
کمالوندی
Rahbar: Kami Bukan Bangsa Agresor, Tapi Tak Akan Tinggal Diam Jika Diserang

Rahbar di Depan Ribuan Warga Esfarayen: Proses Kemajuan Tak Mengenal Batas Akhir

Rahbar di Depan Ribuan Pemuda: Revolusi Islam Mampu Membangun Kembali Peradaban Islam Yang Besar

Rahbar: Basij Kekuatan Rakyat Iran Yang Tak Tertandingi

Rahbar di Depan Warga Kota Shirvan: Jaga Ketenangan Menjelang Pemilu

Rahbar: Barat Terlalu Kecil Untuk Memaksa Iran Menyerah

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 184-187
Ayat ke 184
Artinya:
Yaitu dalam beberapa hari yang tertentu, maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah yaitu memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Perintah-perintah Tuhan tidaklah sulit dan di luar kemampuan, melainkan siapapun juga berkewajiban melakukannya sesuai dengan kemampuannya. Sebagaimana halnya, berpuasa adalah wajib selama sebulan dalam setahun yaitu pada bulan Ramadhan, jika seseorang dalam bulan ini, ada dalam perjalanan atau sakit, maka sebagai gantinya, ia harus berpuasa pada bulan-bulan lainnya.
Sekiranya secara prinsip, ia tidak memiliki kemampuan untuk berpuasa, baik dalam bulan Ramadhan, maupun di lain bulan tadi, maka untuk mengingat orang-orang yang lapar, sebagai ganti dari berpuasa diwajibkan baginya untuk mengenyangkan seorang fakir miskin dalam sehari.
Jelas sekali, jika seseorang dalam kaffarah puasa, ia memberi makan lebih dari satu orang, maka itu lebih baik. Jika seseorang dapat memahami nilai dan pengaruh puasa Ramadhan, maka sama sekali, ia tidak akan mendambakan kehilangan pahala berpuasa, sehingga sebagai gantinya terpaksa memberikan makan kepada orang miskin.
Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa Islam adalah agama yang sempurna, dan bagi setiap individu, sesuai dengan kondisinya, Islam memberikan peraturan atau hukum tertentu yang sesuai dengannya. Dalam puasa, hukum bagi orang yang sakit, musafir, dan tua adalah berbeda dengan lainnya.
Ayat ke 185
Artinya:
Beberapa hari yang ditentukan itu ialah, bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan permulaan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil, karena itu, barang siapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa, sebanyak hari yang ditinggalkan itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu menagungkan Allah atas petunjukknya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan prinsip kewajiban puasa dan menerangkan sebagian hukum darinya. Ayat ini menjelaskan waktu berpuasa yaitu bulan Ramadhan. Sebelum bulan Ramadhan ditetapkan sebagai bulan puasa, terlebih dahulu sudah merupakan bulan Nuzulul Quran dan secara prinsip, nilai dan kemuliaan bulan Ramadhan adalah kembali kepada al-Quran yang turun di malam Lailatul qadar.
Di antara nama bulan, hanya nama Ramadhan yang datang dalam al-Quran yang artinya membakar, seakan-akan dosa-dosa orang yang berpuasa terbakar di bulan ini.
Islam adalah agama yang mudah dan pondasinya berdiri di atas kemudahan dan tidak mempersulit. Maka dari itulah bagi seseorang yang tidak mungkin dan sulit untuk berpuasa di bulan ini, maka mereka boleh berpuasa di hari-hari lain secara terpisah-pisah. Namun ia harus berpuasa sejumlah tiga puluh hari dan sekiranya ia terbebaskan dari puasa karena berhalangan, maka sebagai gantinya, ia harus memberikan kaffarah.
Dalam masalah shalat pun, tak jauh bedanya, jika seseorang tak mampu mengambil air wudhu, maka ia boleh bertayamum, jika ia sulit untuk solat berdiri, maka ia boleh duduk atau bahkan tidur. Maka manusia harus mensyukuri Allah Swt yang tidak menghendaki dari hambanya suatu tugas dan kewajiban yang ada di luar kekuasaan hambanya sehingga menjadi beban yang sulit. Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa dalam bulan Ramadhan, kita dapat mensucikan jiwa kita dari dosa dengan cara berpuasa dan di bulan ini kita bangun landasan bagi menerima pengaruh al-Quran.
