Catatan Sang Kiyai: Tuhan, Masukkan Aku ke Surga dengan Rahmat-Mu

Rate this item
(0 votes)
Catatan Sang Kiyai: Tuhan, Masukkan Aku ke Surga dengan Rahmat-Mu

Oleh Ustad Miqdad Turkan

وسعت رحمتي كل شيئ

“Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu…”. QS. Al `Araf: 156

Konon ada seorang pria dari Bani Israel, meminta kepada Tuhan: “Ya Tuhan. Aku ingin beribadah kepada-Mu dengan ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh siapapun dari hamba-Mu selain para nabi.
Lalu Allah menyuruhnya keluar menuju pulau terpencil yang letaknya di tengah laut yang sangat jauh. Dengan senang hati, orang itu menuruti perintah Allah dan pergi menuju pulau seorang diri, tanpa anak, tanpa istri, tanpa keluarga dan tanpa siapapun. Dia berada di pulau itu selama 500 tahun hanya untuk beribadah kepada Allah.

Untuk memenuhi kebutuhan makan, Allah telah menumbuhkan pohon delima untuknya. Sehingga setiap kali merasa lapar, cukup dengan memetik buah delima tersebut untuk dimakannya.
Seluruh waktunya hanya digunakan untuk solat, ibadah, zikir, bertasbih dan merenung tentang kebesaran ciptaan-Nya.

Ketika sudah sampai 500 tahun beribadah, maka Allah mencabut nyawanya dan mati dalam keadaan suci tanpa sedikit pun dosa. Selama hidupnya tidak pernah makan harta orang lain, tidak pernah ghibah, tidak pernah makan riba, tidak pernah dengar musik, tidak pernah berzina, tidak pernah maksiat, dan tidak pernah memberi kesaksian palsu, apalagi menghujat sesama.

Lalu Allah bertanya: “Hai hamba-Ku, apakah kamu ingin masuk surga dengan amalmu ataukah dengan rahmat-Ku.

Dengan penuh keyakinan, sang hamba miskin ini menjawab, ‘Aku ingin masuk surga dengan amalku, Tuhan.”

Dia mengira bahwa ibadahnya selama lima ratus tahun itu mampu membuatnya masuk surga.
Allah mengulangi pertanyaan lagi.

“Apakah kamu ingin masuk surga dengan amalmu, ataukah dengan rahmat-Ku?”

Dengan tegas sang hamba menjawab: “Dengan amalku, wahai Tuhan.” Jawabnya mantap.

Allah menjawab: “Kalau begitu, Aku akan menghitung seberapa besar nilai nikmat yang telah Aku limpahkan kepadamu dengan nilai ibadah yang telah kamu lakukan untuk-Ku.”

Kemudia para Malaikat menimbang seluruh amal yang dilakukan hamba tersebut selama 500 tahun itu dan dibandingkan dengan nikmat Allah yang telah diterima selama hidupnya. Setelah dihitung, para malaikat memberikan catatan akhir kepada sang hamba. Sesuai catatan, ternyata seluruh ibadah selama 500 tahun itu tidak sebandiang dengan nikmat Allah kecuali satu, yaitu nikmat penglihatan. Sedang nikmat-nikmat lainnya, seprti hati, telinga, kehidupan, nafas, akal, hidayah dan lain-lainnya belum terhitung.

Kemudia Allah berkata kepada para malaikat: “Kalau begitu, masukkan dia ke dalam neraka-Ku.”

Mendengar keputusan itu, sang hamba menjerit dan menangis sambil memohon; “Ya Tuhanku, aku mohon kepada-Mu, masukkanlah aku ke dalam surga dengan rahmat-Mu.”

Setelah sang hamba mengakui kekurangannya, Allah kemudian menyeru para malaikat: “Masukkanlah dia ke dalam surga dengan rahmat-Ku.”

Kisah ini mengingatkan kita, bahwa teramat banyak nikmat Allah yang kita terima namun teramat sedikit ibadah serta kebaikan yang kita perbuat.

Jika kelak aku dimintai pertanggung jawaban atas nikmat-nikmat ini, kemudian seluruh perbuatanku diperlihatkan untuk dihisab, sungguh betapa malu dan hinanya aku di hadapan keagungan-Nya.

Ya Allah, jangan Engkau permalukan aku di hadapan para kekasih-Mu, dengan Engkau tampilkan seluruh amal dan perbuatanku di hari hisab nanti.

Oh Tuhan, dengan meminjam bahasa tuanku Ali as tatkala berdoa: “Ya Allah, perlakukanlah aku dengan rahmat-Mu dan jangan perlakukan aku dengan keadilan-Mu”, maka mohon kabulkanlah daku. Hanya rahmat dan kasih-Mu satu-satunya tumpuan harapanku.

Ya Rasulullah, engkau adalah rahmat Allah terbesar untuk jagad raya ini, maka ijinkan aku bertawassul denganmu menuju Allah Tuhanmu dan Tuhanku.

Ya Rasulullah, aku kan terus memanggil namamu dalam suka dan duka, dan tidak perduli apa kata Wahabi tentang aku.

Ya Rasulullah, adrikna!
Ya Rasulullah, aghistna!
Ya Rasulullah, isyfa’ lana indallah!
Syafa’atilah aku, kedua orang tuaku, keluargaku dan kawan-kawanku.

Read 1945 times