1. Perhatian Terhadap Al-Quran dan Bertadabbur
Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei sejak muda telah mengakrabkan dirinya dengan al-Quran dan dalam setiap kesempatan yang tepat beliau berpesan kepada masyarakat, pejabat negara dan bangsa-bangsa lain untuk merujuk kepada al-Quran, mengakrabkan diri dengannya dan bertadabbur.
Rahbar menyebut tujuan Revolusi Islam adalah membentuk masyarakat qurani dan di bawah lindungan tujuan ini ruang masyarakat dan bahkan dunia dibimbing dengan al-Quran. Dari pidato-pidato beliau dapat dikumpulkan tahapan dan program untuk sampai kepada masyarakat qurani. Dalam pendahuluan singkat ini akan dijelaskan secara ringkas mengenai tahapan untuk mencapai masyarakat qurani.
Membaca Al-Quran
Langkah pertama, menguasai teks al-Quran. Setiap hari harus lebih banyak yang dibaca. Bila kita ingin mempelajari al-Quran, harus ada sejumlah orang yang berada di puncak. Sama seperti hal-hal lainnya, bila kita ingin olahraga dilakukan oleh semua orang, maka kalian harus menyiapkan para olahragawan top yang dapat disaksikan masyarakat. Bila kalian ingin mensosialisasikan al-Quran di rumah, di antara anak-anak, orang tua, laki-laki dan perempuan, maka sudah seharusnya menghormati para pemenang lomba baca al-Quran. Itulah mengapa kita harus menghormati para pembaca al-Quran. Mereka pembawa al-Quran dan memiliki posisi mulia. Lisan mereka mulia. Bibir dan hati mereka mulia. Karena akrab dengan al-Quran. Jiwa kita berkorban untuk al-Quran. Tapi tidak bisas berhenti di sini saja. (Acara Penutupan Musabaqah Tilawatul Quran Ke-15, 1/9/1377)
Kebiasaan dan pemikiran saya seperti ini. Saya ingin di tengah masyarakat kita harus ada gerakan untuk menyiapkan mimbar khusus bagi para pembaca al-Quran, sama seperti para khatib yang memiliki mimbar khusus. Para pembaca al-Quran juga harus memiliki mibar dan sebagai contoh ia pergi ke mimbar untuk membaca al-Quran selama setengah jam dan masyarakat bisa mendengar langsung kejernihan firman Allah darinya dan hati mereka bergetar, air mata bercucuran serta mendapat nasihat darinya. Setelah itu mereka berdiri dan meninggalkan tempat itu. Tapi yang terjadi saat ini kita masih menjadikan al-Quran sebagai pendahuluan sebuah khotbah, pidato dan orasi! (Pertemuan dengan Qari al-Quran; Sya'ban Abd Al-Azizi Shayyad dan Mahmoud Shiddiq al-Minsyawi, 22/1/1370)
Saya berkhotbah pada tahun 1351 hingga 1353 di Mashad. Saya berkhotbah sambil berdiri. Ketika selesai berbicara, saya duduk di atas lantai. Setelah itu kami menyiapkan kursi agar seorang qari duduk di situ membaca al-Quran... Saya mengatakan, "Khotbah saya merupakan pendahuluan dari pembacaan al-Quran."
Saya berbicara dalam kondisi berdiri, sementara kursi yang tinggi dan indah, seperti mimbar, kami siapkan agar qari al-Quran duduk di atasnya. Setelah khotbah saya berakhir, qari kemuaian membaca al-Quran. Ayat-ayat yang dibacakan adalah yang saya tafsirkan sebelumnya. Ini pemikiran saya. (Pertemuan dengan Qari al-Quran; Sya'ban Abd Al-Azizi Shayyad dan Mahmoud Shiddiq al-Minsyawi, 22/1/1370) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Bardashtha-ye Qurani; Bargerefteh az Bayanat Rahbar Moazzam Enghelab Eslami Jus Si Beh Zamimeh Soreh Mobarakeh Hamd, Beh Koshesh Barat Mohammad Hedayati Ba Hamkari Kazem Balouj va Mahdi Moradian, 1393, Mashad, Moasseseh Emam Sajjad as.