Ayat ke 186
Artinya:
Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo'a apabila ia berdoa kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintahku dan hendaklah mereka beriman kepadaku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Ada seorang yang bertanya kepada Rasul Saw, adakah Allah itu dekat dengan kita, sehingga kita bermunajat dengan suara perlahan dengan-Nya, ataupun Dia jauh, sehingga kita panggil dia dengan suara lantang dan keras. Ayat ini turun dan menyatakan bahwa Allah dekat dengan hamba-Nya, lebih dekat dari apa yang dibayangkan oleh manusia, sebagaimana dalam surat Kaf, ayat 16, Allah Swt berfirman, "Dan kami lebih kepadanya dari pada urat lehernya."
Doa, tidak mengenal tempat dan waktu tertentu, dan setiap saat manusia berkemauan dan dalam keadaan bagaimanapun juga, ia boleh bermunajat dengan Allah. Namun berangkat bahwa Ramadhan adalah bulan doa dan taubah, maka dari itulah, ayat doa berada di antara ayat-ayat puasa dan Ramadhan
Dalam ayat pendek ini, Allah Swt sebanyak tujuk kali menyinggung Zat-Nya yang suci dan sebanyak tujuh kali juga, Allah menyinggung soal hamba-hamba-Nya, agar keterkaitan manusia dengan Allah dapat tergambar dengan baik.
Dari ayat ini kita dapat ambil pelajaran bahwa Allah Swt mendengar doa dan panggilan kita dan mengabulkan hajat kita, maka sebaiknya kita memanggilnya dan hanya mendengarkan perintahnya, karena kebahagiaan, kesejahteraan kita hanya ada di dalam lindungan iman kepadanya.
Ayat ke 187
Artinya:
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagi kamu, dan kamu pula adalah pakaian bagi mereka, Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
Pada permulaan Islam, puasa adalah peraturan yang paling berat. Malam hari Ramadhan sama dengan siangnya tidak boleh bercampur dengan isteri. Makan dan minum hanya diperbolehkan sebelum tidur. Sehingga sebagian Muslimin tidak mampu melaksanakan ujian ilahi ini; mereka tidak kuat untuk tidak bercampur dengan istrinya. Al-Quran menyebutnya dengan istilah "takhtanuna anfusakum" yakni berkhianat atas diri sendiri.
Allah Swt menurunkan ayat ini untuk menghalalkan makan, minum dan bercampur dengan isterinya di malam hari Ramadhan. Sehingga tidak melakukan dosa dan dimaafkan dosa sebelumnya itu. Hukum dibolehkan bercampur dengan isterinya itu bukan dalam keadaan i'tikaf di masjid. Karena berjanabah di masjid sangat dilarang.
Ayat ini juga memberi kesan yang bagus tentang hubungan suami dan istri. Suami isteri masing-masing adalah pakaian bagi yang lainnya. Baju merupakan penutup kekurangan manusia juga penghias yang indah bagi manusia; dapat memelihara keharmonisan, keindahan. Seperti halnya baju bisa memberi kehangatan bagi manusia, demikian istri dapat menyamankan dan memberi ketenangan sebuah keluarga. Suami pun demikian juga sama-sama berperan.
Dari empat ayat tadi terdapat enam pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ciri khas agama Islam adalah mudah. Kalau kita kesulitan melakukan peraturan Tuhan, pasti Tuhan akan memberikan keringanan.
2. Melawan Tuhan, berbuat dosa, menzalimi dan berkhianat akibatnya akan ditanggung sendiri, Tuhan tidak bisa dilibatkan.
3. Islam bukan agama rahibisme yang anti kenikmatan. Di samping aktivitas ritual, Islam juga memberi keseimbangan dengan kenikmatan yang disyariatkan.
4. Ketika Tuhan telah menetapkan cara dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, maka tertutuplah jalan-jalan maksiat lainnya.
5. Mendekati dosa adalah dosa, jatuh dalam dosa juga dosa. Tuhan tidak mengatakan jangan lakukan dosa itu, tetapi Tuhan mengatakan jangan mendekati dosa itu.
