Masjid Hagia Sophia

Rate this item
(0 votes)
Masjid Hagia Sophia

 

Jumat 24 Juli 2020 setelah 86 tahun, suara azan kembali berkumandang dari pengeras suara di Masjid Hagia Sophia. Tak diragukan lagi, hati-hati yang rindu di sekitar masjid ini bergetar dan gembira ketika mendengar suara muadzin yang memberi berita bahwa tempat bersejarah ini kembali ke asalnya.

Setelah beberapa dekade, tempat ini kembali menjadi lokasi ibadah dan munajat para monoteisme. Poin penting yang patut diperhatikan di perubahan ini adalah sambutan luas warga Muslim dan penyelenggaraan ritual ibadah shalat Jumat di Masjid Hagia Sophia. Setelah pengumuman berita ini, berbagai masyarakat Turki di sekitar masjid ini bergembira dan saling mengucapkan selamat di jejaring sosial.

Masjid Hagia Sophia adalah mahakarya arsitektur dan tentu saja penting dalam periode Bizantium dan Ottoman. Hagia Sophia dibangun pada masa Kekaisaran Bizantium atas perintah istri Kaisar Justinian I, Theodora. 10.000 pekerja membangun dan menyelesaikannya selama 5 tahun di bawah pengawasan 100 profesor dan arsitek. Sebagai sebuah gereja, ini adalah salah satu situs bersejarah dan keagamaan paling indah di Istanbul.

Hagia Sophia
Hagia Sophia berarti kebijaksanaan suci. Ketika Konstantinopel ditaklukkan oleh pasukan Ottoman, gereja diubah menjadi masjid atas perintah raja Ottoman, dan menara ditambahkan ke masjid pada saat ini. Tempat ini telah direnovasi dan dibangun kembali berkali-kali selama bertahun-tahun. Salah satu perubahan ini dapat dilihat pada masa Kemal Ataturk. Atas usulan Ataturk, Masjid Hagia Sophia dijadikan museum di tahun 1934.

Karpet masjid dikumpulkan dan tablet bundar yang beruliskan Allah Swt, Nabi Muhammad (SAW), Khulafaur Rasyidin, Imam Hassan (AS) dan Imam Hussein (AS) diturunkan sehingga keadaan spiritual tempat ini akan menjadi suasana museum. Namun, ketika mereka mencoba untuk menghapus tablet untuk digunakan di masjid-masjid lain, mereka tidak dapat menghapusnya dari pintu Hagia Sophia karena ukurannya yang berlebihan. Mereka harus ditumpuk di atas segalanya dan disimpan di sudut. Beberapa waktu kemudian, pada tahun 1949, tablet-tablet ini sekali lagi menghiasi dinding Hagia Sophia.

Nasib Hagia Sophia terkait dengan sejarah politik Turki. Pandangan singkat tentang sejarah Turki mengungkapkan dua pandangan berbeda tentang agama di negara ini. Di era Ottoman, para kaisar berusaha untuk memerintah rakyat atas nama agama dengan menyebut diri mereka sebagai khalifah. Selama periode inilah Hagia Sophia menjadi masjid.

Dengan runtuhnya Kekaisaran Ottoman dan pembentukan Republik Turki pada tahun 1923, Mustafa Kemal Ataturk, pemimpin kemerdekaan Turki, berkuasa. Dia adalah pendukung sekularisme dan nasionalisme dan memulai perjuangan besar melawan agama dan orang-orang beragama. Atas perintahnya, pada tahun 1934, Hagia Sophia menjadi museum. Dan hari ini, beberapa dekade kemudian, kita menyaksikan transformasi Hagia Sophia menjadi masjid lagi.

Dapat dikatakan bahwa ini adalah semacam kegagalan sekularisme dan pendekatan ulang manusia terhadap spiritualitas dan agama. Dalam beberapa abad terakhir, pengabaian ilmu pengetahuan modern tentang aktivitas Tuhan dalam keberadaan dan objektifikasi dari semua hubungan keberadaan telah mendominasi pemikiran materialis. Tetapi sekarang tampaknya umat manusia sedang mencari yang hilang dalam menaati kembali kerohanian, dan para pengikut agama yang berbeda, apakah itu monoteis atau agama lain, semuanya mencari penyelamat.

Sekarang, terlepas dari institusi sekuler yang menekankan wacana Ataturk di Republik Turki, wacana ini tampaknya telah kehilangan tempatnya semula dalam masyarakat dan hanya slogan-slogannya yang tersisa di masyarakat Turki. Hari ini, kita menghadapi minat manusia yang luas dalam menghubungkan ke asal usul alam semesta, sebagai faktor yang paling meyakinkan dan membebaskan. Sebagai buntut dari krisis saat ini di dunia, manusia menjadi semakin sadar akan inefisiensi dan kelemahan pemikiran materialistis dan kembali ke panggilan sifat mereka.

