کمالوندی

کمالوندی

Selasa, 26 November 2013 19:32

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 56-60

Ayat ke 56-57

 

Artinya:

Dan mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa sesungguhnya mereka termasuk golonganmu; padahal mereka bukanlah dari golonganmu, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepadamu). (9: 56)

 

Jikalau mereka memperoleh tempat perlindunganmu atau gua-gua atau lobang-lobang (dalam tanah) niscaya mereka pergi kepadanya dengan secepat-cepatnya. (9: 57)

 

Sebelumnya telah disinggung berbagai ciri orang-orang munafik pada zaman Nabi Muhammad Saw. Ayat ini menjelaskan mengenai kondisi semangat jihad mereka yang lemah dan mengatakan, "Dengan seluruh kemampuan dan kekayaan yang mereka miliki justru terkadang menyebabkan mereka malas dan patah semangat. Bahkan tidak jarang mereka menjadi takut segala kelicikan dan kemunafikan ini akan terbongkar. Karena itulah mereka mencari-cari alasan dan justifikasi, seakan mereka tetap komitmen dan bersama kalian. Padahal sebenarnya mereka tidak bersama kalian, dan apa yang mereka katakan itu sebagai menifestasi ketakutan dan kemunafikan mereka. Manuver yang mereka lakukan tidak lain untuk mencari jalan agar mereka bisa aman dari kalian dan kaum Mukminin."

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Janganlah kalian bersumpah palsu, karena sumpah semacam ini adalah alat dan cara yang dilakukan oleh orang-orang munafik.

2. Akhir dari perbuatan munafik adalah terusir dan dikucilkan dari masyarakat.

 

Ayat ke 58-59

 

Artinya:

Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah. (9: 58)

 

Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah," (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka). (9: 59)

 

Kedua ayat ini menyinggung tanda dan ciri-ciri kejelekan kaum Munafikin dan mengatakan, "Sewaktu pembagian zakat mereka tidak segan-segan menuduh Muslimin bahkan Nabi Saw melakukan ketidak adilan dan curang. Mereka dengan suara keras mengkritik dan memprotes. Padahal, sebenarnya mereka tidak mencari keadilan, akan tetapi mereka mencari keuntungan peribadi. Karena itu, apabila telah diberikan bagian untuk mereka dahulu, mereka akan diam, bahkan mereka akan menunjukkan kesenangannya. Namun bila mereka diharamkan menerima zakat, maka mereka akan marah dan dengan suara keras mengecam. Lanjutan dari ayat-ayat tadi mengatakan, "Daripada kalian memikirkan dan menginginkan harta zakat yang sebenarnya sudah ditetapkan untuk orang-orang fakir miskin, lebih baik kalian berharap kepada Allah Swt agar mendapatkan anugerah dan kemuliaan dengan mengatakan, "Yaa Allah berikanlah kepada kami kecukupan!"

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Janganlah kalian takut atas pernyataan jelek orang-orang munafik yang ada di sekitar kalian. Mereka sudah biasa melakukan cara seperti ini untuk bisa sampai pada kepentingan-kepentingan duniawi dan material mereka.

2. Kita tidak berhutang kepada Allah Swt, adapun segala sesuatu yang telah diberikan kepada kita merupakan kemuliaan dan anugerah-Nya. Karena itu kita harus rela dan senang atas pemberian Allah itu.

 

Ayat ke 60

 

Artinya:

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (9: 60)

 

Setelah menjelaskan harapan dan keinginan sebagian Muslimin untuk memperoleh bagian dari zakat, ayat ini menyinggung mengenai pemberian zakat harta tersebut kepada orang-orang tertentu sebagai sebuah kewajiban yang telah ditetapkan dalam Islam. Ayat ini mengatakan, "Zakat itu diberikan kepada orang fakir miskin dan orang-orang yang kesusahan dalam hidupnya. Yaitu mereka yang tidak mampu mengatur dan mendapatkan kehidupannya dengan wajar, atau mereka yang telah mengambil uang pinjaman akan tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengembalikan pinjaman tersebut. Zakat juga diberikan kepada orang-orang yang bepergian akan tetapi di tengah perjalanan mereka mendapatkan musibah kehabisan bekal dan ongkos, sehingga mereka terkatung-katung di perjalanan. Kemudian untuk menarik hati orang-orang non muslim kepada Islam, maka zakat ini bisa diberikan sebagai bekal atau anggaran untuk membeli atau membebaskan budak. Selain itu, apabila terjadi peperangan maka zakat ini bisa digunakan sebagai anggaran untuk berjihad fi sabilillah."

 

Bagi orang-orang yang telah ditunjuk untuk mengumpulkan zakat dan selama aktifitas tersebut mereka lakukan, maka mereka mempunyai hak untuk menggunakan zakat tersebut guna menutupi kebutuhan mereka.

 

Yang menarik disini bahwa dalam al-Quran biasanya zakat disebutkan beriringan dengan shalat dan berdasarkan riwayat Islam syarat diterimanya shalat yaitu dengan mengeluarkan zakat. Masalah ini mengindikasikan hubungan antara Tuhan dengan makhluk-Nya. Karena itu, seseorang tidak akan bisa berhubungan dengan Tuhan tanpa berhubungan dengan makhluk sesamanya. Berdasarkan riwayat-riwayat, Allah Swt mempuyai hak atas harta milik orang-orang kaya, sedang hak untuk menerima zakat ditetapkan bagi orang-orang fakir dan miskin. Karena itu, bagi mereka yang mengeluarkan zakat, maka Allah akan menjamin mereka tidak akan mengalami kesulitan dan fakir dalam pekerjaan. Adapun pembagian zakat bagi 8 kelompok orang tersebut tidak dianggap sama rata, akan tetapi dibawah kebijaksanaan dan fatwa hakim syar'i, yaitu sekadar kebutuhan yang diperlukan, hingga disuatu tempat yang mendatangkan maslahat lebih banyak, maka diberikan lebih banyak.

 

Zakat merupakan unsur yang dapat meratakan dan menyetarakan kekayaan dalam masyarakat, serta memperkecil jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Zakat adalah semangat kedermawanan dan sejenis wahana yang menghidupkan persahabatan di kalangan umat manusia, serta memperkecil kecendrungan dan keterikatan manusia terhadap dunia dan meteri. Zakat menjadi soko guru sosial dalam masyarakat, dimana mereka yang secara alami sedang dililit oleh kesulitan dan ketidaknyamanan seperti sedang jatuh miskin, terlilit hutang, sakit dan mengalami kesulitan dan problema materi lainnya akan menemukan secercah harapan. Dengan demikian, mereka dapat menemukan kehidupannya kembali, lalu berusaha lagi untuk bisa hidup dalam kondisi seperti sediakala. Zakat adalah salah satu perintah Islam yang komprehensif dan merupakan jalan terbaik untuk menghapus kemiskinan dan melaksanakan keadilan di kalangan masyarakat.

 

Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Tanda-tanda kejujuran dan beriman ialah dengan melaksanakan kewajiban membayar zakat. Al-Quran memakai makna zakat dengan kata shadaqah dengan tujuan menunjukkankejujuran.

2. Orang-orang yang telah membayar zakat tidak boleh merasa telah menanam budi. Karena bagian zakat itu memang menjadi hak mereka, dan Allah Swt yang telah menentukan hak tersebut.

3. Ketika penguasa dahulu menyemarakkan perbudakan, Islam malah datang untuk memerdekakan dan menghapuskan perbudakan dengan memberikan uang tebusan.

4. Islam bukan semata-mata agama ibadah dan ritual saja, akan tetapi agama yang juga memiliki undang-undang untuk menyelesaikan berbagai kesulitan ekonomi masyarakat.

