Konferensi Internasional Persatuan Islam ke-33 digelar di Tehran, ibu kota Republik Islam Iran, yang dimulai sejak hari Kamis, tanggal 23-25 Aban 1398 HS bertepatan dengan 14-16 November 2019. Konferensi tahunan yang diprakarsai Republik Islam Iran ini mengusung tema "Persatuan Umat Islam untuk Membela Masjid al-Aqsa". Konferensi ini dihadiri ulama, tokoh politik, cendekiawan dan akademisi dari 90 negara dunia.
Konferensi Internasional Persatuan Islam ke-33 diselenggarakan bersamaan dengan kelahiran Rasulullah Saw dan cucunya, Imam Shadiq as, sekaligus peringatan Pekan Persatuan dengan tema "Persatuan Umat Islam untuk Membela Masjid al-Aqsa" yang dihadiri ulama, tokoh politik, cendekiawan dan akademisi dari 90 negara.
Pada hari Jumat, 15 November 2019, para peserta konferensi bertemu dengan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar Ayatullah al-Udzma Said Ali Khamenei dan selain itu ada sejumlah acara lain seperti kembali menyatakan komitmen dengan pendiri Republik Islam Iran, Imam Khomeini ra, pemberian penghargaan kepada para tokoh di bidang pendekatan antarmazhab, peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad Saw dan pameran karya-karya seni pendekatan antarmazhab termasuk sebagian dari kegiatan Konferensi Internasional Persatuan Islam ke-33. Dalam acara penting internasional ini, sekitar 400 ilmuan dari 90 negara yang berpartisipasi dalam konferensi yang membahas itu-isu penting dunia Islam, terutama Palestina.
Islam sangat menekankan solidaritas dan persatuan dari para pengikutnya. Dari satu sisi, al-Quran menyeru mereka untuk berpegang teguh dengan tali hidayah ilahi dan menyampaikan panggilan "Wa'tashimuu Bihablillahi Jami'an", di sisi lain melarang umat Islam mencerai-beraikan tali cinta dan kasih sayang di antara mereka dan berfirman, "Wa Laa Tafarraquu", jangan berpisah menjadi berpuak-puak. Berdasarkan firman Allah ini, keberlangsungan agama tidak dapat dirusak dengan perselisihan, dan hanya persatuan yang dapat menyampaikan umat Islam di dunia ke tujuannya.
Acara Konferensi Internasional Persatuan Islam ke-33 dibuka dengan pidato Hassan Rouhani, Presiden Republik Islam Iran yang diselenggarakan di Gedung KTT Tehran. Presiden Rouhani dalam acara ini menekankan bahwa salah bila kita menjadikan musuh sebagai teman. Rouhani mengatakan, "Generasi muda harus memahami bahwa Amerika Serikat tidak pernah menjadi sahabat bangsa-bangsa kawasan dan umat Islam. Sementara masalah regional harus diselesaikan oleh rakyat dan negara-negara kawasan. Karena pihak lain tidak dapat menyelesaikan masalah ini, bahkan mereka selalu memunculkan masalah."
Sekjen Forum Internasional Pendekatan Antar-Mazhab Islam, Ayatullah Mohsen Araki menjadi salah satu pembicara kunci konferensi ini. Ayatullah Araki di awal pembicaraannya menyampaikan rasa terima kasih kepada Pemimpin Besar Revolusi Islam sebagai pribadi yang mengibarkan bendera pendekatan dan persatuan, kemudian menyampaikan terima kasih kepada presiden Iran yang hadir dalam acara ini lalu mengatakan, "Hari ini, poros Muqawama semakin kuat dibandingkan waktu sebelumnya dan telah benar-benar memberikan kekuatan kepada poros ini di seluruh kawasan. Salah satu warisan dari kemenangan front Muqawama adalah semakin meluasnya pesan persatuan di dunia Islam dan semakin tersisihnya kelompok Takfiri. Hari ini, dengan penuh kegembiraan kita mengumumkan bahwa wacana persatuan telah mendominasi dan lebih populer di seluruh dunia Islam."
Sheikh Isa Qasim, Pemimpin Syiah Bahrain menjadi pembicara berikutnya dalam konferensi ini. Sheik Isa Qasim mengatakan, "Kembali pada persatuan kita. Ketika kalian kembali pada persatuan, seluruh dunia akan hidup, kalau tidak, bumi akan mati dan kehidupan seperti di lembah. Umat Islam hari ini sedang menghadapi ujian berat dalam agamanya dan menghadapi ujian yang terus-menerus. Sikap umat Islam terkait masalah Palestina dan Masjid al-Aqsa adalah ujian berat yang dapat mengembalikan umat ini pada perpecahan atau persatuan Islam."
Konferensi Internasional Persatuan Islam Ke-33
Di sela-sela penyelenggaran konferensi persatuan, para cendekiawan dan ulama dunia Islam melakukan pertemuan dengan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran. Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam pertemuan ini menyampaikan selamat atas kelahiran Nabi Muhammad Saw dan Imam Jakfar Shadiq as, dan setelah itu menyebut Nabi Muhammad Saw sebagai "Manifestasi al-Quran", "Makhluk Allah terbaik dan paling agung" dan "Cahaya, wasilah kehidupan dan penerangan masyarakat manusia".
