Arsitektur Iran dan Posisi Cahaya di Tempat-tampat Suci

Rate this item
(0 votes)
Arsitektur Iran dan Posisi Cahaya di Tempat-tampat Suci

Cahaya, pesona dan seni arsitektur saling berkaitan dan arsitek telah mengakui pentingnya cahaya dalam arsitektur selama beberapa tahun terakhir. Mereka telah menemukan metode cerdas untuk memanfaatkan cahaya di bangunan-bangunan.

Arsitek Iran dengan pemahamannya akan pentingnya cahaya dan pesona untuk membuat koordinasi dan keseragaman serta menambah pesona keindahan karya mereka, sangat mementingkan pencahayaan di gedung dan bangunan serta memanfaatkannya dengan berbagai metode.

Digelar pameran "Cahaya di tempat-tempat suci di Isfahan" yang mencakup karya seniman Iran dan Eropa di perpustakaan nasional Iran di Tehran. Pameran ini digelar untuk meningkatkan pemahaman budaya bersama antar negara. Di pameran ini dipajang 30 karya lukisan dari 10 seniman Iran dan Eropa. Lima pelukis dari Rumania, Ukraina, Republik Cheko, Kroasia dan Estonia serta pelukis Iran termasuk Abu Saeid Asadi, Hamid Norouzi, Baran Saadat, Zahra Shafie dan Ojan Shirozhan memamerkan karya mereka di pamerain ini. Karya-karya ini terbentuk selama sepuluh hari di Isfahan.

Cahaya termasuk fenomena yang senantiasa memainkan peran vital dan efektif di kehidupan manusia. Cahaya memainkan peran dalam keberlanjutan kehidupam makhluk hidup dan hal ini telah dipahami manusia sejak dahulu. Cahaya matahari salah satu cahaya tertinggi manifestasi cahaya alam. Oleh karena itu, di berbagai wilayah bumi, khususnya daerah beriklim dingin atau wilayah yang ekonominya bertumpu pada pertanian, cahaya sangat dihormati. Di berbagai agama, cahaya juga mendapat perhatian besar. Al-Quran surah al-Nur ayat 35 menyebutkan, "Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi."

Di sejumlah literatur kuno disebutkan bahwa alam terbentuk dari cahaya dan selama pergulatan anatara cahaya dan kegelapan, akhirnya  cahaya keluar sebagai pemenang. Bahkan para pujangga melalui imajinasinya menyebut cahaya sebagai pemenang di setiap medan dan menilainya sebagai sumber kehidupan dan optimisme. Semantara filsafat dan teks-teks Islam menyebutkan cahaya sebagai fenomena yang memiliki sumber non material dan simbol dari alam malakut.

Di era kuno, pencahayaan di gedung dan bangunan mayoritasnya memanfaatkan cahaya alami. Biasanya sebagain malam, sejumlah ruang di dalam rumah atau di luar kota dan desa diterangi dengan cahaya buatan dan dengan memanfaatkan cahaya lilin dan lentera.

Keterbatasan dan kesulitan menggunakan cahaya buatan di malam hari mendorong umat manusia sangat mementingkan cahaya alami dan memanfaatkan semaksimal mungkin. Oleh karena itu, mereka memanfaatkan cahaya bulan di malam hari dan di sejumlah bangunan khususnya perumahan dirancang ruang khusus terang bulan.

Arsitektur tradisional di Iran senantiasa dipengaruhi faktor-faktor iklim. Cahaya matahari merupakan faktor iklim berpengaruh yang terpenting bagi demografi perkotaan dan pembentukan bangunan tradisional. Mengingat posisi dan intensitas cahaya di empat musim Iran, telah mendorong koordinasi ruang dan pembentukan mekanisme yang tepat untuk mengontrol dan mengarahkan cahaya alami.

Hasilnya adalah ruang arsitek memiliki banyak unsur yang diciptakan untuk berinteraksi dengan cahaya. Solusi ini kini banyak dilupakan karena kemajuan teknologi dan ketergantungan besar pada teknologi canggih.