Selasa, 26 November 2013 19:30

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 52-55

Ayat ke 52

 

Artinya:

Katakanlah: "tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan. Dan Kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan kepadamu azab (yang besar) dari sisi-Nya. Sebab itu tunggulah, sesungguhnya kami menunggu-nunggu bersamamu". (9: 52)

 

Dalam ayat sebelumnya telah dikaji mengenai pertentangan orang-orang munafik dengan Nabi dan kaum Muslimin. Mereka tidak saja menyampaikan berbagai alasan untuk melarikan diri dari medan jihad fi sabilillah, tetapi juga menebar pernyataan yang bisa melemahkan semangat jihad para pasukan Muslimin. Mereka menunjukkan besarnya kekuatan pasukan musuh, guna menakut-nakuti pasukan Muslimin agar lemah semangatnya dan kalah dalam peperangan. Ayat ini merupakan jawaban atas pernyataan mereka dengan mengatakan, "Sesuatu yang ditunggu oleh para mujahid Islam di jalan Allah ini tidak lain hanyalah kebaikan."

 

Hasil dari perjuangan jihad fi sabilillah ini adalah kemenangan terhadap musuh. Ini merupakan tujuan asli mereka ataun gugur syahid di jalan Allah yang merupakan kedudukan dan posisi tertinggi di kalangan orang yang beriman. Karena itu, orang Mukmin senantiasa memperoleh kemenangan dan tidak pernah menanggung kekalahan. Sementara mereka yang lari dari medan perang, tidak akan memperoleh apapun kecuali azab dan siksaan Allah Swt. Hanya ini bisa mereka nantikan. Karena Allah hanya akan mengazab mereka di dunia atau di akhirat, ataupun kalian akan mendapat sanksi sebagai konsekuensi karena melarikan diri dari medan pertempuran. Balasan itu harus diterima atas perbuatan menolak menuju medan jihad.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Orang Mukmin samasekali tidak pernah mengalami kekalahan. Selain dia melaksanakan tugas, dia juga berusaha untuk itu, sedang apapun hasilnya itu tidak menjadi tujuan

2. Bagi orang yang beriman hidup atau mati tidaklah penting, namun yang penting adalah tetap berjalan dan berpegang teguh pada jalan Allah yang lurus dan benar.

 

Ayat ke 53

 

Artinya:

Katakanlah: "Nafkahkanlah hartamu, baik dengan sukarela ataupun dengan terpaksa, namun nafkah itu sekali-kali tidak akan diterima dari kamu. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang fasik. (9: 53)

 

Sebagian orang munafik yang tidak ikut dalam perang Tabuk masih tetap berharap mendapatkan apa yang didapatkan kaum Muslimin ketika memenangkan perang, tapi pada saat yang sama tidak ingin bersusah payah ikut ke medan perang. Ayat ini justru menyatakan, "Kehadiran mereka di medan tempur itu merupakan kewajiban, namun mengapa kalian justru enggan melakukan kwajiban ini? Karena itulah berbagai bantuan yang kalian berikan tidak diterima disebabkan kalian tidak melaksanakan kewajiban.

 

Yang menarik, ayat ini justru menyatakan, "Bantuan dan infak yang kalian berikan itu tidak jelas. Apakah bantuan itu benar-benar dari lubuk hati kalian atau dikarenakan hal lainnya. Karena betapa banyak kemenangan yang diperoleh oleh pasukan Islam tidak memberikan kebahagiaan di hati kalian. Tampaknya kalian memberikan bantuan dikarenakan kondisi lingkungan dan sosial yang sedemikian rupa kalian terpaksa kalian memberikan bantuan.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Pemberian bantuan yang tendensius dari setiap orang jangan kalian terima. Karena berbagai pekerjaan suci dan Islami haruslah dilaksanakan dengan berbagai bantuan materi orang-orang yang saleh.

2. Syarat diterimanya amal perbuatan seseorang di sisi Allah adalah takwa dan kebersihan hati. Karena kefasikan dapat mencegah diterimanya perbuatan-perbuatan tersebut.

 

Ayat ke 54

 

Artinya:

Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan. (9: 54)

 

Ayat ini telah menyinggung mengenai alasan tidak diterimanya berbagai bantuan material orang-orang munafik dan mengatakan, "Dari sisi keyakinan, mereka sedang mengalami beban dan kesulitan dari siksa batin. Karena mereka tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, sedang dari berbagai amal perbuatan dan kewajiban agama mereka tidak menunjukkan motivasi dan aktifitas yang baik. Sebaliknya, mereka justru tidak suka dan menunjukkan kemalasan meski sepintas mereka melakukan shalat dan memberikan infak.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Beramal tanpa berpegang teguh dengan iman kepada Allah, sulit untuk bisa diterima. Sedang niat untuk mendekatkan diri kepada Allah merupakan syarat utama dalam setiap pekerjaan.

2. Kita harus berhati-hati terhadap tanda-tanda nifak agar jangan menjadi berkembang dan besar seperti, malas dalam melakukan shalat, tidak suka memberikan infak dan bantuan.

 

Ayat ke 55

 

Artinya:

Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir. (9: 55)

 

Ayat ini menyinggung kondisi duniawi orang-orang munafik dan mengatakan, mereka hanya memperhatikan urusan duniawi dan berpikir tentang bagaimana bisa mengumpulkan harta benda sebanyak mungkin. Sementara dari segi harta dan anak-anak mereka justru memiliki kondisi yang lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi orang-orang Mukmin. Tetapi harta benda dan anak-anak jangan sampai menjadi penyebab kehancuran dan kerugian. Karena hal tersebut dapat menyebabkan azab dan siksa orang-orang munafik di dunia.

 

Adapun Allah Swt akan memberi azab dan siksaan kepada mereka semua meski dengan kekayaan melimpah yang kalian miliki bahkan dengan anggota keluarga yang banyak. Karena semua kekayaan dan jumlah keluarga yang besar itu tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mendatangkan kerugian. Kemudian keterikatan kaum munafikin terhadap dunia sedemikian hebatnya, sehingga sewaktu mereka mengalami sakaratul maut mereka menjadi kafir kepada Allah, bahkan sekalipun mereka telah melakukan perbuatan baik akan dihapus dan musnah.

 

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Betapa banyak nikmat yang secara zahir itu menyenangkan dan membahagiakan, namun secara batin merupakan bencana dan azab.

2. Kehancuran, kematian dan fana adalah keluarnya ruh dari badan, dan ia akan dikembalikan lagi kepada badan tersebut pada Hari Kiamat.

3. Kalian jangan memperhatikan sisi-sisi kehidupan dunia seseorang, namun pikirkanlah akibat dari perbuatan kalian.

Selasa, 26 November 2013 19:29

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 48-51

Ayat ke 48

 

Artinya:

Sesungguhnya dari dahulupun mereka telah mencari-cari kekacauan dan mereka mengatur pelbagai macam tipu daya untuk (merusakkan)mu, hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah) dan menanglah agama Allah, padahal mereka tidak menyukainya. (9: 48)

 

Sebelumnya telah disinggung sisi-sisi agitasi kaum Munafikin dalam urusan perang melawan musuh. Sudah jelas juga bahwa justru kehadiran mereka di medan perang antara hak dan batil akan melemahkan semangat juang barisan Muslimin, menciptakan perpecahan dan keraguan di kalangan pasukan Islam. Ayat ini menyatakan, sebelum ini juga pernah terjadi di berbagai kancah dan peristiwa dalam masyarakat. Mereka dengan lihainya menunjukkan penyimpangan hakikat yang ada untuk menipu masyarakat, bahkan mempecundangi para pemimpin dan pemuka masyarakat.

 

Menyebarkan fitnah, menciptakan perpecahan, menyimpangkan hakikat, menebar isu dan sensasi, membuat berita-berita palsu yang tidak berdasar merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh orang-orang Munafikin untuk menjaga posisi dan kepentingannya dalam masyarakat. Karena itu, pemimpin masyarakat Islam harus sepenuhnya jeli, waspada dan tanggap atas pengaruh negatif perkara-perkara semacam ini. Kewaspadaan harus tetapi dijaga, sekalipun Allah Swt akan membongkar kebusukan ini dan menampakkan hakikat yang sebenarnya, sekaligus masalah ini akan membuat orang-orang munafikin menjadi ketakutan.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Bila terjadi fitnah dan perpecahan di kalangan masyarakat, maka perlu mewaspadai gerak-gerik orang-orang Munafik.

2. Berbagai bantuan Allah, berbarengan dengan terbongkar dan terantisipasinya peran orang-orang Munafik, sekalipun seluruh konspirasi telah dilakukan, namun Islam terus maju dan berkembang.

