Perempuan adalah bagian dari masyarakat manusia yang tidak berbeda dari laki-laki dalam bidang iman dan kesempurnaan, bahkan terkadang mereka mencapai status yang orang lain harus mengambil pelajaran kesalehan, keberanian, keagamaan dan kerendahan hati dihadapan Tuhan.
Al-Quran dalam ajakan umum menyebutkan, "Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya ..." (QS. al-Nisa: 136). Al-Quran telah menggambarkan jalan menuju kesempurnaan sebagai kelanjutan perjalanan di jalur keimanan untuk setiap laki-laki dan perempuan dan membuat perumpamaan dari pribadi-pribadi ini agar menjadi pelajaran bagi masyarakat, sehingga menjadi jelas jalan untuk mendaki puncak keimanan bagi laki-laki dan perempuan. Hajar, istri Nabi Ibrahim as merupakan salah satu dari perempuan hebat ini.
Hajar bersama bayinya melakukan perjalan dengan Ibrahim as. Ia tenggelam dalam pikirannya membayangkan masa depan anaknya. Ketika tunggangan Ibrahim berhenti, ia mendekatinya dan bertanya, "Mengapa engkau berhenti di tengah gurun pasir ini?" Ibrahim menjawab, "Saya berkewajiban membawa engkau ke daerah ini." Hajar berkata, "Tapi di sini tidak tanda-tanda kehidupan. Bagaimana kami dapat berlindung dari cahaya matahari yang panas menyengat dan serangan binatang?"
Selintas Ibrahim as menangis akan nasib istrinya. Hajar melihat cahaya kecemasan di mata suaminya dan memeluk bayinya. Setelah itu, dengan suara bergetar yang menyakitkan hati Ibrahim, Hajar berkata, "Saat ini kami memiliki sedikit makanan, tapi hati kami penuh dengan harapan akan pertolongan Allah."
Ketika Nabi Ibrahim as meninggalkan istri dan anaknya di tempat itu, beliau mengangkat tangan ke arah langit dan berkata, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS. Ibrahim: 37)
Lukisan Hajar dan Ismail dalam karya François-Joseph Navez
Suara tangisan anak kecil memecah keheningan gurun pasir. Hajar tidak kuat mendengar tangisan anaknya. Dengan segera ia mendekapnya dan dengan cemas menatap ke bukit di depanya. Ia seakan melihat air jernih di rentang bukit itu. Hajar pun meletakkan anaknya di atas tanah dan bergerak cepat mencari air. Tetapi ketika ia sampai ke bukit itu, air tidak juga ditemukan. Hajar terduduk di atas batu di bukit itu dengan frustasi dan kecewa. Kali ini Hajar melihat di depan bukit itu ada air jernih. Tanpa mempedulikan dirinya, Hajar berlari ke arah air, tapi yang terjadi hanyalah fatamorgana. Tapi dari tempat pertama ia kembali melihat air, Hajar kembali berlari ke sana dan ke mari sehingga 7 kali untuk mencari air di bukit itu, tapi ia tidak kehilangan harapan akan pertolongan Allah.
Setelah berkali-kali berusaha tapi tidak membuahkanhasil, Hajar kembali menuju anaknya dengan keletihan dan lemah. Anaknya sudah tidak punya kekuatan lagi untuk menangis. Anaknya menghentak-hentakkan kakinya ke tanah. Tiba-tiba Hajar melihat tanah di bawah kaki anaknya lembab. Ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Hajar menutup kelopak matanya dengan kuat. Di benaknya, Hajar berpikir bahwa ini pasti fatamorgana lagi. Tapi tidak, yang terjadi adalah mukjizat.
Hajar kemudian menggali tanah lembab itu dengan jari-jarinya. Waktu itu kehidupan seperti muncul kembali. Air jernih dan sejuk keluar dari tanah. Segera saja Hajar mengambil air itu dan meminumkannya kepada anaknya. Badan Ismail menunjukkan kembali tanda-tanda kehidupan dan memunculkan kembali harapan di hati sang ibu. Hajar yang menyaksikan hasil dari kesabaran dan tawakl kepada Allah, segera bersujud dan bersyukur kepada Allah Swt. Setelah itu, ia sendiri meminum air tersebut. Hajar menatap Ismail dan berkata, "Betapa baiknya Allah menganugerahkan anak ini kepadaku."
Lukisan Hajar memberi minum Ismail air karya Charles Paul Landon
Hajar adalah perempuan teladan kesabaran dan harapan Bila hubungan Hajar terputus dengan Tuhan, ia tidak akan mampu menampilkan ketegarannya. Sudah pasti keputusasaan dan keletihan telah mengalahkannya. Benar, iman kepada Allah, yakin akan rahmat Allah dan harapan penuh kepada Allah menyebabkan semangat, ketegaran dan keteguhan ditiupkan ke dalam jiwa manusia. Tawakal Hajar yang tinggi kepada Allah sangat hebat! Karena setelah Ibrahim as meninggalkan dirinya dan anaknya, Hajar menerima untuk hidup di lembah itu bersama anaknya.
