Konflik Baghdad dengan Wilayah Kurdistan Irak

Rate this item
(0 votes)

Meningkatnya friksi antara Baghdad dan wilayah Kurdistan Irak terkait kawasan yang disengketakan telah memasuki pada tahap serius sehingga mendorong para pejabat senior politik dan bahkan para pemimpin agama di Irak mengambil langkah-langkah tertentu untuk meredam ketegangan tersebut.

Terkait hal itu, Ketua Parlemen Irak Osama Najafi berkunjung ke Arbil dan berdialog dengan pemimpin wilayah Kurdistan Irak MassoudBarzani untuk mencari solusi atas ketegangan antara pemerintah pusat dan wilayah semi-otonomi Kurdistan.

Dalam kunjungan tersebut, Osama Najafi menawarkan berbagai usulan untuk mengakhiri krisis yang semakin rumit. Salah satu tawaran terpentingnya adalah penarikan pasukan Peshmerga dan militer Irak dari berbagai wilayah yang menjadi sengketa. Ia juga menegaskan perlunya perundingan kedua pihak untuk menyelesaikan perselisihan yang ada. Hal itu seperti yang ditegaskan oleh Ketua Dewan Tinggi Revolusi IslamIrakSayidAmmar al-Hakim dan pemimpin sejumlah gerakan politik di Irak.

Kantor Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Sistani, Marji Besar Syiah Irak, dalam sebuah pernyataan, menuntut penyelesaian friksi antara Baghdad dan wilayah Kurdistan dengan cara damai dan dalam kerangka menjaga integritas Irak. Dalam statemen tersebut, Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki didesak untuk mencegah terjadinya bentrokan dan mereduksi ketegangan dengan tenang dan menahan diri.

Pekan lalu, perundingan antara Baghdad dan wilayah Kurdistan tentang wilayah yang disengketakan menemui jalan buntu sehingga meningkatkan ketegangan antarkedua belah pihak, bahkan masing-masing telah menempatkan pasukan di wilayah Tuz Khurmato. Pasukan Peshmerga siap siaga di wilayah sengketa seakan-akan tengah menyiapkan perang.

Pada dasarnya timbulnya konflik ini bukan sebuah taktik dalam rangka persaingan politik, tetapi merupakan upaya untuk menyulut konflik etnis dan friksi mengenai geografi di Irak yang diprovokasi oleh pihak tertentu melalui wilayah Kurdistan.

Setahun lalu ketika pengadilan Irak mengeluarkan surat penangkapan terhadap Tariq al-Hashimi, Wakil Presiden Irak yang menjadi buron pemerintah Baghdad atas dugaan terorisme, Massoud Barzani justru memberikan perlindungan kepada al-Hashimi di Kurdistan Irak dan membelanya.

Perlindungan beberapa bulan terhadap al-Hashimi di Kurdistan Irak mendasari perubahan dalam front politik di Irak. Kedekatan kubu List al-Iraqiya dengan pemerintah daerah Kurdistan dan dukungan Amerika Serikat, Turki dan sejumlah negara Arab kepada mereka, perlahan menyebabkan merenggangnya hubungan pemerintah Baghdad dan wilayah Kurdistan, bahkan al-Maliki telah memperingatkan langkah-langkah politik Barzani.

Namun semua itu bukan satu-satunya masalah politik antara Baghdad dan Arbil. Sebelumnya, kebijakan pemerintah daerah Kurdistan Irak yang menandatangani kontrak minyak dengan beberapa perusahaan asing dan memobilisasi serta mengorganisir pasukan Peshmerga telah memaksa pemerintahan al-Maliki mereaksinya. Baghdad menilai langkah pemerintah daerah Kurdistan tersebut bertentangan dengan konstitusi Irak.

Protes para pejabat Kurdistan terhadap pemerintah pusat terkait anggaran wilayah Kurdistan meningkat. Selain itu, selama enam bulan lalu, sikap-sikap Massoud Barzani dan upayanya untuk menyingkirkan al-Maliki telah menambah ketegangan dengan pemerintah Baghdad. Kebijakan Barzani yang mengambil keputusan terpisah dari Baghdad termasuk mengenai krisis Suriah mendapat dukungan penuh dari pemain-pemain utama penyokong oposisi Damaskus seperti Washington dan Ankara. Tampaknya kebijakan-kebijakan itu diambil dalam rangka memisahkan diri dari pemerintah Baghdad.

