Masjid adalah tempat untuk bersujud dan meletakkan dahi di atas tanah sebagai lambang ketundukan mutlak di hadapan Allah Swt. Masjid bagi seorang Muslim adalah tempat untuk menyingkirkan keburukan akhlak, kesombongan dan egoisme, serta membebaskan diri dari belenggu hawa nafsu.
Masyarakat Muslim dibentuk atas dasar kerja sama, solidaritas, gotong royong, dan saling peduli. Oleh sebab itu, maslahat (sesuatu yang mendatangkan kebaikan, keselamatan, dan sebagainya) anggota masyarakat saling terkait satu sama lain. Ikatan persatuan dan persaudaraan ini terlihat jelas dalam barisan shalat di masjid-masjid. Mereka ibarat benteng yang kokoh di mana semua bertugas untuk melindungi satu sama lain dan saling membantu.
Masyarakat Muslim adalah sebuah komunitas yang saling terkait dan para anggotanya berasal dari satu tubuh. Baik dan buruk yang datang dari seorang anggotanya akan mempengaruhi anggota lain, dan untuk bisa selamat dari setiap badai, mereka harus memikul tanggung jawab timbal-balik dan rasa kepedulian sosial.
Setiap individu di masyarakat selain bertugas menjaga dirinya, juga bertanggung jawab di hadapan orang lain dan hidup senasib sepenanggungan; senang-susah ditanggung bersama.
Salah satu fungsi masjid adalah untuk memupuk kepedulian sosial dan mengatasi persoalan orang-orang yang tidak mampu. Rasa peduli dan jalinan kasih sayang di antara para jamaah akan dengan mudah terbentuk di masjid. Sejak permulaan Islam, masjid menjadi basis untuk perkumpulan sosial dan tempat memberikan pelayanan kepada sesama.
Di zaman Rasulullah Saw, orang miskin dan membutuhkan akan mendatangi masjid untuk memenuhi hajat mereka. Dikisahkan bahwa seorang fakir masuk ke masjid dan meminta-minta kepada orang yang ada di sana. Namun tak seorang pun memberikan sesuatu kepadanya. Waktu itu, Imam Ali as sedang melakukan shalat dan ketika sedang ruku', beliau memberikan cincin-nya kepada si fakir tersebut. Allah Swt kemudian menurunkan ayat 55 surat al-Maidah kepada Nabi Saw sebagai pujian atas perbuatan tersebut.
Secara prinsip, nilai-nilai Islami seperti bersedekah, berbuat baik, berifak, dan rela berkorban, semuanya bertujuan untuk menjaga semangat persaudaraan dan kasih sayang di antara orang-orang Muslim.
Islam menganggap usaha dan gerakan untuk mengentaskan kemiskinan dari masyarakat sebagai sebuah tugas sosial. Saat ini, salah satu program penting di masjid-masjid adalah membantu fakir-miskin, mengentaskan kemiskinan, dan memberdayakan masyarakat.
Bahkan ketika bencana alam datang, masjid selalu menyediakan tempat berteduh untuk masyarakat dan terdepan dalam menyalurkan bantuan kepada mereka. Masjid biasanya akan menjadi basis untuk menggalang bantuan sosial untuk disalurkan kepada orang-orang yang terdampak bencana.
Masjid juga dianggap sebagai pusat penting untuk penyebaran informasi Islam, karena ia adalah tempat kehidupan politik, sosial, budaya, dan keagamaan. Semua informasi yang berkaitan dengan isu-isu penting umat diumumkan di masjid dan hal ini juga untuk memastikan kontak langsung antara penyampai dan penerima pesan.
Ini dianggap sebagai salah satu cara yang paling efektif dan sukses dari dakwah dan penyampaian informasi. Adzan, misalnya, adalah informasi tentang waktu shalat dan pada saat yang sama juga merupakan sarana untuk dakwah Islam.
Sejarah Masjid Jami' Herat (The Great Mosque of Herat)
Masjid Jami' Herat adalah sebuah kombinasi lengkap dari sejarah, budaya, dan seni Afghanistan, dan dibangun dengan gaya arsitektur dari berbagai pemerintahan di sana. Menurut catatan sejarah, masjid ini dibangun di atas reruntuhan kuil para penyembah api (Zoroaster).
Ia merupakan salah satu masjid tua di Afganistan yang dibangun tahun 1200 Masehi atau 597 Hijriyah oleh penguasa Dinasti Ghurid, Ghiyath al-Din Muhammad, dan setelah kematiannya, pembangunan dilanjutkan oleh saudaranya Shihab al-Din. Masjid dengan kapasitas lebih dari 100 ribu jamaah ini dianggap sebagai mahakarya seni arsitektur Afghanistan dan salah satu kebanggaan negara itu.
Pada abad ke-13, Genghis Khan menjarah Provinsi Herat dan masjid itu hancur berantakan. Program renovasi kemudian dilakukan oleh para penguasa Kart pada 1306 M (706 H) dan sekali lagi setelah gempa dahsyat pada tahun 1364 M. Secara keseluruhan, pembangunan masjid ini melibatkan pemerintahan Dinasti Ghurid, Timurid, Safawi, Mughal, dan Uzbek.
Serangan teroris terjadi di Masjid Jami' Herat pada Agustus 2017.
Pada pertengahan abad ke-20, struktur Masjid Jami' Herat direkonstruksi dan diperluas sebagai bagian dari proyek perluasan kota. Masjid baru berbentuk persegi empat dengan empat iwan dan ruang berkubah di sekitar sebuah halaman. Dua menara besar mengapit iwan utama.
Hampir setiap bagian ditutupi ubin mosaik yang memukau dan diapit oleh ubin biru pirus. Ada lima pintu masuk sekunder di sepanjang dinding utara dan timur, termasuk sisa gerbang periode Ghurid di sudut tenggara kompleks masjid.
Dinding eksterior dan halamannya semuanya dihiasi dengan batu bata merah, yang dilapisi dengan plaster dan ubin warna biru dengan motif tumbuhan dan bunga. Sedangkan bangunan eksterior masjid sepenuhnya dipugar sebelum tahun 1970.
Saat ini kegiatan renovasi dan perbaikan bangunan bersejarah itu masih berlanjut. Warga Herat berkelakar bahwa pengerjaan Masjid Jami' Herat tidak ada habisnya dan jika suatu hari ini nanti renovasi masjid benar-benar selesai, maka hari kiamat sudah dekat!
Masjid Jami' Herat sama seperti masjid-masjid lain, bukan hanya sebagai tempat ibadah dan shalat, tetapi juga berfungsi sebagai madrasah dan pusat kegiatan agama di Afghanistan selama bertahun-tahun. Di masa lalu, para ulama dan sufi besar pernah mengajar atau belajar di madrasah tersebut, termasuk ahli tafsir dan sufi, Khwajah Abdullah Ansari yang populer dengan Pir Herat.