Filipina dan Rusia terus meningkatkan kerja sama di bidang militer. Salah satu bentuk nyatanya adalah bersandarnya tiga kapal perang Rusia di pelabuhan Manila, ibu kota Filipina.
Dilaporkan, kapal perang milik Rusia ini mengangkut persenjataan, termasuk di dalamnya lima ribu pucuk senjata, kendaraan militer, dan 20 truk yang dibeli oleh pemerintah Filipina dari Rusia. Pemerintah Manila membeli senjata dari Rusia di saat Filipina selama ini menjadi sekutu strategis AS di kawasan Asia Tenggara, dan Washington berupaya untuk memperkuat pangkalan militernya di Filipina. Meskipun demikian, pemerintah Manila berkeyakinan bahwa AS hanya menjadikan negara ini sebagai kamp militernya.
Hingga kini, Gedung Putih tidak banyak membantu Filipina dalam menghadapi kelompok-kelompok teroris dan milisi separatis seperti Maoisme. Oleh karena itu Presiden Filipina, Rodrigo Duterte dalam kunjungan resminya ke Moskow pada 24 Mei lalu menunjukkan kepada AS bahwa pemerintahannya menjalin hubungan yang berimbang antara Timur dan Barat. Statemen Duterte di Moskow yang menyebut Rusia sebagai mitra terpercaya bagi Manila, menunjukkan negaranya siap untuk meningkatkan hubungan dengan Filipina.
Sementara itu, Rusia juga memanfaatkan setiap keadaan untuk memperbesar pengaruhnya, terutama di negara yang selama ini menjadi sekutu tradisional AS seperti Filipina. Selain itu, Rusia mengincar perluasan pasar industri senjatanya.
Dimitry S, analis politik AS mengatakan, Sanksi Barat terhadap Rusia menyebabkan Moskow meningkatkan hubungan dengan Cina dan negara-negara kawasan Asia Tenggara.
Dengan mempertimbangkan posisi Filipina yang saat ini sedang disibukkan dengan perang menumpas kelompok teroris Daesh di Marawi dan milisi separatis Maoisme, bantuan persenjataan Rusia terhadap Filipina menjadi bagian dari dukungan Moskow terhadap penumpasan terorisme di Filipina. Bahkan, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov baru-baru ini menyatakan bahwa pemerintah Rusia siap bekerja sama dengan negara-negara kawasan Asia Tenggara, terutama dalam perang menghadapi terorisme di zona laut yang mengancam keamanan seluruh kawasan.
Analis militer Rusia, Eduard Mikhailov menjelaskan, Moskow berharap di masa mendatang akan berlangsung manuver militer lebih besar di kawasan timur dan selatan Asia, yang tidak hanya melibatkan Rusia dan Filipina saja, tapi juga Malaysia dan Cina.
Bersandarnya kapal parang Rusia di pelabuhan Manila menunjukkan antusiasme Moskow untuk membantu Filipina dalam perang menghadapi terorisme dan perompak laut yang beroperasi di kawasan.
Sejatinya, kebijakan pemerintah Manila dalam meningkatkan kerja sama militer dengan Rusia mengindikasikan sikap baru Filipina yang lebih independen di bidang militer, sekaligus menunjukkan ketidakpuasannya dalam kerja sama dengan AS. Sebab, hasil dari kerja sama tersebut justru memperburuk kondisi keamanan dan militer Filipina, dan meningkatnya kerusakan akibat kehadiran militer AS di negara kawasan Asia Tenggara itu.