کمالوندی

کمالوندی

Kamis, 22 September 2022 05:18

Alquran Bukan Kitab Hukum?

 

Ada dua kelompok ekstrim yang berpandangan terkait keabsahan Alquran sebagai sumber hukum-hukum Islam.

Kelompok pertama memandang, bahwa Alquran bukanlah sumber hukum karena dia merupakan kitab suci, kalam ilahi yang tidak memiliki hubungan langsung dengan amaliyah (tindakan) keseharian manusia. 

Sementara kelompok kedua memandang, bahwa Alquran bukan sumber hukum karena dia tidak berbeda dengan kitab-kitab pada umumnya, yang diciptakan oleh manusia.

Tentu saja kita menolak kedua pandangan tersebut. Kita justru berada di tengah, memandang bahwa Alquran adalah kita suci yang memiliki aspek transenden sekaligus memiliki aspek imanen.

Alquran tidak bisa disamakan dengan makhluk, namun di saat bersamaan ia juga merupakan kitab yang memang diturunkan khusus untuk manusia sebagai sebuah petunjuk atau peta jalan.

Alquran adalah kitab yang mampu menunjukkan kepada manusia cara mendekatkan dirinya kepada Allah Swt, mengajarkannya cara mengekspresikan kehambaan pada Dzat Maha Pencipta. Alquran juga merupakan kitab yang bisa menunjukkan kepada manusia rute menuju kebahagiaan dunia maupun akhirat.

Setiap manusia yang berakal sehat pasti membenarkan, jika ia sadar bahwa dirinya adalah entitas yang diciptakan atau akibat, maka pastilah ia memiliki sebab atau yang menciptakannya.

اَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ اَمْ هُمُ الْخٰلِقُوْنَ ۗ 

“Apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (QS. At-Tur 52: Ayat 35)

Bagi yang berakal sehat, dua pertanyaan pada ayat tersebut tentu keliru, sebab manusia itu adalah makhluk yang membutuhkan sebab.

Manusia adalah mumkinul wujud, ia bisa ada dan bisa pula tidak ada. Dengan kata lain keberadaanya bergantung pada pemberi ada. Mustahil ia ada (mewujud) dengan dirinya sendiri, karena seperti kaidah logis filosofis, “Yang tidak memiliki mustahil memberi”.

Allah lah yang memberikan manusia wujud sehingga menjadi ada. Dia lah yang menyediakan berbagai fasilitas kepada manusia, berbagai karunia kehidupan baginya.

Sampai disini, maka paling tida ada dua kelaziman yang mucul: Pertama, manusia sebagai ciptaan akan terdorong untuk mengenali siapa penciptanya. Kedua, manusia akan mencari tahu bagiamana cara berterimakasih kepada penciptanya.

Untuk bisa berterimakasih kepada Allah Swt, maka manusia harus mengetahui apa yang diinginkan Allah dari nya, mendengarkan kata-kata Nya. Karena syukur itu adalah melakukan perbuatan yang diinginkan oleh Sang Pemberi.

Dalam kehidupan manusia dengan manusia misalnya, jika ada yang memberikan kita sajadah, maka sebagai bentuk terimakasih, kita akan menggunakan sajadah itu sesuai dengan keinginan si pemberi, yaitu agar digunakan untuk salat.

Kita pasti akan disalahkan atau kita dianggap tidak bersyukur, apabila kita menggunakan sajadah tersebut tidak sebagaimana mestinya, misal menggunakannya untuk lap kaki.

Mungkin saja masih ada orang yang ingin berdalih, bahwa setiap pemberian yang telah diberikan itu telah berpindah hak, dan yang menerima bebas memperlakukan pemberian tersebut?

Jika jawaban itu mucul, maka setiap orang berakal tetap akan menyalahkan pandangan demikian, karena setiap orang berakal akan menilai bahwa pemberian harus disyukuri dengan cara melakukan apa yang sesuai dengan keinginan sang pemberi.

Begitu juga dalam konteks wujud atau kehidupan yang diberikan oleh Allah Swt kepada manusia.

