Tantangan Giorgio Napolitano di Peridoe Kedua Jabatan Presiden

Rate this item
(0 votes)

Giorgio Napolitano telah terpilih kembali sebagai presiden Italia mengakhiri kebuntuan politik selama dua bulan. Napolitano, 87 tahun, terpilih kembali setelah 1.007 anggota parlemen dan perwakilan daerah memilihnya di babak keenam pemungutan suara pada Sabtu (20/4). Ia dipilih setelah berhasil meraih suara 738 mendukung di parlemen.

"Saya merasa berkewajiban untuk menawarkan kesediaan saya seperti yang diminta," kata Napolitano dalam sebuah pernyataan. Ia menambahkan, saya tidak dapat menghindari tanggung jawab saya kepada bangsa. Napolitano diperkirakan akan membentuk pemerintahan koalisi untuk mengatasi krisis keuangan Italia.

Sebelumnya pada Sabtu, anggota parlemen Italia gagal memilih presiden di babak kelima pemungutan suara kemudian dilanjutkan ke babak keenam. Selama satu dekade terakhir,  Italia mengalami pertumbuhan ekonomi paling lambat di Zona Euro. Napolitano tercatat sebagai politikus pertama Italia yang menjabat presiden selama dua periode berturut-turut.

Di sisi lain, Napolitano di akhir masa jabatan periode pertamanya gagal mengakhiri kebuntuan politik di Italia khususnya terkait pembentukan pemerintah baru. Sejatinya kinerja tujuh tahun Napolitano adalah kegagalan dalam meyakinkan berbagai partai untuk menjalin aliansi final guna membentuk pemerintahan koalisi di periode paling sulit Italia.

Sejak akhir Februari, ketika pemilu di gelar di negara ini, hingga kini berbagai partai politik Italia belum mampu mencapai kesepakatan terkait pembentukan pemerintah baru. Yang ada di Italia adalah sebuah pemerintahan sementara di tengah badai krisis hutang dan resesi ekonomi.

Di antara tugas presiden Italia, memberi mandat kepada perdana menteri untuk membentuk pemerintah. Padahal Napolitano sendiri gagal melakukan tugas tersebut dalam pekan-pekan terakhir. Oleh karena itu, sepertinya terpilihnya kembali Napolitano sebagai presiden Italia berkat friksi yang bergolak di antara partai-partai negara ini.

Gerakan Lima Bintang (Five Star Movement/M5S) menunjuk Stefano Rodotà sebagai kandidat presiden. Romano Prodi yang mendapat dukungan dari Aliansi Sayap Kiri juga gagal meraih dukungan parlemen. Prodi sendiri mempunyai rival lain seperti kubu Mario Monti, M5S, dan kubu Silvio Berlusconi. Poin penting lain adalah kekalahan yang ia alami justru dari pihak sayap kiri sendiri yang tidak banyak memberi dukungan.

Pier Luigi Bersani termasuk pendukung Prodi. Kegagalan Prodi meraih dukungan di parlemen sama halnya dengan minimnya keberuntungan Bersani dalam meraih posisi perdana menteri. Di kondisi carut marut suara seperti ini, maka tetapnya jabatan presiden di tangan Napolitano dengan sendirinya dapat diprediksikan. Kosongnya jabatan presiden di pemerintahan Italia yang disebut King Maker atau pemain vital dalam menentukan ketua lembaga eksekutif membuat negara ini mustahil untuk keluar dari kebuntutan politik.

Oleh karena itu, anggota parlemen Italia setelah kegagalannya yang kelima dalam menentukan presiden dengan suara cukup akhirnya setuju dengan perpanjangan masa tugas Napolitano. 738 dari 1007 suara anggota parlemen mendukung Napolitano untuk melanjutkan jabatan presiden periode tujuh tahun kedua. Dengan demikian susunan peta politik di Italia masih tetap seperti sebelumnya dan tidak mengalami perubahan.

Berbagai partai dan kubu Italia mengharapkan adanya perubahan di salah satu lembaga tinggi negara ini, khususnya posisi presiden dengan harapan mampu memanfaatkannya demi kepentingan mereka. Namun sepertinya kubu-kubu tersebut akhirnya tidak bakal mampu saling berperang dalam menentukan presiden dan pembentukan kabinet dalam dua front berbeda.

Read 1804 times