Saat ini jumlah populasi muslimin dunia tercatat mencapai satu setengah miliar jiwa atau sekitar 23 persen dari seluruh penduduk bumi. Umat Islam tersebar di lebih dari 120 negara, sementara di 35 negara, warga Muslim tercatat sebagai mayoritas sementara di sekitar 29 negara, umat Islam adalah warga minoritas yang berpengaruh. Di 28 negara, Islam ditetapkan sebagai agama resmi seperti di Republik Islam Iran, Mesir, Kuwait, Irak, Maroko, Pakistan dan Arab Saudi.
Dari seluruh negara di dunia, Indonesia menempati urutan teratas jumlah populasi Muslim terbanyak dengan lebih dari 200 juta jiwa , menyusul setelahnya Pakistan dengan lebih dari 170 juta jiwa dan India dengan 160 juta jiwa. Tempat keempat hingga keenam diduduki oleh Bangladesh, Mesir dan Nigeria. Sementara Iran, Turki, Aljazair dan Maroko berada di urutan berikut.
Berdasarkan data yang dihimpun tahun 1980, populasi umat Islam tercatat sebanyak 800 juta jiwa. Jumlah itu membengkak menjadi 1,3 miliar jiwa pada tahun 2004. Sejak tahun 1995, India tercatat sebagai negara dengan pertumbuhan warga Muslim paling pesat di dunia disusul kemudian oleh Pakistan, Indonesia, Nigeria dan Bangladesh. Perkembangan dan meningkatnya jumlah populasi Muslim di dunia khususnya di Eropa menjadi fenomena yang menarik perhatian para sosiolog. Fenomena ini ditanggapi oleh para pemimpin negara-negara Barat dengan sinis dan dianggap sebagai bahaya yang mengancam kepentingan mereka.
Peningkatan populasi umat Islam tidak bisa lepas dari kian membaiknya indeks kesehatan di negara-negara Islam yang disertai dengan menurunnya angka kematian bayi. Banyak pakar yang meyakini bahwa negara-negara Barat menutup mata dari membaiknya kondisi kesehatan dan kemajuan kedokteran di negara-negara Muslim sehingga mengaitkan pertumbuhan pesat populasi Muslim dunia dengan peningkatan angka kelahiran semata. Padahal, keberhasilan negara-negara Islam dalam menekan angka kematian bayi merupakan faktor yang sangat signifikan.
Dewasa ini ada dua pandangan dan analisa tentang demografi umat Islam di dunia yang menunjukkan bahwa masalah kependudukan, khususnya menyangkut umat Islam dipengaruhi oleh kondisi politik. Pandangan pertama melihat dari ketaatan dalam melaksanakan ibadah dan kewajiban beragama. Untuk itu, mereka yang digolongkan ke dalam komunitas Muslim hanya mereka yang melaksanakan shalat dan aktif dalam kegiatan agama. Sementara pandangan kedua dengan cakupanyang lebih luas adalah memasukkan kecenderungan budaya dan keagamaan, sehingga menyebut semua orang yang menerima Islam sebagai bagian dari komunitas Muslim. Tentunya jika parameter pertama yang menjadi ukuran, mayoritas umat Yahudi dan Kristen akan dikeluarkan dari kelompok agama mereka, karena sebagian besar tidak mengikuti ritual keagamaan yang mereka anut.
Pertumbuhan populasi umat Islam di dunia dianggap sebagai ancaman oleh sejumlah rezim Barat dengan mengesankannya sebagai revolusi populasi kependudukan dunia oleh umat Islam. Hal itu sengaja dilakukan sebagai upaya dari Islamophobia yang memang sedang digalakkan oleh Barat. Padahal dalam 30 tahun terakhir, keluarga Muslim cenderung menguragi jumlah anak yang tentunya berakibat pada menurunnya jumlah populasi umat. Tahun 1975 tercatat rata-rata keluarga Muslim memiliki 6,5 anak. Angka ini menurun menjadi 4 anak pada tahun 2004, bahkan di sejumlah negara Muslim penurunan terjadi lebih drastic menjadi 2,6 anak dalam setiap keluarga. Kondisi yang lebih parah terjadi di masyarakat Muslim di Indonesia, Aljazair dan negara-negara Asia tengah termasuk Rusia. Sementara kondisi di Turki dan Azerbaijan sama dengan kebanyakan masyarakat Eropa. Memang di sejumlah kawasan, mengingat peningkatan jumlah warga Muslim di wilayah yang berdekatan dengan kawasan non Muslim terjadi peningkatan yang signifikan akibat pertumbuhan internal atau imigrasi umat Islam dalam skala besar.