6. Semua aturan Allah baik itu perkawinan, puasa dan lain-lain kesemuanya adalah upaya dalam meningkatkan spiritualisme dan menghindarkan dosa.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 177-179
Ayat ke 177
Artinya:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta dan hamba sahaya, mendirikan solat dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Ayat yang termasuk sejumlah ayat al-Quran terlengkap ini menerangkan prinsip-prinsip kebaikan terpenting dari sisi keyakinan, amal perbuatan dan akhlak dalam Islam. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa mengamalkan ayat ini, maka sempurnalah imannya."
Seperti halnya dalam ayat-ayat yang berkaitan dengan perubahan kiblat, kami telah kemukakan bahwa orang-orang Yahudi membuat hingar bingar terhadap masalah ini dan menampilkannya sebagai suatu persoalan yang penting, ayat ini dalam jawaban lainnya kepada mereka menyebutkan, "Jangan dikira agama Allah hanya terangkum dalam soal kiblat sehingga kalian mengerahkan seluruh pikiran untuknya.
Tetapi, agama-agama ilahi terbentuk dari tiga bagian mendasar, dan orang baik sejati ialah orang yang memiliki perhatian lengkap terhadap seluruh bagian agama. Satu bagian dari agama berkaitan dengan keyakinan atau akidah, yang mana manusia harus mengimani Allah, para malaikat, kitab-kitab samawi dan para nabi sepenuh hati.
Jelas, iman seperti ini harus dilahirkan dalam bentuk amal perbuatan dengan melaksanakan tugas-tugas ibadah, seperti; solat, menolong para fakir dan orang-orang yang memerlukan dalam bentuk pemberian infak dan zakat yang merupakan bagian lain dari agama.
Namun, hanya menciptakan hubungan dengan Allah dan ciptaan-Nya tidaklah cukup, tetapi pemeliharaan hubungan dengan cara yang benar dan istiqomah memerlukan pemeliharaan prinsip-prinsip akhlak seperti; kesabaran, ketabahan, kesetiaan dan komitmen terhadap seluruh perjanjian ilahi dan insani. Ayat ini menilai seorang Mukmin yang baik selain menunaikan infak wajibnya, yaitu zakat, juga menunaikan infak tidak wajib. Berbeda dengan sebagian orang saat menolong orang-orang yang memerlukan, mereka tidak mengeluarkan lagi hak-hak wajibnya. Dan sebagian lagi mengeluarkan zakat wajib, namun acuh tak acuh terhadap orang-orang miskin.
Ayat ke 178
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang yang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih..."
Islam adalah agama yang komprehensif, yang tidak hanya meletakkan hukum dan undang-undang khusus bagi manusia dari dimensi individu, tapi juga untuk perkara-perkara sosial mereka, sehingga masyarakat manusia mendapatkan keamanan dan ketertiban yang diperlukan. Salah satu persoalan yang terkadang terjadi pada setiap masyarakat adalah pembunuhan.
Untuk mencegah terjadinya pembunuhan dan pengulangannya yang mengakibatkan ketidakamanan di masyarakat, Islam menetapkan hukum qishas. Berdasarkan hukum ini, jika pembunuhan itu disengaja, maka pembunuh dihukum bunuh pula, sehingga darah orang yang teraniaya tidak sia-sia begitu saja dan tidak memberi peluang orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Tentunya dalam qishas, keadilan harus diperhatikan. Lantara itu berdasarkan kesamaan antara pembunuh dan terbunuh, lelaki dihukum qishas dihadapan lelaki dan perempuan dihadapan perempuan. Dan apabila pembunuh dan terbunuh tidak dari satu jenis maka diyah (denda) mereka harus dibayar.
Pentingnya undang-undang ini tampak jelas ketika kita mengetahui bila di antara orang-orang Arab jahiliah seorang dari kabilah mereka dibunuh, mereka bersedia membunuh dan menumpahkan darah kabilah pembunuh hanya lantaran satu orang dan melakukan peperangan panjang. Akan tetapi, Islam yang dibangun berdasarkan keseimbangan dan keadilan, dari satu sisi tidak mengizinkan pembunuhan lebih dari seorang karena satu orang terbunuh, dan dari sisi lain, bagi pihak pewaris diakui memiliki hak untuk menuntut qishas pembunuh atau jika menginginkan, mereka dapat mengambil diyah.
