rumah harus dilimpahkan kepada anak. Ibu harus berusaha agar anak menerima kewajiban itu dan dengan penuh rasa tanggung jawab melakukannya. Bila hal itu dilakukannya, maka ibu harus memujinya.

 

Ibu juga punya kewajiban mengontrol pekerjaan rumah anaknya. Hal ini harus terus dilakukan ketika anak tidak memperhatikannya, tapi bila anak memberikan perhatian untuk melakukan pekerjaan rumahnya, maka ibu tidak terlalu ketat lagi dalam mengontrolnya. Ibu harus menghormati sikap anak yang ingin merasa independen, selama tidak merugikan orang lain dan melalaikan aturan. Ibu harus menghormati sikap anak dalam mengelola uang sakunya, tapi penggunaanya perlu mendapat bimbingan ibu, bukan perintahnya. Artinya, ibu lebih bersifat mengontrol dan bukan memerintah.

Senin, 11 November 2013 16:41

110 Keutamaan Imam Ali as: Puncak Kefasihan

Puncak Kefasihan

 

Ibnu Abi al-Hadid tentang Imam Ali as dan Nahjul Balaghah mengatakan, "Ali pemimpin orang-orang fasih dan tuan ahli sastra. Ucapannya di bawah firman Khaliq dan di atas Makhluq, dimana masyarakat belajar berbicara dan menulis darinya."[1]

 

Ayah Umat

 

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Hak Ali as ke atas umat Islam seperti hak seorang ayah ke atas anaknya."[2]

 

Hidup Sederhana

 

Imam Shadiq as berkata, "Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib as membebaskan seribu budak dan tawanan dengan bayaran yang didapat setelah bekerja. Tapi bila engkau melihat Imam Ali as, makanannya hanya kurma kering, susu dan pakaiannya sangat sederhana."[3]

 

Ali Pasangan Fathimah

 

Rasulullah Saw bersabda, "Jibril turun dan menjumpaiku lalu berkata, "Wahai Muhammad! Allah Swt berfirman, ‘Bila Aku tidak menciptakan Ali, maka tidak ada anak Adam yang dapat menjadi pasangannya."[4]

 

Alasan Tersenyum

 

Ibnu Saman dalam buku al-Muwafaqah menukil dari Qais bin Abi Hazim, "Suatu hari Abu Bakar dan Imam Ali as berhadap-hadapan. Ketika Abu Bakar melihat wajah Imam Ali as, ia langsung tersenyum. Ali as bertanya, ‘Apa yang menyebabkan engkau tersenyum?' Abu Bakar menjawab, ‘Saya mendengar dari Rasulullah Saw, ‘Tidak ada seorangpun yang dapat melewati Shirat al-Mustaqim, kecuali mendapat izin dari Ali as."[5]

 

Ilmu Ali as

 

Para sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw tentang ilmu Ali as. Beliau menjawab, "Hikmat dibagi sepuluh dan sembilannya diberikan kepada Ali as dan satunya dibagikan kepada seluruh manusia, termasuk Ali as dan ia yang paling alim dari mereka semua."[6]

 

Kulit dan Inti

 

Khathib Kharazmi, seorang ahli fiqih, sastrawan dan orator terkenal bermazhab Hanafi ketika sampai pada nama Ali as, ia mengatakan, "Ketika membahas tentang Ali as, mataku sakit seakan-akan ada tanah di dalamnya. Bagaiman tidak, beliau tidak memiliki apa-apa, di balik kekayaan Baitul Mal yang ada. Seakan-akan semua orang seperti kulit dan intinya adalah Ali as, pemimpin kita."[7]

 

Bendera Hidayah

 

Rasulullah Saw bersabda, "Ali as adalah bendera hidayah dan pemimpin para waliku. Ia menjadi cahaya siapa saja yang menaatiku. Ali merupakan nama yang kuwajibkan kepada orang-orang bertakwa untuk mengikutinya. Barangsiapa mencintainya, berarti ia mencintai aku dan barangsiapa yang menaatinya, berarti ia menaatiku."[8]

 

Berjabat Tangan dengan Malaikat

 

Imam Ridha as berkata, "Bila manusia mengetahui nilai hari ini, Hari Ghadir, maka di setiap kesempatan para malaikat berjabat tangan dengan mereka 10 kali setiap hari."[9]

 

Sumber Keutamaan

 

Seorang penyair Kristen mengatakan, "Saya menggubah sebuah puisi untuk Ali as. Bila ada yang protes dan mengatakan, ‘Semestinya engkau menggubah puisi untuk Paus, Isa dan Maryam?' Saya akan menjawab, ‘Saya mencintai keutamaan dan ketika mencarinya di dunia ini saya menemukan sumber keutamaan dan saya menyaksikan Ali as sumber keutamaan itu. Itulah mengapa saya menggubah puisi untuk Ali as."[10]

 

Sumber: Hossein Deilami, Ghadir Khourshide Velayat, 1388, Qom, Moasseseh Entesharat Haram.

