Rachel Woodlock: Tidak Ada Penyesalan Memeluk Islam!

Rate this item
(0 votes)

Ketika seorang wartawan bertanya apakah Anda kehilangan sesuatusetelah menjadi seorang muslim? Saya kesulitan untuk memberikan jawaban.  Saya dibesarkan dalam sebuah keluarga yang tidak menenggak minuman keras dan tampak dangkal untuk menyebut bacon goreng garing. Sekalipun demikian, tentu ada yang kehilangan. "Yang pastinya, ketika lelaki berada disekitar saya, sudah tentu saya tidak bisa mengenakan pakaian dan pergi berenang ditepi pantai."

 

Ketika suami saya John, yang berasal dari Ireland dan agak takutair, membaca wawancara bersama tiga wanita yang baru memeluk Islam, dia ketawa. "Ini tampak seperti anda seorang surfer," katanya dan menyebutkan saya tidak punya kesempatan menghabiskan waktu untuk berselancar; paling dekat saya kepantai selama bertahun-tahun hanyaberjalan melewati karung-karung dipenuhi dengan pasir di Bunnings.

 

Malah sebelum saya memeluk agama Islam, saya lebih senang untuk terjun kedalam air dengan berpakaian lengkap dari membiarkan tubuh saya dilihat oleh mata-mata mereka yang berada ditepi pantai. Syukur saat ini kita punya burqini, pakaian renang Islam dan pelindung lengkap UV.

 

Tetapi orang asing menganggap saya semacam pejuang karena mengambil agama yang melarang nativiti bermain di TK dan ham dengan sandwich di kantor dewan. "Mengapa Islam?" mereka bertanya, seolah-olah bertanya, "Apa yang menarik Anda kepada kopi harian?" Bahwa saya tidak memeluk Islam demi kawan saya ÔÇôseorang bekas Katolik, bekas spiritual tak menentu BahaiÔÇô yang lebih membingungkan mereka.

 

Saya sendiri dibesarkan dalam sebuah keluarga Bahai, agak aneh bagi satu keluarga kulit putih kelas menengah Australia pada tahun 70 dan 80-an. Orang tuasaya memeluk Bahai dan bertemu lewat agama kecil dan baru yang bermula pada abad ke 19 di Iran sebelum ia bercabang dan membuat logonya sendiri dan berbisnis alat tulis. Sebagai seorang tipikal Barat, kita tidak tahu sama sekali tentang agama kedua orang tua kita dan dari mana ia muncul.

 

Dengan itu, saya menemui Islam sendiri, dihari-hari tenang sebelum peristiwa 11 September, ketika tulisaIslam hanya terdapat di toko-toko buku jalan besar yaitu terjemahan Quran di bagian New Age bersebelahan dengan tawaran terbaru Dalai Lama dan buku-buku berkaitan kartu tarot dan astrologi. Saya mempelajari keindahan Islam sebelum ia dikaitkan dengan kehancuran Twin Towers.

 

Saya membeli Quran pertama saya di toko buku Theosophical Society. Sebuah buku besar, berwarna hijau dan berkulit keemasan; tulisan bahasa Arab penuh misterinya dijelaskan kepada orang non Arab lewat terjemahan bahasa Inggris dan catatan kaki yang luas. Ia masih merupakan Quran favorit saya, walaupun kini rak-rak saya dipenuhi dengan segala macam edisi dan terjemahan lain. Menyedut bau dupa lemah yang keluar dari halaman-halamannya segera mengingatkan saya kepada pertama kali menemukan janji Tuhan: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (2:186)

 

Saya juga mempunyai pengalaman pahit mendatangi Islam. Saya bertemu dengan seorang muslimah bernama Aishah, yang menggelar kelas pendidikan Islam mengajar aturan pemakaman yang rumit sehingga tafsir kitab suci. Saya menemukan selebaran tulisan tangan di hentian satu trem Brunswick suatu petang. Di selebaran itu tertulis 'Kelas untuk wanita' dilekatkan di jendela toko pakaian Muslimah. Saya menelepon dan menanyakan apakahsaya bisa ikut atau tidak. Saya tidak akan memeluk Islam, tetapi bolehkah saya mengikutinya? Jelas saya.

 

Aishah memeluk Islam pada tahun 70an setelah melakukan kunjungan ke Mesir, kabar angin menyebutkan dia anggota bagian wanita kelompok Ikhwanul Muslimin dan dengan sikap tegasnya, dia menakutkan saya. Saya duduk bersama sekitar enam orangwanita muda yang ingin belajar didalam kelasnya, dan belajar betapa tidak berterima kasih, menyingkap kebenaran, Islam menolak Kafir yang akan dilempar ke api neraka. Pendekatan teologikal fundamentalisnya tidak dapat saya terima, tetapi dialah satu-satunya yang mengajar mereka yang baru memeluk Islam untuk mengamalkan agama ini: bagaimana untuk salat, bagaimana untuk berpuasa, bagaimana untuk merasa bimbang terhadap saudara Anda yang non Muslim yang sudah pasti akan ke neraka.

 

Pendekatan yang lebih lembut datang dari seorang profesor  universitas agak santun. Saya sedang menamatkan degree dalam bidang musik dan para pelajar dibenarkan untuk mengambil bahasa asing sebagai tambahan. Dengan rasa ingin berlainan, saya masuk ke kantor administrasi dan meminta bahasa Arab. "Itu satu hal yang aneh," kata penasihat saya. "Biasanya penyanyi opera kami meminta bahasa Italia, Perancis atau Jerman. Saya tidak berpikir ada opera dalam bahasa Arab." Katanya, seperti aria Semit bisa muncul di otaknya, dia menambahkan, "Tetapi jika departemen bahasa membenarkan, anda bisa saja mengikutinya?"