Tentunya, jika para pemilik darah atau pihak pewaris ingin mengambil diyah, maka tidak boleh melampaui kewajaran dan memaksakan berhutang, sebagaimana pula pembunuh juga tidak boleh seenaknya mengentengkan pembayaran diyah. Tetapi keduanya harus mengambil jalan yang baik dan wajar dan mengetahui bahwa segala bentuk pelanggaran terhadap undang-undang Ilahi akan mendapat balasan berat di hari kiamat kelak.
Ayat ke 179
Artinya:
Dan dalam qishas itu ada jaminan kelangsungan hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal supaya kamu bertakwa.
Sayangnya, sebagian orang yang menyebut dirinya sebagai pemikir, tanpa memperhatikan dampak-dampak positif hukum qishas melontarkan suatu kritikan, yaitu apakah dengan membunuh si pembunuh, korban terbunuh akan hidup kembali? Disamping itu dengan melaksanakan qishas berarti anda telah membunuh manusia lain dan menjadi pelaku pembunuhan.
Dalam menjawab kritikan yang dewasa ini dilontarkan dengan dalih hak asasi manusia (HAM), al-Quran menyinggung sebuah poin mendasar yaitu: Kehidupan masyarakat manusia tanpa keadilan dan keamanan tidaklah mungkin. Demi memenuhi kedua hal itu, qishas terhadap seorang pembunuh merupakan suatu keharusan. Seperti halnya, demi menjaga kesihatan seseorang, maka pemotongan bagian tubuhnya yang rusak merupakan keharusan.
Pada prinsipnya, qishas menjamin keamanan masyarakat sebelum terdapat sebuah aksi balas dendam pribadi. Pada kenyataannya, sekaran ini perhitungan kejahatan dan kriminalitas di negara mana yang lebih besar? Di negara-negara yang diberlakukan hukum qishas walau tidak sempurna, atau negara-negara yang menganggap dirinya sebagai pembela hak asasi manusia (HAM) menilai qishas sebagai undang-undang pembunuh?
Dari tiga ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman kepada Allah tanpa membantu orang-orang yang memerlukan dan orang- orang yang sakit serta menghormati hak-hak manusia, tidaklah efektif.
2. Menggunakan harta di jalan Allah merupakan salah satu tanda kebenaran dalam Islam.
3. Lazimnya keimanan adalah kesabaran, ketabahan menghadapi kefakiran, rasa sakit dan berbagai peristiwa peperangan. Dan jika tidak, maka memiliki keimanan hanya ketika berada dalam kemewahan, kesejahteraan dan keamanan, tidak menunjukkan keteguhan iman.
4. Islam tidak seperti sebagian hukum dan undang-undang lain yang hanya menganggap qishas sebagai jalan sanksi hukuman bagi pembunuh, dan tidak pula seperti sebagian lain yang menganggap amnesti atau pemberian maaf sebagai jalan terbaik. Tetapi, disamping hukum qishas, Islam juga menerima jalan pemberian maaf atau menuntut harga darah (denda).
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 177-179
Ayat ke 177
Artinya:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta dan hamba sahaya, mendirikan solat dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Ayat yang termasuk sejumlah ayat al-Quran terlengkap ini menerangkan prinsip-prinsip kebaikan terpenting dari sisi keyakinan, amal perbuatan dan akhlak dalam Islam. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa mengamalkan ayat ini, maka sempurnalah imannya."
Seperti halnya dalam ayat-ayat yang berkaitan dengan perubahan kiblat, kami telah kemukakan bahwa orang-orang Yahudi membuat hingar bingar terhadap masalah ini dan menampilkannya sebagai suatu persoalan yang penting, ayat ini dalam jawaban lainnya kepada mereka menyebutkan, "Jangan dikira agama Allah hanya terangkum dalam soal kiblat sehingga kalian mengerahkan seluruh pikiran untuknya.