 



[1]
. Nahjul Balaghah az Kist?, hal 17.

[2]. Yanabi' al-Mawaddah, jilid 1, hal 287, bab 41, hadis 1.

[3]. Tarjomeh al-Gharat, hal 31-32. Bihar al-Anwar, jilid 8, hal 739.

[4]. Imam Ali as dar Ahadis-e Ghodsi, hal 49.

[5]. Yanabi' al-Mawaddah, jilid 2, hal 335.

[6]. Ibid, jilid 1, hal 161, bab 14, hadis 9.

[7]. Hassastarin Faraz-e Tarikh Ya Dastan-e Ghadir, hal 286.

[8]. Nur ats-Tsaqalain, jilid 5, hal 73.

[9]. Payam Ghadir, hal 45. Tahdzib al-Ahkam, jilid 6, hadis 52.

[10]. Tarbiyat-e Farzand, hal 235.

© Indonesian Radio. All rights reserved.

alt

پرتال پورتال سازمانی بایگانی اسناد پورتال جامعه مجازی پورتال شبکه اجتماعی

Senin, 11 November 2013 16:39

Kerugian Akibat Jauhnya Anak dari Ibu

Anak harus hidup bersama ibunya dan setidaknya sampai akhir tahapan masa kanak-kanaknya. Pentingnya masalah ini dapat dirasakan dari pelbagai sudut pandang, utamanya dari sisi pendidikan anak. Karena ibu merupakan pemuas dan pembentuk kepribadian anak dari sisi emosi dan akhlak, dimana sebagian besar mempengaruhinya di masa kanak-kanak. Bila ibu terpaksa harus bekerja di luar rumah atau bepergian, hendaknya memilih baby sitter yang akrab dengan anak-anak dan melewati sebagian besar waktunya bersama anak dengan penuh kasih sayang.

 

Di masyarakat yang tidak memiliki prinsip untuk menjalani kehidupannya atau tidak memiliki pemikiran yang jelas, semua urusan termasuk masalah pendidikan tidak jelas, bahkan carut marut. Betapa banyak ibu-ibu yang lebih suka melakukan aktifitas di pelbagai tempat dan menyerahkan anaknya kepada pembantu atau bila beruntung kepada baby sitter. Bagi mereka tidak penting apa yang terjadi pada anaknya dan akan menjadi pribadi seperti apa di masa mendatang. Berpisah dari anak jangan dipandang sebagai perbuatan kecil atau sederhana. Tapi bila hal itu harus terjadi, ibu harus memikirkan jaminan dan keamanan yang diperlukan bagi si anak.

 

Anak yang hidup jauh dari ibu

Anak kecil sangat sensitif berpisah dari ibunya dan sangat sedikit dari mereka yang dapat menerima kondisi barunya, sekalipun ada yang menyayanginya, tapi tetap saja itu tidak enak baginya. Anak kecil yang berpisah dengan ibunya akan merasa tidak enak. Dunia dianggapnya gelap, asing, tanpa cinta, bahkan telah kehilangan keramahan dan keamanan.

 

Anak yang jauh dan terpisah dari ibunya senantiasa sedih dan tertekan. Ia tidak tertawa dari batinnya dan kondisinya secara umum tidak begitu baik, bahkan tidak ada nafsu makan. Wajahnya pucat dan senantiasa gelisah. Terkadang ia terbangun di malam hari dan seringnya mencari alasan.

 

Anak kecil bisa menerima ketidakhadiran ibunya bila mengetahui bahwa ibunya akan kembali ke rumah setelah beberapa waktu bepergian. Tapi ketika ada yang mengabarkan kepadanya bahwa ibunya tidak pulang seperti biasanya, penyampaian berita ini terkadang dapat membuatnya shock. Bila seorang ibu terpaksa harus berpisah dengan anaknya, setidaknya ia harus memastikan dirinya akan segera kembali dan melihatnya.

 

Salah bila menganggap anak kecil tidak dapat membedakan mana ibunya dan yang bukan, sehingga menyimpulkan anak itu dapat menanggung perpisahan dengan ibunya. Hasil penelitian membuktikan bahwa anak berusia satu setengah bulan akan memberi reaksi bila dipisahkan dari ibunya, sekalipun masalah gizinya dapat dipenuhi. Anak seusia itu sudah merasakan kesakitan dengan perpisahan itu.

 

Terpisahnya anak dari ibunya akan menyebabkan gangguan dalam diri dan perilaku anak. Riset yang dilakukan dalam masalah ini menunjukkan sebagian anak kecil justru menjadi keras, suka menyerang, tidak seimbang, tidak berempati dan berbuat seenaknya sendiri. Ia suka mengisolasi diri dan tidak ingin bersosialisasi. Sebagian lainnya keras kepala dan suka mencari alasan. Mereka menjadi mengerti bagaimana lari dari rumah, merasa tidak ada yang menyayanginya dan dari sisi psikologis ia tidak pernah merasa puas.

