Islam dan Gaya Hidup (5)

Rate this item
(0 votes)
Islam dan Gaya Hidup (5)

 

Terdapat perbedaan besar antara budaya Islam dan Barat dalam memaknai kehidupan dan gaya hidup. Perbedaan ini bersumber dari pandangan dunia yang melandasi kedua budaya tersebut. Jelas sekali bahwa perbedaan persepsi ini berpengaruh pada pembahasan seputar gaya hidup dan baik-buruknya, serta perencanaan untuk memperbaiki metode kehidupan. Gaya hidup Islami dianggap sebuah tren karena mengkaji perilaku manusia dan disebut Islami karena tidak bisa dipisahkan dari pandangan individu dan masyarakat.

Pandangan dunia ilahi, sebagai dasar gaya hidup Islami, dibangun atas beberapa prinsip termasuk keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, percaya kepada Hari Kiamat dan percaya pada pengutusan para nabi untuk menuntun umat manusia menuju kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Prinsip tersebut sebenarnya merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan krusial bagi semua manusia yang berpengetahuan.

Kelompok pertanyaan ini meliputi; Siapakah pencipta alam ini? Apa yang diamksud dengan akhir kehidupan? Dan dengan cara apa kita bisa mengenal panduan ideal untuk hidup ini? Definisi kehidupan di dunia yang sesuai dengan pandangan dunia ilahi merupakan sebuah penafsiran yang komprehensif dan berpijak pada beberapa prinsip seperti, keimanan kepada perkara gaib (tidak tampak).

Perkara gaib mencakup banyak unsur seperti, Tuhan, malaikat, jin, ruh, alam barzakh, Hari Kiamat, surga dan neraka. Satu bagian dari semesta berupa alam materi dan lingkungan di sekitar kita seperti, bumi, langit, bintang-bintang, lautan dan lain-lain. Akan tetapi, bagian utama dari semesta berupa perkara gaib dan tersembunyi, dimana dari segi kuantitas tidak dapat dibandingkan dengan alam materi dan dari segi pengaruh juga memiliki perang yang sangat dominan.

Meskipun manusia biasa terlalu disibukkan dengan perkara materi dan tidak akrab dengan sisi lain semesta ini, tapi tidak ada keraguan tentang keberadaan perkara gaib. Penolakan atas perkara-perkara gaib telah melahirkan banyak kritik terhadap gaya hidup manusia.

Jika seseorang belum mampu menjawab pertanyaan seputar perkara gaib, tentu ia tidak bisa menumbuhkan keyakinan hakiki tentang Islam dalam dirinya dan berperilaku sesuai tuntunan agama. Perkara-perkara seperti, Tuhan, Hari Kiamat, surga, neraka, malaikat, setan dan ruh, merupakan unsur-unsur non-materi dan berada di luar lingkaran materi. Semua perkara tersebut adalah contoh dari unsur gaib. Manusia dalam hidupnya, dengan izin Tuhan, dapat menjamah beberapa perkara gaib dan sebagian yang lain, akan tampak dihadapan mereka sesudah kematian di alam barzakh atau di akhirat kelak.

Tuhan termasuk salah satu contoh perkara gaib dan Dia tidak bisa dilihat. Manusia mengetahui keberadaan-Nya dari tanda-tanda kekuasaan-Nya. Tanda-tanda itu banyak ditemukan di sekitar kita dan al-Quran juga menyebut sebagian dari tanda itu. Makhluk yang paling besa dan mikroba serta segala sesuatu yang ada di alam ini, merupakan tanda-tanda keberadaan Tuhan. Dalam pandangan dunia ilahi, keyakinan kepada tauhid dan semua hal yang berhubungan dengannya harus menyentuh semua aspek kehidupan. Oleh sebab itu, setiap model kehidupan belum tentu layak disebut kehidupan. Selama Tuhan belum menjadi muara atas semua perkara dalam hidup ini, maka maksiat dan kehinaan akan selalu tampak.

Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Saya lebih senang dengan kematian di jalan ketaatan kepada tuhan daripada kehidupan yang ternodai oleh maksiat kepada-Nya. Saya lebih mencintai kemiskinan di jalan ketaatan kepada tuhan daripada kekayaan dengan ketidakpatuhan kepada-Nya. Saya lebih suka ujian dan kesulitan di jalan Tuhan daripada kemudahan dan kesenangan di jalan maksiat kepada-Nya.” (Bihar al-Anwar, juz 81, hal 173). Imam Husein as juga lebih memilih mati dengan mulia ketimbang hidup dengan kehinaan.