Di sisi lain, keputusan al-Maliki untuk mengerahkan pasukan Irak ke wilayah-wilayah yang disengketakan telah memicu kegeraman pemerintah daerah Kurdistan dan menyebut tindakan perdana menteri Irak itu sebagai langkah ilegal. Al-Maliki segera mereaksinya dengan mengatakan bahwa undang-undang Irak mengizinkan militer negara ini untuk dikerahkan ke semua wilayah di Irak.

Selain itu, kehadiran pasukan Irak di kawasan yang disengketakan dapat membantu menciptakan stabilitas keamanan dan mencegah bentrokan etnis serta memberantas teroris. Menanggapi pernyataan perdana menteri Irak, para pejabat wilayah Kurdistan mengklaim bahwa langkah al-Maliki itu didasarkan pada kepentingannya sendiri.

Menurut pandangan pemerintah daerah Kurdistan Irak, wilayah-wilayah tetangga Kurdistan dan di berbagai provinsi seperti Diyala, Kirkuk, Salahuddin dan Mosul terdapat kota-kota dan desa yang mayoritas penduduknya adalah Kurdi dan mereka terpisah dari Provinsi Kurdistan akibat kebijakan di masa pemerintahan rezim Bath Saddam. Arbil menilai sejumlah wilayah di berbagai provinsi tersebut bahkan kota-kota seperti Kirkuk dan Khanaqin harus digabungkan dengan wilayah Kurdistan.

Pemerintah Irak menilai tuntutan pemerintah daerah Kurdistan itu berlebihan dan menegaskan bahwa secara geografi tidak ada nama kota-kota tersebut dalam wilayah Kurdistan Irak dan kota-kota itu menjadi bagian dari wilayah pemerintah pusat. Dengan demikian, penempatan militer Irak di wilayah-wilayah yang disengketakan dapat dinilai sebagai upaya pemerintah Baghdad dalam menghadapi kebijakan provokatif wilayah Kurdistan. Selain itu, penduduk Kurdi di sejumlah wilayah yang disengketakan bukan penduduk mayoritas, namun penduduk Arab dan Turkmen yang justru mendominasi, sehingga pengerahan pasukan Irak juga sebagai upaya untuk mengantisipasi konflik etnis.

Gerakan politik Amerika Serikat yang berusaha mengobarkan konflik antara Baghdad dan Arbil menjadi perhatian tersendiri. Kunjungan terbaru Robert Stephen Beecroft, Duta Besar AS untuk Baghdad, ke wilayah Kurdistan Irak menjadi sorotan berbagai kalangan politisi. Ia menyatakan bahwa Washington siap bekerjasama dengan wilayah Kurdistan Irak dan Baghdad terkait wilayah-wilayah yang disengketakan. Statemen tersebut dianggap oleh para pengamat politik sebagai awal intervensi AS terhadap urusan internal Irak.

Di sisi lain, para pakar politik menilai pernyataan terbaru Perdana Menteri Pemerintah Daerah Kurdistan Irak Nechirvan Barzani, tentang perlunya pengiriman kembali pasukan Amerika ke Irak untuk ditempatkan di wilayah-wilayah yang disengketakan sebagai langkah untuk mendukung upaya intervensi AS tersebut.

Kini konflik antara Baghdad dan pemerintah daerah Kurdistan Irak telah sampai pada titik sensitif yaitu pada masalah geografi. Pandangan Arbil bahwa kota Kirkuk adalah milik Kurdi dan klaim mereka dalam mengontrol berbagai wilayah yang disengketakan menyebabkan kekhawatiran bagi kelompok-kelompok di Irak.

Jika kondisi ini terus berlanjut, maka Irak akan terancam dengan konflik internal yang berkepanjangan dan wilayah yang disengketakan akan berubah seperti api dalam sekam yang siap membakar Irak.

Read 2498 times