
کمالوندی
Bagaimana Kita Dapat Meningkatkan Kecintaan Kepada Ahlul Bait?
روي عن الصادق (عليه السلام) قال:
وَ اللَّهِ مَا أَحَبَّ اللَّهَ مَنْ أَحَبَّ الدُّنْيَا وَ وَالَى غَيْرَنَا وَ مَنْ عَرَفَ حَقَّنَا وَ أَحَبَّنَا فَقَدْ أَحَبَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَ تَعَالَي.[1]
Diriwayatkan Imam Ja'far as-Sadiq as berkata: "Demi Allah! Orang yang mencintai dunia dan selain kami (Ahlul Bait), dia tidak mencintai Allah, dan orang yang mengetahui kebenaran kami dan mencintai kami , maka dia telah mencintai Allah Swt."
Ayatullah Mojtaba Tehhrani menjelaskan, "Imam dalam riwayat ini bersumpah bahwa orang yang mencintai dunia dan mencintai orang selain Ahlul Bait dan yang menerima kepemimpinan orang lain, maka dia tidak mencintai Allah Swt. Tali kepemimpinan ini adalah imamah Ahlul Bait as. Karena di bagian selanjutnya disebutkan kata ‘kebenaran'. Dan orang yang mengetahui hak kebenaran kami dan mencintai kami , maka dia telah mencintai Allah Swt. Perhatikan kalimat ‘maka dia telah mencintai Allah Swt' ini berarti manusia seperti itu pasti dicintai Allah. Dalam riwayat ini terkandung banyak poin penting, yang sampai di sini saya hanya menerjemahkan saja. Sekarang saya akan menjelaskan dua poin dalam riwayat ini."
"Pertama, Imam Sadiq as ingin menjelaskan bahwa ‘ketauhilah tidak ada dua kecintaan yang akan bersatu. Kecintaan kepada dunia dan kecintaan kepada Allah Swt tidak akan menyatu'. Bahkan Imam telah bersumpah dalam hal ini:
«وَ اللَّهِ مَا أَحَبَّ اللَّهَ مَنْ أَحَبَّ الدُّنْيَا»
Dua kecintaan itu tidak akan pernah dapat bersatu. Hati manusia seperti sebuah cawan yang hanya dapat menerima satu cinta, kepada Allah Swt atau dunia. Dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda:
«حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ».[2]
Kecintaan kepada dunia adalah pangkal dari segala kekeliruan."
"Poin keduanya adalah kalimat:
«وَ مَنْ عَرَفَ حَقَّنَا وَ أَحَبَّنَا فَقَدْ أَحَبَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَ تَعَالَي»
dan orang yang mengetahui kebenaran kami dan mencintai kami , maka dia telah mencintai Allah Swt.
Ini berarti orang yang mencintai para auliya, mereka juga mencintai Allah Swt. Imam Sadiq as memberikan jalan untuk ini. Beliau mengatakan, pertama yang kalian harus lakukan adalah mengenali kebenaran kami. Ketika kalian mengetahui kebenaran kami, maka dengan sendirinya kalian akan mencintai kami."
"Berulangkali saya ditanya apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kecintaan kita kepada Ahlul Bait as? Jawabannya adalah jika kalian mengenali dan mengetahui kebenaran Ahlul Bait as dan berbagai keutamaan mereka, maka dengan sendirinya kalian akan mencintai Ahlul Bait."
[1]. الكافي، جلد8 ، صفحه129
[2]. بحار الانوار، جلد51، صفحه 258
Risalah Huquq; Hak Isteri
Imam Sajjad berkata, "Hak istri adalah bahwa engkau harus menyadari Allah telah menjadikannya pelipur lara dan penghibur bagi dirimu. Karena itu masing-masing dari suami dan istri harus bersyukur kepada Allah atas nikmat yang didapat berupa pasangannya seraya memandangnya sebagai nikmat yang Allah berikan kepadanya. Oleh sebab itu, anugerah ini harus dihargai dan diperlakukan dengan baik, meskipun hakmu atas dirinya lebih besar. … Perempuan memiliki untuk engkau perlakukan dengan lembut dan kasih sayang."
Kata-kata Imam Sajjad tadi berkenaan dengan hak suami dan istri yang harus diperhatikan oleh pasangannya. Suami dan istri adalah dua unsur pertama yang membangun sebuah keluarga. Dengan kata lain, jika tak ada jalinan pernikahan tak ada hubungan di antara umat manusia dan masyarakat manusia tidak akan menemukan bentuknya seperti yang ada saat ini. Karena itu, salah satu lembaga kemasyarakatan yang punya posisi vital dan hubungan di dalamnya harus diupayakan semakin kokoh adalah keluarga. Keluarga adalah tempat pendidikan generasi yang bakal membangun masyarakat dan negara. jika hubungan antara anggota keluarga, khususnya antara suami dan istri renggang, anak-anak yang terlahir dan terdidik di dalamnya tidak bisa diharapkan menjadi anak-anak yang berguna bagi masyarakat. Dari sisi lain, lemahnya institusi keluarga menimbulkan dampak yang negatif terhadap seluruh lembaga sipil dan sosial.
Poin penting yang disinggung Imam Sajjad as adalah cinta dan kasih sayang yang menjadi landasan utama bagi sebuah keluarga. Hubungan yang didasari cinta dan kasih sayang menjadi faktor utama lahirnya ketenangan bagi suami dan istri untuk hidup berdampingan. Tak heran jika Imam lantas menyebutnya sebagai anugerah ilahi seraya mengimbau suami dan istri untuk mensyukuri nikmat tersebut dan memperlakukan pihak lain dengan sebaik mungkin.
Masyarakat dunia saat ini sedang disibukkan oleh masalah Hak Asasi Manusia. Bahkan sebagian negara tampil dengan mengesankan diri sebagai pembela HAM, walaupun dalam tindakan sering kali mereka justeru menutup mata darinya. Di negara-negara tersebut, sendi-sendi keluarga nampak sangat rapuh. Cinta dan kasih sayang insani seakan kata yang asing bagi kebanyakan orang di sana. Krisis kepercayaan telah menggerogoti ketenangan dan tindak kekerasan terhadap perempuan justeru sering terjadi dalam keluarga. Jelas bahwa kondisi seperti itu menjadi faktor paling dominan dalam menghancurkan keluarga.
Dari sisi lain, rapuhnya fondasi keluarga berdampak pada munculnya berbagai kesulitan dan masalah sosial. Fenomena keluarga dengan satu orang tua, atau orang tua yang tak peduli dengan anak, serta merebaknya budaya seks bebas telah menenggelamkan para remaja ke dalam krisis kepribadian. Mereka terjebak dalam lingkaran keluarga yang tak memberikan kehangatan kasih sayang. Artinya, dalam masyarakat seperti itu, lingkungan keluarga telah kehilangan makna keberadaannya.
Menelaah ajaran Islam akan mengenalkan kita kepada faktor-faktor yang dapat memperkokoh bangunan keluarga. Islam telah menentukan hak dan kewajiban bagi suami dan istri. Dalam ajaran Islam, keluarga adalah bangunan yang didirikan di atas pondasi cinta dan kasih sayang. Dikisahkan bahwa suatu hari Rasulullah Saw mendatangi rumah putrinya, Fatimah az-Zahra as. Beliau Saw menyaksikan Ali bin Abi Thalib as sedang membantu istrinya mengerjakan pekerjaan rumah. Nabi Saw lantas memuji menantunya itu dan memberinya kabar gembira akan pahala besar di sisi Allah. Beliau bersabda, "Wahai Ali! Membantu istri menghapuskan dosa-dosa besar, memadamkan api kemarahan Allah, dan akan menjadi mas kawin untuk menikahi bidadari di surga. Bantuan itu akan mendatangkan kebaikan yang berlimpah dan meninggikan derajat."