 

Anak membutuhkan belaian dan kasih sayang yang hakiki. Apa yang dilakukan oleh seorang baby sitter tidak dapat memenuhi kebutuhan ini sepenuhnya. Sekaitan dengan masalah pertumbuhan anak, telah dilakukan penelitian yang hasilnya menyebutkan anak yang tumbuh dalam kondisi demikian mengalami keterlambatan pertumbuhan dan selama jarak perpisahan ini semakin lebar, maka pertumbuhan anak juga semakin lambat. Khususnya bagi anak yang memiliki kecerdasan otak. Kepribadian anak yang seperti ini dari sisi moral dan emosi tidak cepat berkembang, bahkan masalah ini akan mempengaruhinya ketika telah besar. Hal ini mencakup masalah pertumbuhan psikologis anak dan boleh dikata anak menderita keterlambatan pertumbuhan psikologis.

 

Ketiadaan ibu di sisi anak bila terjadi berulang-ulang akan membuat anak itu dari sisi emosi menjadi orang yang tidak peduli dan ini sangat merugikan anak itu. Anak juga tidak mau menerima orang lain sebagai ibunya dan senantiasa melawan.

 

Sebagian dampak dari ketidakhadiran ibu di sisi anaknya sangat merugikan terkait dengan:

 

1. Lama ketidakhadiran ibu. Semakin lama seorang ibu berpisah dengan anaknya, maka kerugian yang diderita oleh anak akan semakin besar pula.

 

2. Usia anak ketika ibu tidak hadir di sisinya. Semakin kecil usia anak sewaktu berpisah dengan ibunya, maka dampak buruk perpisahan itu semakin besar.

 

3. Jenis kehidupan pasca ketidakhadiran ibu. Bila kehidupan anak semakin memburukdan membingungkan, maka pengaruh tidak adanya ibu akan semakin merugikan anak.

 

4. Sikap baby sitter di saat tidak ada ibu. Bila baby sitter semakin bersikap keras dampaknya emosi anak semakin tidak baik.

 

5. Pemenuhan kebutuhan anak. Semakin buruk pemenuhan kebutuhan anak seperti air, makanan, istirahat dan lain-lain, maka dampaknya juga akan semakin buruk bagi anak.

 

Dalam situasi ketidakhadiran ibu di sisinya, terkadang anak menangis sendirian. Nah, dalam kondisi ini jangan memaksa anak untuk menghentikan tangisannya, tapi harus duduk di sisinya dan secara perlahan-lahan menenangkannya.

 

Jenis ketidakhadiran ibu

Kembali lagi bahwa semakin lama ibu tidak hadir di sisi anaknya, maka kerugian yang diderita anak juga semakin besar. Bila anak mulai membiasakan diri dengan kondisi ini, di dalam dirinya sifat tidak peduli menjadi dominan dan perlahan-lahan ia tidak mengenal ibunya. Sementara bila kondisi ini tidak dikontrol, anak akan sampai pada satu kesimpulan tidak mau menerima ibunya. Tapi perlu diketahui bahwa ketidakhadiran ibu di sisi anaknya tidak harus lama, karena terkadang ketidakhadiran ibu yang hanya sebentar juga dapat menciptakan kekacauan dalam diri anak.

 

Jangan pernah pergi dari hadapan anak dengan memanfaatkan kesempatan kelalaiannya. Bila setelah anak pergi ke play group atau taman kanak-kanak dan ibu ingin bepergian, maka sejak awal hal ini sudah disampaikan kepada anak. Karena ketika anak kembali dari sekolah, ia mengharapkan sambutan ibunya dan mencari ibunya, sementara bila tidak menemukan ibunya, maka hal itu akan sangat menyakitkan baginya.

Senin, 11 November 2013 16:38

Nasihat Imam Husein as: Syiah Hakiki

Syiah Hakiki

 

Ada seorang yang menemui Imam Husein as dan berkata, "Saya termasuk Syiah Anda."

 

Imam Husein as menjawab, "Takutlah kepada Allah dan jangan mengklaim hal yang demikian! Karena Allah Swt akan berkata kepadamu, ‘Engkau bohong' dan itu berarti engkau telah berbuat dosa atas pengakuanmu. Sesungguhnya Syiah kami adalah orang yang hatinya suci dari segala bentuk dosa, kotoran dan pengkhianatan. Oleh karenanya engkau semestinya mengatakan bahwa engkau termasuk pencinta kami." (Sayid Hasyim Bahraini, Tafsir al-Burhan, Qom, Moasseh Mathbu'at Esmailiyan, 1403 HQ, jilid 4, hal 22)

 

Imam Husein as dalam perkataannya menyebutkan ciri khas orang Syiah agar siapa saja dapat membedakan mana Syiah yang hakiki dan mana yang bukan. Beliau menyebut parameter paling penting Syiah adalah kesucian hati dan bersih dari segala kotoran dan pengkhianatan. Karena bila manusia memiliki hati yang bersih dan jauh dari segala kekotoran, maka kesucian ini akan mempengaruhi lahiriahnya dan akhirnya membentukyna menjadi manusia yang baik. Sementara orang yang tidak memiliki kesucian hati ini, sekalipun ia mengaku sebagai pecinta Ahlul Bait as, ia tidak tergolong Syiah hakiki.