 

Ayat ke 49

 

Artinya:

Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah". Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir. (9: 49)

 

Salah satu alasan dan justifikasi yang diketengahkan oleh orang-orang Munafik agar tidak pergi ke medan perang Tabuk adalah ketakutan dan kekhawatiran. Mereka sangat khawatir bila saat melihat anak-anak perempuannya. Mereka merasa berdosa menelantarkan anak-anak perempuannya. Karena itu mereka minta izin untuk tidak ikut pergi ke medang perang. Dengan demikian, mereka bisa terhindar dari fitnah ini. Sementara al-Quran al-Karim dalam menjawab alasan orang-orang munafik semacam ini mengatakan, "Justru mereka yang melarikan diri dari medan perang itulah yang telah melakukan dosa terbesar dan fitnah. Karena mereka akan dianggap sok suci dan mencari-cari alasan yang tidak berdasar, bahkan akan mendapatkan siksa dan dicap sebagai orang tidak beragama.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Medan perang akan menjadi wahana ujian, sehingga dapat diketahui siapa yang benar mengaku Islam dan siapa yang berbohong dalam hal ini.

2. Ada sebagian orang yang lebih suci ternyata juga ikut berjuang, sementara mereka yang mengaku Islam, tapi justru mencari-cari alasan untuk meninggalkan medan perang dengan alasan ingin menjauhi dosa.

 

Ayat ke 50

 

Artinya:

Jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata: "Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi perang)" dan mereka berpaling dengan rasa gembira. (9: 50)

 

Ayat ini memperjelas wajah sebenarnya dan berbagai motivasi terselubung orang-orang munafik. Ayat ini mengatakan, "Apabila mereka tidak berangkat ke medan perang Tabuk atau mereka tidak suka orang lain berangkat menuju medan jihad fi sabilillah, itu artinya mereka tidak suka kalian menang dari musuh. Karena kemenangan umat Islam dari musuh-musuhnya senantiasa membuat orang-orang Munafik tidak senang. Sebaliknya, bila kalian menderita kekalahan, dengan bangga mereka akan berkata bahwa kami sejak awal telah memprediksi akan kekalahan ini. Itulah mengapa kami tidak ikut dalam perang. Pernyataan ini seakan menunjukkan mereka dapat memprediksikan sesuatu yang akan terjadi pada masa depan dan melakukan sesuatu berdasarkan prediksi itu."

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Berbagai penafsiran dan analisa setelah perang, mengindikasikan mengenai keragaman pandangan beberapa orang mengenainya. Karena itu kita dapat mengenali dengan jelas pada posisi kawan dan lawan.

2. Dalam beberapa pertempuran, Nabi Saw terkadang memperoleh kemenangan dan juga menderita kekalahan. Akan tetapi kekalahan yang diderita oleh Nabi bukan menunjukkan salah dan batilnya jalan yang ditempuh oleh beliau. Tapi hal itu disebabkan lemahnya semangat dan ketidakmampuan kaum Muslimin pada saat itu.

 

Ayat ke 51

 

Artinya:

Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal". (9: 51)

 

Ayat ini merupakan jawaban telak kepada mereka yang dengan bangga dan sombongnya menghina dan mengecilkan orang-orang Mukmin. Disebutkan bahwa dengan kecerdasan dan keahlian strategi yang dimiliki, mereka dapat memprediksikan suatu yang akan terjadi di masa mendatang. Sedang Nabi Muhammad Saw diutus oleh Allah Swt untuk mengumumkan sikap orang-orang Munafik yang mencari kesempatan untuk tidak ikut berperang. Sementara mengenai alasan kaum Muslimin yang berperang disebutkan mereka pergi bukan untuk mencari dunia atau mengusai orang lain. Oleh karenanya, kalian wahai orang-orang Munafik, tidak perlu bersusah payah untuk menganalisa kekalahan kami.

 

Hal itu disebabkan karena umat Islam merasa dirinya adalah hamba Allah yang berperang untuk mencari ridha Allah Swt. Sementara mana yang maslahat pasti ditetapkan oleh Allah, apakah itu kemenangan atau kekalahan. Dengan demikian, untuk melakukan jihad fi sabilillah kita harus menyiapkan sarana dan fasilitas, setelah itu bertawakal kepada-Nya. Dengan menyebut nama Allah umat Islam berangkat menuju medan perang

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kaum Muslimin meski telah melaksanakan tugas-tugas mereka, namun tetap tidak bisa menjamin hasil. Jihad fi sabilillah merupakan suatu tugas terlepas dari apa hasilnya.

2. Mati dan hidup manusia tetap di tangan Allah Swt. Tidak mesti yang maju ke medan perang pasti terbunuh. Karena mereka yang tinggal di dalam rumah pun tidak akan bebas dari kematian.

Selasa, 26 November 2013 19:29

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 43-47

Ayat ke 43

 

Artinya:

Semoga Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta? (9: 43)

 

Sebelumnya telah disinggung bahwa Nabi Muhammad Saw meminta kepada kaum Muslimin agar segera bergerak dan berangkat ke arah Tabuk yang terletak di kawasan paling utara Jazirah Arab untuk menghadapi serangan pasukan Romawi. Akan tetapi sebagian Muslimin berusaha mencari-cari berbagai alasan agar memperoleh dalil dan uzur guna bisa meninggalkan kewajiban jihad fi sabilillah. Mereka beralasan seperti jauhnya perjalanan yang harus ditempuh, sangat teriknya musim kemarau dan telah tibanya musim panen. Dengan alasan itu, mereka meminta ijin kepada Nabi agar sebagian mereka diijinkan oleh beliau tidak ikut dalam peperangan ini.

 

Ayat ini secara tersirat mengkritik Nabi dengan mengatakan, sebagian besar mereka yang meminta ijin untuk tidak mengikuti perang pada dasarnya tidak memiliki alasan dan uzur. Tapi pada hakikatnya, ayat ini tidak mencela atau mengkritik Nabi Saw. Karena ayat-ayat setelahnya dengan jelas menyebutkan bahwa Allah Swt tidak menyukai kehadiran orang-orang munafik di medan jihad ini. Justru ayat ini menjadi penyingkap orang-orang yang tidak ada uzur dan alasan tapi tetap meminta ijin kepada Nabi. Allah dalam ayat ini bahkan mengingatkan bahwa kalian jangan menyangka Kami tidak mengerti tentang kebohongan kalian. Kami telah mengetahui bahkan Kami tidak suka kalian hadir dalam perang ini.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Sebenarnya celaan dan kritikan Allah, senantiasa di sisi ampunan dan rahmat-Nya, juga merupakan peringatan dan pendidikan dari-Nya.

2. Medan perang dan jihad merupakan medan untuk mengetahui, siapa gerangan orang benar-benar mengaku sebagai Islam, dan siapa pula yang bohong.

 

Ayat ke 44-45

 

Artinya:

Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. (9: 44)

 

Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya. (9: 45)

 

Kedua ayat ini merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya, dimana telah dijelaskan bahwa barisan orang-orang Mukmin dipisahkan dengan barisan orang-orang munafik. Kemudian dijelaskan pula semangat kejiwaan setiap orang dari mereka, dan mengatakan, orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, ia tidak akan pernah merasa gentar dan takut terbunuh di jalan Allah ini, lalu mencari-cari alasan dan uzur untuk bisa melarikan diri dari medan jihad ini. Orang-orang semacam ini bahkan hingga saat ini belum yakin dan percaya kepada Allah Swt dan Hari Kiamat. Karena itu mereka selalu dihinggapi oleh berbagai keraguan dan persangkaan.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Orang yang imannya mantap dan selalu bertakwa akan hadir di medan jihad dengan penuh semangat, bukan menarik diri. Karena sesungguhnya orang bertakwa akan dikenali di medan jihad, bukan yang tinggal di rumahnya.

2. Sikap ragu bagus dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan pemikiran suatu ilmu pengetahuan. Namun keraguan akan berbahaya bila menjadi unsur yang membingungkan kepala.