Timur Tengah, Eropa, Rusia dan India adalah kawasan di mana demograsi kependudukan sangat menentukan pergeseran kondisi sosial, politik dan budaya. Sebelum memasuki penjelasan masalah ini perlu dicermati unsur geopolitik dan hubungannya dengan benturan dan gesekan antar umat beragama di kawasan tersebut. Dengan demikian, besarnya jumlah populasi akan menentukan keunggulan satu kelompok. Misalnya, di Palestina, pertumbuhan polulasi warga Arab dibanding warga Yahudi sangat menentukan perimbangan kekuatan warga Palestina. Tahun 2004, di wilayah yang oleh Barat disebut Israel, jumlah populasi warga Arab mencapai satu juta 70 ribu jiwa atau sekitar 16 persen dari total warga Israel. Dari jumlah itu 450 ribu berusia di bawah 15 tahun. Pertumbuhan warga Arab dilihat dari angka kelahiran anak mencapai 3,4 persen sementara angka ini di kalangan warga Yahudi tidak lebih dari 1,4 pesen.
Masih tentang Palestina. Di wilayah otonomi jumlah populasi warga mencapai 3,5 juta jiwa. Di Gaza warga Palestina tercatat sebanyak 1,25 juta jiwa dengan pertumbuhan 4 persen. Tercatat, pertumbuhan populasi warga Palestina tiga kali lipat lebih besar dari pertumbuhan warga Yahudi. Di sela-sela masalah pengungsi Palestina yang belum juga tuntas, populasi warga Palestina lebih besar dua kali lipat dibanding warga Yahudi. Israel, yang mengklaim diri sebagai negara Yahudi di tengah lautan umat Islam hanya memiliki populasi 7,5 juta jiwa. Sementara, negara-negara yang bertetangga dengan Palestina pendudukan yaitu Negara-negar Arab-Islam yang terdiri dari Lebanon, Suriah, Jordania dan Mesir memiliki populasi penduduk lebih dari 100 juta jiwa. Israel semakin terjepit dengan menurunnya angka imigrasi warga Yahudi ke Palestina.
Yang lebih menarik adalah berkurangnya populasi warga Kristen di sejumlah negara Timur Timur Tengah seperti Mesir, Suriah, Lebanon dan Palestina. Tahun 1914, warga Kristen mencapai 26 persen populasi negara-negara ini. Namun data tahun 1995 angka itu menurun drastis menjadi 9,2 persen.
Kondisi yang terjadi di Rusia juga menarik perhatian para pemerhati. Pendataan yang dilakukan tahun 1989 menunjukkan bahwa populasi warga Muslim Rusia tercatat sebanyak 12 juta jiwa atau delapan persen dari total kependudukan negara itu. Sementara pada tahun 2002 dicatat peningkatan populasi warga Muslim menjadi lebih dari 14 juta jiwa. Seuumlah sumber tak resmi bahkan menyebutkan angka yang mencapai 20 juta jiwa. Tahun 2005, Ketua Dewan Mufti Rusia Ainuddin mengatakan bahwa jumlah warga Muslim di Rusia mencapai 23 juta jiwa. Diperkirakan bahwa salah satu faktornya adalah imigrasi warga Muslim dari negara-negara Muslim bekas Uni Soviet ke Rusia. Dengan demikian, Islam menempatkan diri sebagai agama mayoritas kedua di Rusia.
Data tahun 1991 menyebutkan adanya 300 masjid di Rusia. Jumlah ini meningkat menjadi delapan ribu masjid pada saat ini. Ketika Uni Soviet runtuh dan Republik Federasi Rusia terbentuk, tidak ada satipun pusat pendidikan agama Islam di sana. Namun kini minimal ada 50 sampai 60 sekolah Islam yang memberikan pendidikan agama kepada lebih dari lima ribu pelajar Muslim. Tahun 1991, hanya 40 warga Muslim Rusia yang menunaikan ibadah haji. Akan tetapi angka itu meningkat menjadi 13500 orang pada tahun 2005. Data tak resmi menyebutkan bahwa di ibukota Moskow terdapat 1,5 juta warga Muslim dengan enam masjid. Dengan demikian, Moskow menjadi ibukota Eropa dengan populasi jumlah warga Muslim terbesar. Sebagian kalangan bahkan memprediksikan bahwa kedepannya Rusia bakal menjadi negara dengan mayoritas penduduknya yang beragama Islam.