Kita yang diberikan berbagai fasilitas dan karunia dari Allah, maka akal sehat kita akan mengatakan wajib bagi kita berterimakasih.

Cara berterimakasih itu tidak bisa semau kita, tidak bisa sesuka hati kita, tapi kita harus bertanya kepada Nya, atau membaca apa yang Dia pesankan kepada kita agar kita menjadi hamba yang benar-benar bersyukur.

Di Sinilah Peran Alquran

Allah Swt telah mengirim Alquran melalui utusan-Nya, Rasulallah Saw. Di dalam Alquran termuat banyak petunjuk, salah satunya adalah tentang bagaiamana cara manusia bersyukur kepada Allah Swt. Inilah yang disebut dengan amalan fiqih atau syariat.

Apa yang harus kita lakukan dan apa yang harus kita tinggalkan. Apa yang selayaknya kita lakukan dan apa yang selayaknya kita tinggalkan. Semua itu bisa kita dapatkan dengan menelaah Firman Allah di dalam Alquran.

Uniknya, ternyata di dalam Alquran, ayat-ayat tentang hukum seringkali disandingkan dengan keimanan.

وَا عْلَمُوْۤا اَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَاَ نَّ لِلّٰهِ خُمُسَهٗ وَ لِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَا لْيَتٰمٰى وَا لْمَسٰكِيْنِ وَا بْنِ السَّبِيْلِ ۙ اِنْ كُنْتُمْ اٰمَنْتُمْ بِا للّٰهِ وَمَاۤ اَنْزَلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَا نِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعٰنِ ۗ وَا للّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin, dan ibnu sabil, (demikian) jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal 8: Ayat 41)

Ada hubungan yang sangat erat antara keimanan dengan melaksanakan hukum yang telah ditentukan.

Di ayat lain Allah Swt berfirman, 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah 1: Ayat 183)

Di samping itu, ternyata menjalankan perintah Allah, mematuhi aturan dan ketentuan-Nya adalah untuk sepenuhnya kebaikan manusia itu sendiri, bukan untuk Allah Swt.

Hal tersebut sebagaimana tergambarkan pada firman Allah,

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّا سِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَا عَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِ نَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

“Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 97)

Apakah Allah membutuhkan ibadah haji yang kita lakukan? jawabannya adalah tidak, Allah Swt tidak membutuhkan apa pun dari kita!

Selanjutnya, Alquran juga menyebutkan bahwa aturan, perintah dan larangan Allah Swt itu memiliki makna filosofisnya. Allah tidak serta merta melarang dan membolehkan manusia melakukan suatu tindakan tanpa alasan yang baik.

Semua ketetapan Allah, tentu saja hadir untuk kemaslahatan manusia. Setiap perbuatan yang Allah perintahkan, tidak lain karena di dalamnya ada kebermanfaatan. Begitu juga sebaliknya ketika Allah melarang, disana ada kerugian.

Coba simak ayat tentang larangan meminum “khomar” dan melakukan “judi”. Dua hal itu akan mendatangkan kerugian yang sangat besar bagi manusia.

Di ayat yang lain Allah pun mengatakan bahwa dua tindakan itu adalah ajakan setan,

اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ

“Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 91)

Ayat Alquran adalah petunjuk bagi kehidupan manusia. Ia bukan sekedar bacaan yang perlu dibaca dan mendapatkan pahala, namun tidak behubungan dengan kehidupan.

Sehingga ada yang berpandangan bahwa Alquran bukan kitab hukum, melainkan hanya firman-firman Allah yang tinggi dan agung.

Namun di saat yang saat yang sama kita juga menolak bahwa Alquran adalah kitab yang dapat dipahami dengan mudah oleh setiap orang, dan setiap orang bisa mengamalkan ajaran Alquran sesuai dengan pemahamannya.

Tentu tidaklah demikian. Di antara kedua pandangan itu perlu dijelaskan bahwa benar bahwa Alquran merupakan kalam (perkataan) Allah yang suci, namun ia tetap bisa dipahami oleh manusia.