 

Ayat ke 46

 

Artinya:

Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: "Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu". (9: 46)

 

Ayat ini menyinggung kondisi lubuk hati orang-orang munafik yang melarikan diri dari perang Tabuk dan mengatakan, alasan yang mereka sampaikan kepada Nabi agar tidak ikut ke medan perang sebenarnya menunjukkan ketidaksiapannya untuk ikut dalam perang. Karena itu mereka juga samasekali tidak menampakkan diri mempersiapkan sarana yang diperlukan dalam perang ini. Itulah sebabnya Allah Swt pada dasarnya tidak suka atas kehadiran orang-orang semacam ini di medan jihad. Oleh karenanya, Allah menghilangkan semangat mereka dalam menyertai perang ini. Dengan demikian, Nabi Muhammad Saw memberi ijin kepada mereka untuk tidak ikut ke medan perang dan mereka menyangka setelah itu tidak ada lagi kewajiban bagi mereka.

 

Padahal Allah Swt Maha Mengetahui bahwa mereka tidak memiliki uzur syar'i yang sebenarnya. Spakah di saat Nabi secara zahir memberi ijin kepada mereka untuk tidak ikut berperang, lalu kewajiban mereka telah gugur?! Lanjutan ayat ini justru mengatakan, orang-orang itu disamakan seperti anak-anak, kaum wanita dan bahkan orang-orang sakit yang hanya bisa berbaring di atas ranjangnya saja, sehingga tidak bisa keluar dari kota.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Bisa berpartisipasi dalam jihad fi sabilillah merupakan taufik Allah yang tidak akan diberikan kepada orang yang bukan ahlinya.

2. Memiliki keinginan saja tidak cukup. Harus disempurnakan dengan menyiapkan mukaddimah untuk perbuatan tersebut.

 

Ayat ke 47

 

Artinya:

Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim. (9: 47)

 

Ayat ini menjelaskan ketidaksukaan Allah Swt atas kehadiran orang-orang munafik yang imannya lemah di medan perang. Ayat ini mengatakan, Allah Swt menghilangkan taufik untuk hadir dalam peperangan atas orang-orang seperti ini. Karena bila mereka juga hadir dalam medan perang ini, mereka pasti akan menebar fitnah dan perpecahan di barisan kaum Muslimin. Sudah barang tentu orang-orang yang mudah percaya dan berpikiran sederhana, akan termakan dan mendengarkan pernyataan mereka, dan mereka juga akan menjadi lemah iman dan tidak bermotivasi. Akibatnya, kehadiran mereka akan mengakibatkan keraguan dalam pasukan Islam. Selain itu orang-orang munafik ini akan menganggap peran spionase musuh dianggap remeh dan main-main saja, apalagi bila kuping mereka berada di tengah-tengah kalian.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Sedikitnya pasukan dan tentara tidaklah penting, namun yang penting adalah iman dan keyakinan yang bersih dan ikhlas menjadi sumber kemenangan.

2. Kita harus bisa meredam fitnah yang timbul di tengah kehidupan masyarakat. karena dengan tersebarnya isu dan fitnah dalam menyimpangkan opini masyarakat awam, pada gilirannya dapat menciptakan perpecahan di kalangan masyarakat.

Selasa, 26 November 2013 19:28

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 40-42

Ayat ke 40

 

Artinya:

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita". Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (9: 40)

 

Ayat ini menyinggung konspirasi orang-orang Musyrik untuk membunuh Nabi. Karena sudah barang tentu program-program mereka tidak bisa diharapkan akan sejalan dengan program Nabi dan kaum Muslimin. Oleh sebab itu, mereka memutuskan untuk menghabisi Nabi namun mereka merancang agar pembunuhan itu tidak dilakukan oleh seorang dari sebuah kabilah. Karena itulah mereka menjadwalkan agar setiap kabilah mengirim seorang utusannya, sehingga nantinya mereka dalam sebuah kelompok melakukan penggerebekan ke rumah Nabi dan menghabisi Nabi secara bersama-sama.

 

Akan tetapi Allah Swt Yang Maha Tahu telah memberi tahu kepada Nabi-Nya atas konspirasi kaum Musyrikin ini dan Nabi pun melakukan gerakan penyelamatan yang tidak diketahui oleh para musuh tersebut. Beliau memerintahkan Imam Ali bin Abi Thalib as untuk tinggal dan tidur ditempat tidur Nabi, sehingga para mata-mata musuh terkecoh dan tidak mengetahui gerakan Nabi yang keluar dari kota Mekah. Nabi keluar dari rumah beliau diiringi oleh sahabat Abu Bakar yang bersama-sama menuju ke gua Tsur di selatan Mekkah .

 

Setelah musuh mengetahui tentang keluarnya Nabi, mereka mengejar ke arah gua, akan tetapi mereka melihat bahwa mulut gua tersebut tertutup oleh sarang laba-laba. Bahkan di sebelah gua itu ada seekor merpati yang sedang bertelur, sehingga mereka mengurungkan niatnya untuk memasuki gua itu dengan alasan bila ada orang yang baru masuk kedalam gua tersebut pastilah sarang laba-laba itu sudah rusak dan merpati itu juga tidak tinggal di sebelah gua tersebut. Setelah 3 hari Nabi tinggal di dalam gua Tsur tersebut, Nabi lalu berhijrah ke arah Madinah.

 

Karena itulah ayat ini menyinggung peristiwa hijrahnya Nabi yang bila tidak karena bantuan dan pertolongan Allah, beliau Saw tidak akan mungkin bisa lepas dan selamat dari kejaran orang-orang Musyrik itu. Di sini, orang-orang yang enggan membantu Nabi dalam berbagai kondisi khususnya pada perang Tabuk telah mendapat celaan dan mengatakan, "Saat itu Nabi tidak memiliki bala bantuan dan penolong, maka Allah Swt tidak akan pernah membiarkan Nabi-Nya sendirian dan beliau dalam keadaan terhina. Karena itu laksanakanlah kewajiban kalian dan ketahuilah bahwa rancangan konspirasi orang-orang Kafir dan Musyrik akan gagal sia-sia, sedang nama Islam dan Allah tetap abadi.

 

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kelestarian dan keabadian Islam tidak tergantung pada dukungan dan penjagaan kita, akan tetapi Allah sendirilah yang menjaga agama suci-Nya. Karena itu kita tidak boleh berbangga diri dalam menjaga dan membela agama Allah ini.

2. Ketenangan dan ketentraman manusia adalah salah satu anugerah Allah. Karena itu ia tidak memerlukan terwujudnya sarana materi.

3. Kehendak Allah di atas segala keinginan dan konspirasi orang-orang Kafir yang pada gilirannya perbuatan makar dan konspirasi mereka akan gagal dan hancur.

 

Ayat ke 41

 

Artinya:

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (9: 41)

 

Pada kajian lalu telah disinggung seruan kepada kaum Muslimin agar segera bergerak menuju ke kawasan Tabuk. Namun ayat ini mengatakan, "Perintah untuk berjihad fi sabilillah telah dikeluarkan. Karena itu dalam kondisi apapun kalian harus segara bergerak dan pergi, baik dalam kondisi sempit ataupun lapang, baik dengan harta ataupun nyawa. Karena menjaga agama Islam dan Nabi utusan-Nya lebih utama dari segalanya. Selain itu, perintah tersebut merupakan ujian untuk dapat mengetahui, siapa gerangan orang-orang Mukmin yang sesungguhnya, dan siapa pula gerangan yang berbohong dan dusta dalam mendakwakan keislaman mereka. Dengan demikian dapat diketahui kesiapan mereka dalam mengorbankan jiwa, putra-putra, rumah dan harta benda di jalan Allah."

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Memang terkadang mengerahkan manusia diperlukan dalam menjaga dan membentengi masyarakat Islam. Karena itu kehadiran sekelompok pasukan dan tentara secara resmi tidaklah cukup.

2. Jihad fi sabilillah harus seiring dengan infak di jalan Allah. Karena biaya dan anggaran peperangan ada di pundak kaum Mukminin. Setiap orang harus dapat menyumbangkan hartanya sebatas kemampuan.