Tetapi, agama-agama ilahi terbentuk dari tiga bagian mendasar, dan orang baik sejati ialah orang yang memiliki perhatian lengkap terhadap seluruh bagian agama. Satu bagian dari agama berkaitan dengan keyakinan atau akidah, yang mana manusia harus mengimani Allah, para malaikat, kitab-kitab samawi dan para nabi sepenuh hati.
Jelas, iman seperti ini harus dilahirkan dalam bentuk amal perbuatan dengan melaksanakan tugas-tugas ibadah, seperti; solat, menolong para fakir dan orang-orang yang memerlukan dalam bentuk pemberian infak dan zakat yang merupakan bagian lain dari agama.
Namun, hanya menciptakan hubungan dengan Allah dan ciptaan-Nya tidaklah cukup, tetapi pemeliharaan hubungan dengan cara yang benar dan istiqomah memerlukan pemeliharaan prinsip-prinsip akhlak seperti; kesabaran, ketabahan, kesetiaan dan komitmen terhadap seluruh perjanjian ilahi dan insani. Ayat ini menilai seorang Mukmin yang baik selain menunaikan infak wajibnya, yaitu zakat, juga menunaikan infak tidak wajib. Berbeda dengan sebagian orang saat menolong orang-orang yang memerlukan, mereka tidak mengeluarkan lagi hak-hak wajibnya. Dan sebagian lagi mengeluarkan zakat wajib, namun acuh tak acuh terhadap orang-orang miskin.
Ayat ke 178
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang yang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih..."
Islam adalah agama yang komprehensif, yang tidak hanya meletakkan hukum dan undang-undang khusus bagi manusia dari dimensi individu, tapi juga untuk perkara-perkara sosial mereka, sehingga masyarakat manusia mendapatkan keamanan dan ketertiban yang diperlukan. Salah satu persoalan yang terkadang terjadi pada setiap masyarakat adalah pembunuhan.
Untuk mencegah terjadinya pembunuhan dan pengulangannya yang mengakibatkan ketidakamanan di masyarakat, Islam menetapkan hukum qishas. Berdasarkan hukum ini, jika pembunuhan itu disengaja, maka pembunuh dihukum bunuh pula, sehingga darah orang yang teraniaya tidak sia-sia begitu saja dan tidak memberi peluang orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Tentunya dalam qishas, keadilan harus diperhatikan. Lantara itu berdasarkan kesamaan antara pembunuh dan terbunuh, lelaki dihukum qishas dihadapan lelaki dan perempuan dihadapan perempuan. Dan apabila pembunuh dan terbunuh tidak dari satu jenis maka diyah (denda) mereka harus dibayar.
Pentingnya undang-undang ini tampak jelas ketika kita mengetahui bila di antara orang-orang Arab jahiliah seorang dari kabilah mereka dibunuh, mereka bersedia membunuh dan menumpahkan darah kabilah pembunuh hanya lantaran satu orang dan melakukan peperangan panjang. Akan tetapi, Islam yang dibangun berdasarkan keseimbangan dan keadilan, dari satu sisi tidak mengizinkan pembunuhan lebih dari seorang karena satu orang terbunuh, dan dari sisi lain, bagi pihak pewaris diakui memiliki hak untuk menuntut qishas pembunuh atau jika menginginkan, mereka dapat mengambil diyah.
Tentunya, jika para pemilik darah atau pihak pewaris ingin mengambil diyah, maka tidak boleh melampaui kewajaran dan memaksakan berhutang, sebagaimana pula pembunuh juga tidak boleh seenaknya mengentengkan pembayaran diyah. Tetapi keduanya harus mengambil jalan yang baik dan wajar dan mengetahui bahwa segala bentuk pelanggaran terhadap undang-undang Ilahi akan mendapat balasan berat di hari kiamat kelak.
Ayat ke 179
Artinya:
Dan dalam qishas itu ada jaminan kelangsungan hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal supaya kamu bertakwa.
Sayangnya, sebagian orang yang menyebut dirinya sebagai pemikir, tanpa memperhatikan dampak-dampak positif hukum qishas melontarkan suatu kritikan, yaitu apakah dengan membunuh si pembunuh, korban terbunuh akan hidup kembali? Disamping itu dengan melaksanakan qishas berarti anda telah membunuh manusia lain dan menjadi pelaku pembunuhan.
