Salah satu hal yang selalu ada dalam diri manusia adalah kecenderungan untuk mencari Tuhan dan menyembahnya, karena dengan ibadah kepada Tuhan manusia sebenarnya berupaya meninggalkan wujud terbatasnya dan bergabung dengan hakikat yang tidak memiliki cacat, kekurangan, kefanaan dan keterbatasan.
William James, seorang filsuf Amerika dantokoh psikologi modern aliran pragmatisme, melakukan percobaan untuk mengukur jiwa manusia dari sisi kecenderungan spiritualitasnya. Hasil penelitian selama 40 tahun ini menunjukkan bahwa dalam wujud manusia terdapat serangkaian kecenderungan terhadap materi dan serangkaian kecenderungan yang lain tidak ada hubungannya dengan materi. Hal ini membuktikan adanya alam lain di mana rasa ini mengantarkan manusia ke alam lain itu. Inspirasi spiritual, fitrah untuk mencari Tuhan dan cinta akan kebaikan selalu ada dalam jiwa manusia, di mana mayoritas kecenderungan dan harapan manusia berasal dari luar alam materi.
Menurut James, jika kecenderungan manusia tidak dikembangkan dan diarahkan dengan benar maka manusia akan tersesat dan tentunya akan sangat merugikan baginya. Menyembah berhala, manusia dan materi lain serta ribuan penyembahan lainnya merupakan dampak dari penyimpangan terhadap kecenderungan suci manusia. Menurutnya, rasa ingin menyembah Tuhan yang biasanya diartikan sebagai rasa ingin beragama secara alami selalu ada dalam jiwa manusia.
Dalam kedalaman jiwa manusia terdapat kekuatan yang mendorong manusia untuk mencari Tuhan yang memberikan rasa aman dan ketenangan kepada manusia dan membantunya dalam menghadapi kesulitan serta menghilangkan segala bentuk kekhawatiran. Manusia ketika mengalami kebuntuan dan berbagai faktor materi tidak ada yang dapat membantunya maka secara alami akan mencari sumber kekuatan yang lebih besar yang mampu melepaskannya dari kebuntuan tersebut.
Dalam sejarah kehidupan manusia dan peninggalannya di berbagai gua dan gunung menunjukkan bahwa manusia sejak awal mempunyai rasa ingin mengabdi dan menyembah Tuhan. Mereka meyakini akan Keesaan Tuhan meski sebagian lainnya tergelincir ke dalam kebodohan sehingga mereka menyembah batu, kayu, matahari, binatang dan bahkan menyembah penguasa zalim.
AllamahMurtadha Mutahhari, seorang cendekiawan dan peneliti terkemuka Iran, mengatakan, studi terhadap peninggalan manusia di masa lampau menunjukkan bahwa penyembahan telah ada sejak manusia ada. Yang berbeda adalah bentuk ibadah dan siapa yang disembah. Para nabi diutus untuk membimbing fitrah manusia ke jalan yang benar. Allamah Mutahhari meyakini bahwa Anbiya diutus untuk mencegah manusia menyembah selain Tuhan Yang Maha Esa dan membimbing mereka kepada amal dan bentuk pengabdian yang terbaik.
Imam Ali as mengenai pengutusan Nabi Muhammad Saw, berkata, "Allah Swt mengutus Muhammad Saw untuk mengajak manusia meninggalkan penyembahan terhadap berhala dan kemudian menyembah Tuhan."
Max Muller, seorang teolog dan orientalis Jerman meyakini bahwa manusia sejak awal mengesakan Tuhan dan menyembah Tuhan yang sebenarnya dan penyembahan berhala, bulan, bintang dan lain sebagainya merupakan dampak dari penyimpangan selanjutnya.
Al-Quran menjelaskan bahwa sejarah penyembahan berhala terjadi sejak masa Nabi Nuh as, sebab pasca bencana badai di zaman itu semua orang musyrik dan penyembah berhala musnah dan setelah beberapa lama kemudian fitrah untuk menyembah Tuhan kembali diselewengkan oleh sebagian manusia dengan menyembah berhala dan benda-benda lainnya yang tidak ada manfaat bagi mereka, bahkan benda-benda tersebut dibuat oleh mereka sendiri.
Bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa manusia di masa lalu menyembah Tuhan dan bahkan percaya tentang hari kebangkitan. Orang yang meninggal dunia kemudian di kubur bersama barang-barang yang dicintainya karena diharapkan benda-benda itu menjadi bekal di dunia selanjutnya atau memumikan jasad manusia supaya tidak rusak merupakan salah satu bukti yang menunjukkan bahwa manusia di masa itu meyakini adanya kehidupan setelah kematian ini. Meski perbuatan itu salah dan penuh khurafat, namun hal itu menunjukkan kalau manusia di masa lalu meyakini adanya Sang Pencipta dan mengimani-Nya.
Agama-agama samawi menyebutkan bahwa wujud yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia serta wajib disembah adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia adalah sumber rahmat, keagungan, kekuatan, kesempurnaan dan keindahan yang tidak ada habisnya, di mana beribadah kepada-Nya akan menyambungkan manusia kepada sumber abadi dan tanpa akhir ini. Selain itu, hubungan dengan Tuhan mengantarkan manusia kepada kebebasan sejati dan di dalam hatinya tidak ada ketergantungan kepada selain-Nya.
