Instabilitas dan Perang Kuasa di Libya

Rate this item
(0 votes)

Situasi dan kondisi Libya yang bergolak hingga kini semakin mengkhawatirkan.

 

Berlanjutnya protes massal, penculikan dan aksi teror menjadi fenomena sehari-hari.

 

Selama beberapa hari terakhir di sejumlah kota penting seperti Tripoli dan Benghazi terjadi pembangkangan massal terhadap Kongres Nasional.

 

Pada hari Jumat (11/4), para demonstran yang marah terhadap kebijakan pemerintah interim, menutup terminal minyak Zawiya di Libya barat. Para analis menilai penutupan kilang minyak dengan produksi 120.000 barel per hari itu akan semakin memperburuk masalah Libya dalam menyelesaikan protes yang mengganggu ekspor minyaknya.

 

Gelombang protes ini terjadi hanya beberapa hari setelah pemerintah Libya menyerahkan kontrol dua port minyak di wilayah timur kepada militer di bawah kesepakatan untuk mengakhiri krisis selama berbulan-bulan.

 

Sehari kemudian, dewan kota Benghazi menggelar sidang untuk mencari solusi mengatasi krisis yang menimpa negara kaya minyak tersebut. Pertemuan yang dihadiri para kepala adat dan sejumlah pemimpin partai politik diharapkan bisa mengakhiri gelombang protes di kota penting Libya itu.

 

Kini, Benghazi yang terletak di wilayah timur menjadi pusat kekerasan di Libya. Kelompok bersenjata dan sejumlah pemimpin suku yang didukung paramiliter membentuk pemerintahan otonomi selama beberapa bulan lalu. Pemerintahan tersebut berupaya menyaingi Tripoli yang merupakan pemerintah pusat Libya. Pemerintah otonomi Benghazi menguasai cadangan minyak wilayah timur yang sangat besar.

 

Aksi paramiliter menutup anjungan pipa minyak di wilayah timur tentunya menciptakan krisis besar bagi pemerintahan pusat Libya. Mereka mengambil tindakan tersebut demi menekan pemerintah Tripoli supaya mengikuti dikte Benghazi.

 

Tidak hanya itu, paramiliter juga menutup anjungan pipa minyak lepas pantai di wilayah barat. Selama beberapa waktu, anjungan pipa minyak kota Zawiya di Libya barat ditutup, yang berakhir buruk bagi tanker minyak yang terdapat di Zawiya.

 

Pemerintah transisi Libya mengecam berbagai aksi massal yang dilakukan politisi, kepala adat dan paramiliter di daerah. Tripoli menyerukan kepada seluruh warga kota  Zawiya untuk mendukung pasukan keamanan mengembalikan stabilitas kota kaya minyak itu.

 

Tapi di sisi lain pihak oposisi Tripoli melancarkan reaksi untuk menggagalkan upaya pemerintah pusat dengan mengerahkan massa melalui berbagai aksi protes seperti unjuk rasa dan pemogokan. Mereka juga mendesak digelarnya pemilu legislatif dan presiden dalam waktu dekat.

 

Sejatinya, masa tugas Kongres Nasional telah berakhir 7 Februari lalu. Namun Kongres Nasional memperpanjang masa tugasnya hingga Desember 2014. Langkah tersebut memicu protes dari kelompok oposisi yang didukung sebagian masyarakat.

 

Tampaknya, rakyat dan sejumlah kubu politik Libya berkeyakinan bahwa kinerja Kongres Nasional harus berakhir dan segera digelar pemilu parlemen. Meskipun Kongres Nasional dua bulan lalu menyetujui digelarnya pemilu dini, tapi tidak jelas kapan waktu pelaksanaannya.

 

Kini, perang perebutan kekuasaan di Libya semakin memanas, dan para penguasa Libya pun ini tidak bersedia melepaskan kursi kekuasaan yang didudukinya saat ini.

Read 1713 times