Di arsitektur Iran, para arsitek sangat memperhatikan dan memberikan kondisi yang terpat bagi observasi dan pengalaman keragaman alami cahaya dan penekanan terhadap keragaman ini sebagai solusi unsur arsitektur, volume cahaya, metode pemanfaatannya, mencegah masuknya cahaya yang mengganggu serta pencahayaan berbagai bagian bangunan.

Penggunaan luas cahaya baik fungsional, fisik atau spiritual di arsitektur tradisional Iran dimanfaatkan sangat bijak. Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa untuk setiap iklim digunakan metode khusus dari pencahayaan alami sesuai dengan kondisinya dan metode terdalam biasanya untuk iklim panas dan kering.

Di masa lalu, arsitek bangunan Iran di wilayah gurun, panas dan kering kebanyakan menggunakan sinar matahari. Sebagian rumah yang digunakan untuk musim dingin, mayoritasnya menghadap utara dan sinar matahari. Rumah seperti ini dinamakan rumah musim dingin sehingga di musim ini cahaya matahari lebih banyak masuk ke rumah dan dapat memanfaatkan panas lebih efisien.

Dengan demikian, untuk menghindari panas yang berlebihan dari cahaya matahai di musim panas, arsitek kuno Iran banyak melakukan inovasi. Misalnya merekan membangun sejumlah ruang di bagian selatan halaman yang membelakangi matahari dan ruang ini tidak panas di musim panas.

Selain itu, untuk mengontrol volume cahaya matahari yang masuk ke kamar, arsitek kuno Iran memanfaatkan kanopi lurus dan horisontal. Dinding dan permukaan lubang-lubang, jendela aras dan kaca warna warni kecil merupakan persiapan lain arsitektur Iran untuk mencegah masuknya cahaya dan panas berlebihan ke dalam bangunan di musim panas.

Unsur yang banyak dimanfaatkan arsitektur Iran untuk menahan cahaya dan sinar matahari memiliki beragam nama. Sebagian nama malah menjadi bagian dari sejarah peradaban kuno Iran.

Sementara itu, arsitektur agamis merupakan cabang penting arsitek Iran di era Safawiyah. Arsitektur ini masih dipengaruhi prinsip dan aturan arsitektur kuno Iran. Di metode Isfahan, prinsip pembangunan arsitektur besar ditetapkan pembangunan halaman pusat dan empat serambi di sekitar demi mencapai sebuah susunan yang sejati.

Menurut metode ini, prinsip utama adalah keluasan bangunan dan aturan lain bagi inovasi baru sangat dijaga ketat. Pengulangan elemen simetris seperti lengkungan tajam banyak ditemukan di karya arsitektur model Isfahan. Para arsitek di model bangunan ini sangat menjaga irama ruang penuh dan kosong di mana selain keindahan, juga keseimbangan akan terjaga. Misalnya ruang kosong di disini adalah kolam dan taman atau halaman yang diletakkan di antara bangunan.

Bangunan area yang luas menciptakan inovasi baru di ruang arsitektur gaya Isfahan. Di gaya ini, metode pencahayaan membuat mereka yang menyaksikan merasa takjub. Misalnya arsitektur Masjid Sheikh Lotfollah di Isfahan membuat sinar matahari baik disadari maupun tidak menjadi sedikit lemah serta menciptakan kondisi tenang.

 

Kubah Masjid Sheikh Lotfollah Isfahan
Masjid Sheikh Lotfollah salah satu karya arsitektur terindah di Iran. Masjid ini berdiri di sisi timur Lapangan Naghsh-i Jahan, Esfahan, Iran.

Masjid Sheikh Lotfollah dibangun pada masa Shah Abbas. Masjid ini didedikasikan untuk mertuanya, yaitu Sheikh Lotfollah, seorang ilmuwan dan guru agama terkemuka yang datang ke Isfahan atas perintah Shah 'Abbas, dan tinggal di tempat tersebut. 

