Halusinasi serangan terhadap Republik Islam Iran memaksa para petinggi rezim Zionis Israel selama waktu perundingan nuklir antara Tehran dan Kelompok 5+1 dikoridor kesepakatan komprehensif mengakui bahwa mereka sekitar tiga tahun lalu berangan-angan menyerang Iran.
Menteri peperangan Israel kala itu, Ehud Barak membongkar hal ini dan mengungkapkan bahwa antara tahun 2010 dan 2012 dan di tiga isu Israel sepertinya bersiap menyerang instalasi nuklir Iran. Statemen Barak menunjukkan bahwa di tahun 2010, Israel berencana menyerang Iran, namun Gabi Ashkenazi, kepala staf militer gabungan Israel saat itu menentang rencana tersebut. Ia menagtakan, rencana seperti ini tidak dapat dilaksanakan.
Rencana serupa di tahun 2011 juga ditentang oleh Moshe Yaalon dan Yuval Steinitz serta kembali ditangguhkan. Adapun rencana serangan ke Iran yang sedianya dilancarkan pada tahun 2012, lagi-lagi gagal karena berbarengan dengan manuver gabungan militer AS-Israel, dengan dalih Tel Aviv tidak ingin menyeret Washington ke arah pertikaian. Dengan demikian secara praktis rencana serangan Israel ke Iran mangkrak dan didokumenkan.
Pasca perilisan statemen Ehud Barak di kanal dua televisi Israel, bermunculan nama-nama elit Israel yang menentang serangan ke Iran seperti Meir Dagan, ketua Mossad saat itu dan menteri senior seperti Dan Meridor dan Eli Yishai.
Kanal 10 televisi Israel pada April 2013 di acaranya mengakui bahwa perdana menteri Israel dalam sebuah instruksi praktisnya kepada Moshe Yaalon, menteri peperangan meminta militer untuk mempersiapkan diri atas kemungkinan perang di tahun tersebut. Terkait hal ini, Leon Panetta, menteri pertahanan AS saat itu bahkan telah memprediksikan tanggal serangan Israel ke Iran dan menandaskan, serangan tersebut mungkin dilancarkan atara musim semi dan panas tahun 2013. Namun saat itu, ketika Benyamin Netanyahu berkunjung ke AS untuk bertemu dengan Presiden Barack Obama, dikatakan bahwa prioritas utama pemerintah Amerika adalah mencegah segala bentuk tensi.
Setelah pertemuan tersebut, Obama diwawancarai televisi NBC dan menekankan bahwa Israel tidak memiliki agenda menyerang Republik Islam Iran. Sementara itu, Netanyahu di sidang kabinetnya yang juga dihadiri para jenderal militer rezim ilegal ini telah melarang jajarannya merilis statemen terkait agresi ke Iran.
Kini statemen Ehud Barak, mantan menteri peperangan Israel terkait rencana gagal Tel Aviv menyerang Iran telah membangkitkan kemarahan para pemimpin rezim Zionis. Sejumlah elit politik mengungkapkan bahwa sepertinya Barak ingin memperkokoh posisi politiknya dengan merilis statemen seperti ini, namun terlepas dari motif dalam masalah ini dan reaksi internal di rezim Zionis, statemen ini memuat sejumlah poin yang patut untuk direnungkan.
Poin pertama adalah rezim Zionis sumber peperangan dan ancaman terhadap negara-negara kawasan. Kedua, Israel dengan menghidupkan kembali iklim perang syaraf dan ancaman agresi militer terhadap Iran berupaya merusak proses pelaksanaan kesepakatan nuklir melalui strategi usangnya dengan memelihara iklim peperangan dan ancaman.
Poin lain adalah mengingat propagada politik, harus diakui akan realita ini bahwa petinggi rezim Zionis menyadari bahwa kedunguan seperti ini memerlukan pengorbanan besar dan sulit untuk ditebus nantinya. Namun dengan sikapnya yang mengumbar statemen miring berbau ancaman agresi ke Iran, mereka berusaha memanfaatkan iklim politik dan melakukan pemerasan.