Terisolasinya AS di DK-PBB

Rate this item
(0 votes)
Terisolasinya AS di DK-PBB

Upaya Amerika Serikat untuk mendesak Dewan Keamanan PBB (DK-PBB) guna mengambil sikap terkait dengan kerusuhan di Republik Islam Iran justru berakhir dengan terisolasinya Negeri Paman Sam tersebut.

Mayoritas anggota DK-PBB menolak tuntutan AS untuk membahas transformasi terbaru di Republik Islam. Menurut mereka, DK-PBB tidak memiliki yurisdiksi dalam menangani isu kerusuhan terbaru di Iran.

Masing-masing negara itu dengan istilah yang kurang lebih serupa mengumumkan bahwa kerusuhan terbaru di Republik Islam tidak membahayakan perdamaian dan keamanan dunia. Oleh sebab itu, DK-PBB tidak memiliki kompetensi untuk menangani masalah tersebut.

Perwakilan AS dan Rusia berdebat mengenai Iran dalam sidang DK-PBB yang digelar pada Jumat, 5 Januari 2018. Nikki Haley, Duta Besar AS untuk PBB menegaskan bahwa kerusuhan di Iran bisa meningkat menjadi konflik besar sehingga DK-PBB harus mengambil sikap terkait hal ini. Namun, Rusia menentang upaya AS tersebut dengan beralasan bahwa aksi-aksi protes di Iran tidak menimbulkan ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional.

Vassily Nebenzia, Dubes  Rusia untuk PBB menyebut upaya terbaru AS untuk mencampuri urusan dalam negeri Iran sebagai tindakan yang konyol. Ia mengatakan, kami menyesalkan jatuhnya korban jiwa dalam unjuk rasa baru di Iran, namun biarkan negara itu mengurus masalahnya sendiri.

Menurut Nebenzia, jika memang seperti itu, DK-PBB seharusnya juga membahas kerusuhan 2014 di Ferguson, Missouri terkait penembakan remaja berkulit hitam oleh polisi AS. Ia mengatakan, berdasarkan logika Haley, pasca serangan polisi AS terhadap para demonstran di kota Ferguson atau setelah tindakan kekerasan terhadap para pendukung Gerakan Wall Steet di Amerika, DK-PBB seharusnya menggelar pertemuan serupa.

Sementara itu, Cina juga menyebut sidang DK-PBB tersebut sebagai campur tangan dalam urusan dalam negeri Iran. Adapun Inggris dan Perancis menekankan bahwa Iran harus menghormati hak-hak para demonstran. Namun Dubes Perancis Francois Delattre mengatakan "peristiwa dalam beberapa hari terakhir tidak menimbulkan ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional."

Gholamali Khoshroo, Dubes Iran untuk PBB mengecam sidang tersebut dan menyebutnya sebagai "lelucon" dan "buang-buang waktu". Menurutnya, DK PBB harusnya fokus untuk menangani konflik Israel-Palestina ataupun perang di Yaman

Dalam sepekan lalu, pemerintah AS di level politik tertinggi yaitu oleh Presiden Donald Trump sendiri, mendukung para perusuh di Iran yang melakukan kekerasan dan kejahatan dengan cara merusak dan membakar sarana publik di negara ini sehingga menimbulkan korban jiwa.

Trump dalam tweet-tweetnya yang berulang mengumumumkan dukungan penuh AS kepada para perusuh. Ia mengklaim bahwa dunia sedang menyaksikan perisitwa di Iran. Perkembangan yang terjadi dalam pertemuan DK-PBB menunjukkan bahwa dunia tidak setuju dengan intervensi nyata AS dan sejumlah sekutunya politik-militernya di kawasan Asia Barat dalam urusan internal Iran.

Menyusul peristiwa tersebut, muncul perbedaan pandangan antara AS dan negara-negara Eropa. Richard N. Haass, Ketua Dewan Hubungan Luar Negeri AS mengatakan, kini telah tercipta celah yang mengkhawatirkan antara dua sisi Samudra Atlantik (Eropa dan Amerika) mengenai Iran.

Menurutnya, selama transformasi baru di Iran berlanjut, pemerintah Trump harus menempatkan isu nuklir sebagai prioritas selanjutnya dan menghindari segala bentuk langkah untuk perundingan ulang tentang kesepakatan nuklir JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama).

Perbedaan pandangan itu muncul disebabkan Eropa menekankan kelanjutan pelaksanaan perjanjian nuklir JCPOA dengan Iran dan kelanjutan kerjasama dengan negara ini, namun AS tidak demikian. Selain berusaha menghancurkan JCPOA dengan dalih kerusuhan terbaru di Iran, pemerintah Trump juga menyiapkan intervensi politik-militer di negara tersebut.

Upaya AS tersebut pastinya akan gagal seperti halnya keputusan Trump yang mengakui al-Quds sebagai ibukota rezim Zionis Israel, dimana masyarakat internasional dengan tegas menolak keputusan tersebut.

Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran dalam tweetnya menulis, "DK-PBB menolak usaha AS untuk membajak mandatnya. Mayoritas menekankan perlunya untuk sepenuhnya melaksanakan JCPOA dan menahan diri untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri orang lain. Ini adalah blunder lain yang dibuat oleh Trump." (RA)

Read 1598 times