Dari perspektif ini, kita menyaksikan fondasi pemikiran humanis yang goyah dan menurun di dunia sekuler. Manusia sadar betul bahwa pemikiran materialis tidak dapat memenuhi kebutuhan manusia yang sesungguhnya dan lebih merupakan sarana untuk memperbudak manusia pada kerangka kerja pemikiran ateistik yang busuk daripada sebagai sarana pembebasan manusia.


Saat ini, masyarakat dan bangsa telah mencapai kesadaran, penemuan diri, kepercayaan diri dan pandangan jauh ke depan, dan bertekad untuk mengembalikan agama ke dunia manusia dan kehidupan sosial, bukan dalam bahasa dan penampilan, dan mengikuti sekolah di mana rasionalitas adalah spiritualitas. Kekuatan dengan moralitas, pengetahuan dan ilmu yang berharga dengan aksi kolektif. Tidak diragukan lagi, dalam hal ini, agama Islam memiliki kapasitas tinggi untuk membimbing para pengikut dan para pencari kebenaran. Dasar agama ini adalah rasionalitas.

Jelas, sebuah agama yang membahas kecerdasan dan kebijaksanaan manusia, yakin akan legitimasi dan kebenarannya, dan semakin banyak sains yang tumbuh, semakin banyak ajarannya yang bersinar. Itulah sebabnya kita menyaksikan penyebaran Islam dan suara monoteisme di dunia. Mungkin dapat dikatakan bahwa anti-Islamisme dan Islamophobia yang sekarang dipimpin oleh kekuatan arogan adalah karena perhatian manusia dan pendekatan terhadap Islam.

Berita kontemplatif tentang pertumbuhan dan penyebaran Islam diterbitkan setiap hari. Baru-baru ini, berita tentang seorang politisi Belanda yang merupakan lawan setia dan propagandis ekstremis melawan Islam sadar dan bertobat serta kemudian memeluk agama Islam menarik perhatian media. Pada 4 Februari 2019, Joram van Klaveren, mantan anggota Partai Kebebasan sayap kanan di Belanda, mengumumkan bahwa ia lebih akrab dengan aspek-aspek positif agama ini ketika menulis buku anti-Islam. Dia begitu terpesona hingga akhirnya memeluk Islam dan mengubah topik bukunya.

Dalam beberapa bulan bahwa virus COVID-19 telah menantang semua temuan ilmiah dan teknologi dari manusia beradab dan menjerumuskan dunia ke dalam penyakit mematikan, ia telah mencari bantuan untuk menghilangkannya dari keyakinan pada Tuhan dan ajaran Islam. Dalam berita lain, kita membaca: Seorang pastor Jerman meminta imam sebuah masjid di salah satu kota di negara ini untuk mengumandangkan azan di gereja untuk membawa hati lebih dekat kepada Tuhan karena penyebaran virus Corona.

Sekaitan dengan ini sekitar 100 masjid di Jerman dan Belanda menyiarkan suara azan untuk meningkatkan semangan masyarakat dalam melawan wabah Corona.

Mengingat ajaran dan tuntunan berharga Islam untuk membantu orang lain, di papan iklan sanitasi Belanda juga ditulis ayat ke 32 Surah al-Maidah yang artinya “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”


Islam menyajikan gambaran yang jelas dan masuk akal tentang Tuhan, sehingga banyak orang yang menjadi Muslim menganggap penjelasan untuk masuk Islam sebagai penjelasan Islam dari tauhid. Sebuah situs berita yang berafiliasi dengan Gereja Kristen di Amerika Serikat mengaitkan konversi banyak orang Barat ke Islam sebagai hukum Islam yang rasional dan menarik: “Doktrin Islam itu sederhana dan logis; Semua orang percaya sama. (Islam) adalah agama yang praktis dan tidak menganggap posisi pastor lebih unggul... Faktor lain adalah bimbingan dan bukti keteraturan di dalamnya.

Semakin manusia berpikir dan berakal, maka kita akan menyaksikan bertambahnya keyakinan akan kekuasaan Tuhan dalam mengatur segala urusan di dunia. Hal telah memberi warna baru ke dunia. Dapat dikatakan bahwa kebangkitan spiritualisme dan religiusitas akan mengubah wajah dunia dan akan menghadapi modernisme yang ada dengan tantangan epistemologis dan ontologis yang mendalam.

Read 1411 times