Alquran adalah kalamun arabiyyun mubin (dia adalah kata-kata yang berasal dari bahasa Arab yang jelas), namun karena dia diturunkan untuk manusia di segala waktu dan ruang, di setiap zaman dan generasi, maka Alquran memuat nilai-nilai global-universal.

Jika ia dibuat secara terperinci atau spesifik, maka bisa jadi Alquran hanya berlaku pada masa tertentu dan tidak relevan lagi untuk masa-masa yang akan datang.

Sampai disini, maka perlu figur-figur manusia mulia yang mampu memahami dan menafsirkan Alquran, sehingga nilai-nilai universal itu memiliki konteksnya di setiap zaman.

Ada sosok Rasulallah Saw yang menjabarkan Alquran, menghubungkan ayat-ayatnya sehingga menjadi lebih spesifik, membuahkan hukum lewat hadis-hadis, kemudian ada para Imam Ahlul Bait, para ulama dan seterusnya.

Sekali lagi, universalitas Alquran tak membuatnya menjadi sebuah kitab yang tidak bisa dipahami, justru karena dia adalah sumber hukum yang relevan untuk setiap zaman, maka Allah jadikan Alquran memuat nilai-nilai universal itu.

Madzhab Ahlul Bait meyakini, bahwa ayat-ayat Alquran itu tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk kemudian langsung bisa dipahami oleh masyarakat umum. Melainkan kepada manusia-manusia yang memiliki ilmu dan kapasitas tertentu, seperti para Imam Ma’sumin (manusia suci).

250 tahun lamanya, para Imam dari keturunan Rasulallah mengawal Alquran, memetik hukum-hukum Allah darinya, kemudian menyampaikannya kepada manusia biasa.

Madzhab Ahlul Bait pun menolak apabila dikatakan bahwa penafsiran Alquran yang universal itu tidak mungkin bisa dipahami karena pasti akan memunculkan pemaknaan yang relatif, belum tentu benar, dan tidak ada kewajiban mengamalkan hukum yang disandarkan darinya.

Mengapa kita menolak? Sebab Alquran sendiri yang memerintahkan manusia untuk berpegang teguh padanya, menjadikannya sebagai petunjuk. Hadits Nabi pun memerintahkan hal serupa.

Jadi kesimpulannya, Alquran sebagai kitab suci, memang tidak seluruhnya mengandung hukum-hukum Allah, tapi paling tidak sebagiannya mengandung hal itu, di samping memuat hal-hal yang berkaitan dengan penciptaan, fenomena alam, sosial kemasyarakatan, kematian dan sebagainya.

Kebenaran bahwa Alquran tidak sepenuhnya memuat ayat-ayat tentang hukum tidak bisa menjadi dasar kita untuk menolaknya sebagai sumber hukum. Tapi kita bisa mengatakan bahwa Alquran adalah kita yang sebagiannya mengandung hukum-hukum Islam yang wajib kita lakukan ataupun yang harus kita tinggalkan.

Pada saat yang sama kita juga menolak anggapan bahwa Alquran adalah kitab suci yang mudah dipahami. Tidak sembarang orang bisa memahami Alquran, dibutuhkan ilmu, kebahasaan, kaidah-kaidah, juga kesucian diri.

Saya ingin mencontohkan sikap dua ulama kita yang terkenal, yakni Syahid Murtadha Muthahari dan Allamah Husei Thabathbai.

Dalam bukunya berjudul Jilbab atau Hijab. Syahid Muthahari mengupas tentang hukum menggunakan jibab bagi perempuan berdasarkan ayat-ayat Alquran dan hadits, tetapi tetap saja ia menggarisbawahi bahwa dirinya bukanlah ahli fiqih atau hukum, sehingga apa yang ia simpulkan tidak wajib diikuti sebagai suatu fatwa.

Ia hanya menegaskan bahwa itu merupakan suatu kajian dan renungan pribadinya tentang ayat serta hadits berkenaan dengan hijab bagi perempuan.