 

Ayat ke 42

 

Artinya:

Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: "Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu". Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. (9: 42)

 

Ayat sebelumnya merupakan ketetapan dan perintah mobilisasi umum untuk pergi berangkat ke medan tempur Tabuk. Ayat ini menyatakan, bahwa sebagian orang yang mengaku telah beriman kepada Allah Swt, namun sayangnya mereka justru enggan untuk pergi ke medan Tabuk dan mencari-cari alasan untuk tidak ikut. Terkadang mereka mengatakan mengenai ketidakmampuan fisik mereka untuk menempu jarak perjalanan yang begitu jauh, bahkan terkadang pula mereka mengatakan bahwa mereka tidak memiliki bekal makanan dalam perjalanan tersebut. Untuk itu mereka tidak segan-segan bersumpah dan menyatakan ketidak mampuan mereka pergi ke medan perang.

 

Padahal, apabila terdapat rampasan perang yang bisa diperoleh dengan mudah dan di jalan yang dekat, mereka pasti akan datang dan tidak lagi menyampaikan alasan. Akan tetapi janganlah kalian menyangka bahwa Tuhan melakukan tipu daya. Karena sesunguhnya Dia telah mengetahui apa yang ada didalam lubuk hati kalian, tetapi yang jelas justru kalianlah yang melakukan tipu daya yang akan membawa kehancuran kalian.

 

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Jihad adalah medan terbaik untuk menguji komitmen manusia.

2. Menerima berbagai pekerjaan yang mudah dan penuh manfaat, bukan menunjukkan kematangan dan kesempurnaan seseorang. Akan tetapi menerima beban berat itulah justru menjadi tolok ukur kesempurnaan manusia.

3. Berbagai dampak negatif tentang melarikan diri dari medan perang, dapat menyebabkan kacau balaunya barisan muslimin. Karena itu orang-orang Mukmin harus dipisahkan dari mereka.

Selasa, 26 November 2013 19:27

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 36-39

Ayat ke 36

 

Artinya:

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (9: 36)

 

Sebelumnya telah dibahas beberapa ayat yang menyinggung perintah jihad fi sabillah melawan orang-orang Musyrik yang selalu melanggar perjanjian. Sementara ayat ini menyatakan, "Perang dalam 4 bulan; Dzulqo'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab, dari 12 bulan yang ada dalam setahun itu diharamkan. Artinya, kalian tidak diperkenankan memulai perang dalam empat bulan tersebut. Tapi kalian diperbolehkan membela diri terhadap musuh, ketika musuh-musuh kalian tidak pernah menjaga kehormatan bulan-bulan tersebut."

 

Patut dicermati bahwa di awal ayat ini disinggung tentang penciptaan alam, dimana Allah Swt berfirman, "Allah Swt pada awal penciptaan langit dan bumi telah menetapkan semacam ini bahwa setiap tahun bumi berputar secara sempurna mengelilingi matahari sepanjang 12 bulan. Yakni, sebanyak 12 kali putaran bulan mengelilingi bumi, padahal pada ayat 189 surat al-Baqarah telah disebutkan, salah satu falsafah dari perkara alam ini ialah penciptakan penanggalan waktu sepanjang sejarah manusia, yang tidak bisa diubah-ubah. Perhitungan waktu dan sejarah ini tersusun sedemikian rapi sesuai undang-undang alam".

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Islam bukan agama haus perang dan ekspansif, bahkan untuk memadamkan api perperangan dan menciptakan kondisi aman dan kondusif, setiap tahunnya 4 bulan, Islam mewajibkan untuk melakukan gencatan senjata.

2. Islam tidak mengijinkan musuh memanfaatkan peraturan dan undang-undang Ilahi tersebut dengan menyebut ada 4 bulan yang diharamkan untuk berperang, akan tetapi bila musuh telah menyalah gunakan, maka dengan seluruh kemampuan kalian, kalian harus bisa mengusir mundur mereka.

 

Ayat ke 37

 

Artinya:

Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (9: 37)

 

Sebagai kelanjutan ayat sebelumnya, ayat ini menyatakan, "Kaum Kafir dan Musyrik Mekah juga menyebut pelarangan perang dalam 4 bulan haram ini. Berdasarkan syariat Nabi Ibrahim yang ada di kalangan mereka, mestinya mereka harus bisa menjaganya. Namun kadang-kadang justru mereka memperoleh kemaslahatan mereka di saat perang terhenti, bulan-bulan haram bertukar menjadi bulan-bulan halal dan mereka mengatakan, "Yang penting selama 4 bulan kita tidak saling berperang, lalu apa bedanya bulan tersebut dengan bulan-bulan yang lain dalam setahun itu?" Al-Quran menolak pandangan menyimpang itu, meski secara lahiriahnya dapat diterima dengan mengatakan, "Mempermainkan ketentuan hukum-hukum Allah adalah kafir dan orang-orang semacam ini justru akan dijauhkan dari hidayat dan petunjuk Allah.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Salah satu unsur penyelewengan yang dilakukan oleh manusia yaitu menafsirkan dan analisa yang salah dari hukum-hukum Allah, dengan tujuan merubah ketetapan tersebut.

2. Apabila manusia merasa perbuatannya telah salah, maka segera dia bertaubat untuk menutupi kesalahan tersebut. Akan tetapi yang berbahaya adalah kejelekan itu justru dipandangannya sebagai kebaikan yang keindahan. Hal inilah yang menyebabkan dia dijauhkan dari memperoleh petunjuk Allah.

 

Ayat ke 38-39

 

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit. (9: 38)

 

Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (9: 39)

 

Pada tahun ke 9 Hijrah sampailah sebuah berita bahwa orang-orang Romawi bermaksud menyerang kaum Muslimin. Karena itu Nabi Muhammad Saw mengerahkan para sahabat beliau untuk melakukan pertahanan terhadap Islam. Akan tetapi dari satu sisi, jalan yang ditempuh sangat panjang dan disisi lain musim panas dan kering di negara Arab telah tiba. Selain dua hal yang tersebut tadi, saat-saat tersebut adalah saatnya untuk memetik hasil perkebunan di tanah Arab. Karena itu sebagian kaum Muslimin termakan oleh pengaruh kaum Munafikin Madinah. Sebagian dari mereka berusaha mencari jalan untuk melarikan diri dari perang Tabuk. Ayat-ayat ini justru memberi peringatan kepada kaum Muslimin, bahwa tidakkah kalian telah melupakan akhirat, lalu tergiur dengan dunia, sehingga perintah jihad fi sabilillah kalian tanggapi dengan enak-enak tinggal di rumah saja, dan dengan mencari-cari alasan!? Padahal kenikmatan dunia yang kalian rasakan bila dibandingkan dengan kebahagiaan akhirat sangat sedikit sekali dan tidak ada artinya sama sekali. Apabila kalian enggan berangkat ke medan perang, agama Allah tetap tidak bisa dikalahkan dan Allah akan menggantikan ketidak hadiran kalian dengan orang lain. Karena Allah mampu menjaga dan mempertahankan agama dan Nabi-Nya serta tidak membutuhkan kalian.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Balasan dan siksa akibat meninggalkan jihad adalah kehinaan dan kerugian di dunia, namun kelak di akhirat akan mendapatkan siksa yang pedih. Karena itu janganlah kalian menyangka bahwa dengan meninggalkan jihad kalian akan memperoleh ketenangan, keamanan ataupun kesejahtaraan dalam urusan dunia kalian.

2. Menjunjung tinggi atau menentang perintah Allah tidak mendatangkan manfaat dan kerugian bagi Allah. Karena itu, hal ini bukan kita memberikan kemuliaan bagi Tuhan, dan tidak pula menunjukkan Dia memerlukan pada hal tersebut.

Selasa, 26 November 2013 19:26

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 12-16

Ayat ke 12-13

 

Artinya:

Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti. (9: 12)

 

Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (9: 13)

 

Berdasarkan ayat-ayat sebelum ini telah disebutkan bahwa jika Musyrikin bertaubat dan meninggalkan perbuatan-perbuatan masa lalu mereka, maka mereka itu harus kita terima dengan kedua tangan terbuka. Mereka harus diperlakukan sama sebagaimana saudara-saudara kita seagama. Sedangkan ayat ini mengatakan bahwa jika mereka masih melanjutkan kebiasaan mereka dan masih saja menghina dan melecehkan agama kalian, serta melanggar sumpah dan perjanjian-perjanjian yang mereka buat dengan kalian, maka mereka itu tidak boleh lagi dibiarkan dan ditolerir. Di sini tugas kalian adalah harus membela diri dan membela agama Allah, serta perangilah para pemimpin kaum Kafir, dengan harapan mereka akan menghentikan perbuatan jahat mereka itu.

