Anak yang kehilangan ayah dan ibu dalam agama disebut yatim. Namun dari sisi lain harus diketahui bahwa tidak hanya anak yang kehilangan ayah disebut yatim, tapi setiap anak, dengan alasan apapun bila kehilangan kasih sayang ayah dan ibu, atau tidak dapat berhubungan secara kontinyu dengan kedua orang tuanya juga disebut anak yatim.
Ayah atau ibu yang tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk mengurusi anaknya berarti orang tua yang memiliki anak yatim. Sebagai contoh seorang anak yang tidak melihat ayahnya di pagi atau malam hari, karena ayahnya pergi ke tempat kerjanya saat anaknya tidur dan kembali malam hari dimana anaknya sudah tidur. Anak yang orang tuanya bercerai dan tidak lagi mengurusinya juga tergolong anak yatim.
Kenyataan pahit yang terjadi dalam kehidupan adalah meninggalnya ayah dan anak kecil yang menjadi yatim. Menghadapi anak yang kehilangan ayah seperti ini membuat kewajiban seorang ibu lebih berat dari sebelumnya. Tanggung jawabnya menjadi lebih luas. Ia dapat menyelamatkan anaknya dari masalah yang dihadapi, tapi pada saat yang sama bila ia melukai hati anaknya, maka luka hati anaknya menjadi berkali lipat.
Dalam kondisi yang seperti ini seorang ibu memiliki dua kewajiban. Yang pertama mencakup kewajiban pribadinya sebagai seorang ibu dan menjadi teladan kasih sayang, emosi dan cinta. Sementara yang kedua mencakup kewajiban sebagai seorang ayah dari sisi disiplin dan aturan. Kombinasi antara emosi dan disiplin merupakan satu hal yang sulit. Seorang ibu saat menghadapi anaknya memainkan dua kepribadian. Tentu saja ibu membutuhkan ketrampilan khusus untuk mengkombinasikan dua tugas berat ini dalam dirinya.
Menyampaikan kematian ayah
Anak yang ditinggal mati ayahnya dan disebut anak yatim tentu berada dalam kondisi sedih. Dalam kondisi yang demikian, apa yang harus dilakukan oleh ibunya dan bagaimana caranya ia menyampaikan berita kematian ayahnya? Reaksi dan keputusan seorang ibu dalam kondisi yang demikian berbeda-beda. Ada yang berusaha menjelaskan bahwa ayahnya melakukan perjalanan jauh, sebagian ada yang mengatakan ayahnya ada di rumah sakit dan lain-lain.
Buat anak yang usianya lebih dari tujuh tahun, ia sudah memahami apa itu kematian dan berita kematian ayahnya dapat disampaikan kepadanya, tapi harus memberikan rasa optimis kepadanya bahwa ibu akan berusaha untuk membesarkannya. Beri penjelasan agar kepercayaan anak kepadanya tidak sampai hilang. Tidak boleh menggambarkan kematian sebagai sesuatu yang menakutkan, sehingga anak menganggap ibunya telah berbohong kepadanya. Di usia ini, anak harus mengetahui apa itu kematian dan begitu juga tentang kehidupan. Berbeda dengan anak yang usianya di bawah tujuh tahun. Menjelaskan masalah ini sangat sulit baginya, tapi dengan cepat kasih sayang ibu akan mengambil tempat ayahnya yang baru meninggal dan membuat anak mampu menghadapi kenyataan.
Memperkuat jiwa anak
Memperkuat jiwa anak merupakan kewajiban penting yang harus dilakukan oleh seorang ibu kepada anak yatimnya. Berusaha menyenangkannya bahwa ia sudah besar dan dapat menyelesaikan pekerjaannya sendiri dengan bantuannya. Ibunya harus meyakinkannya dengan penuh kesabaran dan keteguhan bahwa dirinya dapat melindunginya dan dengan perbuatannya harus mengajarkan anak menjadi lebih sabar. Anak harus diajarkan ketegaran dan istiqamah di samping tidak lupa mengambil langkah-langkah bahwa ia memikirkan apa yang dirasakan anaknya.
Seorang ibu pasca kematian atau perceraian dengan suaminya harus memperkenalkan anaknya dengan keluarga ayahnya dan berusaha menciptakan kondisi agar anaknya dapat berhubungan lebih baik dan luas dengan mereka, sehingga ia dapat membiasakan dirinya dengan lingkungan mereka dan tetap riang.
Tidak berlebihan menyayangi anak
Anak yatim tentu membutuhkan kasih sayang dan kedisiplinan agar tetap terkontrol. Tak syak bahwa bila ayahnya masih hidup ia pasti melakukan aturan yang telah ditetapkan. Sekarang, ketika ayah telah tiada, ibunya yang melakukan kewajiban itu. Dalam menjalankan kewajiban ini, ibu harus memperhatikan bahwa jangan sampai berlebih-lebihan dalam menyayanginya, sehingga kehilangan sarana untuk mengontrolnya.
Anak yang kehilangan ayahnya dari satu sisi merasa lebih bebas dan ingin melepaskan dirinya dari segala bentuk kewajiban. Bila ibunya tidak bersikap tegas terkait aturan keluarga yang ada bagi anaknya, maka hal ini bisa membuat anak itu tidak lagi taat kepada peraturan dan merasa bebas. Ibu harus teliti dalam pelaksanaan aturan dan melaksanakan kewajiban. Bersikap keras dan kaku atau membiarkan anak begitu saja akan menyulitkan ibu untuk merealisasikan tujuan pendidikan anak. Bahkan dalam sebagian kasus justru memberikan kesempatan anak untuk melawan orang tuanya.
Benar, di sini ibu memainkan peran ayah sebagai teladan disiplin bagi anak, tapi dalam melaksanakannya ibu harus memperhatikan perasaan dan emosi anak. Mengikuti keingin anak atau tidak boleh dikritik merupakan satu hal yang tidak baik dalam mendidik anak. Ibu harus mengingatkan perbuatan baik dan buruk kepada anak dan melaksanakan aturan yang ada. Dalam kondisi ini, ibu harus menghilangkan sementara perasaan dan kasih sayangnya, tapi pada saat yang sama tidak boleh melupakan bahwa sebagian kesalahan yang dilakukan anak dapat ditolerir, khususnya ketika anak melakukan kesalahan untuk pertama kalinya.
Satu kewajiban penting lainnya yang harus dilakukan ibu untuk anaknya pasca meninggalnya ayah adalah menentukan kewajiban dan tanggung jawab bagi anak. Sebagian pekerjaan rumah harus dilimpahkan kepada anak. Ibu harus berusaha agar anak menerima kewajiban itu dan dengan penuh rasa tanggung jawab melakukannya. Bila hal itu dilakukannya, maka ibu harus memujinya.
Ibu juga punya kewajiban mengontrol pekerjaan rumah anaknya. Hal ini harus terus dilakukan ketika anak tidak memperhatikannya, tapi bila anak memberikan perhatian untuk melakukan pekerjaan rumahnya, maka ibu tidak terlalu ketat lagi dalam mengontrolnya. Ibu harus menghormati sikap anak yang ingin merasa independen, selama tidak merugikan orang lain dan melalaikan aturan. Ibu harus menghormati sikap anak dalam mengelola uang sakunya, tapi penggunaanya perlu mendapat bimbingan ibu, bukan perintahnya. Artinya, ibu lebih bersifat mengontrol dan bukan memerintah.