Masjid yang anggun ini didekorasi dengan beberapa mosaik terbaik dari masa itu. pembangunannya membutuhkan waktu hampir 20 tahun. Ubin pucat pada kubah dapat berubah warna, mulai dari krim hingga merah muda, tergantung kondisi cahaya dan masjid yang tidak biasa karena tidak memiliki minaret atau halaman.

Terdapat gambar merak yang dilukis di tengah lantai di bawah kubah. Pada waktu tertentu sinar matahari akan meningkatkan ekor merak. Masjid ini juga disebut Masjid Wanita, karena rupanya ada terowongan antara masjid ini dan istana Ali Qapu, yang memungkinkan wanita  untuk menghadiri shalat tanpa terlihat di depan umum.

Pintu masuk utama masjid terletak di sisi timur halaman kecil. Struktur itu sendiri tidak sejajar lurus dengan dinding timur Square, namun terletak pada sudut (hampir 45 derajat) di dinding Square.  Pintu gerbang iwan dihiasi dengan ornamen dalam mosaik berwarna-warni. Ini dibangun sebagai daerah tersembunyi di dinding timur halaman.

Sebuah prasasti berwarna putih dengan latar belakang biru tua membentang horizontal di tiga sisi pintu gerbang. Di atasnya terdapat kubah, yang terdiri dari empat kelompok muqarnase yang terbuat dari unit ubin mengkilap kecil.

Pintu lengkung runcing terletak di bawah inskripsi dan diapit oleh dua panel mosaik arabesque bunga dengan motif berwarna kuning, putih, dan biru dengan latar belakang biru tua.  Bagian dalam terdapat ruang kubah untuk melihat mihrab. Disepanjang perjalanan menuju ruang utama akan dimandikan dengan cahaya yang tercermin pada revetment mengkilap.

Masjid Sheikh Lotfollah terdiri dari satu ruangan berkubah tunggal (19 meter di satu sisi), dikelilingi oleh ruangan (yang mungkin berfungsi sebagai area layanan) di sisinya, dan pintu gerbang yang menghadap ke alun-alun.

Dua kamar diakses dari koridor yang menyelimuti kubah berukuran 6 kali 9 meter. Satu ditemukan di sisi barat koridor, dan yang lainnya di sepanjang ujung dinding timur. Ruang ketiga terletak di bagian luar.

Secara keseluruhan masjid Sheikh Lotfollah berbentuk satu area persegi panjang dengan jarak 30 meter 30 dan area layanan empat persegi panjang tambahan terdiri dari sekitar 152 meter persegi.

Kubahnya adalah salah satu dari beberapa kubah single shell dari arsitektur Safavid dengan struktur yang terdiri dari tiga tingkat. Kubah interior akan memancarakan motif bunga saat terkena sinar matahari. Bagian luar kubah dihias dengan arabesque motif bunga putih, biru, dan hitam dengan latar belakang kuning.

Masjid Sheikh Lotfollah dipandang oleh sejarawan dan pengunjung sebagai salah satu proyek arsitektur terpenting yang dibangun di Lapangan Isfahan, yang terkenal dengan lokasi, skala, desain, dan ornamennya. Masjid ini merupakan contoh terbaik dari arsitektur dan karya ubin Iran pada abad ke-17. Keindahan kubahnya yang menjadi daya tarik utama dari masjid ini.

Salah satu karakteristik lain arsitektur gaya Isfahan adalah penempatan jendela kecil di atas setiap pintu masuk kamar. Jendela kecil ini fungsinya untuk penerangan dan keluar masuknya udara. Jendela kecil ini terkadang dari kayu dan ada pula yang dari tanah liat atau batu kapur.

Maksud dari cahaya ini mengalami perubahan dan penyempurnaan selama berabad-abad serta mampu memberi kualitas hidup bagi arsitektur Iran dan selama bertahun-tahun memberi arti khusus bagi arsitektur negara ini.

Read 1804 times