Begitu juga dengan Allamah Husein Thabathbai. Ulama yang menulis tafsir mizan, yang mendalami Alquran dengan metode yang benar dan komprehensif, saat berbicara tentang ayat-ayat hukum, maka ia selalu menggarisbawahi bahwa ia tidak sedang membuat fatwa.

Ini menunjukkan bahwa ayat-ayat hukum dalam Alquran itu di satu sisi bisa dipahami karena harus diamalkan, namun pada saat yang sama, tidak sesederhana seperti apa yang dipahami oleh masyarakat awam.

Jadi kesimpulannya, Alquran adalah sumber pertama dan utama hukum-hukum Allah Swt. Dari Alquran kita ditunjukkan tentang apa yang harus kita lakukan maupun apa yang harus kita tinggalkan.

Hal itu selaras dengan apa yang digambarkan beberapa ayat Alquran sendiri, Alquran mempredikatkan dirinya sebagai hudan lil muttaqin (petunjuk bagi orang-orang bertaqwa), kadang ia juga menyebut dirinya sebagai hudan li an-nas (petunjuk bagi umat manusia), atau dengan kata yang identik, Alquran menjelaskan dirinya sebagai nur (cahaya), siraj (pelita), busyra (kabar gembira) yang kesemuanya memiliki keterkaitan dengan makna petunjuk.

Kamis, 22 September 2022 05:16

Memahami Arti Qana’ah yang Sesungguhnya

 

Banyak orang menganggap bahwa hidup apa adanya, tanpa harus berusaha keras mendapatkan sesuatu yang lebih dari apa yang dimilikinya adalah sifat qana’ah.

Tak jarang, mereka yang memahami qana’ah seperti itu kehilangan gairah untuk mengais rezeki. Bahkan, mereka tidak lagi memetingkan urusan kehidupan dunia.

Tentu saja, itu bukanlah makna qana’ah yang benar. Qana’ah sesungguhnya adalah suatu sikap cukup atau mencukupkan dalam konteks konsumtif.

Dengan kata lain, seseorang yang memiliki sikap qana’ah tidak akan berlebihan, misalnya dalam hal makanan, pakaian maupun kendaraan. Ia akan cukup dengan sesuatu berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan.

Namun dalam konteks usaha atau produksi, tidak berlaku qana’ah. Justru seseorang dianjurkan untuk terus giat berusaha dan memperkaya diri. Sehingga dengan kekayaan tersebut ia bisa menunaikan kewajiban-kewajibannya yang lain, seperti zakat, khumus dan sedekah.

Dengan demikian, seseorang tersebut akan mendapatkan pahala berlipat ganda dari Allah Swt, karena kemampuannya berbagi pada sesama, khususnya kepada mereka yang membutuhkan pertolongan.

 

Habib Abdillah Babud mengatakan bahwa Syiah Ahlulbait Pasti Mencintai Indonesia, dan akan menjaga tanah kelahirannya. Hal itu disampaikan pada acara Arbain Imam Husain as Arbain (empat puluh hari) khaulnya Imam Husain as di Jepara, 18/09/2022.
 

“Syiah Ahlulbait Pasti Mencintai Indonesia dan akan menjaganya, sebagaimana dalam hymne Ormas Ahlulbait Indonesia,” kata Ustadz dari Jawa Timur itu di hadapan ribuan hadirin.

Acara Haul empat puluh hari cucunda Nabi itu dihadiri juga oleh ketua MUI, KH. Dr. Mashudi M, Ag dan wakil Bupati Jepara, Bambang, yang juga turut memberikan sambutan

Habib Abdillah juga menegaskan bahwa seluruh apa yang ada di negara Indonesia inj dijaga Ahlulbait dan Alquran.

“Indonesiaku, Ahlulbait menjagamu. Indonesiaku, Alquran membelamu,” lanjut Habib mengutip hymne ABI.

Acara Arbain Jepara dihadiri ribuan hadirin dari berbagai kota di jawa tengah. Acara berjalan dengan lancar dan hikdmat berkat dukungan berbagai pihak; DPD ABI Jepara, Polres Jepara dan Kodim 0179 Jepara.

