Empat bom siap ledak itu diamankan tim Detasemen Khusus 88 Antiteror di Gelanggang Mahasiswa Universitas Riau (Unri), Jalan HR Soebrantas, Kecamatan Tampan, Pekanbaru, Riau. Tiga orang alumni Unri ikut ditahan dalam penggerebekan terkait terorisme pada Sabtu siang pekan lalu itu.
Kabar ini mengagetkan. Selain berada di dalam kampus, lokasi penemuan bom hanya sepelemparan batu dari gedung Rektorat Universitas Riau. Sulit dibayangkan ada terduga teroris yang begitu mudahnya keluar masuk kampus, menenteng bom yang konon untuk diledakkan di Gedung DPR Jakarta dan kantor wakil rakyat di Pekanbaru itu.
"Ini merupakan kasus pertama di Indonesia, bahwa sebuah kampus digunakan sebagai save house terorisme. Ini menyalakan alarm, sirena tanda bahaya bahwa kelompok terorisme sekarang mencari cara-cara baru untuk mengelabui deteksi aparat intelijen," ujar pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridwan Habib saat dihubungi Liputan6.com, Senin (4/6/2018).
Dia mengatakan, kalau dahulu aparat intelijen umumnya memantau tempat kos atau kontrakan mahasiswa di gang-gang sempit. Namun, mereka yang diincar menyiasatinya dengan cara berpindah-pindah domisili.
"Karena itu Densus 88 luar biasa menurut saya. Bayangkan kalau itu tidak bisa terungkap, bom sudah siap pakai dan jaraknya hanya 150 meter dari gedung Rektorat Unri. Kalau itu meledak dalam proses membawa saja bisa menimbulkan korban jiwa yang banyak dari kalangan mahasiswa," tegas Ridwan.
Sementara, temuan aparat bisa dijadikan sinyal bagi Kampus Unri untuk segera menyigi kembali kegiatan mahasiswa yang ada di kampus. Pemerintah dan pengelola kampus berbagai universitas baik negeri maupun swasta jangan sampai membebaskan kegiatan kemahasiswaan tanpa batas.
"Dulu mahasiswa bisa 24 jam berada di kampus, tetapi ada beberapa kampus yang telah menerapkan sekarang pukul 18.00 WIB aktivitas mahasiswa harus selesai. Kami di Universitas Indonesia juga begitu. Di Jogja saya dengar juga seperti itu, satpam atau sekuriti kampus memiliki semacam kewenangan untuk mengontrol mahasiswa, tapi bukan kemudian mencurigai," jelas Ridwan.
Untuk kasus di Kampus Unri, dia mengaku heran karena alumni ternyata bisa bebas berkeliaran di dalam kampus. Apalagi, seharusnya di setiap kegiatan kemahasiswaan ada pembina atau penanggung jawab yang mengawasi.
"Tidak semua alumni sebenarnya bisa masuk kampus, ada beberapa yang sangat ketat. Ini yang harus diperbaiki. Pihak rektorat perlu mengundang teman-teman gerakan mahasiswa di dalam kampus, terutama gerakan mahasiswa Islam. Sebab, radikalisme dalam konteks mempelajari agama itu baik, tapi kalau radikalisme berujung pada tindakan kekerasan itu yang salah," ujar Ridwan.
Hal senada diungkapkan Ketua DPR Bambang Soesatyo. Menurut dia, kinerja aparat harus diapresiasi karena berhasil mengungkap rencana jahat yang disiapkan dari dalam kampus. Bukan urusan mudah mendeteksi rencana pelaku karena berada di lingkungan pendidikan.
"Saya memuji langkah Densus 88 yang berhasil menangkap tiga orang terduga terorisme di lingkungan kampus Universitas Riau. Namun, saya kaget karena terduga teroris itu ternyata memiliki motif ingin menyerang Gedung DPR dan DPRD Riau," kata pria yang karib disapa Bamsoet itu kepada Liputan6.com di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin petang.
Dia pun mendesak para rektor mengarahkan para mahasiswa di perguruan tinggi yang mereka pimpin untuk mengikuti kegiatan kemahasiswaan yang positif. Selain itu, Bamsoet juga meminta Badan Intelijen Negara (BIN) menggencarkan penyelidikan di kampus-kampus yang diduga terpapar radikalisme.
"Agar jaringan terorisme segera ditemukan dan diberantas. Polri juga harus terus meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap para terduga teroris, termasuk di lingkungan kampus atau pendidikan."
Terkait dengan rencana terduga teroris yang akan meledakkan bom di gedung DPR, Bamsoet mengaku tidak yakin terkait hal tersebut. Namun dirinya tetap mengimbau seluruh pihak di lingkungan MPR/DPR, untuk selalu mewaspadai segala bentuk ancaman di wilayah wakil rakyat bertugas.
"Saya tidak terlalu yakin betul (bom diletakkan di DPR), tapi bagi kita, harus diwaspadai ancaman sekecil apa pun, karena jangan sampai (aksi radikal) itu terjadi di gedung ini," tegas Bamsoet.
Yang jelas, bagi dia penangkapan terduga teroris ini sekaligus memperkuat penelitian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menunjukkan tingginya paparan radikalisme di kalangan mahasiswa di sejumlah kampus.
"Kampus seharusnya menjadi tempat bagi para intelektual menghasilkan pemikiran untuk kemajuan bangsa dan negara, tapi justru dimanfaatkan untuk terduga terorisme, yang dapat mengancam keselamatan, keamanan, dan persatuan bangsa," ujar dia.
Lantas, benarkah kampus telah dijadikan sarang radikalisme di Indonesia? Kampus mana saja?
Indikasi bahwa teroris juga ada yang berasal dari kampus sudah lama ditengarai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Bahkan, paham radikal dan terorisme itu sudah menyusup ke dalam kampus ternama di Indonesia.
"Saya katakan harus bangga karena Presiden pertama dari ITB Bandung. Namun, harus juga mawas diri karena teroris juga ada yang barasal dari ITB Bandung," ujar Kepala BNPT Suhardi Alius di Kampus Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat, Jumat 2 Februari 2018 lalu.
Dia mengatakan, lingkungan kampus tidak luput dari virus radikalisme. Kesimpulan itu berdasarkan hasil penelitian BNPT. "Hasil identifikasi beberapa kampus mahasiswanya telah tersusupi oleh paham radikal dan terorisme," kata Suhardi.
Selain mahasiswa, beberapa dosen juga terindikasi mengajarkan radikalisme ke mahasiswanya. Ia menuturkan, beberapa waktu lalu ada pemilihan rektor di sebuah kampus. Namun, setelah diteliti ternyata calon rektor tersebut diidentifikasi menjadi simpatisan kelompok radikal.
"Dengan kejadian itu maka kami segera ambil tindakan dengan memberikan bukti bahwa tidak bisa kita biarkan orang yang telah terindikasi radikal menjadi rektor," tegas Suhardi.
Data yang lebih konkret dipaparkan Direktur Pencegahan BNPT Hamli yang mengatakan hampir semua perguruan tinggi negeri (PTN) sudah terpapar paham radikalisme.
"PTN itu menurut saya sudah hampir kena semua (paham radikalisme), dari Jakarta ke Jawa Timur itu sudah hampir kena semua, tapi tebal-tipisnya bervariasi," kata Hamli dalam sebuah diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat 25 Mei 2018.
Dia membeberkan, Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip), hingga Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Brawijaya (UB) sudah disusupi paham radikal.