Melaksanakan ibadah haji ke Baitullah merupakan salah satu ibadah yang wajib dan sangat penting untuk ditunaikan oleh setiap umat muslim, tak terkecuali para pengikut Ahlulbait a.s.
Sedemikian pentingnya ibadah tersebut, sehingga dalam tradisi Ahlulbait, dianjurkan bagi para pengikutnya untuk senantiasa menyelipkan doa agar diberikan kesempatan dan kemampuan memenuhi panggilan Allah Swt itu.
“Allahumma Ar-zuqniy hajja baytika al-haram fi ‘aami hadza wa fi kulli ‘aam.”
(Ya Allah, berikanlah kepada kami kesempatan untuk beribadah haji ke rumah-Mu yang mulia, pada tahun ini atau tahun-tahun berikutnya).
Demikian petikan doa yang dianjurkan untuk selalu dibaca, khususnya pada bulan Suci Ramadhan, baik di siang, malam, maupun selepas sahur dan setelah melaksanakan salat.
Di samping itu juga, para Ulama Syiah di dalam banyak kitab fatwa mereka menyebutkan, bagi seorang muslim yang telah memiliki kecukupan untuk melaksanakan haji, baik dari sisi kesehatan fisik dan kemampuan finansial, maka wajib baginya menunaikan ibadah tersebut. Apabila itu tidak ditunaikan, maka dia telah dihukumi berhutang, dan harus segera menunaikannya.
Adapun ketika pada akhirnya dia meninggal dunia sebelum berhaji, maka ahli waris wajib menyisihkan harta peninggalannya untuk dipergunakan sebagai pelaksanaan haji badal (pengganti) atas nama dirinya.
Hal serupa juga berlaku bagi mereka yang pada akhirnya jatuh miskin, mereka dihukumi berhutang, dan tetap harus berupaya melunasi hutang menunaikan ibadah haji tersebut.
Semua ini menggambarkan betapa ibadah haji itu, selain bersifat wajib, juga sangat penting. Oleh karena itu, selain memperbanyak doa, sangat disarankan pula bagi umat muslim untuk membuat program khusus agar bisa memiliki kemampuan menunaikannya.
Terakhir, penjelasan di atas juga sekaligus menampik berbagai tudingan tidak berdasar, yang dialamatkan kepada Madzhab Ahlulbait atau Syiah, yang dianggap tidak menempatkan ibadah haji sebagai ritual keagamaan yang penting.