Harapan Hajar akan rahmat Allah juga luar biasa. Karena ia tidak pernah putus asa dalam berusaha, sehingga ia melihat di didekat rumah Allah, air keluar dari tanah yang berada di bawah kaki Ismail! Kekuatan ini, resistensi, ketegaran dan keteguhan hanya akan diraih manusia ketika memiliki iman kepada Allah Swt. Di dunia ini, tidak ada faktor selain iman kepada allah yang mampu memberikan manusia kekuatan, ketegaran dan resistensi.
Tak diragukan lagi bahwa kesabaran Hajar dan kemampuannya menanggung kesulitan di lembah di dekat gunung Abu Qubais berasal dari kejujuran dan keyakinan agama yang mendalam. Tawakal yang hakiki dan murni dari Hajar kepada Allah Swt menciptakan mukjizat dan rahmat ilahi baginya dan anaknya serta memberikannya kemampuan untuk menghadapi masalah lingkungan alam yang dikemudianhari menjadi pusat agung bagi tauhid di gurun pasir kering dan tanpa air itu. Hari ini, Ka'bah menjadi kerindungan jutaan umat Islam di atas bumi dan bergabung dengan nama Gajar dan Ismail. Makam Hajar berada di dekat Ka'bah dan menjadi tempat peziarah pecinta ilahi.
Gambar Hijir Ismail dan tempat pemakan Hajar di dekat Ka'bah
Banyak manusia yang berusaha dalam hidupnya, tapi Allah Swt memilih usaha perempuan saleh di lembah kering ini dan menjadikannya bagian dari manasik haji. Di sini Allah menunjukkan kepada manusia seberapa bernimainya usaha seseorang, sehingga Allah membesarkannya lalu menjadikannya bagian dari manasik haji. Sekalipun kita tidak mengetahui nilai usaha ini, tapi kita tahu bahwa pilihan ilahi selalu berdasarkan Sunnah Ilahi, aturan dan perhitungan. Kita tidak mengetahui Sunnah ini kecuali sangat sendikit.
Hajar sebelumnya adalah budak bermartabat, loyal, taat dan dipercaya yang diberikan raja Mesir kepada Sarah, istri Nabi Ibrahim as. Dalam sistem penilaian yang biasa dipakai, perempuan seperti ini tentu tidak punya tempat. Usahanya juga tidak akan diletakkan dalam prioritas, tapi Allah Swt memberikan penilaian lain. Penilaian Allah berbeda dengan cara manusia menilai. Itulah mengapat Allah memberi penghormatan kepada budak ini dan usahanya dijadikan bagian manasik haji.
Allah memberi perintah kepada para nabi dan wali-Nya untuk pergi menapaktilasi jalan yang dilakukan perempuan saleh dan layak ini. Mereka harus meletakkan kakinya di antara bukit Shafa dan Marwah seperti yang dilakukan Hajar. Semuan penghormatan dikarenakan seorang perempuan yang diuji Allah di sebuah lembah kering ribuan tahun lalu. Perempuan ini dalam usahanya selalu rela kepada Allah dan selalu berdoa meminta pertolongan-Nya. Sekalipun tidak ada yang menyaksikan usahanya, tapi Allah melihatnya dan mengijabahi doanya. Allah Swt memuliakan perempuan saleh ini dan membuat usahanya abadi agar manusia belajar bagaimana Allah memberikan nilai dan parameter kepada manusia. Parameter Allah adalah ketakwaan dan kehormatan sementara orang yang paling mulia adalah yang paling bertakwa.
(Video Sai di antara Shafa dan Marwah)
Sifat mulia lain Hajar adalah berserah diri dihadapan Allah. Ia bukan hanya taat kepada Nabi Allah untuk hidup jauh dari rumah, tapi benar-benar menaati kehendak Allah. Ketika Ibrahim as diperintah untuk mengorbankan anaknya, Ismail, setan pertama kali mendatangi ayah dan anak, tapi kemudian ia putus asa. Setelah itu ia mendatangi Hajar danberkata, "Ibrahim ingin mengorbankan anaknya." Hajar menjawabnya, "Pergilah! Jangan bicara yang tidak ada artinya. Ia mencintai anaknya dan mengasihinya." Setan berkata, "Ibrahim membayangkan itu merupakan perintah Allah." Hajar berkata, "Bila itu merupakan perintah Allah, maka harus berserah diri dihadapan perintah-Nya."