 

Profesor yang mengajar adalah seorang warga Maldivia. Dia mengenalkan saya dengan peradaban Islam yang kaya ketika kerajaan Kristen dalam keadaan kesulitan pada Era Kegelapan. Berkenalan dengan rekan-rekan sekelas yang beragama Islam, saya dapati mereka semua menjalani kehidupan yang normal dan memiliki pribadi yang normal, walaupun sering kali mereka datang dari jauh sehingga saya kesulitan untuk mencarinya di peta. Sebagian agamis, sebagian tidak. Sebagian mengenakan kerudung, sebagian besar tidak.

 

Pelajaran ini berlangsungbeberapa tahun sebelum saya akhirnya memeluk Islam. Saya kemudian menikahdan pindah keluar negeri. Tetapi saya tidak pernah dapat meninggalkan rasa bahwa saya sebenarnya adalah seorang muslim. Sama seperti banyak pemeluk lain, saya tidak punya satupun momen transformatif, sebagai kesadaran gradual bahwa Islam adalah rumah spiritual saya.

 

Saya benar-benar merasa terengah ketika mulaimengenakan hijab. Saya senantiasa berpikir bahwa pakaian yang dikenakan oleh Muslimah ÔÇô longgar, labuh dengan kerudung sutera menutupi rambut mereka ÔÇô membuat mereka kelihatan begitu anggun dan feminin sekali. Sayangnya, kerudung dikepala saya lebih kelihatan seperti 'babushka' dari 'kecantikan Arab', tetapi sekurang-kurangnya ia menutupi gaya rambut dengan baik.

 

Seperti logat regional, jika anda lama berada bersama Muslim, anda akan dapat mengenal latarbelakang etnis mereka lewat warna dan cara mereka mengikat kerudung. Wanita muda Turki mengenakan kerudung sutera yang berpola berat dan dengan ikatan kukuh dikepala mereka. Perempuan Melayu mengenakankerudung mereka dibawah dagu, dan wanita dari Teluk mengenakan kelip dirambut mereka agar kerudung mereka tampak besar. Mereka yang memeluk Islam mengenakan berbagai gayadan mengajar mengenakan hijab di YouTube telah menjadi satu hal yang lumrah!

 

Memeluk Islam bukan seperti memakai warna berani mustard atau menandatangani kartu loyal toko ÔÇô ia membangkitkan emosi yang mendalam bagi orang disekitar Anda. Orang tua Anda ingin tahu apa yang terjadi, teman-teman berpikir bahwa Anda akan berhenti bersenang-senang, majikan anda berpikir harus melakukan perbuatan aneh agar tidak diklaim diskriminatif.

 

John, suami saya yang ramah melakukan semua yang diinginkannya. Dia tidak pernah makan sandwich ham atau babi goreng, maka dia tidak pernah merasa kehilangannya dalam kulkas kami. Kami meneruskan pernikahandengan bahagia, ketika anak perempuan lahir, kami memutuskan untuk mengenalkan kepadanya budaya Muslim dan Baha'i. Ketika dia sudah dewasa, dia bertanggungjawab untuk memilih agama yang dia senangi. Dia mengikuti kelas-kelas untuk anak-anak Baha'idan juga sekolah di penghujung minggu Islam. Secara jujur, dia paling senang menjadi bagian dari anak antaragama karena dia mendapat peluang untuk menerima hadiah.

 

Famili dan rekan-rekan saya agak terkejut ketika saya memeluk Islam, karena saya tidak pernah memberitahu mereka keinginan saya untuk memeluknya. Sekurang-kurangnya saya pikir mereka terkejut; ia bukanlah satu hal lumrah dalam perbincangan: Adakah harga strawberi telah menjadi mahal, dan saya pikir saya ingin menukar agama?

 

Reaksi paling tidak menyenangkan ialah dari seorang teman lama orang tuasaya, seorang tua komunitas yang amat dihormati. Saya hadir dalam sebuah pertemuan Bahai dengan John, dan ketika menghampiri petang, Aristu menarik saya ketepi dan bertanya mengapa saya memeluk Islam. "Kalau Anda di Iran, jika perkara sebaliknya berlaku, anda akan dibunuh." Katanya.Tampak dia senang menakutkan saya. Saya pulang kerumah sambil menangis. Saya kira Bahai yang cinta damai itu pun tidak dapat menangani murtad mereka dengan baik.

 

Quran menyebutkan: Adakah manusia itu mengira mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (29:2)Untuk orang seperti saya, reaksi negatif orang lain tampak begitu menyulitkan. Walaupun saya masih bernasib baik karena mempunyai keluarga dan teman-teman yang mendukung saya, satu-satu cara untuk mengatasinya segala pandangan negatif dari para politikus dan media pasca 11 September ialah dengan menumpukan perhatian saya kepada proyek-proyek yang mempromosikan relasi positif antaragama dan pendidikan. Saya ingin rekan-rekan Australia saya melihat sisi-sisi Islam dan Muslim yang saya kenali dan cintai.

 

Saya melibatkan diri di masjid; memberi ceramah di sekolah, gereja, sinagog dan siapa saja yang bertanya; saya juga menulis artikel tentang Islam dan Muslim dalam surat kabar; mengajar seminar buat anak-anak muda Muslim; dan menjadi pemimpin grup permainan di sekolah Islam lokal pada hujung minggu. Saya berharap inimembantu orang lain sama seperti ia telah membantu saya. Adakah saya menyesali kehidupan ini? Ya, tetapi memeluk Islam bukan salah satu darinya.

Read 2309 times