Masjid-Masjid di Negeri Tirai Bambu

Rate this item
(0 votes)
Masjid-Masjid di Negeri Tirai Bambu

 

Sejak permulaan Islam, masjid sudah difungsikan sebagai tempat untuk ibadah, pengadilan, penyelesaian konflik, ruang diskusi publik, balai musyawarah, tempat pengumuman perang, dan pusat pemerintahan. Ia juga memainkan peran sebagai kantor untuk menerima delegasi politik, rumah untuk para musafir, dan balai untuk merawat orang-orang yang terluka dalam perang.

Di masa Rasulullah Saw, masjid juga berfungsi sebagai madrasah untuk mengajarkan pendidikan agama dan mendidik juru dakwah, yang kemudian dikirim ke berbagai wilayah. Masjid selalu ramai dikunjungi oleh kaum Muslim untuk berdiskusi seputar isu-isu baru dan masalah kontemporer. Peran masjid sebagai pusat kegiatan ilmiah semakin tersohor dengan digelarnya kegiatan debat dengan pengikut agama lain di tempat itu.

Rasulullah Saw dan kaum Muslim menggunakan masjid sebagai wadah interaksi dan kepedulian sosial. Rasul biasanya akan bertanya ketika ada warga yang tidak terlihat di masjid selama satu atau dua hari. Beliau dan para sahabat akan membantunya jika ia sedang kesusahan atau mengunjunginya jika ia sakit.

Kehadiran rutin kaum Muslim di masjid akan memperkuat semangat persaudaraan, kerjasama, dan jiwa gotong royong dalam diri mereka. Keyakinan agama telah mempererat tali ukhuwah dan menghapus sekat-sekat etnis, bahasa, warna kulit, dan kelas sosial.

Jadi, Rasulullah Saw tidak membatasi masjid hanya untuk shalat atau membaca al-Quran. Beliau menjadikannya sebagai pusat pemerintahan Islam dan segala urusan yang berhubungan dengan dunia dan akhirat kaum Muslim, kecuali jual-beli.

Sejarah Masjid di Negeri Tirai Bambu

Cina selama ini dikenal dengan bangunan-bangunan bersejarah dan Tembok Cina yang melegenda. Namun, populasi Muslim Cina yang mencapai 50 juta jiwa dengan 45 ribu masjid jarang menjadi sorotan publik.

Menurut sebuah versi sejarah, Islam mulai masuk ke Cina pada abad ke-7 Masehi yang dibawa oleh Sa'ad Ibn Abi Waqqas. Dia bersama tiga sahabat lainnya datang ke Cina dari Abyssinia yang sekarang dikenal dengan Ethiopia. Perjalanan Sa'ad dan sahabatnya ke Cina didukung oleh Raja Abyssinia. Setelah kunjungan pertama, Sa'ad pulang ke tanah Arab. Setelah 21 tahun di Arab, ia dan para sahabatnya kembali ke Cina.

Di Cina, Sa'ad Ibn Abi Waqqas diterima oleh salah seorang kaisar dari Dinasti Tang. Namun ajaran Islam tidak begitu saja diterima oleh sang kaisar. Setelah melalui proses penyelidikan dan dipandang sesuai dengan ajaran Konfusius, barulah kaisar memberi izin untuk menyebarkan Islam di kota Guangzhou, Cina.

Kaisar juga menyetujui pembangunan masjid pertama di kota Chang'an atau Xi'an, yang dikenal sebagai ibukota tertua dunia. Dengan demikian, 80 tahun setelah hijrah Nabi Saw, sebuah masjid berdiri di negara yang jaraknya mencapai lebih dari 8.000 kilometer dari kota Makkah, dan sekarang hampir 45 ribu masjid tersebar di Cina.   

Untuk mengenang jasa Sa'ad Ibn Abi Waqqas, sebuah masjid dibangun di pusat kota Kanton dengan nama Raudhah Abi Waqqash. Namun, versi lain mencatat bahwa Sa'ad meninggal dunia di lembah Aqiq, Madinah dan dimakamkan di pemakaman Baqi' pada tahun 55 Hijriyah. Jadi, ada kemungkinan bahwa nama pemimpin delegasi Islam yang datang ke Cina bernama Sa'ad dan penduduk setempat menganggapnya sebagai Sa'ad Ibn Abi Waqqas.

Masjid-masjid di Cina dibangun dengan mengadopsi bentuk dan gaya arsitektur di daerah itu dan bahkan mirip kelenteng dengan hiasan ornamen-ornamen Cina dan seni Islam. Para arsitek Muslim Cina awalnya meniru gaya bangunan kuil Budha dalam pembangunan masjid, tetapi mereka kemudian seutuhnya menyesuaikan dengan gaya arsitektur Islam.

Bentuk luar bangunan masjid kadang juga meniru arsitektur pagoda yaitu atap bertingkat dan tiang-tiang yang membentuk lingkaran serta ornamen yang beraneka warna. Cina kuno percaya bahwa bentuk bulat adalah simbol dari semesta-langit, sementara bentuk kubus adalah simbol dari dunia-bumi. Masyarakat Muslim Cina percaya bahwa Ka'bah dengan bentuk kubusnya adalah simbol dari hubungan langit dengan bumi.

Masjid-masjid di Cina tidak hanya menggabungkan arsitektur Islam dan Timur untuk menghadirkan sebuah lanskap baru dan menarik, tetapi juga mengkombinasikan nuansa Arab dan Cina.