 

Janganlah kalian mengira bahwa sikap diam dan kesabaran kalian akan membuat mereka berhenti dari kebiasaan jahat mereka. Mereka itu adalah orang-orang yang berusaha mengeluarkan Rasul Allah Saw dari Madinah, bahkan berniat membunuh beliau, dan mereka tidak pernah setia kepada janji-janji yang mereka buat dengan Rasul Allah Saw. Untuk itu, mengapa kalian masih bersikap lembut kepada mereka dan tidak mau memerangi mereka? Jika rasa takut terhadap mereka membuat kalian lari dari peperangan, maka yang demikian itu membuktikan kelemahan iman kalian. Karena orang yang beriman tidak akan takut kepada siapapun selain Allah Swt.

 

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Islam menerima logika dan selalu meminta dalil dan argumen dari pihak lawan-lawannya. Akan tetapi Islam tidak menolerir pelecehan terhadap kesucian agama.

2. Dalam perang, jihad dan perjuangan menghadapi musuh, kalian harus menjadikan para pemimpin Kafir sebagai sasaran. Karena mereka itu adalah sumber-sumber semua kesesatan dan dekandensi.

3. Jihad Islam selalu bersifat pertahanan, bukan agresif. Jihad adalah untuk mempertahankan agama, bukan untuk menyerang dan menundukkan negara-negara lain.

 

Ayat ke 14-15

 

Artinya:

Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. (9: 14)

 

Dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya. Allah maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (9: 15)

 

Salah satu balasan Ilahi kepada orang-orang Kafir yang keras kepala dan yang bangkit memerangi agama Allah, ialah kesengsaraan yang mereka peroleh dari tangan kaum mukminin di dunia. Balasan ini mengakibatkan kebinasaan atau kecacatan mereka dan yang mendatangkan kesengsaraan serta kehinaan mereka. Untuk itu ayat ini menyeru Mukminin untuk memerangi musuh-musuh seperti ini dan mengatakan, jika kalian terjun ke medan perang, Allah akan membuka pintu-pintu menuju jalan kemenangan kalian. Kemenangan yang akan menghapus penderitaan dan kesengsaraan kaum Mukminin yang selama ini hidup di bawah penindasan kaum Kafir, serta memberikan kebahagiaan di hati mereka yang menyirnakan segala kemarahan yang mereka pendam selama ini.

 

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Pertolongan dan bantuan Ilahi akan datang menyusul usaha dan jihad hamba-hamba-Nya.

2. Kemuliaan dan keamanan yang diperoleh dengan jihad lebih mulia daripada syahidnya sejumlah mujahidin.

3. Pintu taubat selalu terbuka. Mereka yang sebelumnya tidak mau berjihad, lalu kembali dan bersedia berjihad, janganlah kalian mengusir mereka, karena kemungkinan Allah Swt akan menerima taubat.

 

Ayat ke 16

 

Artinya:

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan, sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (9: 16)

 

Melanjutkan pembahasan yang terdapat dalam ayat sebelumnya tentang seruan kepada Mukminin untuk berjihad melawan para pemimpin kafir, ayat ini mengatakan, apakah kalian menyangka bahwa iman diperoleh hanya dengan shalat dan puasa? Apakah kalian tidak tahu bahwa Allah Swt akan menguji kalian sehingga akan jelas siapa yang teguh dalam ucapannya, bahwa ia beriman, dan siapa yang hanya beriman hanya dengan lidahnya saja?

 

Jihad termasuk salah satu rukun agama Islam dan seorang mukmin harus pula mujahid. Siap mengorbankan jiwa dan hartanya di atas jalan Allah; bukannya orang yang berlindung kepada musuh-musuh Allah untuk mempertahankan jiwa dan hartanya dan menginformasikan kepada mereka akan rahasia Mukminin. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah Swt mengetahui apa saja yang mereka ucapkan dan mereka lakukan, meskipun tersembunyi dan mereka lakukan dengan diam-diam?

 

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Ujian merupakan salah satu sunnah Allah yang pasti dan tak ada siapapun yang dapat melepaskan diri dari ujian Allah ini.

2. Jihad adalah medan ujian Ilahi. Mereka yang lari meninggalkan medan jihad, hendaklah jangan mengaku sebagai orang yang beriman, meskipun mereka selalu bersujud dari malam hingga pagi.

3. Menjaga rahasia masyarakat Islam adalah kewajiban setiap muslim. Jalinan hubungan dengan orang asing tidak boleh menyebabkan terbongkarnya rahasia-rahasia militer, ekonomi dan teknologi yang dimiliki oleh Muslimin.

Selasa, 26 November 2013 19:25

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 7-11

Ayat ke 7

 

Artinya:

Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil haraam? maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (9: 7)

 

Dalam ayat-ayat pertama surat at-Taubah, Allah Swt menyatakan keterlepasan diri-Nya dan Rasul-Nya dari kaum Musyrikin. Adapun ayat ini mengatakan bahwa mereka itu tidak memiliki janji apapun dari sisi Allah Swt dan tidak berhak apa pun atas Rasul Allah Saw. Kaum Muslimin harus berlaku baik hanya kepada mereka yang menjalin perjanjian di dekat Masjid Haram bersama Nabi Saw dan harus menjaga perjanjian tersebut selama mereka menjaganya pula. Jika mereka tidak menjaga dan tidak lagi menepati isi perjanjian itu, maka Muslimin pun tidak perlu lagi menepati isi perjanjian tersebut. Tentu saja jelas sekali bahwa setiap muslim tetap berkewajiban menjaga takwa, meskipun dalam bertindak terhadap musuh.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam bersikap terhadap musuh, termasuk dalam masalah menepati atau melanggar perjanjian, kita memberlakukan konsep "pembalasan setimpal", sesuai dengan ajarah al-Quran.

2. Janganlah kalian bersikap sehingga akan membuat musuh mampu menguasai kalian, atau membuat kalian keluar dari garis-garis ketakwaan.

3. Menepati perjanjian dan kesepakatan-kesepakatan sosial merupakan konsekwensi iman dan takwa.

 

Ayat ke 8

 

Artinya:

Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (tidak menepati perjanjian). (9: 8)

 

Ayat ini menjelaskan cara pandang dan kinerja musuh, agar Muslimin tidak terkecoh oleh tipu muslihat mereka yang tampak manis dan menarik. Setiap muslim harus mengetahui bahwa hati kaum Musyrikin tidak pernah bersih dan tidak pernah jujur terhadap Mukminin, bahkan mereka selalu menyimpan rasa dendam terhadap Muslimin. Hal itu akan tampak jika mereka memiliki kekuatan dan berkuasa atas Muslimin, yaitu bahwa mereka tidak akan pernah mempedulikan kaedah-kaedah umum dan peraturan-peraturan sosial. Bahkan terhadap kaum kerabat pun mereka tidak menaruh belas kasihan, dan sama sekali tidak menghormati perjanjian dan kesepakatan apa pun.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kita harus mengenal watak musuh-musuh dengan baik. Mereka itu hanya pandai berkata manis di mulut, tetapi hati mereka penuh dengan dendam dan amal perbuatan mereka sama sekali tidak mendatangkan manfaat bagi kita.

2. Sikap permusuhan mereka, yaitu jika mereka berhasil menguasai kalian, maka mereka tidak akan pernah memperdulikan masalah-masalah kekerabatan dan perjanjian-perjanjian sosial adalah sesuatu yang tidak boleh diremehkan.