Agama Islam mengajarkan kepada manusia bahwa penyembahan kepada selain Tuhan Yang Esa tidak akan memuaskan jiwa manusia dan tidak dapat mengantarkannya kepada kesempurnaan spiritual, namun justru menyebabkan terpenjaranya manusia dalam ketergantungan materi. Penghambaan akan terwujud jika terhubung dengan Tuhan Yang Maha Bijaksana dan melalui jalan ini jiwa manusia akan meraih kebebasan dan ketenangan.
Sahlal-Tustari, seorang Sufi besar, mengatakan, "Aku membeli seorang budak dan membawanya ke rumah. Aku bertanya kepadanya, "Namamu siapa?" Budak itu menjawab, "Sebutan apa saja yang engkau panggil kepadaku." Aku berkata, "Apa yang kamu makan?" Sang budak menjawab, "Makanan apa saja yang engkau berikan kepadaku." Kemudian aku bertanya, "Pakaian apa yang kamu pakai?" Budak tersebut menjawab, "Pakaian apa saja yang engkau berikan kepadaku." Lalu aku bertanya lagi, "Apa yang kamu inginkan? Sang budak menjawab bahwa apa yang engkau berikan maka aku terima. Ketika mendengar semua jawaban budaknya itu, Sahl berkata, "Mendengar jawaban budakku, aku menangis dari malam hingga pagi dan memohon ampun serta bermunajat kepada Allah Swt. Kepada diriku aku mengatakan, jika budak ini mengabdikan dirinya sedemikian rupa kepadaku mengapa aku tidak melakukan hal yang sama kepada Tuhanku."
Abu Ali al-Hussein Ibn Abdullah Ibn Sina, seorang dokter dan filsuf besar Iran meyakini bahwa rasa ingin mengabdikan diri kepada Tuhan harus mendorong manusia untuk mengenal Tuhan dan penciptanya terlebih dahulu. Ia mengatakan, "Manusia dalam kehidupannya harus mengenal Tuhan dan setelah mengenal-Nya ia akan memahami bahwa terdapat aturan yang adil dari Tuhan bagi kehidupan manusia. Selain itu, seorang hamba harus beribadah kepada Tuhan-nya dan ibadah itu diulang hingga manusia selalu ingat bahwa dirinya adalah seorang hamba yang mempunyai Tuhan. Ketika peringatan itu telah masuk ke dalam jiwa manusia dan iman terbentuk dalam dirinya maka iman itu akan menghalanginya untuk berbuat dosa."
Al-Quran dengan terang dan indah menjelaskan bahwa rasa penghambaan tidak terbatas pada manusia saja tetapi semua makhluk di dunia ini mengalaminya. Berbagai ayat al-Quran menjelaskan tentang ibadah makhluk selain manusia. Sebagai contohnya, dalam surat al-Isra ayat 44, Allah Swt berfirman,"Bertasbih kepada-Nyalangit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya. Dan tak adasuatu pun di antara semua makhluk melainkan bertasbih seraya memuji kepada-Nya tetapi kalian tidak mengertitasbih mereka(karena hal itu dilakukan bukan memakai bahasa kalian). Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun."
Dengan demikian tidak hanya manusia saja yang memiliki rasa pengabdian tetapi semua makhluk Tuhan di alam semesta ini. Meski demikian, terdapat berbedaan antara ibadah manusia dan ibadah makhluk lainnya. Manusia menyembah Tuhan dengan pengetahuan dan ihtiarnya. Manusia berdasarkan fitrahnya cenderung kepada kesempurnaan sehingga memahami keagungan dan keindahan Sang Pencipta kemudian menyembah-Nya dengan penuh antusias. Sementara makhluk lainnya tidak mempunyai pengetahuan seperti ini.
Amat disayangkan bahwa sebagian manusia tersesat dan menyembah makhluk lainnya bahkan menyembah setan dan menganggapnya sebagai wujud yang suci. Yang jelas rasa pengabdian dan penghambaan kepada Tuhan selalu ada dalam diri manusia dan tidak dapat diingkari. Will Durant, sejarawan terkenal Barat dalam bukunya yang berjudul "Sejarah Peradaban" menulis, tidak beragama adalah kasus langka dan sangat sedikit…agama adalah manifestasi yang mencakup manusia.
Ketika manusia memperhatikan kedalaman jiwanya maka ia akan melihat kebenaran dan mendengar panggilan yang mengajaknya menuju kepada Tuhan yang mempunyai kesempurnaan mutlak. Manusia ketika terhubung dengan Tuhan maka ia akan mendapat kesempurnaan dan cinta sejati.
Segelintir orang yang mengingkari fitrahnya untuk menyembah Tuhan pada dasarnya hanya dapat mengingkarinya secara lisan namun ketika mereka berhadapan dengan masalah besar dan menemui jalan buntu, mereka akan mencari sesuatu yang Maha Kuat dan mampu melindunginya serta membebaskannya dari masalah itu.