 

Cinta Ahlul Bait

Imam Husein as berkata:

 

"Barangsiapa yang mencintai kami berarti ia termasuk dari kami, Ahlul Bait." (Nuzhah an-Nazhir wa Tanbih al-Khathir, hal 40)

 

"Cintailah kami Ahlul Bait. Karena siapa saja yang akan menghadap Allah dan dalam keadaan mencintai kami, maka ia termasuk orang yang mendapat syafaat kami." (Ihqaq al-Haq, jilid 11, hal 591)

 

Mencintai tidak sekadar ingin. Terkadang manusia mencintai orang lain karena ada kepentingannya. Tapi ada manusia yang mencintai orang lain dikarenakan dirinya memang benar-benar mencintai, maka dalam kondisi ini ia siap mengorbankan dirinya. Ini model cinta kepada Ahlul Bait yang berujung pada wilayah dan ketaatan. Pada tahapan ini, ketaatan yang dilakukannya membuatnya bersambung dengan Ahlul Bait. Al-Quran menukil dari ucapan Nabi Ibrahim as dan mengisyaratkan hakikat ini, "Barangsiapa yang mengikutiku berarti ia berasal dariku." (QS. Ibrahim: 36)

 

Cinta dengan makna seperti ini memiliki pengaruh yang luas dan syafaat merupakan salah satunya. Dengan demikian, untuk meraih syafaat Ahlul Bait as di Hari Kiamat, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan segala yang diperlukan untuk lebih mengetahui dan mencintai mereka dengan sebenar-benarnya.

 

Memperhatikan ajaran Ahlul Bait

Imam Husein as berkata:

 

"Barangsiapa mendatangi kami, ia tidak akan kehilangan empat sifat; memiliki argumentasi kuat, menghakimi dengan adil, pertemanan yang menguntungkan dan duduk bersama para ilmuwan." (Kasyful Ghummah fi Ma'rifah al-Aimmah, Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1401 HQ, cet 3, jilid 2, hal 32)

 

Ahlul Bait merupakan teman terbaik manusia. Karena mereka adalah manusia pilihan Allah. Memperhatikan perilaku mereka dan mengikuti ucapan dan perbuatan mereka akan membuat sifat-sifat utama semakin banyak dalam kehidupan dan akhlak individu dan sosial.

 

Persahabatan dan permusuhan dengan Ahlul Bait

Imam Husein as berkata:

 

"Barangsiapa yang bersahabat dengan kami berarti telah bersahabat dengan Rasulullah dan barangsiapa yang bermusuhan dengan kami berarti telah bermusuhan dengan Nabi Muhammad Saw." (Ihqaq al-Haq, jilid 11, hal 592)

 

Di masa hidupnya, Nabi Muhammad Saw berkali-kali menghimbau umat Islam untuk bersahabat dengan Ahlul Bait dan mengikuti mereka. Allah Swt dalam al-Quran menyebutkan cinta kepada Ahlul Baiat sebagai pahala dari risalahnya. (QS. as-Syura: 23) Semua penekanan ini dimaksudkan agar umat Islam senantiasa berada dalam lindungan cahaya hidayah keluarganya dan bergerak menuju kesempurnaan. Dengan demikian, mencintai Ahlul Bait as berarti mencintai Nabi Saw dan memusuhi mereka adalah memusuhi Nabi Saw.

 

Cinta murni kepada Ahlul Bait

Suatu hari ada sekelompok warga Madinah menemui Imam Husein as. Mereka mengatakan, "Sebagian teman kami pergi menemui Muawiyah, tapi kami mendatangimu dikarenakan agama kami."

 

Imam Husein as berdiam sejenak lalu berkata, "Barangsiapa yang mencintai kami Ahlul Bait dan cintanya kepada kami tidak berdasarkan kekeluargaan atau karena kami telah berbuat baik kepdanya, tapi dikarenakan Allah dan Nabi-Nya, maka di Hari Kiamat ia akan dibangkitkan di padang Mahsyar bersama kami seperti dua jari ini yang berada bersisian." Setelah itu Imam Husein as menjejerkan dua ibu jarinya. (A'lam ad-Din, hal 46).

 

Sumber: Pandha-ye Emam Hossein.

