Menurut Kantor Berita ABNA, dalam sejarah Jabir bin Abdullah al Anshari dikenal sebagai peziarah pertama yang berjalan kaki dari Madinah menuju Karbala khusus untuk memperingati hari Arbain di Haram Imam Husain as di Karbala Irak yang kemudian selama 1373 tahun tradisi tersebut dijaga dan diikuti oleh jutaan pecinta al Husain setiap tahunnya.
Selama bertahun-tahun ulama-ulama dan para wali-wali Allah SWT menekankan pentingnya dan besarnya keutamaan berziarah kemakam Imam Husain as pada hari Arbain yang dilakukan dengan berjalan kaki dari arah Najaf ke Karbala. Jabir bin Abdullah memulai tradisi ini dengan berziarah ke makam Imam Husain as pada tahun 61 H, tahun kesyahidan Imam Husain as. Tahun-tahun sebelumnya para Aimmah Maksumin as menegaskan keutamaannya dan tradisi tersebut terus berlangsung sepanjang pemerintahan rezim Bani Umayyah dan Abbasiyah.
Dari sebagian catatan sejarah disebutkan bahwa dimasa Syaikh Anshari (wafat tahun 1281 H) berjalan kaki menuju Karbala adalah tradisi masyarakat yang sangat masyhur. Namun sepeninggal beliau, tradisi tersebut pelan-pelan ditinggalkan masyarakat muslim sampai pada masa Syaikh Mirza Husain Nuri yang lewat upaya dan dakwahnya menghidupkan kembali tradisi tersebut. Ulama besar tersebut tercatat sebagai yang pertama kali berjalan kaki dari Najaf ke Karbala pada hari raya Idul Adha. Beliau bersama 30 orang murid dan sahabatnya menempuh perjalanan selama 3 hari untuk kemudian tiba di Karbala. Setelah melakukan perjalanan tersebut, beliau bertekad akan mengulanginya pada hari Arbain dan selanjutnya mentradisikannya setiap tahun sepanjang umurnya. Tahun 1319 H tercatat dalam rekaman sejarah sebagai perjalanan beliau yang terakhir dari Najaf ke Karbala dengan hanya berjalan kaki.
Sepeninggal beliau, tradisi berjalan kaki ke Karbala terus dijaga dan dihidupkan oleh para pecinta Ahlul Bait dan Imam Husain as. Bahkan tradisi berjalan kaki juga dilakukan oleh ulama-ulama Marja Taklid. Diantara ulama marja taklid besar dikalangan Syiah yang pernah melakukannya adalah Mirza Jawad Agha Malaki Tabrizi bahkan beliau telah berkali-kali melakukannya. Beliau mengenai besarnya keutamaan safar menuju Haram Imam Husain as di Karbala mengatakan, “Seorang muslim yang mengakui mencintai Ahlul Bait dan Imam Husain as utama baginya untuk berziarah ke makam Imam Husain pada hari Arbain (20 Safar) dengan berjalan kaki, hatta melakukannya hanya sekali seumur hidup. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Maksum as bahwa lima tanda-tanda orang beriman adalah, 15 raka’at shalat sehari semalam, ziarah Arbain, memakai cincin di jari kanan, meletakkan keningnya langsung diatas tanah ketika sujud dan melafazkan ucapan Bismillahirrahmanirahim dalam shalat-shalatnya.”
Ayatullah Makarim Syirazi juga semasa masih menjadi santri agama sepanjang tahun 1369 sampai 1370 H di Najaf telah dua kali dari Najaf berjalan kaki ke Karbala. Beliau berjalan kaki menyusuri sungai dengan kaki telanjang. Jarak yang ditempuhnya 20 kilometer lebih jauh dari jarak normal Najaf ke Karbala dan waktu yang dipergunakannya sekitar 3 hari untuk kemudian sampai di Haram Imam Husain as di Karbala.
“Kami dalam perjalanan menuju Karbala, senantiasa diminta mampir oleh setiap ahli kampung yang kami lewati. Mereka hendak menjadikan kami tamunya ketika tahu bahwa niat kami berjalan kaki ke Karbala untuk menziarahi makam Imam Husain as. Setiap kami memberi penolakan karena ingin segera tiba ditempat tujuan, ahli kampung itu seketika menunjukkan ekspresi kecewa dan sedih. Ini menunjukkan betapa mereka amat senang memberikan pengkhidmatan dan pelayanan terhadap mereka yang berjalan kaki menuju Karbala.” Kenang beliau.
Imam Ja’far Shadiq as mengenai pahala yang didapat mereka yang melakukan ziarah pada hari Arbain menyatakan, “Barangsiapa yang dengan berjalan kaki berziarah ke makam Imam Husain as, Allah SWT akan memberikan satu kebaikan pada setiap langkah kaki yang diayunkan, satu dosa darinya terhapus dan baginya satu derajat lebih tinggi. Selama dalam perjalanan tersebut, hak Allah SWT mengutus baginya dua malaikat yang hanya akan mencatat setiap kebaikan yang keluar dari mulutnya dan tidak mencatat apapun jika yang diucapkannya adalah hal yang buruk. Dan sewaktu kembali maka malaikat tersebut berkata kepadanya, “Wahai wali Allah, dosa-dosa kamu telah terampuni dan kamu telah termasuk dalam golongannya Allah, golongan Rasul-Nya dan golongan Ahlul Bait Nabi-Nya. Demi Allah, kamu tidak akan pernah melihat api neraka, dan api nerakapun tidak akan pernah melihatmu dan kamu tidak akan terperangkap di dalamnya.” (Kamil az Ziyarat hal. 134).
Dimasa rezim Saddam Husain yang menerapkan aturan tegas pelarangan berjalan kaki dari Najaf ke Karbala, tradisi Ziarah Arbain tersebut sempat terhenti. Meskipun tetap dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. Dan bagi yang ketahuan oleh tentara rezim Saddam maka baginya adalah hukuman mati. Namun setelah kejatuhan Saddam, tradisi ziarah Arbain dengan berjalan kaki kembali dilakukan secara terbuka dan terang-terangan. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, jumlah peziarah membludak menjadi jutaan orang. Hari-hari menjelang Arbain adalah hari yang penuh sesak oleh lautan manusia di jalan-jalan sepanjang Najaf ke Karbala. Assalamu ‘alaika ya Aba Abdillah.