Selain itu, seperti biasanya, Arbain kali ini bekerja sama dengan PMI untuk bakti sosial donor darah.

 

Menteri Luar Negeri Iran dan Qatar menjalin kontak untuk membicarakan kondisi terbaru negosiasi pencabutan sanksi di Wina.

Sheikh Mohammad Abdul Rahman Al Thani, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar dalam percakapan telpon dengan dengan Menlu Iran Hossein Amir Abdollahian hari Minggu (4/9/2022) menyampaikan pandangannya mengenai dinamika negosiasi pencabutan sanksi.

Selain itu, dibahas juga beberapa masalah konsuler yang melibatkan kedua negara.

Pada perundingan babak baru di Wina yang berpusat mengenai pencabutan sanksi terhadap Iran yang dilaksanakan pada tanggal 4 hingga 8 Agustus, beberapa usulan diajukan oleh Enrique Mora, koordinator Uni Eropa.

Pada 15 Agustus, Republik Islam Iran mempresentasikan dan mengumumkan tanggapan tertulisnya terhadap teks yang diusulkan oleh Eropa. Tehran menegaskan kelanjutan implementasi penuh JCPOA, dan optimis akan mencapai kesepakatan jika tanggapan Amerika realistis dan fleksibel.

Pada 24 Agustus, Amerika Serikat menyampaikan pandangannya kepada Uni Eropa.

Pada hari Jumat, 2 September 2022, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanani Chafi mengumumkan penyampaian komentar Republik Islam atas tanggapan AS terhadap teks rancangan perjanjian tentang kemungkinan pencabutan sanksi, dan mengatakan bahwa teks yang dikirim memiliki pendekatan konstruktif dengan tujuan menyelesaikan negosiasi.

Delegasi Republik Islam Iran menekankan urgensi mencapai kesepakatan, dan stabilitas pencabutan sanksi yang dijamin, dan suatu masalah tidak boleh menjadi pengungkit tekanan yang akan digunakan terhadap Iran di masa depan. Selain itu, pembatasan perdagangan luar negeri Iran harus dihapus,.

 

Emir Qatar dalam pidatonya di Majelis Umum PBB menekankan pencapaian kesepakatan nuklir yang adil bagi Republik Islam Iran.

Syeikh Tamim bin Hamad Al Thani, Rabu (21/9/2022) mengatakan, terkait masalah Iran, Qatar meyakini pencapaian kesepakatan yang adil.
 
"Kami percaya dengan pencapaian kesepakatan yang adil terkait program nuklir Iran, yang dengan kesepakatan itu, seluruh kekhawatiran semua pihak teratasi," imbuhnya.
 
Sehubungan dengan masalah Palestina, Emir Qatar mengatakan, Rezim Zionis Israel dengan menerapkan kebijakan memaksakan realitas-realitas rekayasa, telah mengubah aturan permainan.
 
Ia menambahkan, "Sekali lagi kami tegaskan solidaritas penuh kami terhadap rakyat Palestina saudara kami untuk mewujudkan keadilan, dan Dewan Keamanan PBB harus menjalankan tanggung jawabnya memaksa Israel mengakhiri pendudukan, dan mendirikan negara Palestina."
 
Soal Yaman, Emir Qatar menerangkan, "Kami menyaksikan ada secercah harapan dalam kesepakatan semua pihak terkait gencatan senjata di Yaman." 

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menyatakan bahwa fakta kebenaran dalam perang pertahanan suci harus sampai ke telinga generasi muda, karena banyak dari kalangan muda tidak tahu banyak mengenai peristiwa ini.

Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dalam pertemuan dengan para komandan dan pejuang di era Pertahanan Suci, hari Rabu (21/9/2022) mengatakan, "Fakta kebenaran Pertahanan Suci harus sampai ke telinga kaum muda. Generasi baru tidak tahu banyak hal. Ketika ada pembicaraan tentang pertahanan suci, kita melihat kalangan muda tidak tahu banyak,".