Senin, 11 November 2013 16:36

110 Keutamaan Imam Ali: Manusia Terbaik

Manusia Terbaik

 

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Ali Khair al-Basyari Faman Abaa Faqad Kafara... Ali merupakan manusia terbaik dan barang siapa yang mengingkari hakikat ini berarti ia telah kafir."[1]

 

Sahabat Orang Miskin

 

Suatu hari Imam Ali as sedang sibuk menggali sumur. Setelah berusaha keras, tiba-tiba air bersumber dari bawah dan beliau berkata, "Aku bersaksi kepada Allah bahwa sumber air ini kujadikan sedekah. Kemudian beliau mengeluarkan kertas dan menulis, "Hamba Allah, Amirul Mukminin menyedekahkan tanah dan sumur ini kepada orang-orang miskin Madinah agar dapat melindungi wajahnya kelak di Hari Kiamat dari api neraka."[2]

 

Beribadah

 

Ada yang bertanya kepada Ummu Said, hamba sahaya Imam Ali as, "Ali as di bulan Ramadhan lebih banyak beribadah atau di bulan-bulan yang lain?" Ummu Said menjawab, "Ali setiap malamnya sibuk dengan munajat kepada Allah dan tidak ada beda baginya apakah itu bulan Ramadhan atau tidak."

 

Begitu juga dalam penjelasan mengenai beliau disebutkan bahwa ketika beliau ditebas pedang dan dibawa dari masjid ke rumah, beliau melihat ke arah tempat terbitnya matahari dan berkata, "Wahai Subuh! Bersaksilah bahwa engkau melihat Ali dalam kondisi berbaring saat ini saja!"[3]

 

Di Pasar

 

Zadzan mengatakan, "Imam Ali as seorang diri melakukan kontrol di pasar. Beliau memberi petunjuk orang yang kehilangan jalan dan membantu orang yang kesulitan. Ketika melewati para pedagang, beliau membacakan ayat al-Quran,[4] "Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa."[5]

 

Peran Imam as

 

Imam Baqir as berkata, "Ketika Rasulullah Saw wafat, masyarakat memilih khalifah selain Ali as. Waktu itu setan memakai mahkotanya dan mengumpulkan pasukannya dan berkata kepada mereka, "Bergembiralah. Karena selama Imam tidak bangkit, maka tidak ada yang menaati Allah secara hakiki."[6]

 

Ketidakmampuan Jahizh

 

Jahizh, seorang orator hebat menyatakan ketidakmampuannya dalam menghadapi ucapan Imam Ali as. Ia mengatakan, "Setelah al-Quran dan ucapan Nabi Muhammad Saw, setiap ucapan, khutbah dan makalah yang pernah saya baca dan dengat tidak dapat mengalahkanku. Tidak ada yang lebih baik dari kemampuanku atau yang sama dengannya, kecuali ucapan Amirul Mukmini Ali as. Karena setiap kali saya berusaha, tetap saja saya tidak mampu menyainginya."[7]

 

Pentingnya Ucapan Imam Ali as

 

Kharazmi dalam buku al-Manaqib mengutip dari Ahmad bin Abi Thahir, teman dekat Jahizh mengatakan, "Ketika Jahizh mengatakan kepada kita, ‘Di antara ucapan Imam Ali as ada 100 kalimat yang setiap satu darinya sama dengan seribu kalimat indah Arab." Setelah itu Ahmad mengatakan, "Sudah lama saya meminta kepada Jahizh untuk memberikan 100 kalimat Imam Ali as barang sebentar untuk kupelajari. Ia sebenarnya juga sudah berkali-kali berjanji untuk memberikannya, tapi tidak dilakukannya, bahkan ia terlihat pura-pura lupa, sehingga di akhir hidupnya ia mengeluarkan "100 Kalimat" itu dan memberikannya kepadaku."[8]

 

Sebutan Khusus

 

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Ketika saya melakukan Mikraj di langit, Allah Swt menyampaikan segala sesuatu berupa wahyu kepadaku." Setelah itu Allah berfirman, "Wahai Muhammad! Sampaikan salam kepada Ali bin Abi Thalib, Amirul Mukminin. Sebelum ini Aku tidak pernah menyebut seseorang dengan nama Amirul Mukminin dan tidak setelah ini."[9]

 

Emas dan Perak Menurut Imam Ali as

 

Ketika ada seorang Arab Badui meminta sesuatu kepada Ali as, beliau memerintahkan agar memberinya seribu. Wakil beliau bertanya, "Dari emas atau perak, yakni seribu dinar dinar atau seribu dirham?" Beliau berkata, "Keduanya di mataku adalah batu. Berikan kepadanya mana yang lebih bermanfaat baginya."[10]

 

Pelayan Penuh Dedikasi

 

Selama di rumah, Imam Ali as bekerja mengumpulkan kayu bakar, menimba air dan menyapu rumah. Beliau menjahit sendiri sepatunya yang robek dan terkadang membantu mengangkatkan tempat air perempuan tua, bahkan dalam banyak kesempatan beliau mengangkat sendiri kantung makanan dan dibawakannya kepada anak-anak yatim.[11] (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

 

Sumber: Hossein Deilami, Ghadir Khourshide Velayat, 1388, Qom, Moasseseh Entesharat Haram.