Gaya hidup yang berpedoman pada tauhid memiliki makna bahwa hidup ini harus menjadi momen untuk menghambakan diri kepada Tuhan. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei mengatakan, “Tauhid tidak hanya sebuah teori filsafat dan pemikiran, tapi juga sebuah gaya hidup untuk manusia. Tuhan harus menjadi hakim dalam hidup, sementara kekuatan-kekuatan lain harus disingkirkan. Kalimat tauhid sebagai pesan utama rasul kita dan semua nabi, memiliki pengertian bahwa dalam hidup dan dalam memilih model kehidupan, kekuatan-kekuatan taghut dan syaitan jangan diberi ruang untuk intervensi. Jika tauhid terealisasi dalam kehidupan masyarakat, dunia mereka juga akan tertata; sebuah dunia untuk mengabdi kepada kesempurnaan dan keluhuran hakiki manusia. Jika kita meyakini tauhid, tapi tidak komitmen dengannya dalam bertindak dan tidak menunaikan ritual ibadah, maka perilaku kita belum bisa disebut tauhid dan orang yang mengimani perkara gaib, masih ada jurang pemisah antara ideologi dan tindakan kita.”

Prinsip lain pandangan dunia ilahi adalah percaya dengan hubungan antara dunia dan akhirat. Dalam pandangan dunia ilahi, kehidupan dunia ibarat ladang untuk bercocok tanam sehingga kita dapat memetik hasilnya di alam lain dan mengantarkan kita pada tujuan akhir. Imam Ali as berkata, “Wahai hamba Allah! Berusahalah di dunia yang singkat ini sebagai bekal untuk akhirat yang panjang masanya. Dunia adalah tempat untuk beramal dan akhirat adalah tempat untuk kekal dan menerima balasan.” (Usul al-Kafi, juz 8, hal 174)

Berkenaan dengan cara menjalani kehidupan di dunia ini, Imam Ali as dalam khutbah 133 Nahjul Balaghah, berkata, “Dunia semata-mata titik pandang orang buta. Ia tidak dapat melihat apa yang berada di baliknya. Sementara orang yang melek bisa menembus dunia dan mengetahui bahwa ada tempat di baliknya. Maka orang yang melihat akan pergi dari dunia, sedangkan orang buta berangkat menuju dunia. Orang yang melihat mencari bekal dari dunia, sedangkan orang buta mencari bekal untuk dunia.”

Sungguh orang yang buta adalah orang yang pandangannya tidak bisa menembus inti dunia. Dia sangat bergantung pada dunia karena ia adalah puncak tujuannya. Adapun orang yang melek, pandangannya mampu menembus inti dunia. Dia bisa melihat ada akhirat setelah dunia dan dia pun tidak bergantung padanya karena yakini pasti akan meninggalkannya.

Imam Ali as dalam khutbah tersebut menyinggung perbedaan dua gaya hidup yang bersumber dari dua ideologi yang berbeda. Pandangan yang menjadikan dunia ini sebagai tujuan, ia hanya akan berusaha untuk kehidupan singkat di dunia, sementara pandangan yang meyakini akhirat sebagai tujuan utama manusia, ia akan menjadikan dunia ini sebagai jembatan untuk mengumpulkan bekal menuju akhirat. Di sini, kita baru memahami bagaimana keyakinan berpengaruh pada gaya hidup manusia.

Dalam pandangan dunia Islami, pemanfaatan anugerah Tuhan sebatas kebutuhan selain tidak dilarang, tapi juga sebuah keharusan untuk kelangsungan hidup manusia. Namun, Islam mencela setiap ketergantungan pada dunia dan menjadikannya sebagai tujuan utama. Imam Ali as berkata, “Aku mewasiatkan kalian untuk berhati-hati dengan dunia, karena ia sangat lihai dalam menipu dan ketika para penyembah dunia mencapai angan-angan mereka, dunia tidak lebih tinggi dari yang digambarkan oleh Tuhan, “Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Nahjul al-Saadah, juz 3, hal 284)

Gaya hidup dalam Islam tentu saja tidak menistakan aspek kesejahteraan, tapi ia mengajak manusia untuk kehidupan yang lebih sehat dan lebih baik serta mengingatkan mereka untuk menjauhi kemewahan. Gaya hidup Islami memberikan optimisme dan motivasi dalam hidup. Kehidupan adalah sebuah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada kita. Kita harus mensyukurinya dengan memanfaatkannya dengan baik serta optimis dengan masa depan.

Dengan memperhatikan pandangan Islam tentang semesta, cobaan dan ujian tiak boleh menjadi individu Muslim pesimis dan berburuk sangka pada kehidupan. Pribadi Mukmin harus selalu mengingat pahala yang akan diterima karena menanggung cobaan dan senantiasa berharap pada rahmat Tuhan.

Read 854 times