 

Ayat ke 9

 

Artinya:

Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu. (9: 9)

 

Ayat ini menyinggung satu lagi di antara ciri-ciri musuh dan mengatakan bahwa untuk mencegah meluasnya ajaran agama Allah, mereka membelanjakan uang dalam jumlah besar dan tidak segan untuk melakukan apa saja demi mencapai cita-cita mereka itu. Ciri-ciri ini sesuai dengan kaum Yahudi Madinah yang mereka itu menerima Taurat dan mengenal ayat-ayat Ilahi, akan tetapi untuk mencegah meluasnya ajaran Islam, mereka menyembunyikan hakikat-hakikat, atau menyimpangkannya. Semua itu mereka lakukan dalam rangka mempertahankan kekayaan dan kemewahan duniawi mereka.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Sebesar apapun kekayaan dan kesenangan duniawi yang kita peroleh dengan cara memalingkan diri dari ajaran-ajaran Ilahi, maka semua itu sangat kecil dan tidak ada artinya, meskipun tampak banyak dan menyenangkan.

2. Akar perlawanan para musuh terhadap agama ialah cinta dunia. Karena pada kenyataannya mereka tidak memiliki logika apa pun selain itu.

 

Ayat ke 10-11

 

Artinya:

Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (9: 10)

 

Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. (9: 11)

 

Ayat-Ayat ini kembali menekankan dan mengingatkan tentang permusuhan keras kaum Musyrik dan Kafir terhadap kaum Mukmin dan mengatakan bahwa mereka itu selalu menggunakan cara agresi dan pelanggaran terhadap segala macam peraturan. Mereka tidakpeduli akan peraturan-peraturan sosial yang dibuat berdasarkan perjanjian di antara anggota masyarakat, maupun peraturan-peraturan Ilahi yang ditetapkan oleh Allah Swt untuk umat manusia. Kelanjutan Ayat ini mengatakan bahwa sudah barang tentu jalan kembali masih terbuka bagi mereka, dimana jika mereka bertaubat dari syirik dan kufur, serta melaksanakan kewajiban-kewajiban agama seperti salat dan zakat, maka mereka ini akan dianggap saudara seiman dan harus diperlakukan dengan sesuai.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Pelanggaran perjanjian sama dengan tindakan agresi. Yang dikatakan agresi itu bukan hanya pembunuhan dan pencurian.

2. Syarat untuk masuk ke dalam lingkungan persaudaraan agama, ialah penegakan shalat dan penunaian zakat. Hubungan seorang muslim harus berdasarkan ajaran agama yang sudah ditetapkan.

Selasa, 26 November 2013 19:23

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 4-6

Ayat ke 4

 

Artinya:

Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (: 4)

 

Ayat pertama hingga ketiga surat at-Taubah berbicara mengenai pernyataan bara'ah atau putus hubungan dan berlepas tangan dari segala perbuatan orang-orang Kafir yang menyimpang. Namun Allah Swt telah memberikan kesempatan kepada mereka selama empat bulan agar meninjau dan mengevaluasi akidah dan sikap mereka yang tidak logis itu. Jika mereka tetap pada pendiriannya dan tidak mau meninggalkan akidah sesat mereka itu, mereka harus meninggalkan kota Mekah.

 

Selanjutnya dalam surat at-Taubah ayat ke-4 ini Allah menyatakan, "Orang-orang Musyrik yang telah menjalin perjanjian dengan kalian, meski mereka tidak konsekuen dengan perjanjian tersebut, namun selama mereka tidak membantu musuh-musuh kalian, mereka ini mendapat perkecualian. Mereka diberi kesempatan untuk tetap tinggal di Mekah sampai berakhirnya waktu perjanjian yang telah mereka jalin dengan kaum Muslimin. Setelah itu, barulah hukum pengusiran dari kota Mekah, itu akan diperlakukan kepada mereka."

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Komitmen dan setia terhadap janji sangat ditekankan Islam, termasuk janji terhadap orang-orang Musyrik dan musuh-musuh sekalipun, selama pihak lain juga komitmen dan setia terhadap janji tersebut.

2. Setia dan komitmen pada janji menunjukkan ciri-ciri ketakwaan, sehingga ukuran orang bertakwa bukan saja rajin melaksanakan shalat dan puasa, namun juga sikap menjunjung tinggi berbagai perjanjian yang dijalinnya dengan orang lain.

 

Ayat ke 5

 

Artinya:

Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang. (9: 5)

 

Ayat ini secara tegas memisahkan antara orang musyrik yang setia pada perjanjian dan kaum Musyrik yang mengingkari perjanjian yang telah mereka jalin dengan kaum Muslimin. Islam memerintahkan kaum Muslimin agar menghormati dan melindungi orang-orang Musyrik yang tidak melanggar janji. Islam memerintahkan kita untuk bersikap tegas. Ayat ke-5 surat at-Taubah ini menyatakan, "Tidak toleransi bagi mereka yang telah melanggar perjanjian dan telah membantu musuh-musuh kalian. Setelah berakhirnya batas waktu empat bulan itu, mereka tidak lagi berhak untuk tinggal di Mekah dan bila mereka tetap berkeras tinggal di tanah suci ini, kaum Muslim berhak untuk membunuh mereka."

 

Sikap yang sedemikian keras terhadap orang kafir Mekah itu adalah sikap yang pantas, mengingat perilaku mereka yang sangat keji selamat ini. Sejak awal diangkatnya Muhammad Saw sebagai Rasul, sampai setelah Rasulullah dan kaum Muslimin hijrah ke Madinah, kaum Musyrik Mekah tidak henti-hentinya memerangi dan melancarkan kekejaman terhadap kaum Muslimin. Ketika kaum Muslimin datang kembali ke Mekah untuk menaklukkan kota itu, Rasulullah telah menawarkan ampunan bagi mereka. Namun, mereka tetap saja ingkar dan terus memusuhi kaum Muslimin.

 

Kepada kaum Kafir yang membangkang itu, Islam memberikan dua pilihan, pertama, memeluk Islam dan tetap tinggal di Mekah, dan kedua, tetap kafir, namun harus keluar dari kota Mekah. Allah berfirman, jika mereka ini mau beriman dan meninggalkan segala bentuk perilaku syirik dan keji, mereka akan mendapat ampunan Allah. Sebaliknya, bila mereka tetap membangkang, yaitu tetap tinggal di mekah sambil terus melakukan kezaliman, Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk bersikap keras dengan cara menangkap dan membunuh mereka.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam bergaul dengan musuh-musuh yang sudah biasa melanggar janji, kita harus bisa bersikap keras dan tegas. Karena sikap kasih sayang dan rahmat hanya berlaku untuk orang-orang Mukminin dan bukan kepada musuh.

2. Islam tidak mengenal jalan buntu. Jalan untuk bertaubat dalam segala kondisi dan keadaan selalu terbuka, bahkan di tengah-tengah medan tempur sekalipun.

 

Ayat ke 6

 

Artinya:

Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui. (9: 6)

 

Pada ayat sebelumnya, Allah Swt telah memerintahkan kaum Mukminin agar bersikap tegas dan keras terhadap musuh yang keras kepala dan suka melanggar perjanjian. Namun ayat ini menegaskan pula bahwa perang dan jihad Islam bukan dimaksudkan untuk membalas dendam ataupu memperluas ekspansi teritorial, akan tetapi untuk menghilangkan segala bentuk penyimpangan pemikiran dan arogansi sosial. Atas dasar ini, bila ada orang musyrik di medan perang yang meminta perlindungan, maka sudah menjadi kewajiban umat Islam untuk menolong dan melindunginya. Hal itu dilakukan agar orang musyrik tersebut mendapat kesempatan untuk mengenal agama Allah. Setelah itu, orang musyrik yang meminta perlindungan tadi harus dikembalikan ke tempat asalnya, sekalipun jika orang itu tetap menolak Islam.

 

Hal ini membuktikan bahwa Islam sama sekali bukan agama yang mengedepankan kekerasan. Kekerasan hanya boleh ditujukan kepada kaum Kafir yang kejam dan membangkang. Sebaliknya, bila ada musuh yang lemah dan meminta perlindungan, Islam memerintahkan kita untuk melindunginya. Para musuh yang meminta perlindungan itu bahkan harus diberi kesempatan hidup di tengah-tengah kaum Muslimin agar mereka mengenal hakikat Islam yang sesungguhnya. Namun, bila mereka tetap tidak mau beriman, sama sekali tidak ada paksaan dan tekanan, bahkan mereka dipersilahkan kembali ke tempat asal mereka.