 



[1]
. Fadhail Amirul Mukminin, hal 42.

[2]. Jauharah, dar Nasab wa Sharh Ahval Ali as va Ale Ou, hal 99-100.

[3]. Ali Kist?, hal 235.

[4]. QS. al-Qashas: 83.

[5]. Sireh Alavi, hal 48.

[6]. Raudhah al-Kafi, jilid 2, hal 186, hadis 542.

[7]. Ba Nahjul Balaghah Ashena Shavim, hal 31.

[8]. Ibid, hal 43.

[9]. Imam Ali as dar Ahadis Ghodsi, hal 67.

[10]. al-Fushul al-‘Aliyyah, hal 100.

[11]. Ibid, hal 103.

Comments

Ali as Parameter Kebenaran dan Kebatilan

Imam Husein as berkata:

"Di masa Rasulullah Saw, mengetahui orang munafik dengan melihat permusuhan dan kebencian mereka kepada Ali as dan keturunannya." (Syeikh Shaduq, Uyun al-Akhbar ar-Ridha as, Beirut, Muassasah al-‘Alami, 1408 HQ, cet 3, jilid 2, hal 72, hadis 305)

Untuk mengenal kebaikan dan keburukan memerlukan paramater yang jelas, sehingga manusia dapat menilai dirinya sendiri. Atas dasar ini, Allah Swt menciptakan manusia-manusia sempurna dan maksum sebagai tolok ukur bagi manusia yang lain untuk mengenal keutamaan dan keburukan. Itulah mengapa Rasulullah Saw berkali-kali menyebut Imam Ali as sebagai parameter untuk mengenal kebenaran dan kebatilan. Dalam ucapan Imam Husein as ini juga disinggung mengenai parameter ini.

Imam Ali as merupakan sumber seluruh kebaikan dan keutamaan. Sementara orang-orang Mukmin senantiasa memiliki kecenderungan kepada kebaikan dan keutamaan. Di sini tanpa disadari hatinya memiliki kecintaan kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Sebaliknya, orang-orang Munafik senantiasa memusuhi dan membenci Imam Ali as dan keluarganya.

 

Sumber: Pandha-ye Emam Hossein.

Akhlak Keluarga

 

Kata keluarga mengingatkan manusia akan pengertian tentang ketenangan, cinta, komitmen dan kerelaan. Karena inti keluarga dibangun atas pengertian-pengertian ini. Dalam ajaran agama Islam, kasih sayang kepada keluarga sedemikian bernilainya sehingga Rasulullah Saw bersabda, "Manusia paling baik imannya adalah yang paling baik dan lembut memperlakukan keluarganya dan saya adalah yang paling lembut dari kalian dalam memperlakukan keluargaku." (Syeikh Hur al-Amili, Wasail as-Syiah, Tehran, Entesharat Eslamiah, 1403 HQ, cet 1, jilid 8, hal 507)

 

Sebagaimana manusia bertanggung jawab atas perilakunya, ia juga bertanggung jawab atas akhlak dan perilaku keluarganya. Bila setiap individu masyarakat menghargai keluarganya dan berusaha membawa mereka meraih kesempurnaan, dengan sendirinya itu menjadi sarana bagi kebahagiaan dan kejayaan masyarakat. Allah Swt dalam al-Quran mewajibkan setiap orang untuk memperhatikan keluarganya dan membimbing mereka. Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu..." (QS. at-Tahrim: 6)

 

Dengan dasar ini, semua anggota keluarga harus mempelajari ahklak untuk dapat berperilaku baik dengan yang lain, selain untuk menciptakan keluarga yang hangat dan baik. Sekaitan dengan hal ini, memperhatikan perilaku para Imam Maksum as, khususnya Imam Husein as dapat membantu manusia bagaimana hidup dengan keluarganya yang berujung pada pertumbuhan dan kesempurnaan manusia.

 

Memperhatikan Hak Istri

 

Suatu hari sejumlah sahabat Imam Husein as bertamu ke rumah beliau. Saat memasuki rumah beliau, mereka menyaksikan adanya permadani dan kain gorden baru kemudian berkata, "Di rumah Anda kami melihat sesuatu yang tidak ada di rumah Rasulullah Saw?"

 

Imam Husein as menjawab:

 

"Kebiasaan kami adalah memberikan mahar atau mas kawin istri kepada mereka setelah menikah. Dengan demikian mereka punya kemampuan finansial untuk membeli kebutuhan rumah dan barang-barang yang kalian lihat itu bukan milik kami." (At-Tamimi al-Maghribi, Da'aim al-Islam, Beirut, Dar al-Adhwa', 1411 HQ, cet 3, jilid 2, hal 159.)