Dalam pernyataannya, Imam Sajjad as menyeru seluruh anggota keluarga untuk menghargai kedudukan insani perempuan. Sebagai manusia, perempuan memiliki kedudukan yang khusus dan kemuliaan serta derajat yang tinggi di sisi Allah. Karena itu, kedudukan perempuan dalam keluarga harus diperhatikan dan dihargai. Kepada kaum pria, Imam Sajjad as mengimbau mereka untuk memberikan kasih sayang dan cinta kepada istri. Sebab, sikap kasar dan beringas terhadap istri berarti mengabaikan kemuliaan dan kedudukannya.
Banyak sekali keluarga yang melalaikan masalah sepenting ini. Namun Islam dalam ajarannya menyeru kepada kaum Muslimin untuk bersikap lemah lembut dan penuh kasih sayang terhadap istri. Dalam sebuah hadis dikatakan, "Perempuan adalah bunga bukan pekerja yang harus melakukan pekerjaan berat." Sikap suami dan istri yang saling menjaga hak-hak pasangannya akan membuat suasana rumah tangga penuh cinta dan kasih sayang. Di tempat itulah, anak-anak yang salih dan berguna bagi agama dan masyarakat akan terdidik dengan baik.
Tentara Muslim dan Gembala Yahudi
Beberapa hari telah berlalu ketika Rasulullah terpaksa berperang dengan musuh Islam. Dalam perang kali ini, musuh Rasulullah ialah sekelompok kaum Yahudi yang mempunyai niat buruk terhadap Rasul sehingga memaksa Rasul untuk berperang dengan mereka. Tentara umat Islam pada saat itu berhadapan dengan kesulitan bahan pangan dan tengah merasakan kelaparan.
Dalam kondisi seperti ini, beberapa orang tentara Muslim berbicang-bincang di antara mereka. Salah seorang dari mereka berkata, "Semoga Rasul sedang memikirkan jalan keluar. Kelaparan ini bisa menyebabkan sebagian dari kita akan menyerah."
Yang lain menjawab, "Kelaparan dan kehausan merupakan hal yang lumrah dalam perang. Tetapi benar seperti katamu, kali ini kondisi kita amatlah berbeda, sudah tentu Rasul memikirkan jalan keluar. Namun, alangkah baiknya kita bersabar dan tidak meninggalkan Rasul sendirian dalam masa yang amat genting ini."
Di satu tempat yang tak jauh dari medan perang, di padang yang penuh dengan kehijauan dan keindahan, seorang penggembala Yahudi membawa kambing-kambingnya keluar untuk makan. Selama beberapa waktu, dia telah mendengar hakikat Islam yang membuat hati dan jiwa penggembala muda ini dipenuhi oleh panggilan Islam. Penggembala Yahudi itu berkata kepada dirinya sendiri, "Akhirnya sebagian orang yang keras kepala membuat perang ini terpaksa terjadi. Tetapi mungkin justru saat ini waktu yang tepat bagiku untuk menemui Rasul dan mendengarkan hakikat agama ini dari kata-katanya sendiri."
Sejenak penggembala muda ragu-ragu, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah masuk akal baginya jika dia pergi ke tengah-tengah pasukan Islam dan melakukan pertemuan dengan Rasul, ataukah sebaiknya dia tinggal saja di antara kabilahnya dengan menanggung kegelisahan jiwa. Setelah beberapa saat duduk berpikir, akhirnya dia bangun menjawab panggilan hatinya dan bergerak ke arah tentara Muslim.
Tentara muslim yang sedang sibuk melakukan pengawasan, melihat sebuah sosok menghampiri dari kejauhan. Penggembala itu datang kian mendekat. Dia melangkah dengan hati-hati dan tangannya diangkat sebagai tanda menyerah. Dari kejauhan dia berteriak, "Wahai sahabat, bersabarlah. Aku hanyalah seorang penggembala. Aku telah meninggalkan kabilahku karena aku tertarik kepada agama kalian serta ingin bertemu dengan nabi kalian. Bawalah aku menemuinya."
Salah seorang dari tentara Muslim berkata, "Dapatkah kita percaya dengan kata-katanya?" Tentara yang lain menjawab, "Tampaknya dia bukan seorang penipu." Akhirnya tentara Muslim dengan penuh waspada menerima penggembala Yahudi itu dan berita mengenai kedatangannya sampai kepada Rasulullah. Penggembala Yahudi itu memperhatikan bahwa tentara muslim sedang berada dalam kekurangan makanan. Dia berpikir, bila ia menjadi Muslim, ia akan membawakan kambing-kambingnya untuk tentara Muslim.
Ketika bertemu dengan Rasulullah, penggembala itu amat terkesan dengan pandangan Rasulullah yang tajam namun penuh kelembutan. Rasulullah Saw berkata kepadanya, "Apa yang ingin kausampaikan padaku, wahai anak muda?" Pengembala Yahudi menjawab, "Telah lama aku memikirkan agama kalian ini. Tuhan yang kalian sembah, adalah Tuhan yang aku cari sejak kecil. Aku mendengar tentang agamamu sebagai agama persahabatan, kasih sayang, persaudaraan dan persamaan. Mereka mengatakan bahwa Anda adalah pembantu orang-orang mazlum dan musuh orang-orang zalim. Aku mendengar bahwa engkau sedemikian pengasihnya sehinggakan semua orang yang tertindas merasakan ketenangan dan ketenteraman di bawah naunganmu. Dari senyuman yang senantiasa mengiringi kata-katamu, seolah-olah pada masa yang singkat ini, semua hakikat itu telahku lihat dengan mataku sendiri."
Ketika Rasulullah Saw melihat semangat dan gelora penggembala Yahudi itu, beliau paham bahwa hati anak muda tersebut telah siap menerima rahmat Ilahi. Rasulullah menyampaikan hakikat Islam kepada anak muda Yahudi itu dengan kalimat yang menarik dan penuh kelemahlembutan. Saat itu juga, anak muda itu melafadkan dua kalimah syahadah dan menjadi seorang Muslim.
Kemudian, penggembala itu berkata, "Wahai Rasulullah, tentaramu tidak mempunyai makanan yang cukup. Saat ini, aku sedang menggembala kambing-kambing tuanku di sebuah padang rumput yang tak jauh dari sini. Kini hubunganku dengan tuan pemilik kambing itu telah terputus. Aku ingin membawa kambing-kambing itu untuk tentaramu agar mereka tidak lagi kelaparan." Rasulullah bangun berdiri dan di hadapan pandangan ratusan tentara yang kelaparan, beliau menjawab, "Wahai anak muda, ketahuilah bahwa dalam agama Islam khianat merupakan salah satu dari kesalahan yang besar. Pergilah engkau ke kabilahmu dan kembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya." Si penggembala muda merasa sungguh terpesona terhadap kesetiaan Rasul kepada akhlak Islami. Dia menaati perintah Rasul itu dan kemudian bergabung dengan barisan umat Islam.
Kisah di atas amat baik untuk kita teladani. Dan simaklah sebuah hadis Rasulullah, "Ada tiga hal yang tidak boleh dilanggar oleh seorang muslim. Pertama, menepati janji kepada orang lain, baik Muslim atau Kafir. Kedua, berbuat baik kepada ibu dan ayah, baik mereka itu Muslim ataupun Kafir. Ketiga, memelihara amanah, baik pemberi amanah itu Muslim atau Kafir."
Imam Ali al-Ridha as: Teladan Akhlak Sepanjang Zaman
Tokoh-tokoh agung ilahi adalah teladan lintas zaman yang bisa dijadikan sebagai sumber inspirasi di sepanjang masa. Sebab nilai-nilai kemanusiaan dan hakikat ilahi tidak hanya terbatas pada ruang dan masa tertentu. Tuntutan keadilan, kebebasan, persaudaraan, dan nilai-nilai moral merupakan isu universal yang selalu dihormati dan dijunjung tinggi oleh seluruh umat manusia. Begitu pula dengan para pejuang nilai-nilai luhur itu, mereka pun memperoleh posisi mulia di mata masyarakat. Karena itu kehadiran para nabi dan manusia-manusia suci yang senantiasa memperjuangkan syiar dan nilai-nilai ilahi merupakan pelita penerang bagi para pencari kebenaran.
