Krisis Imigran dan Kesepakatan Schengen

Rate this item
(0 votes)
Krisis Imigran dan Kesepakatan Schengen

Krisis imigran telah mengundang keprihatinan para pemimpin Eropa. Krisis itu bisa mengancam kesepakatan bebas visa di zona Schengen jika Uni Eropa tidak dapat memecahkannya. Di sisi lain, Inggris ingin keluar dari Uni Eropa karena perselisihan terkait buruh migran di samping masalah-masalah lain.

Dalam hal ini, Perdana Menteri Italia Matteo Renzi dalam satu komentarnya mengatakan Uni Eropa terancam bubar. Dia menegaskan bahwa Eropa modern kini menghadapi ujian sulit dalam menyelesaikan krisis pengungsi dan sekarang menyaksikan era yang paling sulit dalam sejarah Eropa.

Renzi juga memperingatkan tentang upaya-upaya untuk menghapus zona Schengen dan Uni Eropa. "Italia berjanji akan berusaha untuk mencegah bubarnya kesepakatan Schengen dan persatuan Eropa," tegasnya.

Agenda utama kunjungan Presiden Dewan Eropa Donald Tusk ke Inggris pada Ahad lalu, juga untuk membahas masalah pengungsi. Namun, pemerintah konservatif Inggris justru lebih mengkhawatirkan gelombang kedatangan buruh migran dari negara-negara lain Eropa, khususnya dari wilayah Eropa Timur seperti Polandia.

Pemerintah Inggri ingin mengubah sistem pembayaran kesejahteraan buruh migran dari negara-negara Eropa dan ini merupakan salah satu tuntutan London dalam negosiasi ulang dengan Uni Eropa. London ingin agar para buruh migran yang memasuki Inggris harus menunggu empat tahun untuk memperoleh dana kesejahteraan.

Brussels menerima tuntutan tersebut dengan catatan London harus bisa membuktikan bahwa mereka sedang dalam masalah keuangan serius dan tidak mampu melakukan pembayaran seperti itu.

Masalah pengungsi tampaknya telah menjadi tantangan besar bagi Uni Eropa, mereka menghadapi gelombang pengungsi dari luar wilayah Eropa dan juga pergerakan buruh migran dari negara-negara miskin di Eropa Timur menuju ke wilayah Eropa Barat terutama Inggris.

Krisis pengungsi mendorong sejumlah negara anggota kesepakatan Schengen untuk menangguhkan pelaksanaan perjanjian itu dan mereka memperketat kontrol perbatasannya. Kebijakan itu diambil untuk menghalau arus pengungsi ke negara-negara Eropa dan juga meningkatnya keprihatinan pemerintah Eropa tentang potensi penyusupan anasir teroris di zona Schengen.

Karena adanya hubungan antara peningkatan ancaman terorisme dan arus pengungsi ke negara-negara Eropa, para pemimpin Eropa sekarang berselisih tentang cara menangani pengungsi dan perang melawan terorisme.

Situasi ini membuat masa depan kesepakatan Schengen sebagai salah satu simbol persatuan di Uni Eropa terancam bubar. Sebab, salah satu cara memerangi teroris adalah meningkatkan kontrol terhadap perbatasan dan mengawasi orang-orang yang bergerak di wilayah Eropa.

Kanselir Jerman Angela Merkel juga menyeru semua negara Uni Eropa untuk melindungi perbatasan mereka dengan lebih baik. Ia menilai hal itu penting dilakukan karena alasan keamanan. Merkel memperingatkan bahwa kegagalan kesepakatan Schengen dan penutupan perbatasan nasional di Eropa akan membawa dampak negatif bagi seluruh Uni Eropa.

Tuntutan Inggris untuk membatasi arus buruh migran dari negara-negara lain Eropa juga sama seperti penolakan terhadap beberapa prinsip dasar Uni Eropa, termasuk pergerakan bebas manusia dan penghapusan diskriminasi di antara warga Eropa. Jika tuntutan ini diterima, Uni Eropa sendiri berarti sedang melanggar prinsip-prinsip utama pembentuk organisasi itu.

Eropa secara umum sedang menghadapi dua tantangan besar, tapi saling terkait yakni krisis pengungsi dan ancaman terorisme serta tuntutan Inggris dan ancaman negara itu untuk keluar dari Uni Eropa.

Read 1700 times