 

Sebagian orang ketika menikah dengan istrinya telah menentukan jumlah tertentu sebagai mahar dan ketika terjadi perceraian, mereka tidak mau membayarnya. Mereka mencari pelbagai alasan untuk tidak membayarkannya, sehingga terkadang perempuan yang berusaha menyelamatkan dirinya dari kezaliman mereka merelakan haknya.

 

Ini merupakan pekerjaan buruk yang dilakukan oleh seorang suami dan banyak kasus yang terjadi terkait masalah ini. Akibat dari perilaku semacam ini adalah perempuan ketika diceraikan mereka selain tidak memiliki orang yang bertanggung jawab terhadapnya, juga tidak memiliki kemampuan finansial. Hal ini menjadi sebab bagi banyak kerusakan sosial.

 

Oleh karenanya, memberikan mahar atau mas kawin, selain itu merupakan hak istri yang harus diberikan, juga menyebabkan masyarakat aman dari pelbagai kerusakan yang bakal timbul.

 

Sumber: Pandha-ye Emam Hossein.

Bakr atau Bukair bin Hamran al-Ahmari

 

Bakr atau Bukair bin Hamran al-Ahmari adalah pembunuh Muslim bin Aqil.

Ia merupakan pendukung Yazid bin Muawiyah sejak pengangkatannya sebagai khalifah. Pada tahun 60 HQ dalam proses kebangkitan Imam Husein as, Muslim bin Aqil, wakil Imam Husein as dikirim ke Kufah. Saat berada di kota ini dan ketika pasukan Yazid bin Muawiyah ingin menangkapnya, Bakr bin Hamran al-Ahmari bertemu dengan Muslim bin Aqil di sebuah gang dan akhirnya terjadi duel di antara keduanya. Bakr berhasil menebas wajah Muslim dan merobek bibirnya, tapi pada saat yang sama Muslim bin Aqil juga berhasil melukainya.

Setelah kejadian itu, Bakr meminta kepada Ubaidillah bin Ziyad agar mengeluarkan perintah kepadanya membunuh Muslim bin Aqil. Karena sebelumnya ia sempat kalah dalam berduel dan terluka, Bakr begitu mendendam dan ingin sekali membunuh Muslim bin Aqil dengan tangannya sendiri.

Muslim bin Aqil berhasil ditangkap. Sesuai dengan perintah Ubaidillah bin Ziyad, Muslim akan dilempar dari atap gedung Dar al-Imarah. Tapi Bakr membunuhnya dengan dua tebasan pedang dan memisahkan kepalanya dari badannya lalu melempar badannya dari atas istana.

Suatu hari ketika Ubaidillah bertanya kepadanya, "Ketika engkau hendak membunuh Muslim bin Aqil, apa yang dikatakannya?"

Bakr menjawab, "Ia mengucapkan tasbih dan istighfar serta shalawat kepada Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Bait-nya. Setelah itu ia berdoa, ‘Ya Allah! Adili antara kami dan kaum yang berbohong dan menipu kami."

Sebuah penukilan dalam buku Raudhah as-Syuhada menyebutkan sebuah riwayat sahih menyebutkan, Bukair bin Hamran menggugursyahidkan Muslim, memenggal kepalanya dan membawanya kepada Ibnu Ziyad lalu melempar badannya dari atas istana ke bawah.

 

Sumber:

1. Tarjamah Irsyad, Rasouli Mahallati.

2. Tarjamah Luhuf, Fahri.

3. Mausu'ah al-Imam Husein as.

4. Nafas al-Mahmum.

Jami' bin Khalq al-Audi

 

Jami' bin Khalq al-Audi, seorang anggota pasukan Umar bin Saad di Karbala.

 

Setelah pasukan Umar bin Saad di hari Asyura 61 HQ menggugursyahidkan Imam Husein as, mereka mulai menjarah pakaian dan apa yang dimiliki jasad Imam Husein as. Jami' bin Khalq merampas pedang Imam Husein as. Tapi pedang ini bukan pedang Dzulfiqar. Karena pedang Dzulfiqar merupakan khazanah nubuwah dan imamah telah di serahkan kepada keluarganya.

 

Sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa Aswad bin Hanzhalah at-Tamimi yang merampas pedang Imam Husein as, tapi sebagian lain menyebut Falafis an-Nahsyali.

 

Muhammad bin Zakariya meriwayatkan, "Ada yang melihat pedang Imam Husein as ada pada Habib bin Badil atau di tangan putri Habib bin Badil."