Ahlul Bait as selaku manusia-manusia agung penegak kebenaran dan keadilan laksana bintang-gemintang di langit yang kelam. Masing-masing dari mereka menjelaskan hakikat Islam sesuai dengan tuntutan zaman sehingga ajaran Ilahi tetap abadi. Mereka berusaha menampilkan contoh kehidupan ideal lewat ucapan, pemikiran, dan tindakan nyata mereka. Para pemimpin Islam dan Ahlul Bait as adalah para penafsir sejati al-Quran. Tuturan luhur mereka bagaikan permata cemerlang di ranah ilmu pengetahuan dan makrifat. Bimbingan dan ajaran Ahlul Bait as adalah sumber kehidupan dan pembuka cakrawala kebahagiaan sejati kepada umat manusia dari satu generasi ke generasi lainnya.
Hari ini suasana di kota Mashad, Iran, tempat di mana Imam Ali al-Ridha as dimakamkan terasa begitu istimewa dan berbeda dengan hari-hari biasanya. Makam suci Imam Ali al-Ridha as dipenuhi lautan peziarah dan pecinta Ahlul Bait as. Rasulullah Saw pernah bersabda, "Belahan jiwaku akan dikebumikan di Khorasan. Siapapun yang mengalami kesulitan dan berziarah kepadanya, niscaya Allah Swt akan menghapus kesedihannya dan setiap pendosa yang berziarah kepadanya, Allah Swt pun akan mengampuni dosa-dosanya".
Imam Ali ar-Ridha as lahir pada 11 Dzulqadah 148 H di Madinah. Ayah beliau adalah Imam Musa al-Kazhim as dan ibunya seorang wanita mukmin nan saleh, bernama Najmah. Beliau memegang tampuk kepemimpinan umat pada usia 35 tahun pasca syahidnya ayah beliau, Imam Musa al-Kazhim as.
Kesucian hati, ketajaman pandangan, keluasan ilmu, keimanan yang kuat kepada Allah Swt, dan perhatiannya yang besar kepada nasib masyarakat merupakan sejumlah sifat mulia yang khas pada diri Imam Ridha as. Kurang lebih selama 20 tahun, beliau memikul tanggung jawab sebagai imam dan pemimpin kaum Muslimin. Karena itu, salah satu julukan beliau adalah "Rauf" atau penyayang. Beliau as memiliki hubungan baik dengan siapapun, mulai dari kalangan orang-orang kaya dan fakir-miskin, cerdik-pandai dan masyarakat awam, para pecinta beliau maupun musuh-musuhnya.
Kemuliaan ahlak merupakan ciri khas utama karakter Imam Ali al-Ridha as. Dalam suatu riwayat, Ibrahim bin Abbas mengatakan, "Aku tidak pernah mendengar Abul Hasan al-Ridha as mengatakan sesuatu yang merusak kehormatan seseorang, juga tidak pernah memotong pembicaraan seseorang hingga ia menuntaskannya, dan tidak pernah pula menolak permintaan seseorang tatkala dia mampu membantunya. Beliau tidak pernah menjulurkan kakinya ke tengah majelis. Aku tidak pernah melihatnya meludah, tidak pernah terbahak-bahak ketika tertawa, karena tawanya adalah senyum. Di waktu-waktu senggang, beliau menghamparkan hidangan dan duduk bersama para pembantu, mulai dari penjaga pintu sampai pejabat pemerintahan. Dan barang siapa yang mengaku pernah melihat keluhuran budi pekerti seseorang seperti beliau, maka janganlah kau percaya."
Dalam suatu nukilan lainnya dikisahkan, suatu hari seorang laki-laki menyertai Imam al-Ridha as dalam perjalanannya ke Khorasan. Imam mengajaknya duduk dalam sebuah jamuan makan. Beliau mengumpulkan para tuan dan budak untuk menyiapkan makanan dan duduk bersama. Orang itu lalu berkata, "Wahai putra Rasulullah, apakah engkau mengumpulkan mereka dalam satu jamuan makan?"
"Sesungguhnya Allah Swt adalah satu. Manusia lahir dari satu bapak dan satu ibu. Mereka berbeda-beda dalam amal perbuatan", demikian jawab Imam as.
Salah seorang dari mereka berkata, "Demi Allah, tidak ada yang lebih mulia di muka bumi ini selain engkau, wahai Abul Hasan (panggilan Imam al-Ridha)!"
Imam menjawab, "Ketakwaanlah yang memuliakan mereka, wahai saudaraku!"
Salah seorang bersumpah dan berkata, "Demi Allah, engkau adalah sebaik-baik manusia."
Imam menjawabnya, "Janganlah engkau bersumpah seperti itu. Sebab orang yang lebih baik dari aku adalah yang lebih bertakwa kepada Allah. Demi Allah, Zat yang menorehkan ayat ini, ‘Kami ciptakan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa.'"
Pernah suatu saat, Imam Ali ar-Ridha as berbincang-bincang dengan masyarakat. Mereka bertanya tentang masalah-masalah hukum. Tiba-tiba seorang warga Khorasan masuk dan berkata, "Salam atasmu wahai putra Rasulullah! Aku adalah seorang pengagummu dan pecinta ayahmu serta para datukmu. Aku baru saja kembali dari haji dan aku kehilangan nafkah hidupku. Tak satu harta pun tersisa lagi padaku. Jika engkau sudi membantuku sampai di negeriku, sungguh nikmat besar Allah atasku, dan bila aku telah sampai, aku akan menginfakkan jumlah uang yang kau berikan kepadaku atas namamu, karena aku tidak berhak menerima infak."
Dengan nada lembut, Imam al-Ridha as berkata kepadanya, "Duduklah, semoga Allah mengasihanimu!"
Kemudian Imam melanjutkan perbincangannya dengan masyarakat sampai mereka bubar. Setelah itu, Imam bangkit dari duduknya dan masuk ke kamar. Tak lama kemudian, beliau mengeluarkan tangannya dari balik pintu sambil berkata, "Mana orang Khorasan itu?"
Orang Khurasan itu mendekat dan Imam berkata, "Ini 200 Dinar. Pergunakanlah untuk perjalananmu dan janganlah engkau menafkahkan hartamu atas nama kami."
Orang Khurasan itu mengambilnya dengan penuh rasa syukur, lalu meninggalkan Imam as.
Setelah itu Imam keluar dari kamar. Salah seorang sahabat bertanya, "Kenapa engkau menyembunyikan wajahmu dari balik pintu, wahai putra Rasulullah?"
Imam berkata, "Agar aku tidak melihat kehinaan pada raut wajah orang yang meminta. Tidakkah kau mendengar Rasulullah Saw pernah bersabda, ‘Berbuat baik dengan sembunyi-sembunyi adalah sama seperti tujuh puluh kali ibadah haji, dan orang yang terang-terangan dalam berbuat jahat sungguh terhina, dan orang yang sembunyi dalam melakukannya akan diampuni.'"
Seterus kita simak beberapa wejangan suci Imam Ali al-Ridha as berikut ini:
Imam as berkata, "Akal seorang muslim tidak akan sempurna kecuali jika ia memiliki sepuluh karakter berikut: (1) Kebaikannya selalu diharapkan orang, (2) Orang lain merasa aman dari kejahatannya, (3) Menganggap banyak kebaikan orang yang sedikit, (4) Menganggap sedikit kebaikan yang telah diperbuatnya kepada orang lain, (5) Tidak pernah menyesal jika orang lain selalu meminta bantuan darinya, (6) Tidak merasa bosan mencari ilmu sepanjang umurnya, (7) Kefakiran di jalan Allah lebih disukainya dari pada kekayaan, (8) Hina di jalan Allah lebih disukainya dari pada mulia di dalam pelukan musuh-Nya, (9) Ketidaktenaran lebih disukainya dari pada ketenaran".
Kemudian sahabat beliau bertanya, "Yang kesepuluh, apakah yang kesepuluh?"
"Ia tidak melihat seseorang kecuali berkata (dalam hatinya); 'Ia masih lebih baik dariku dan lebih bertakwa'", jawabnya singkat.