Dalam menjawab kritikan yang dewasa ini dilontarkan dengan dalih hak asasi manusia (HAM), al-Quran menyinggung sebuah poin mendasar yaitu: Kehidupan masyarakat manusia tanpa keadilan dan keamanan tidaklah mungkin. Demi memenuhi kedua hal itu, qishas terhadap seorang pembunuh merupakan suatu keharusan. Seperti halnya, demi menjaga kesihatan seseorang, maka pemotongan bagian tubuhnya yang rusak merupakan keharusan.
Pada prinsipnya, qishas menjamin keamanan masyarakat sebelum terdapat sebuah aksi balas dendam pribadi. Pada kenyataannya, sekaran ini perhitungan kejahatan dan kriminalitas di negara mana yang lebih besar? Di negara-negara yang diberlakukan hukum qishas walau tidak sempurna, atau negara-negara yang menganggap dirinya sebagai pembela hak asasi manusia (HAM) menilai qishas sebagai undang-undang pembunuh?
Dari tiga ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman kepada Allah tanpa membantu orang-orang yang memerlukan dan orang- orang yang sakit serta menghormati hak-hak manusia, tidaklah efektif.
2. Menggunakan harta di jalan Allah merupakan salah satu tanda kebenaran dalam Islam.
3. Lazimnya keimanan adalah kesabaran, ketabahan menghadapi kefakiran, rasa sakit dan berbagai peristiwa peperangan. Dan jika tidak, maka memiliki keimanan hanya ketika berada dalam kemewahan, kesejahteraan dan keamanan, tidak menunjukkan keteguhan iman.
4. Islam tidak seperti sebagian hukum dan undang-undang lain yang hanya menganggap qishas sebagai jalan sanksi hukuman bagi pembunuh, dan tidak pula seperti sebagian lain yang menganggap amnesti atau pemberian maaf sebagai jalan terbaik. Tetapi, disamping hukum qishas, Islam juga menerima jalan pemberian maaf atau menuntut harga darah (denda).
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 172-176
Ayat ke 172
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rejeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.
Dunia bagaikan kebun, sementara orang-orang saleh dan suci merupakan bunga dan tetumbuhan taman tadi. Nikmat-nikmat Allah, seumpama air yang dialirkan oleh tukang kebun guna pertumbuhan bunga-bunganya, namun apa boleh dibuat, rumput-rumput liar juga mengambil kesempatan dari air tadi.
Allah Swt menasehatkan kepada orang-orang Mukmin, agar memanfaatkan nikmat-nikmat-Nya dan agar tidak mengharamkan sesuatu tanpa dalil dan alasan. Karena nikmat-nikmat tadi pada dasarnya diciptakan untuk mereka. Dimaklumkan bahwa rezeki Allah bukanlah untuk penyembahan perut dan pelampiasan nafsu semata, karena, buah kebun ilahi, adalah amal saleh, maka nikmat-nikmat Tuhan harus dimanfaatkan di jalan yang terbaik dan inilah syukur yang sejati.
Ayat ke 173
Artinya:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa memakannya sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Metode al-Quran biasanya, setiap kali hendak mengharamkan sesuatu perbutan, pertama, al-Quran menjelaskan jalan-jalan halal dan yang diperbolehkan dan selanjutnya bagian-bagian yang haram.
Menyusul ayat tadi yang menganjurkan agar orang-orang Mukmin memanfaatkan makanan-makanan yang mubah dan bersih, ayat ini menjelaskan bahwa segala sesuatu halal bagi kalian dan Allah Swt mengharamkan sebagian kecil lantaran bahaya-bahaya yang mengancam jasmani dan ruh kalian.
Pengharaman darah, bangkai dan daging babi adalah disebabkan kekotoran bentuh lahirnya, namun pengharaman binatang-binatang yang dikorbankan oleh para penyembah berhala di hadapan sesembahan mereka, atau mereka menyembelih binatang-binatang tadi dengan nama berhala, adalah disebabkan kekotoran batin yaitu syirik.