Hajjar bin Abjar

Hajjar bin Abjar merupakan tokoh masyarakat kota Kufah dan musuh Imam Husein as. Dalam peristiwa kebangkitan Imam Husein as, ia bersama sejumlah warga Kufah ikut menulis surat kepad Imam dan mengajak beliau ke Kufah. Hajjar mengalami masa Nabi Muhammad Saw dan waktu itu ayahnya seorang Kristen. Ibnu ad-Duraid dalam Akbar al-Mansyur membawakan sebuah hadis dimana Hajjar berkata kepada ayahnya yang Kristen, "Bukankah engkau menyaksikan bagaimana setiap orang yang memeluk agama ini dikemudian hari menjadi orang besar. Saya juga ingin memeluk agama ini." Ayahnya berkata, "Bersabarlah dan kita pergi menemui Umar bin al-Khatthab agar memberi kita kebanggaan itu. Engkau hanya boleh menerima sebagai pejabat tinggi. Setelah itu mereka menemui Umar bin Khatthab dan dihadapannya Hajjar mengucapkan dua kalimat syahadat. Umar bin Khatthab berkata kepada ayahnya, "Mengapa engkau tidak ikut mengucapkan syahadat?" Ayah Hajjar menjawab, "Biarkan saya demikian menjadi tamu hari ini dan besok." Ia meninggal sebelum syahadah Imam Ali as dalam kondisi beragama Kristen. (al-Ishabah)

 

Pada tahun 60 HQ setelah kematian Muawiyah, Khalifah Pertama Bani Umayah, anaknya Yazid diangkat menjadi khalifah. Guna mengokohkan pemerintahannya, ia memerintahkan kaki tangannya untuk mengambil baiat dari beberapa orang termasuk Husein bin Ali bin Abi Thalib as. Tapi dalam prosesnya, Husein bin Ali as tidak berbaiat kepadanya dan bahkan menentangnya. Penduduk Kufah mendapat kabar mengenai sikap Imam Husein as ini dan kesiapan beliau untuk melawan kezaliman Yazid. Untuk itu mereka mengirim surat kepada beliau dan mengajaknya ke Kufah. Mereka berjanji bila beliau ke Kufah, mereka dapat mengusir Bani Umayah dan segala bentuk dukungan akan diberikan kepadanya. Hajjar bin Abjar termasuk tokoh warga Kufah dan dalam peristiwa ini bersama Syabts bin Rab'i, Yazid bin Harits dan lain-lain menulis surat kepada Imam Husein as dan mengirimkannya ke Mekah. Teks surat mereka seperti berikut ini, "Amma Ba'du. Kebun telah menghijau, buah telah matang dan pepohonan berdaun rimbun. Bila engkau ingin datang kepada kami, pasukan besar telah siap untuk membantumu dan siang malam mereka menanti kedatanganmu. Wassalam.

 

Menurut penukilan sebagian sejarah, ketika para utusan yang membawa surat sampai kepada Imam Husein as, beliau berkata, "Katakan kepadaku, siapa saja yang menulis surat ini?" Mereka menjawab, "Syabats bin Rab'i, Hajjar bin Abjar, Yazid bin Harits dan lain-lain." Mendengar jawab mereka, Imam Husein as langsung berdiri dan melaksanakan shalat dua rakaat di antara Rukun dan Maqam Ibrahim as. Dalam shalatnya beliau meminta kebaikan dari Allah. Pada tahun 61 HQ di hari Asyura, ketika pasukan musuh, Umar bin Saad berhadap-hadapan dengan pasukan Imam Husein as. Waktu itu Imam Husein as mencoba mengingatkan mereka. Setelah mengucapkan pujian dan memperkenalkan dirinya kepada mereka yang hadir lalu mengucapkan, "Syabats bin Rab'i, Hajjar bin Abjar, Yazid bin Harits dan lain-lain, apakah bukan kalian yang menulis surat kepadaku yang isinya ‘Kebun telah menghijau, buah telah matang dan pepohonan berdaun rimbun. Bila engkau ingin datang kepada kami, pasukan besar telah siap untuk membantumu dan siang malam mereka menanti kedatanganmu." Hajjar bin Abjar dan sebagian orang Kufah berbohong dan mengatakan, "Tidak. Kami tidak memahami apa yang engkau katakan! Kami tidak menuliskan yang demikian." Imam Husein as berkata, "Subhanallah. Demi Allah kalian telah menuliskannya." Dengan demikian, Hajjar bin Abjar bergabung bersama pasukan musuh, menjadi seorang komandan pasukan Umar bin Saad melawan pasukan Imam Husein as. Namanya juga diperselisihkan ada yang menyebutnya Hajjar bin al-Hard, Hajjar bin Habrad, Hajjad bin al-Murr dan Hajjar bin al-Hurr. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

 

Sumber:

1. Tarikh Imam Husein as mengutip dari Tarikh at-Thabari.

2. Ma'arif wa Ma'ariif.

3. Nafas al-Mahmum.

4. Sokhanan Husein bin Ali az Madinah ta Karbala.