Imam Ridha, Mutiara Ahlul Bait Nabi
Imam Ali Ar-Ridha as lahir pada 11 Dzulqaidah 148 H di Madinah. Ayah beliau adalah Imam Musa Al-Kadzim as dan ibunya seorang wanita mukmin nan saleh, bernama Najmah. Beliau memegang tampuk kepemimpinan umat pada usia 35 tahun pasca kesyahidan ayahnya, Imam Musa al-Kadzim as. Imam Ridha adalah Imam maksum yang kedelapan dari Ahlul Bait Rasulullah saw. Terdapat perbedaan pendapat mengenai tahun kelahiran beliau. Tapi mayoritas para ulama seperti Syeikh Mufid, Kulaini, Kaf'ami, Syahid Tsani, Tabarsi, Syeikh Shaduq, Ibnu Zahrah, Mas'udi, Abul Fida, Ibn Atsir, Ibnu Hajar, Ibnu Jauzi, dan ulama besar lainnya berpendapat bahwa Imam Ridha dilahirkan pada tahun 148 H.
Kelahiran manusia mulia ini telah dikabarkan oleh Rasulullah Saw jauh hari. Dalam kitab Biharul Anwar jilid 99 hal 33, Rasulullah Saw bersabda, "Bagian dari tubuhku ada di Khorasan dan akan dimakamkan di sana. Barangsiapa yang menziarahinya, maka Allah akan mencabut gundah gulana dalam diri mereka, dan mengampuni dosa para peziarah makamnya."
Gelar dan julukan beliau merupakan nama dan kata yang selalu harum sepanjang zaman. Julukan beliau "Abu al-Hasan" merupakan panggilan di kalangan orang-orang khusus, sedangkan gelar beliau di antaranya: Shabir (yang sabar), zaki (yang suci), wali (pemimpin/sahabat), fadhil (yang utama), wafi' (yang menepati janji), shiddiq (yang benar), radhi (yang rela), sirajullah (pelita Allah), nurulhuda (lentera petunjuk), qurratu ‘ainil Mu'minin (penghibur orang-orang mukmin), kufu'l malik (padanan raja), kafi al-khalq (yang mencukupi kebutuhan orang), rabb as-sarir (pemilik rahasia) dan riab at-tadbir (pengatur yang baik).
Dari semua gelar tersebut, "Ridha" (yang rela) merupakan gelar yang paling terkenal. Beliau terkenal dengan panggilan "Ridha" karena mendapatkan keridhaan Allah Swt di langit dan menjadi sumber kebahagiaan para nabi dan para imam sesudahnya di bumi. Ada juga yang mengatakan bahwa panggilan itu didasari oleh kenyataan bahwa setiap orang yang bersama beliau, baik kawan maupun lawan akan bahagia. Bahkan disebutkan bahwa Makmun yang notabene berlawanan dengan beliau begitu senang dengan sikap Imam Ridha.
Kesucian hati, ketajaman pandangan, keluasan ilmu, keimanan yang kuat kepada Allah Swt, dan perhatiannya yang besar kepada nasib masyarakat merupakan sejumlah sifat mulia yang khas pada diri Imam Ridha as. Kurang lebih selama 20 tahun, beliau memikul tanggung jawab sebagai imam dan pemimpin kaum muslimin. Karena itu, salah satu julukan beliau adalah "Rauf" atau penyayang. Beliau as memiliki hubungan baik dengan siapapun, mulai dari kalangan orang-orang kaya dan fakir-miskin, cerdik-pandai dan masyarakat awam, para pecinta beliau maupun musuh-musuhnya.
Dikisahkan, suatu hari Imam Ali Ar-Ridha as berbincang-bincang dengan masyarakat. Mereka bertanya tentang masalah-masalah hukum. Tiba-tiba seorang warga Khorasan masuk dan berkata, "Salam atasmu wahai putra Rasulullah! Aku adalah seorang pengagummu dan pecinta ayahmu serta para datukmu. Aku baru saja kembali dari haji dan aku kehilangan nafkah hidupku. Tak satu harta pun tersisa lagi padaku. Jika engkau sudi membantuku sampai di negeriku, sungguh nikmat besar Allah atasku, dan bila aku telah sampai, aku akan menginfakkan jumlah uang yang kau berikan kepadaku atas namamu, karena aku tidak berhak menerima infak."
Dengan nada lembut, Imam al-Ridha as berkata kepadanya, "Duduklah, semoga Allah mengasihanimu!". Kemudian Imam melanjutkan perbincangannya dengan masyarakat sampai mereka bubar. Setelah itu, Imam bangkit dari duduknya dan masuk ke kamar. Tak lama kemudian, beliau mengeluarkan tangannya dari balik pintu sambil berkata, "Mana orang Khorasan itu?"
Orang Khorasan itu mendekat dan Imam berkata, "Ini 200 Dinar. Pergunakanlah untuk perjalananmu dan janganlah engkau menafkahkan hartamu atas nama kami." Orang itu mengambilnya dengan penuh rasa syukur, lalu meninggalkan Imam as.
Setelah itu Imam keluar dari kamar. Salah seorang sahabat bertanya, "Kenapa engkau menyembunyikan wajahmu dari balik pintu, wahai putra Rasulullah?"
Imam berkata, "Agar aku tidak melihat kehinaan pada raut wajah orang yang meminta. Tidakkah kau mendengar Rasulullah saw pernah bersabda, ‘Berbuat baik secara sembunyi-sembunyi adalah sama seperti tujuh puluh kali ibadah haji, dan orang yang terang-terangan dalam berbuat jahat sungguh terhina, dan orang yang sembunyi dalam melakukannya akan diampuni.'"
Syeikh Shaduq menuturkan bahwa Imam Ridha terbiasa tidur hanya sebentar di malam hari. Beliau sibuk melaksanakan ibadah. Dalam sehari semalam beliau melakukan shalat seribu rakaat dan secara kontinu berpuasa, khususnya tiga hari setiap bulan yaitu hari Kamis awal bulan, dan Kamis akhir bulan serta hari Rabu tengah bulan). Beliau berkata: Berpuasa di tiga hari tersebut sebanding dengan berpuasa sepanjang masa.
Dalam kitab Muntahab al-Amal terdapat riwayat dari Aba Shalah. Ia menuturkan, "Saya tidak melihat orang yang lebih alim daripada Imam Ridha. Makmun sering kali mengundang dan mengumpulkan para ilmuan dan ulama serta ahli fikih untuk melakukan debat bersama beliau. Dan Imam Ridha selalu menang dalam dialog dan perdebatan tersebut. Dan mereka mengakui keutamaan Imam Ridha. Imam Ridha dikenal sangat pemurah dan rajin memberikan sedekah secara sembunyi-sembunyi. Seringkali beliau memberikan sedekah di waktu malam."
Kini kita simak beberapa petuah suci Imam Ali al-Ridha as. Imam as berkata, "Akal seorang muslim tidak akan sempurna kecuali jika ia memiliki sepuluh karakter berikut: (1) Kebaikannya selalu diharapkan orang, (2) Orang lain merasa aman dari kejahatannya, (3) Menganggap banyak kebaikan orang yang sedikit, (4) Menganggap sedikit kebaikan yang telah diperbuatnya kepada orang lain, (5) Tidak pernah menyesal jika orang lain selalu meminta bantuan darinya, (6) Tidak merasa bosan mencari ilmu sepanjang umurnya, (7) Kefakiran di jalan Allah lebih disukainya dari pada kekayaan, (8) Hina di jalan Allah lebih disukainya dari pada mulia di dalam pelukan musuh-Nya, (9) Ketidaktenaran lebih disukainya dari pada ketenaran".
Kemudian sahabat beliau bertanya: "Lalu, apakah yang kesepuluh?",
Beliau menjawab, "Ia tidak melihat seseorang kecuali berkata (dalam hatinya): 'Ia masih lebih baik dariku dan lebih bertakwa'."