Rahbar mengatakan, "Keberadaan suci Nabi Muhammad Saw benar-benar adalah puncak alam keberadaan dan titik terbaik dunia. Al-Quran menyebut dirinya sebagai "cahaya". Dalam al-Quran ada ungkapan tentang al-Quran sendiri dan itu adalah "cahaya". Qad Jaakum Minallah Nuurun wa Kitaabun Mubiin. Al-Quran adalah cahaya. Dikutip dari istri Nabi Saw bahwa ada yang bertanya tentang Nabi Saw, ia menjawab, "Akhlaknya adalah al-Quran. Artinya, "Manifestasi al-Quran". Dengan demikian, Nabi Saw juga adalah cahaya. Karena cahaya adalah alat untuk menerangi dan alat untuk kehidupan manusia, maka Nabi Muhammad Saw adalah alat penerangan dan kehidupan masyarakat manusia."
Dengan mencermati perubahan yang terjadi di tengah masyarakat Islam hingga kini, sejauh itu umat Islam menjauh dari prinsip-prinsipnya, mereka terjebak perselisihan dan perpecahan. Dan ketika semakin menjauh dari prinsip dan keyakinannya, akan mengalami kemunduran dan pada waktu itu, karena mereka seperti satu tubuh yang saling berhubungan dan membentuk barisan yang kokoh di balik keyakinan dasar bersama, maka seukuran itu pula mereka meraih kemuliaan dan kekuatan. Hal ini membuat masalah urgensi persatuan semakin serius.
Ayatullah Khamenei dalam pertemuan ini menilai sebab berbagai musibah yang menimpa Dunia Islam, khususnya kondisi yang menyedihkan Palestina adalah kelemahan persatuan Islam. Rahbar menekankan bahwa terhapusnya Israel berarti terhapusnya rezim buatan Zionis, dan berkuasanya pemerintahan terpilih para pemilik asli Palestina baik dari Islam, Kristen maupun Yahudi.
Rahbar mengatakan, "Para musuh Islam, yang dipimpin Amerika Serikat menentang prinsip agama Islam dan semua negara Muslim. Senjata utama mereka di kawasan adalah infiltrasi di pusat-pusat sensitif dan pusat pengambilan keputusan, menciptakan perpecahan di antara bangsa-bangsa, dan mengajukan opsi menyerah di hadapan Amerika sebagai solusi masalah. Jalan keluar untuk menghadapi konspirasi ini adalah penyadaran dan perlawanan di jalan kebenaran."
Menurut pandangan Islam, membela umat Islam yang tertindas termasuk rakyat Palestina merupakan kewajiban setiap umat Islam dan kewajiban ini tidak terbatas pada etnis dan bangsa tertentu. Dengan demikian, semua negara dan bangsa Islam harus berpartisipasi aktif dalam melawan rezim Zionis Israel. Ayatullah Khamenei menilai musibah-musibah yang menimpa Dunia Islam termasuk pendudukan Palestina dan perang berdarah di Yaman, Asia Barat dan Afrika Utara diakibatkan oleh tidak adanya komitmen atas prinsip menghindari konflik, dan tidak adanya persatuan melawan musuh bersama. Menurut Rahbar, "Hari ini musibah terbesar Dunia Islam adalah pendudukan Palestina, sebuah bangsa yang terasing dari rumah dan tanah airnya sendiri."
Pemimpin Revolusi Islam menyinggung sikap jelas Imam Khomeini ra sejak awal kebangkita Islam dalam mengumumkan bahaya penyusupan, intervensi dan kezaliman Zionis menyampaikan sikap Republik Islam Iran dalam masalah Palestina sebagai sikap tegas dan prinsip. Rahbar mengatakan, "Sejak awal Revolusi Islam hingga hari ini kami tetap dengan sikap ini. Yakni, tanpa ada pertimbangan dan basa-basi telah membantu Palestina dan rakyat Palestina dan akan tetap membantu. Menurut kami ini adalah kewajiban semua dunia Islam." Rahbar menyebut masalah "hapus Israel" berarti penghancuran "rezim Zionis yang dipaksakan" dan rakyat Palestina baik Muslim, Kristen maupun Yahudi yang merupakan pemilik asli tanah air mereka, harus bisa memilih pemerintahannya sendiri, dan pihak asing, perusuh serta pengacau seperti Benjamin Netanyahu harus diusir, sehingga bangsa Palestina bisa mengelola negaranya sendiri, dan ini akan segera terwujud."
Ayatullah Khamenei menyebut kehadiran Amerika di kawasan menciptakan keburukan, kerusakan, kekacauan dan terbentuknya kelompok-kelompok seperti Daesh (ISIS). Seraya menekankan pentingnya bangsa-bangsa Muslim di kawasan untuk mengetahui wajah asli dan munafik Amerika, Rahbar mengatakan, "Senjata utama mereka di kawasan adalah infiltrasi di pusat-pusat sensitif dan pusat pengambilan keputusan, menciptakan perpecahan di antara bangsa-bangsa, dan mengajukan opsi menyerah di hadapan Amerika sebagai solusi masalah. Jalan keluar untuk menghadapi konspirasi ini adalah penyadaran dan perlawanan di jalan kebenaran."
Sayid Ibrahim Raisi, Ketua Mahkamah Agung menjadi pembicara kunci dalam penutupan Konferensi Internasional Persatuan Islam ke-33. Dalam Pidatonya, Sayid Raisi mengatakan bahwa konferensi ini berhasil diselenggarakan di balik perhatian Rasulullah Saw dan Imam Shadiq as. Menurutnya, "Kami berharap isu-isu yang telah dibahas benar-benar menjadi sumber berkah bagi dunia Islam dan persatuan di antara umat Islam."
Sementara Ayatullah Araki juga mengisyarakatkan pelaksanakan berbagai program di periode konferensi persatuan Islam kali ini dan menyebut mereka yang hadir dalam konferensi ini menunjukkan perhatian serius umat Islam dari segala penjuru dunia akan masalah persatuan Islam dan pembentukan umat yang satu.