Berangkat bahwa agama Islam adalah agama yang sempurna, dan sekaligus mudah, maka Islam tidak mengenali istilah kebuntuan dan setiap taklif atau kewajiban yang dijatuhkan kepada ummatnya, ketika kondisi darurat, taklif itu tidak berlaku dan ini pertanda kasih sayang Allah Swt, maka umat Islam tidak boleh menyalahgunakan hukum darurat.
Ayat ke 174
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah) mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.
Ayat sebelumnya menjelaskan beberapa makanan haram seperti daging babi dan bangkai. Ayat ini menjelaskan satu kaidah umum berkaitan dengan ini adalah:
Jika manusia memperoleh uang dari jalan haram dan dosa, apa saja yang dibeli dengan uang itu, walaupun berupa makanan halal, tak ubahnya ia memakan api dan bagi dirinya kesakitan dan kesulitan.
Salah satu dari uang haram, upah diam yang mana seseorang diupah karena bersedia untuk menyembunyikan kebenaran, seperti yang dilakukan oleh cendekiawan Yahudi dan Kristen.
Walaupun, tanda-tanda kenabian sudah disaksikan dalam Taurat dan Injil, dan mereka mengenalinya dengan baik, namun manakala pengakuan akan kenabian Rasul Saw, sama saja dengan kehilangan harta dan kedudukan, mereka lebih suka untuk menyembunyikan kebenaran dan mengingkarinya atau mendustakannya.
Sebagai penjelasan soal siksa yang akan dijatuhkan kepada kelompok ini, Allah Swt menyatakan bahwa orang-orang yagn tidak bersedia menyampaikan kalam ilahi di dunia kepada rakyat, maka pada hari kiamat nanti, mereka tidak akan dapat mendengar kalam Ilahi yang penuh kasih sayang.
Ayat ke 175-176
Artinya:
"Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan, maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka.
Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al-Kitab dengan membawa kebenaran, dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang kebenaran Al-kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh."
Dua ayat ini menjelaskan hasil penyembunyian kebenaran yang terhitung dosa khas para ulama yang fasid, tidak lain adalah kehilangan cahaya petunjuk dan jatuh ke lembah kesesatan. Ilmu dengan sendirinya tidak akan menyebabkan kebahagian, melainkan mungkin dapat menyebabkan kesesatan satu generasi manusia, seperti halnya para cendekiawan bejat bukan saja tidak memperoleh hidayah atau petunjuk, bahkan telah menjadi sebab kebejatan dan kesesatan sekelompok banyak masyarakat di sepanjang sejarah.
Sudah sewajarnya, jika siksa para cendekiawan tadi bukan hanya bersangkutan dengan kesesatan mereka saja, melainkan karena mereka penyebab kesesatan banyak orang, maka mereka harus merasakan kepedihan siksaan semua penyelewengan dan betapa pedih siksaan tersebut. Ayat 176 menyebut sumber penyembunyian kebenaran itu adalah penentangan terhadap kebenaran, dimana beberapa orang kendati mereka mengetahui kebenaran, tetapi mereka tidak bersedia menerimanya, bahkan mereka memeranginya, maka dari itulah, dengan berbagai cara, mereka berusah menanamkan benih perselisihan dan keraguan dalam kebenaran.
Dari lima ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Islam memperhatikan masalah makanan dan berulang kali menjelaskan sisi halal-haramnya.
2. Perhatian kepada Allah bukan saja pada saat doa dan ibadah, tetapi juga dalam soal makanan dan minuman. Oleh karenanya, tidak diperboehkan memakan makanan yang disembelih bukan atas nama Allah.
3. Uang yang diperoleh dari jalan haram, bila dibelikan makanan paling halal sekalipun, makanan itu tak ubahnya seperti memasukkan api ke dalam perut.
4. Allah Swt berbicara langsung dengan Musa asdi dunia, tapi diHari Kiamat nanti semua orang bersih akan berbicara langsung dengan Allah Swt.
5. Menjual agamasenilai seluruh dunia tetap saja merupakan kerugian. Sebagian orang tidak beriman bukan karena tidak tahu, tapi membenci kebenaran. Bila mengetahui kebenaran, ia tetap tidak akan bersedia menerimanya.