Rasul Saw, Poros Persatuan Umat
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei mengecam politik antagonis Zionisme dan Amerika Serikat sebagai akar dari aksi terbaru produksi film yang menistakan kesucian Nabi Muhammad Saw. Ayatullah Khamenei dalam sebuah pernyataannya mengatakan, musuh-musuh Islam sekali lagi menyingkap dendamnya yang mengakar dengan menistakan Nabi Besar Muhammad Saw dan dengan langkah gila dan tercela itu, sekelompok jahat Zionis menunjukkan kemarahan atas cahaya Islam dan al-Quran yang terus berkilau di dunia saat ini.
Rahbar menandaskan, Barat telah menargetkan sosok paling suci dan bercahaya di antara seluruh kesucian dunia ini dengan omong kosong menjijikkan mereka. Di balik gerakan jahat ini, terdapat politik konfrontatif Zionisme dan Amerika Serikat serta para penguasa kekuatan imperialis dunia. Dengan anggapan batilnya, mereka ingin menurunkan posisi nilai-nilai sakral Islami dari pandangan generasi-generasi muda di dunia Islam dan memadamkan sentimen keagamaan mereka.
Menurut Rahbar, aktor utama dari kejahatan ini adalah Zionisme dan pemerintah Amerika Serikat. Jika para politisi Washington jujur dalam mengklaim ketidakterlibatan mereka dalam produksi film anti-Islam itu, maka mereka harus menindak para pelaku kejahatan mengerikan ini dan pendukung finansial mereka, yang telah melukai hati bangsa-bangsa Muslim dunia, dengan hukuman yang setimpal dengan kejahatan tersebut. Beliau menandaskan, umat Islam di seluruh dunia juga harus mengetahui bahwa langkah putus asa musuh-musuh di hadapan Kebangkitan Islam, adalah indikasi besar tentang pentingnya kebangkitan tersebut.
Di bagian lain, Ayatullah Khamenei menilai sikap para politisi Barat yang melakukan penistaan besar terhadap Rasulullah Saw sama sekali tidak berbeda dengan sikap permusuhan. Beliau menegaskan bahwa sikap Barat terhadap penistaan sakralitas Islam itu telah menguak wajah asli kaum arogan dan mengindikasikan permusuhan mereka terhadap Islam dan Nabi Muhammad Saw.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran mengapresiasi reaksi tegas umat Muslim di berbagai negara dan bahkan di Amerika dan Eropa terhadap film anti-Islam di Amerika Serikat dan karikatur tercela di Perancis. Beliau menilai kemarahan umat Islam di dunia dalam menunjukkan penghormatan mereka kepada Rasulullah dan dalam mengungkapkan kebencian mereka terhadap musuh, merupakan sebuah adegan yang indah yang menampilkan kepasitas massif gerakan umat Islam.
Ayatullah Khamenei menekankan umat Islam untuk tetap waspada dalam menghadapi konspirasi berbahaya musuh yang bertujuan menciptakan perpecahan dan konflik di tubuh umat. Beliau menegaskan, kaum arogan tidak boleh dibiarkan untuk menyelamatkan diri dari kemarahan umat Islam dengan menciptakan perpecahan. Menurut Rahbar, musuh-musuh agama dan kekuatan arogan dunia harus tahu bahwa meski ada perbedaan mazhab, pandangan dan ideologi, namun umat Islam bersatu melawan mereka.
Sementara dalam pidatonya di Akademi Militer Republik Islam Iran, Rahbar menyebut Amerika Serikat sebagai pelestari diktatorisme dan mengajukan sebuah pertanyaan, "Mereka dengan rapor merahnya bagaimana dapat mengklaim diri sebagai penegak demokrasi dan kebebasan?" Berbicara tentang kejahatan terbaru musuh dalam menistakan kesucian Rasulullah Saw, Rahbar menegaskan, "Berlandaskan pada pengenalan politik anti-Islam kaum imperialis dan rezim Zionis Israel, maka wajar jika bangsa-bangsa dunia mengarahkan tudingan kepada Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa. Penguasa di negara-negara tersebut harus mencegah aksi-aksi gila itu, dan membuktikan bahwa mereka tidak terlibat dalam kejahatan tersebut."
Rahbar menilai aksi itu termasuk pelajaran abadi dalam sejarah dan menjelaskan, para penguasa arogan, di samping tidak mengecam kejahatan itu, juga tidak melaksanakan tugasnya untuk menindak pelaku kejahatan tersebut, bahkan mereka mengklaim tidak terlibat di dalamnya. Beliau menambahkan, "Kami tidak bersikeras untuk membuktikan keterlibatan mereka dalam tindak kejahatan tersebut, akan tetapi gelagat para politisi Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa sendiri yang membuat mereka menjadi tersangka di tengah opini publik dunia dan mereka harus melepaskan diri dari kejahatan besar itu dengan langkah praktis bukan dengan lisan saja."
Menyinggung motif-motif anti-Islam kaum arogan, Rahbar menandaskan, "Karena motif-motif itulah, Barat tidak akan pernah mencegah penistaan terhadap Islam dan sakralitasnya." Ketika membuktikan kebatilan dalih para pejabat Washington dan Barat bahwa pencegahan penistaan terhadap Islam itu bertentangan dengan kebebasan berekspresi, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran ini menjelaskan beberapa poin argumentatif.
Adanya garis merah yang jelas di Barat dalam mencegah segala bentuk serangan terhadap prinsip-prinsip imperialisme, termasuk di antara poin tersebut. "Apakah ada yang percaya bahwa pencegahan aksi penistaan terhadap sakralitas Islam, bertentangan dengan agama di negara-negara yang di dalamnya mempersoalkan prinsip-prinsip imperialisme direaksi dengan kekerasan dan brutalitas?"
Pada bagian lain pidatonya, Ayatullah Khamenei menjelaskan, "Di sebagian besar negara Barat, tidak ada orang yang berani menyoal peristiwa Holocaust yang tidak jelas atau menulis artikel tentang politik moral menjijikkan kaum arogan, termasuk homoseksual, bagaimana mungkin dalam masalah-masalah ini tidak ada kebebasan berekspresi, namun penistaan terhadap Islam dan sakralitasnya dibebaskan dengan dalih kebebasan berpendapat?"
Rahbar lebih jauh memaparkan bahwa setiap kasus yang berhubungan dengan kebijakan jahat Zionis yang melanggar prinsip-prinsip etika dan merusak generasi muda, maka kebebasan berekspresi menjadi tidak berarti dan tidak ada yang berani untuk mempublikasikan tindakan arogan Zionis. Menurut Rahbar, tidak ada yang percaya bahwa Amerika Serikat adalah pendukung demokrasi. Mereka mendukung para diktator seperti Hosni Mubarak selama 30 tahun dan Mohammad Reza Pahlavi selama 35 tahun terlepas dari semua kejahatan yang dia lakukan di Iran.
Tidak ada yang percaya bahwa invasi Amerika Serikat ke Irak dan serangan mereka terhadap Saddam Hussein adalah upaya untuk melawan kediktatoran. Mereka sendiri telah menciptakan dan mendukung kediktatoran. Dukungan Barat telah memungkinkan para diktator regional menindas rakyat mereka sendiri. Bagaimana mereka bisa mengklaim mendukung demokrasi? Tidak ada yang akan percaya klaim ini.
Rahbar menilai aksi demonstrasi rakyat di pusat-pusat sosial-politik Amerika Serikat di berbagai belahan dunia merefleksikan kebencian mendalam mereka terhadap politik imperialisme dan Zionisme. Beliau menambahkan, "Sanubari bangsa-bangsa telah dipenuhi dengan kebencian terhadap Amerika Serikat, oleh karena itu ketika satu kasus dan sebuah isu muncul, kebencian dan kegeraman itu akan terluap secara massif."
Organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan kekuatan arogan memiliki motivasi untuk menghina Islam dan apa yang dianggap suci dalam Islam. Gelombang besar Kebangkitan Islam telah mendorong mereka untuk melakukan hal-hal konyol seperti itu. Meski demikian, Rahbar menegaskan, "Tidak diragukan lagi bahwa matahari Islam akan bersinar lebih terang dari sebelumnya dalam menghadapi konfrontasi kaum arogan dengan agama Allah Swt ini, dan kemenangan akan berpihak pada umat Islam. Saya berharap Allah Swt akan selalu melimpahkan keberhasilan kepada kita semua."
Nourdeen Wilderman: Ya, Saya Sudah Memeluk Islam, Nama Saya Nourdeen!
Nourdeen Wilderman adalah seorang warga Belanda berusia 26 tahun yang memeluk agama Islam secara resmi pada 9 Desember 2007. Kita ikuti kisah menarik dari Nourdeen.
Ketika orang mengetahui anda memeluk agama Islam, maka anda akan sering menerima pertanyaan yang sama berkali-kali. Seperti bagaimana orang tua anda mereaksi terhadap perubahan anda? Ketika anda berpacaran dengan perempuan muslim? Adakah masyarakat Islam menerima anda? Dan paling lumrah ialah mengapa anda memeluk agama Islam?
Saya merasa terkejut saat ditanya demikian, malah muslim sendiri bertanya mengapa saya memeluk agama Islam. Seringnya saya menjawab, "Islam merupakan agama yang benar". Saya sendiri tidak tahu kapan saya menjadi seorang muslim.
Menemukan Islam
Sebagian orang agak terkejut, tetapi memang saya tidak mencari Tuhan. Saya juga tidak mencari satu alasan dalam kehidupan. Saya tidak mencari tujuan kehidupan.
Sebenarnya, saya mencari sebuah buku. Saya masuk ke dalam sebuah toko buku tanpa mengetahui apa yang ingin saya beli. Kejadian ini terjadi sekitar tahun 2003 atau 2004. Saya memang suka membaca, dengan minat khusus dalam buku-buku berkaitan sejarah kontemporer, falsafah dan sosiologi.
Saya bertemu dengan sebuah buku berwarna hijau. Buku berjudul "Islam: Nilai, Prinsip dan Realita". Saya mengambil buku tersebut, melihatnya, dan menyadari bahwa saya mengenali beberapa orang Muslim tetapi tidak pernah mengetahui apa yang mereka percayai.
Sementara, nampaknya Islam sering keluar dari berita dan mempunyai pengaruh baik dalam urusan dalam negeri atau luar. Saya mengambil keputusan untuk membeli buku tersebut dan mempelajari apa itu Islam. Saya berjalan ke stan dan membeli buku itu, tanpa menyadari ia menjadi sebuah perjalanan selama 4 setengah tahun, yang berakhir dengan saya memeluk agama Islam. Sebelum saya membaca tentang Islam, sebenarnya saya telah mempunyai pandangan negatif terhadap agama ini. Contohnya, saya berpikir bagaimana seorang Muslim bisa menganggap dirinya baik tetapi pada masa yang mendera isterinya sendiri.
Atau, contohnya, saya heran mengapa Muslim menyembah batu empat persegi di Mekah sedangkan berhala atau bangunan tidak punya kekuasaan dan tidak dapat membantu siapapun.
Saya tidak dapat memahami mengapa Muslim begitu tidak toleransi dengan agama lain. Dengan pikiran seperti ini, saya mulai membaca.
Selepas buku pertama selesai, saya membaca buku kedua. Kemudian diikuti buku ketiga dan seterusnya. Selepas beberapa tahun, saya telah membaca sejumlah buku tentang Islam dan amat terkejut. Saya dapati apa yang saya pikirkan merupakan bagian dari Islam, dan hal-hal yang saya tentang, ternyata juga ditentang oleh agama Islam.
Nabi Muhammad Saw, pernah bersabda,untuk melihat seorang penganut Islam yang baik ialah dengan melihat cara dia melayani isterinya. Saya dapati bahwa Muslim tidak menyembah Ka'bah, dan mereka menentang segala penyembahan terhadap berhala atau yang serupa.
Saya dapati Islam adalah agama yang sangat rasional. Ia juga pro-sains. Agama ini mengajak manusia untuk memahami semua yang ada disekitarnya, untuk merenung, dan sebenarnya ia adalah sebuah agama self-critical.
Sebelum saya mendalami lebih jauh agama Islam, saya selalu berpikir bahwa kehidupan sebagai seorang ateis adalah sangat mudah, seperti mereka bebas melakukan apa saja yang diinginkan, tetapi secara pribadi saya pernah juga mengkritik cara hidup sedemikian.
Saya dapati peradaban Islam terdapat dalam semua sejarahnya – kecuali mungkin pada zaman kontemporer – merupakan contoh terbaik toleransi agamis di muka bumi ini.
Saya tidak perlu lagi diyakinkan tentang apa yang Islam ajarkan kepada kita atau bagaimana harus kita berperilaku, karena saya mendapati segala ajarannya telahpun saya setujui sebelum mempelajari Islam. Saya membaca opini saya sendiri berkaitan banyak hal, tetapi buku-buku tersebut terus mengatakan bahwa inilah Islam.
Keluarga
Ayah saya seorang ateis dan ibu saya adalah seorang Kristen. Saya besar dalam lingkungan multi-agama. Saya tidak segera memberitahu mereka bahwa saya telah memeluk agama Islam.
Malah, saya bertanya terlebih dahulu tentang reaksi mereka andainya saya memilih sebuah agama lain misalnya Islam. Mereka mengatakan bahwa itu merupakan kehidupan saya, selagi saya tidak mengganggu orang lain, maka saya bebas untuk melakukannya.
Ibu saya memberi saranan, adalah mudah bagi saya menjadi Kristen. Jawaban saya, saya bukanlah mencari agama termudah, tetapi agama yang paling benar.
Sementara ayah saya, dia malah menemani saya ketika saya memeluk agama Islam dan merekamnya. Konsep dia memberi dukungan kepada saya ialah saya merupakan bagian darinya, dan Islam akan menjadi bagian diri saya, maka dia akan menerima saya yang telah menjadi Muslim.
Sebenarnya, banyak pemeluk agama Islam berhadapan dengan masalah besar dengan keluarga mereka setelah mereka memeluk Islam dan sebagian besarnya adalah wanita.
Saya merasa hormat dengan wanita di dalam negeri saya yang memeluk agama Islam karena mereka menghadapi tantangan dan kesulitan yang lebih besar karena mereka harus memakai jilbab. Saya kenal beberapa orang dari mereka yang diusir keluar rumah dan keluarga tidak lagi menerima mereka. Alhamdulillah, saya sungguh beruntung mempunyai keluarga yang memahami.
Bertemu Muslim
Ketika itu masih belum banyak orang berdakwah tentang Islam. Tidak banyak yang dapat diharapkan bagaimana dakwah beroperasi di Netherlands, dan saya tidak punya banyak orang yang bisa membantu saya dalam hal ini.
Ketika bulan Ramadhan tiba, saya membuat keputusan untuk mencoba – tidak ada buku yang dapat memberitahu anda apa sebenarnya perasaan anda – saya bertemu dengan rekan sekerja beragama Islam dan memberitahu mereka saya akan berpuasa bersama mereka. Saya membawa al-Quran dan menemui jadwal buka puasa selama 30 hari di internet.
Ketika saya memberitahu mereka tentang membaca al-Quran dan berpuasa sunnah di bulan Syawal, sebagian dari mereka tidak pernah mendengarkannya atau melakukannya. Saya membawa susu dan kurma ke tempat kerja dan memberitahu mereka sebaiknya mengamalkan sunnah tersebut.
Ibu atau isteri mereka memasak makanan untuk berbuka puasa di tempat kerja, maka saya dapat merasakan makanan-makanan baru.
Saya banyak belajar tentang Ramadhan, demikian juga teman-teman lain. Sayangnya, hari raya saya berubah menjadi pengkebumian, tetapi yang lain ia merupakan sebuah bulan yang agung.
Selepas bulan Ramadhan, saya ke masjid untuk membayar zakat. Saya merasakan bahwa memberikan uang untuk jalan yang baik adalah sesuatu yang benar, tidak semestinya sebagai bukan Muslim saya tidak boleh membayarnya.