 

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kita harus memberikan kesempatan kepada musuh agar bisa berfikir dan memilih. Dalam kondisi apapun, tidak dibenarkan menutup jalan dakwah dan seruan kepada agama Allah, yaitu agama Islam.

2. Berbagai penyimpangan dan penyelewengan dari masyarakat dapat menyebabkan kesesatan dan ketidaktahuan. Karena itu, tugas kaum Muslimin dan pemerintahan Islam adalah menyampaikan pesan dan seruan Islam secara benar kepada seluruh umat manusia dan membuka jalan bagi setiap orang untuk mengetahui kebenaran Islam.

3. Agama Islam menghormati hak memilih yang dimiliki manusia. Karena itu, tidak ada paksaan bagi manusia untuk memeluk Islam. Islam hanya menyeru ummat manusia agar berfikir dengan jernih lalu menentukan sendiri jalan mana yang akan ditempuhnya. Tentu saja, setiap jalan yang dipilih ada resikonya dan jalan Islam adalah satu-satunya jalan yang benar.

Selasa, 26 November 2013 19:18

Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 1-3

Surat at-Taubah juga disebut surat "Bara'ah", artinya ‘berlepas diri'. Karena surat ini dimulai dengan pernyataan tegas pemutusan hubungan dan berlepas tangan terhadap segala perbuatan orang-orang Kafir. Atas alasan ini pula, pada awal surat ini tidak disebut kalimat Bismillahirrahmanirrahim. Karena kalimat ini tidak relevan bila beriringan dengan sikap bara'ah atau pemutusan hubungan dan berlepas tangan.

 

Surat at-Taubah ini diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw pada tahun ke 9 Hijrah, kira-kira setahun sebelum Rasulullah wafat. Dalam surat ini berkali-kali telah disebutkan mengenai taubatnya manusia dan kembalinya mereka ke jalan Allah Swt.

 

Ayat ke 1

 

Artinya:

(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). (9: 1)

 

Setelah penaklukan kota Mekah atau yang diistilahkan dengan "Fathu Makkah" pada tahun ke 8 Hijrah, Nabi Saw memberikan pengampunan secara umum kepada penduduk Mekah, sehingga orang-orang Kafir tetap boleh tinggal di Mekah dan melaksanakan upacara peribadatan mereka. Di antara bentuk ibadah yang biasa dilakukan orang-orang Kafir Mekah adalah melakukan tawaf mengelilingi Ka'bah. Ketika bertawaf ini, mereka mempunyai kebiasaan untuk menyedekahkan baju yang dipakainya dalam bertawaf. Apabila seseorang tidak memiliki baju lebih, orang itu harus melakukan tawaf dengan tanpa baju alias telanjang. Tentu saja, sikap dan perilaku orang-orang Lafir tersebut sama sekali tidak bisa ditolerir oleh kaum Muslimin.

 

Oleh karena itu, Nabi dan kaum Muslimin menunggu firman dan perintah Allah Swt hingga akhirnya diturunkan ayat-ayat pertama surat bara'ah ini di Madinah. Nabi Saw kemudian memerintahkan Imam Ali bin Abi Thalib as membacakan pesan Tuhan ini kepada masyarakat. Berdasarkan ayat-ayat ini, orang-orang Musyrik tidak berhak lagi memasuki kawasan Baitullah dan tidak dibolehkan mengikuti upacara Haji. Selain itu, segala bentuk perjanjian yang pernah dijalin antara kaum Kafir dan kaum Muslimin dibatalkan.

 

Dalam menafsirkan ayat-ayat surat al-Anfal disebutkah bahwa Islam sangat berpesan agar kaum Muslimin selalu komitmen terhadap perjanjian, sekalipun dengan orang kafir. Akan tetapi peraturan ini hanya berlaku selama pihak lain juga komitmen dan setia terhadap perjanjian, serta tidak melakukan pelanggaran terhadap batas-batas yang telah ditetapkan. Pembatalan perjanjian yang dilakukan oleh Nabi Saw atas perintah Allah ini disebabkan karena orang-orang Kafir selalu melakukan pelanggaran terhadap perjanjian tersebut. Namun, ada juga sekelompok orang kafir yang tidak melanggar perjanjian, dan mereka ini mendapat pengecualian. Mereka ini akan dibahas secara terpisah pada ayat ke- 4 surat at-Taubah.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Pernyataan bara'ah atau pemutusan hubungan dan berlepas tangan atas perbuatan orang-orang Kafir yang menyimpang adalah sebuah prinsip agama. Dengan kata lain, kaum Mukmin harus bersikap tegas dan jelas serta menentukan posisinya yang jelas di hadapan kaum Kafir.

2. Menjalin perjanjian dengan orang-orang Kafir memang tidak dilarang, akan tetapi perjanjian tersebut jangan sampai menyebabkan kaum Muslimin ditekan. Selain itu, jika kaum Muslimin merasakan adanya bahaya, mereka berhak membatalkan perjanjian tersebut.

 

Ayat ke 2

 

Artinya:

Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir. ((: 2)

 

Setelah pernyataan bara'ah dan pembatalan perjanjian yang sebelumnya telah dijalin, Allah Swt memberi kesempatan kepada kaum Kafir Mekah selama 4 bulan, agar mereka memperjelas sikap dan posisinya, yaitu memeluk Islam atau tetap musyrik. Bila mereka memilih untuk tetap menjadi kafir, mereka harus keluar dari Mekah dan tinggal di kawasan lain. Hal ini disebabkan karena kehadiran kaum kafir di markas tauhid dan perilaku mereka dalam bertawaf yang dicampuri oleh perbuatan-perbuatan khurafat akan mengganggu kaum Muslimin. Lanjutan ayat ini menyatakan bahwa meskipun kaum Kafir sudah keluar dari Mekah, bukan berarti mereka bebas dari pengawasan Allah dan bebas melakukan kezaliman. Di manapun mereka berada, Allah akan selalu mengawasi dan akan mendatangkan balasan dan siksa kepada mereka, baik di dunia maupun di akhirat.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kita jangan melakukan penyerangan kepada musuh tanpa pengumuman terlebih dahulu, tetapi kita harus terlebih dahulu menyatakan sikap kita, lalu memberi kesempatan kepada mereka agar memperjelas sikap mereka.

2. Islam selalu memberikan kesempatan untuk kembali bagi orang-orang yang sesat. Kita harus memprioritaskan pembenahan masyarakat dan tidak terburu-buru memberi ancaman siksa.

 

Ayat ke 3

 

Artinya:

Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (9: 3)

 

Ayat ini sekali lagi menekankan pernyataan bara'ah atau berlepas diri dari orang-orang Kafir, sebagaimana yang telah disebutkan pada permulaan surat at- Taubah. Ayat ini mengatakan, "Sewaktu upacara haji, pada hari Arafah atau hari Raya Idul Adha, dimana seluruh jamaah haji saat itu berkumpul di suatu padang sahara yang luas, di situlah diumumkan kepada jamaah haji bahwa Allah dan Rasul-Nya menyatakan putus hubungan dan berlepas tangan dari perbuatan orang-orang Kafir."

 

Meski demikian, bagi mereka tetap terbuka jalan untuk bertaubat dan meninggalkan kekafiran, lalu memeluk Islam. Ayat ini menegaskan bahwa taubat adalah pilihan terbaik bagi orang-orang Kafir itu, karena bila mereka tetap ingkar, ke manapun mereka pergi, Allah Swt akan mengawasi mereka. Mereka tidak akan mampu melarikan diri dari kekuasaan-Nya dan tidak bisa melepaskan diri dari azab dan siksa yang menyakitkan di akhirat.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam menjalin hubungan luar negeri, negara-negara muslim harus menyatakan sikapnya yang tegas dan jelas kepada masyarakata dunia, sehingga kedua pihak masing-masing mengetahui hak dan kewajibannya.

2. Upacara haji merupakan tempat dan waktu yang tepat untuk menyatakan sikap bara'ah kepada orang-orang Kafir dan Musyrik. Karena itu orang-orang Mukmin harus memanfaatkan kesempatan besar ini setiap tahun, guna menggalang solidaritas dan persatuan kaum Muslimin untuk menghadapi musuh-musuh umat Islam.