a.Kapan Syi’ah Muncul?
Syi’ah sebagai pengikut Ali bin Abi Thalib a.s. (imam pertama kaum Syi’ah) sudah muncul sejak Rasulullah SAWW masih hidup. Hal ini dapat dibuktikan dengan realita-realita berikut ini:
Pertama, ketika Rasulullah SAWW mendapat perintah dari Allah SWT untuk mengajak keluarga terdekatnya masuk Islam, ia berkata kepada mereka: “Barang siapa di antara kalian yang siap untuk mengikutiku, maka ia akan menjadi pengganti dan washiku setelah aku meninggal dunia”. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang bersedia untuk mengikutinya kecuali Ali a.s. Sangat tidak masuk akal jika seorang pemimpin pergerakan --di hari pertama ia memulai langkah-langkahnya--memperkenalkan penggantinya setelah ia wafat kepada orang lain dan tidak memperkenalkanya kepada para pengikutnya yang setia. Atau ia mengangkat seseorang untuk menjadi penggantinya, akan tetapi, di sepanjang masa aktifnya pergerakan tersebut ia tidak memberikan tugas sedikit pun kepada penggantinya dan memperlakukannya sebagaimana orang biasa. Keberatan-keberatan di atas adalah bukti kuat bahwa Imam Ali a.s. setelah diperkenalkan sebagai pengganti dan washi Rasulullah SAWW di hari pertama dakwah, memiliki misi yang tidak berbeda dengan missi Rasulullah SAWW dan orang yang mengikutinya berarti ia juga mengikuti Rasulullah SAWW.
Kedua, berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir yang dinukil oleh Ahlussunnah dan Syi’ah, Rasulullah SAWW pernah bersabda bahwa Imam Ali a.s. terjaga dari setiap dosa dan kesalahan, baik dalam ucapan maupun perilaku. Semua tindakan dan perilakunya sesuai dengan agama Islam dan ia adalah orang yang paling tahu tentang Islam.
Ketiga, Imam Ali a.s. adalah sosok figur yang telah berhasil menghidupkan Islam dengan pengorbanan-pengorbanan yang telah lakukannya. Seperti, ia pernah tidur di atas ranjang Rasulullah SAWW di malam peristiwa lailatul mabit ketika Rasulullah SAWW hendak berhijrah ke Madinah dan kepahlawannya di medan perang Badar, Uhud, Khandaq dan Khaibar. Seandainya pengorbanan-pengorbanan tersebut tidak pernah dilakukannya, niscaya Islam akan sirna di telan gelombang kebatilan.
Keempat, peristiwa Ghadir Khum adalah puncak keistimewaan yang dimiliki oleh Imam Ali a.s. Sebuah peristiwa --yang seandainya dapat direalisasikan sesuai dengan kehendak Rasulullah SAWW-- akan memberikan warna lain terhadap Islam.
Semua keistimewaan dan keistimewaan-keistimewaan lain yang diakui oleh Ahlussunnah bahwa semua itu hanya dimiliki oleh Imam Ali a.s. secara otomatis akan menjadikan sebagian pengikut Rasulullah SAWW yang memang mencintai kesempurnaan dan hakikat, akan mencintai Imam Ali a.s. dan lebih dari itu, akan menjadi pengikutnya. Dan tidak menutup kemungkinan bagi sebagian pengikutnya yang memang memendam rasa dengki di hati kepada Imam Ali a.s., untuk membencinya meskipun mereka melihat ia telah berjasa dalam mengembangkan dan menjaga Islam dari kesirnaan.