Itulah pertama kali saya bertemu dengan bendahara masjid di tempat saya tinggal. Dia bertanya jika saya seorang Muslim. "Tidak, saya bukan seorang Muslim," jawab saya, "Tetapi saya berpuasa di bulan Ramadhan."
Dia memberitahu saya supaya tidak memaksakan diri saya, saya harus mengambil mudah.
Berbulan-bulan berlalu, saya terus saja membaca buku tentang Islam. Kebanyakan buku yang saya baca adalah dari non-Muslim seperti Karen Amstrong. Saya juga turut membaca buku yang memandang negatif terhadap Islam. Saya membaca mengenai terorisme yang dimotivasikan oleh agama, mengenai pertentangan antara peradaban, dan sebagainya.
Bagaimanapun juga saya dapati setiap persoalan saya, Islam mempunyai jawabannya. Bukanlah bermakna Muslim yang saya temui dapat memberikan jawaban yang baik, tetapi kebanyakan informasi yang saya kumpulkan tentang Islam adalah dari buku-buku tersebut.
Menjadi Muslim
Akhir bulan Ramadhan tahun berikutnya, saya kembali ke masjid untuk membayar zakat. Saya bertemu semula dengan bendahara tersebut dan dia mengenali saya. Dia bertanya, sekali lagi, jika saya telah memeluk agama Islam.
"Tidak, saya belum menjadi seorang muslim," saya menjawab, "Bukankah anda meminta saya untuk mengambil mudah."
Dia perlahan-lahan mengelengkan kepalanya dan berkata, "Ya, saya suruh anda mengambil mudah, tetapi bukanlah terlalu mudah!"
Saya mula menjalani kehidupan di tahun terakhir sebagai seorang non-muslim. Saya telah berhenti minum alkohol, saya berhenti merokok. Saya berusaha untuk memperbaiki diri dan orang lain untuk melakukan perbuatan baik, berusaha untuk mencegah diri saya dan orang lain dari berbuat kesalahan.
Saya berlibur ke Turki dan berkunjung ke beberapa buah masjid besar di sana. Setiap langkah yang saya ambil, dengan berlalunya setiap hari, saya dapat merasakan keberadaan Tuhan dalam kehidupan saya.
Saya mengunjungi alam yang indah ini dan untuk pertama kali saya dapat melihat tanda-tanda Sang Pencipta di alam raya ini. Ada kalanya saya coba untuk melakukan shalat – sesuatu yang tidak pernah saya lakukan seumur hidup – yang sudah tentu bukan seperti yang saya lakukan hari ini. Saya terus membaca dan membaca, dan kini saya juga mulai mencari informasi tentang Islam di internet.
On Hyves, sebuah situs sosial terkenal Belanda, saya berkenalan dengan seorang Muslim Belanda yang baru memeluk Islam. Dia bertanya apakah saya seorang Muslim dan saya mengatakan bahwa saya belum memeluk Islam. Dia mengundang saya ke rumahnya dan bertemu dengan suaminya. Dia adalah seorang Muslim warga Mesir.
Kami makan malam bersama dan berbincang tentang Islam. Kali kedua saya berada di sana, dia menunjukkan cara yang benar menunaikan shalat. Saya berusaha melakukannya dengan sebaik mungkin dan dia memerhatikan saya.
Ketika kami beristirahat sebentar, dia bertanya; "Adakah anda telah bersedia untuk melakukannya?"
"Ya, saya pikir saya telah bersedia."
Saya belum melafadkan syahadah, maka Islam belum resmibagi saya, tetapi saya menyadari bahwa saya telah memeluk Islam tahun sebelumnya. Saya telah yakin bahwa tiada Tuhan melainkan Allah.
Saya juga percaya bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, utusan terakhir yang menyempurnakan agama. Saya ingin berpuasa, saya ingin membayar zakat, saya ingin menunaikan shalat, dan saya juga masih bermimpin untuk menunaikan haji setiap hari.
Jalan yang saya lalui adalah menerusi buku, saya datang menerusi teori. Ia merupakan pilihan yang rasional, bukan sesuatu yang emosional. Saya mencari informasi, membandingkan dan memikirkannya. Islam memberikan semua jawaban. Dia kemudian membawa saya ke masjid. Dia telah memberitahu perkara ini kepada Imam Masjid maka mereka memang sudah tahu bahwa saya akan datang. Ayah saya turut menyertai kami dan membawa kamera.
Imam menyebut sedikit demi sedikit lafad syahadah. Saya menurutinya, satu persatu.
Ketika Imam membaca doa, saudara Mesir tersebut menerjemahkannya ke bahasa Belanda untuk saya. Saya merasakan seolah-olah saya telah berlari selama bermil-mil dan kini saya telah sampai ke garis akhir. Saya merasa seolah-olah kehabisan nafas seperti orang sedang berlari. Perlahan-lahan saya menarik nafas kembali, merasa tenang dan gembira.
Akhirnya, saya menjadi Nourdeen.
Saya ke masjid tempat tinggal saya. Sebaik saja saya memasuki bangunan, saya bertemu dengan bendahara. Dia bertanya saya, sekali lagi, jika saya sudah memeluk agama Islam.
"Ya, saya sudah memeluk Islam, nama saya Nourdeen!" Saya berkata sambil tersenyum.
"Alhamdulillah," dia menjawab dan segera menambah: "akhirnya!"
Empat Pedoman Iman yang Paling Kuat dan Meyakinkan
روی عن الصادق(علیه السلام) قال:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ(صلّی الله علیه وآله وسلّم) لِاَصْحَابِهِ اَيُّ عُرَى الْإِيمَانِ اَوْثَقُ فَقَالُوا اللَّهُ وَ رَسُولُهُ اَعْلَمُ وَ قَالَ بَعْضُهُمُ الصَّلَاةُ وَ قَالَ بَعْضُهُمُ الزَّكَاةُ ... فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّی الله علیه و آله و سلّم لِكُلِّ مَا قُلْتُمْ فَضْلٌ وَ لَيْسَ بِهِ وَ لَكِنْ اَوْثَقُ عُرَى الْإِيمَانِ الْحُبُّ فِي اللَّهِ وَ الْبُغْضُ فِي اللَّهِ وَ تَوَالِي اَوْلِيَاءِ اللَّهِ وَ التَّبَرِّي مِنْ اَعْدَاءِ اللَّهِ .
Diriwayatkan Imam Ja'far as-Sadiq as berkata: "Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabatnya, pegangan iman mana yang paling meyakinkan? Maka mereka menjawab: Allah Swt dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Sebagian dari mereka menjawab shalat dan sebagian lain berkata zakat … Rasulullah Saw berkata: apa yang kalian sebutkan itu adalah keutamaan dan tidak lebih, akan tetapi ikatan iman yang paling terpercaya adalah kecintaan dan kebencian demi Allah Swt dan menaati wali Allah Swt dan melepaskan tangan dari musuh-musuh Allah."
Ayatullah Mojtaba Tehrani menjelaskan, "Pegangan iman apa yang paling dapat dipercaya? Di sini terjelaskan pula bahwa dengan berpegang teguh pada iman, manusia dapat terselamatkan dari seluruh bencana. Juga terbukti bahwa ada banyak pegangan dalam iman yang ketika digapai dengan erat maka manusia akan selamat. Lalu Rasulullah Saw bertanya di antara sekian banyak pegangan iman itu, mana yang paling kuat dan paling meyakinkan? Karena semakin kokoh pegangan itu maka seseorang dapat dengan lebih baik menjaga diri dari jurang kehancuran."
"Para sahabat Nabi ada yang memberikan jawaban bahwa Allah Swt dan Rasul-Nya lebih mengetahui dalam hal ini, sebagian lain menjawab shalat dan ada pula yang menyebutkan zakat. Rasulullah Saw menjelaskan bahwa yang telah mereka sebutkan semua itu baik dan sebuah keutamaan. Selain itu, semuanya juga dapat menjadi pegangan. Akan tetapi dalam hadis ini yang dicari adalah pegangan yang paling kuat dan meyakinkan, yang jika manusia menggenggamnya erat-erat maka dia tidak akan pernah tergelincir."