"Fakta-fakta yang kita perhatikan dalam pertahanan suci saat ini bukan lagi klaim, tapi kenyataan. Dulu kita mengklaim bahwa semua kekuatan dunia memerangi kita dalam perang yang dipaksakan [rezim Saddam Irak]. Kini, semua negara mengkonfirmasi masalah ini," tegasnya.

Ayatullah Khamenei menambahkan, "Serangan Irak terhadap Iran tidak terduga, arogansi global mendukung Saddam. Negara-negara arogan global membantu Saddam dalam perang yang dipaksakan tersebut,".

"Serangan negara-negara ini terhadap pemerintahan revolusioner benar-benar terjadi, karena mereka sangat marah dengan Revolusi Islam Iran. Revolusi ini melakukan hal-hal yang tidak kita sadari, tetapi arogansi global telah menyadarinya. Revolusi Islam Iran merupakan ancaman bagi imperium adidaya arogan global," papar Rahbar.

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar menilai perang yang dipaksakan Irak terhadap Iran, tahun 1980, adalah buah dari kebijakan strategi imperium sistem hegemoni global dalam permusuhan terhadap Republik Islam Iran, dan rakyatnya.

Ayatullah Sayid Ali Khamenei, Rabu (21/9/2022) menuturkan, meski Saddam Hussein yang ambisius dan gila itu mendapat dukungan total dari kekuatan-kekuatan dunia, akan tetapi perang, di bawah tiga unsur yaitu kekuatan revolusi yang meluap, kepemimpinan yang sangat efektif dari Imam Khomeini, dan karakteristik unggul serta membanggakan rakyat Iran, telah berubah dari sebuah ancaman nyata dan besar, menjadi sebuah peluang besar.

Rahbar menyebut Perang Pertahanan Suci sebagai sebuah peristiwa penuh semangat, penuh makna dan penuh manfaat untuk hari ini dan hari esok Iran. Ia juga menyinggung dokumen-dokumen perang Irak atas Iran yang dipublikasikan Barat.

"Memaksakan perang terhadap Iran, adalah reaksi alamiah kekuatan-kekuatan hegemonik dunia atas kemenangann Revolusi Islam. Kemenangan Revolusi rakyat Iran, bukan sekadar kekalahan bagi sebuah sistem boneka dan korup, atau pukulan sementara terhadap Amerika Serikat, dan imperialis, tapi ancaman bagi kekuasaan sistem hegemoni global. Kekuatan arogan Barat dan Timur, yang memahami secara mendalam ancaman ini, mendorong dan memprovokasi Saddam untuk memaksakan perang terhadap rakyat Iran," paparnya.

Ayatullah Khamenei menganggap tujuan perang yang dipaksakan terhadap Iran adalah mencegah tersebarnya pesan dan inovasi baru bangsa Iran ke bangsa-bangsa lain termasuk ketakutan AS atas perlawanan dan perjuangan terhadap penindasan dan diskriminasi global.

"Kemunculan sistem politik independen dan inspiratif, di sebuah negara yang merupakan tumpuan harapan, tempat sandaran dan objek kerakusan AS, bagi Washington dan negara-negara arogan, sama sekali tidak bisa diterima, maka dari itu setelah gerakan-gerakan gagal semacam kudeta, serangan ke Tabas, dan provokasi isu etnis, mereka melancarkan perang total terhadap rakyat Iran," jelas Rahbar.

Menurut Ayatullah Khamenei, memberikan pelajaran kepada bangsa-bangsa lain termasuk salah satu tujuan kubu imperialis dunia dengan melancarkan perang terhadap rakyat Iran.

Ia menambahkan, "Mereka ingin menutup rapat pintu perlawanan yang sudah terbuka lebar dengan menumpas rakyat Iran, akan tetapi rakyat Iran berhasil menggagalkan seluruh tujuan kubu imperialis, dan berbeda dengan bayangan musuh, rakyat Iran mampu naik, dan menciptakan banyak kesempatan."

Rahbar juga menyinggung pemanfaatan prinsip perlawanan dalam berbagai masalah politik, ekonomi dan budaya. Ia menegaskan, "Di era Perang Pertahanan Suci terbukti bahwa negara hanya akan terlindungi dari ancaman-ancaman musuh lewat jalan perlawanan." 