Masjid Huaisheng

Masjid Huaisheng yang terletak di Guangzhou, Cina adalah salah satu masjid tertua di dunia dengan usia lebih dari 1.300 tahun. Masjid ini disebut telah ada pada masa Dinasti Tang atau pada tahun-tahun awal Dinasti Song. Ia dibangun pertama kali pada tahun 627 ketika Islam masuk ke Cina. Masjid mengalami renovasi pada 1350 dan kemudian dibangun ulang pada 1695 setelah hancur dalam sebuah kebakaran.

Kata Huaisheng bermakna “mengingat orang bijak atau pemula” yang dibangun sebagai penghormatan untuk Nabi Muhammad Saw. Masjid ini dikenal juga dengan nama Masjid Mercusuar, karena menaranya yang tinggi dipakai sebagai penunjuk arah oleh kapal-kapal di Sungai Zhujiang waktu itu.

Kompleks masjid mencakup area seluas sekitar 3.000 meter persegi dan membentang sepanjang sumbu utara-selatan. Gerbang masjid terbuat dari batu bata merah dengan atap berwarna hijau. Kompleks masjid terdiri dari koridor yang berbentuk “U”, di tengah-tengahnya terdapat halaman dengan menara besar di utara, sementara aula shalat terletak di bagian ujung tengahnya.

Aula shalat dibangun kembali pada tahun 1935. Sebuah serambi terbuka mengelilingi sisi utara, timur dan selatan dari ruang shalat. Ketika bangunan itu direnovasi, pintu masuk utamanya dipindahkan dari timur ke selatan aula sehingga langsung menghadap ke halaman selatannya.

Menara Masjid Huaisheng juga dipakai untuk mengumandangkan adzan dan mengamati kondisi cuaca ketika itu. Meski masjid ini mengalami beberapa kali renovasi, tetapi menaranya masih mempertahankan bentuk aslinya dan menjadi simbol sejarah Islam di Negeri Tirai Bambu.

Menara ini diyakini sebagai arsitektur Islam tertua yang ada di Cina. Ia memiliki ciri khas gaya arsitektur Arab dengan ujung runcing di bagian atas, dan tingginya mencapai sekitar 36 meter dengan pondasi sedalam 10 meter. Di masa lalu, suar yang terdapat di menara masjid ini dijadikan oleh para pelaut sebagai penanda bahwa mereka telah tiba di permulaan “jalur sutra maritim.”

Masjid Huaisheng juga memiliki tempat-tempat indah lainnya, seperti ruang pameran, sumur kuno dan taman yang indah. Pengunjung bisa melihat banyak peninggalan sejarah dan prasasti-prasasti kuno di masjid ini.

 

Masjid Niujie

Masjid Niujie adalah salah satu masjid yang paling penting dan tertua di Cina, yang terletak di kota Beijing. Masjid ini dibangun tahun 996 pada masa Kaisar Kangxi dari Dinasti Qing. Ia adalah masjid terbesar di Beijing dan merupakan tempat penting bagi umat Islam di ibukota Cina.

Masjid ini mengalami tiga kali renovasi pada tahun 1955, 1979 dan 1996. Masjid Niujie baru-baru ini juga mengalami renovasi dan peremajaan dengan anggaran 2,5 juta dolar.

Dengan usia lebih dari 1.000 tahun, Masjid Niujie memiliki 11 imam shalat dan menerima lebih dari 200 jamaah setiap harinya, jumlah ini bisa mencapai lebih dari 1.000 orang pada hari Jumat.

Eksterior bangunan masjid menggunakan gaya tradisional Cina dengan bahan kayu yang biasa dipakai pada waktu itu. Namun, interiornya mengadopsi dekorasi khas gaya Arab. Tidak ada sosok manusia atau hewan di antara hiasan dan dekorasi bangunan masjid, karena ini dianggap tabu dalam Islam.

Masjid ini menyimpan banyak peninggalan kuno, warisan budaya, dan prasasti penting seperti, Dekrit Kekaisaran yang dikeluarkan pada 1694 selama Dinasti Qing.

Kompleks masjid terletak di area seluas lebih dari 6.000 meter persegi, sementara area konstruksi mencapai 3.000 meter persegi. Aula utama masjid ini memiliki luas 600 meter persegi dengan daya tampung mencapai ribuan jamaah. Gerbang melengkung aula dihiasi dengan kaligrafi al-Quran dengan khat Kufi, yang jarang terlihat di Cina.

Setelah melewati pintu masuk, pengunjung akan menemukan sebuah menara berbentuk heksagonal dengan struktur dua lantai, tinggi 10 meter, dan bawah atap berlapis emas. Struktur ini awalnya difungsikan sebagai ruang penyimpanan naskah, dan selanjutnya untuk mengumandangkan adzan.

Ketika waktu shalat tiba, pengurus akan naik ke menara untuk membaca al-Quran yang diikuti dengan lantunan adzan. Bangunan ini juga disebut menara bulan karena digunakan oleh imam untuk mengamati posisi bulan untuk menentukan waktu puasa.

Masjid Niujie menawarkan pengunjung tidak hanya kesempatan untuk mengagumi sebuah bangunan yang benar-benar unik, tetapi juga kesempatan untuk memperluas pengetahuan mereka tentang Islam dan tempatnya dalam sejarah budaya Cina. 

Read 433 times