"Kemudian Rasulullah Saw menjelaskan bahwa pegangan iman yang paling kuat adalah kecintaan dan permusuhan yang berdasarkan keinginan Allah Swt bukan berdasarkan hawa nafsu. Nabi telah memberikan parameter agar manusia mencintai atau memusuhi sesuatu atau orang lain hanya karena Allah Swt, bukan karena hawa nafsu. Misalnya dalam urusan duniawi, jika seseorang membenci sesuatu atau seseorang maka harus berlandaskan keinginan Allah, bukan karena hawa nafsunya."
"Selanjutnya Rasulullah Saw bersabda agar menaati para wali Allah karena mereka adalah orang-orang yang dicintai Allah Swt. Jika kalian ingin berhubungan dekat dengan seseorang dalam masyarakat, maka carilah manusia-manusia wali. Akan tetapi yang dimaksud dengan tawalli di sini adalah kepemimpinan."
"Dalam penjelasan berikutnya, Rasulullah Saw menyebutkan lepas tangan dari musuh-musuh Allah Swt. Ini berarti jangan sampai kalian tidak peduli di hadapan orang-orang yang memusuhi Allah, melainkan kalian harus melepaskan diri dari mereka baik secara batin maupun lahiriyah."
بحارالانوار ج66 ص242 –کافی ج2 ص125- وسائل ج16 ص177 شماره21284
Ya Allah Tunjukkan Jalan yang Lurus dan Bimbinglah Kami
رُوِيَ عَنْ الصادِقِ عَلَيْهِ السَّلامُ قالَ:
في قَوْلِهِ تَعالي «اِهْدِنَا الصِّراطَ الْمُسْتَقيمَ» يَقُولُ اَرْشِدْنَا الصِّراطَ الْمُسْتَقيمَ اَرْشِدْنا لِلُزُومِ الطَّريقِ الْمُوَدّي اِلي مَحَبَّتِكَ وَ الْمُبَلِّغِ اِلي جَنَّتِكَ مِنْ اَنْ نَتَّبِعَ اَهْوائَنا فَنَعْطَبَ[1]
Diriwayatkan Imam Ja'far as-Sadiq as berkata: "Dalam firman Allah Swt tunjukkanlah kami jalan yang lurus, kemudian Imam berkata, bimbinglah kami di jalan yang lurus, bimbinglah kami di jalan yang mengantarkan kami pada kecintaan terhadap-Mu, dan yang menyampaikan kami ke sorga-Mu, bimbinglah kami agar tidak mengikuti hawa nafsu yang akan membinasakan kami."
Ayatullah Mojtaba Tehrani menjelaskan, Imam meminta ihdina tunjukkanlah kami, akan tetapi beliau selanjutnya mengatakan arshidna yang berarti bimbinglah kami untuk sampai pada kecintaan-Mu. Seperti dalam kalimat sebelumnya disebutkan,
«ايّاكَ نعبُد و ايّاك نَستَعين»
Ya Allah! Bimbinglah kami di jalan yang membuat kecintaan kepada-Mu ada dalam hati kami. Sampaikanlah kami ke sorga-Mu yang khusus untuk jiwa-jiwa yang tenang.
«ياايَّتُها النَّفسُ المُطمَئنَّة إرجِعی الی ربِّکِ راضِیةً مَرضِیةً فَادخُلی فی عِبادی وادخُلی جنَّتی»
Poin penting di sini adalah tidak disebutkan jalan yang sampai ke sorga, melainkan sorga-Mu. Berikan kami kecintaan yang menyampaikan kami ke sorga-Mu. Para arif berpendapat bahwa sorga itu adalah pertemuan dengan Allah Swt. Yang penting adalah bahwa manusia yang meminta kecintaan, bimbingan, dan pertolongan, harus menempuh jalan yang menjadi mukaddimah, tidak bisa hanya dengan berbicara saja tapi dalam amal dia melakukan hal yang berbeda.
Poin penting lainnya adalah bahwa dalam hidayah dan bimbingan tidak ada stagnasi melainkan selalu ada gerakan. Bimbingan dari Allah Swt untuk manusia tidak pernah terputus. Hidayah itu juga memiliki derajat, ada yang sedikit ada yang lebih banyak. Jika seseorang tidak mendapat hidayah dari Allah, maka bimbingan jalannya akan diberikan oleh setan dan hawa nafsu. Orang yang terjebak hawa nafsunya, pada akhirnya dia akan terjerumus dan hancur."
[1]بحارالانوار، جلد47، باب7، روايت 23، صفحه 238
Di Mana Letak Kita di Antara Derajat Para Pecinta Allah Swt?
سَأَلَ أَعْرَابِيٌّ عَلِيّاً «عليه السلام» عَنْ دَرَجَاتِ الْمُحِبِّينَ مَا هِيَ قَالَ«عليه السلام» أَدْنَى دَرَجَاتِهِمْ مَنِ اسْتَصْغَرَ طَاعَتَهُ وَ اسْتَعْظَمَ ذَنْبَهُ وَ هُوَ يَظُنُّ أَنْ لَيْسَ فِي الدَّارَيْنِ مَأْخُوذٌ غَيْرُهُ فَغُشِيَ عَلَى الْأَعْرَابِيِّ فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ هَلْ دَرَجَةٌ أَعْلَى مِنْهَا قَالَ نَعَمْ سَبْعُونَ دَرَجَةً
Suatu hari seorang Arab Badui bertanya kepada Ali (as) tentang derajat muhibbin (para pecinta), Imam berkata: derajat terendah muhibbin adalah orang yang menggap kecil ketaatannya, dan membesar-besarkan dosanya, dan dia mengira bahwa di dua dunia (dunia dan akhirat) Allah Swt hanya akan menghukumnya. Maka Badui itu pingsan. Ketika tersadar, dia bertanya: apakah ada derajat yang lebih tinggi dari itu? Imam berkata: iya, ada tujuh puluh derajat.
Ayatullah Mojtaba Tehrani menjelaskan, "Sekarang jika kalian ingin mengetahui apakah kalian termasuk di antara muhibbin atau tidak, Imam Ali as telah menunjukkan ciri-ciri derajat terendah orang yang mencintai Allah Swt. Mereka yang mengklaim mencintai Allah Swt, harus mencocokkan diri dengan parameter yang telah ditunjukkan Imam Ali as."
"Terkadang—nauzubillah—kebalikan dari ucapan Imam Ali ini yang disaksikan pada diri manusia. Maka celakalah orang yang menilai amalnya sangat besar dan menganggap maksiatnya kecil. Dia hanya mengingat amalnya tapi lupa akan maksiatnya."
"Ini adalah sebuah parameter. Jika kalian melihat seseorang yang hanya mengingat amalnya akan tetapi di sisi lain dia melupakan dosanya, maka ketahuilah bahwa dalam pandangan orang itu dosa sangat kecil dan amal sangat besar."
"Sekarang bagaimana kita tahu posisi kita? Kita dapat memahaminya melalui riwayat ini. Jika—nauzubillah—kalian ingin mengungkapkan amal kalian maka ketahuilah bahwa kalian sedang berlawanan dengan riwayat tersebut. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa jika seseorang beramal, akan tetapi ketika dia mengungkapkannya, maka semua pahala amalnya akan hilang. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa jika dia kembali memamerkan amalnya untuk kedua kali, maka bukan saja pahalanya terhapus, maka dia akan mendapat catatan perbuatan riya'. Maka celakalah orang yang sampai pada derajat ini."
"Saya ingin mengatakan bahwa manusia harus membangun diri dari dalam dan menyelamatkan dirinya dari hawa nafsu serta harus berhati-hati dengan masalah amalnya, jangan sampai mengandalkan amalnya saja tapi melupakan dosanya, karena ini yang akan menghancurkan seseorang.
مستدرك الوسائل ج1 ص133