 

Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei di acara peringatan para pejuang Perang Pertahanan Suci menegaskan, di masa perang pertahanan suci telah terbukti bahwa perlindungan negara dan melawan ancaman musuh hanya dapat diraih melalui muqawama, bukan menyerah.

Menjelang Pekan Pertahanan Suci, sejumlah veteran perang, komandan dan pejuang Perang Pertahanan Suci serta keluarga para syuhada, Rabu (21/9/2022) pagi bertemu dengan Rahbar, Ayatullah Khamenei di Huseiniyah Imam Khomeini ra.

Ayatullah Khamenei di pertemuan ini menyebut perang yang dipaksakan ini (Perang Pertahanan Suci) adalah hasil dari pendekatan strategis kubu hegemoni dunia dalam memusuhi Republik Islam dan bangsa Iran. "Meski Saddam Husein yang haus kekuasaan dan gila kekuasaan mendapat dukungan penuh dari kekuatan besar dunia, perang di bawah tiga unsur kekuatan revolusi, pemimpin bijak seperti Imam Khomeini dan karakteristik unggul bangsa Iran, berubah dari sebuah ancaman pasti dan besar menjadi sebuah peluang besar, di mana narasi yang benar dan akurat dari bab sejarah Iran yang penuh gairah dan menggairahkan ini kepada generasi muda akan menjamin kelanjutan keberhasilan revolusi," ungkap Ayatullah Khamenei.

Faktanya perang yang dikobarkan kubu arogan dunia melalui rezim Saddam terhadap pemerintah Republik Islam Iran yang baru berdiri pada 22 September 1980 memiliki berbagai tujuan. Di antara tujuan tersebut adalah menumbangkan pemerintahan Republik Islam, disintegrasi Iran dan mencegah pengiriman pesan Revolusi Islam ke negara-negara yang didominasi.

Rahbar menilai pemaksaan perang kepada Iran sebagai respon wajar kubu hegemoni dunia atas kemenangan Revolusi Islam. Rahbar mengatakan, "Memaksakan perang terhadap Iran, adalah reaksi alamiah kekuatan-kekuatan hegemonik dunia atas kemenangann Revolusi Islam. Kemenangan Revolusi rakyat Iran, bukan sekadar kekalahan bagi sebuah sistem boneka dan korup, atau pukulan sementara terhadap Amerika Serikat, dan imperialis, tapi ancaman bagi kekuasaan sistem hegemoni global. Kekuatan arogan Barat dan Timur, yang memahami secara mendalam ancaman ini, mendorong dan memprovokasi Saddam untuk memaksakan perang terhadap rakyat Iran."

Setelah kemenangan Revolusi Islam, Iran tidak siap berperang; Institusi dan angkatan bersenjata Iran perlu diorganisir, dan musuh, yang melihat kepentingan mereka dalam bahaya, terus-menerus berusaha menciptakan kerusuhan di seluruh negeri. Setelah musuh tidak dapat mencapai tujuan mereka dengan cara ini, mereka memulai perang delapan tahun melawan Iran melalui rezim Ba'ath Irak dan terus mendukung rezim ini dengan senjata, keuangan, dan politik.

Contoh nyata dari dukungan ini dapat dilihat dalam keselarasan kekuatan Timur dan Barat yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam perang yang dipaksakan; Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang terlibat dalam Perang Dingin setelah Perang Dunia Kedua, termasuk di antara pendukung rezim Saddam dan memasukkan semua jenis senjata dan bantuan keuangan kepada rezim ini sebagai bagian dari rencana mereka.

Meskipun demikian, rakyat Iran, di bawah kepemimpinan Imam Khomeini ra dan dengan perlawanan yang penuh iman, tidak hanya mengalahkan musuh-musuh mereka, tetapi juga meninggalkan prestasi unik dalam bentuk budaya perlawanan, yang merupakan teladan abadi bagi bangsa Iran dan umat Islam di bidang mempertahankan nilai-nilai dan menghadapi ancaman musuh.

Capaian lain dari Perang Pertahanan Suci adalah membuktikan kekuatan Republik Islam Iran kepada dunia, karena setelah pernagini, musuh mengakui bahwa pemerintahan Islam Iran tidak dapat digulingkan dengan serangan militer.

Strategi pertahanan, swasembada dan pertahanan pribumi dalam industri pertahanan juga antara lain pencapaian Perang Pertahanan Suci; Kini, Republik Islam Iran berada pada level pertahanan dalam hal kekuatan pertahanan karena kemajuan produksi berbagai jenis senjata, termasuk rudal dan drone, dan selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, juga merupakan pengekspor peralatan militer.

Rahbar terkait hal ini mengatakan, "Berkat rahmat ilahi, hari ini Iran telah mencapai level pencegahan dalam hal pertahanan, dan tidak ada kekhawatiran dalam hal ancaman eksternal, dan musuh mengetahui hal ini dengan sangat baik."

 

Presiden Republik Islam Iran menekankan penegakan keadilan di dunia dan mengatakan, Iran percaya pada nasib bersama umat manusia, dan mendukung globalisasi keadilan.

Sayid Ebrahim Raisi, Rabu (21/9/2022) menyampaikan pidato di Majelis Umum PBB ke-77 di markas PBB di New York, Amerika Serikat.

Dalam pidatonya, Raisi menekankan tekad Iran menegakan keadilan sebagai anugerah Tuhan, yang diberikan kepada seluruh umat manusia.

"Timbunan ketidakadilan menyebabkan gerakan masyarakat, dan di sebagian besar gerakan itu tidak sampai pada kedewasaan revolusi, dan sebagian besar revolusi menyimpang dari jalan aslinya, tapi keberhasilan sejumlah revolusi seperti di Iran, dalam kelanjutan substansi Revolusi Islam, dengan sendirinya menghidupkan harapan atas penegakan keadilan di hati masyarakat dunia, dan menjaganya," papar Raisi.

Ia menambahkan, Revolusi Islam Iran adalah gerakan rakyat Iran ke arah kebenaran yang meski diterpa berbagai fitnah, tetap menjaga kemuliaan cita-citanya. 

 

Sekjen Hizbullah Lebanon dalam ceramahnya memperingati Arbain Imam Hussein as mengatakan, percaya pada jaminan Amerika Serikat sama saja dengan membawa anggota keluarga ke tempat pembantaian.

Sayid Hassan Nasrullah, Sabtu (17/9/2022) di awal ceramahnya menyebut pelajaran paling berharga dari Arbain adalah sikap Imam Ali Zainal Abidin dan Sayidah Zainab di hadapan Yazid yang menunjukan bahwa musibah dan kondisi sulit, sesulit apa pun, tidak bisa memperlemah dan membuat seorang mukmin menyerah.
 
Pada saat yang sama, Nasrullah menilai pawai jalan kaki Arbain di Irak yang diikuti jutaan orang layaknya sebuah mukjizat, dan seluruh konspirasi termasuk bom mobil, tidak mampu mencegahnya.
 
Di sisi lain, Sekjen Hizbullah menegaskan bahwa jaminan-jaminan AS tidak pernah membantu orang-orang Lebanon atau Palestina dalam kejahatan Sabra dan Shatila. Rakyat Palestina saat ini sampai pada kesimpulan pasti bahwa perundingan tidak membuahkan hasil apa pun, dan satu-satunya opsi yang tersisa bagi mereka adalah perlawanan.
 
"Siapa pun yang menerima jaminan-jaminan AS, layaknya orang yang menerima laki-laki, perempuan dan anak-anak mereka untuk disembelih di tempat pembantaian," tegasnya. 
 
Di bagian lain ceramahnya, Sayid Hassan Nasrullah menyinggung masalah ladang gas Karish, dan gangguan yang dilakukan Rezim Zionis terhadap perairan Lebanon.
 
Menurutnya, perlawanan adalah satu-satunya jalan untuk merebut hak, dan hal ini tidak bisa diraih dengan cara mengemis.