Kata-kata Amirul Mukminin menjelaskan kenyataan bahwa kesesatan kaum Khariji tidak disengaja melainkan karena pengaruh iblis. Mereka keliru menganggap salah sebagai benar lalu bersikeras padanya.
Jangan membunuh kaum Khariji sesudah saya,[1] karena orang yang mencari yang hak tetapi tidak menemukannya tidak sama dengan orang yang mencari kebatilan dan mendapatkannya (yang dimaksudnya adalah Mu’awiah dan kaumnya).
Sayid Radhi berkata: Yang dimaksud Amirul Mukminin ialah Mu’awiah dan orang-orangnya.
[1] Alasan menghentikan orang memerangi kaum Khariji ialah bahwa Amirul Mukminin jelas-jelas melihat bahwa sesudahnya wewenang dan kekuasaan akan jatuh ke tangan orang-orang yang tak tahu akan makna jihad yang sesungguhnya dan yang akan menggunakan pedang hanya untuk memelihara kekuasaannya. Dan ada orang yang bahkan melebihi kaum Khariji dalam mencerca dan mencemari Amirul Mukminin. Maka, orang-orang zalim tidak berhak memerangi orang yang salah.
Lagi pula, orang-orang yang dengan sengaja menempuh jalan batil tidak dapat diizinkan memerangi orang-orang yang salah karena kekeliruan. Jadi, kata-kata Amirul Mukminin menjelaskan kenyataan bahwa kesesatan kaum Khariji tidak disengaja melainkan karena pengaruh iblis. Mereka keliru menganggap salah sebagai benar lalu bersikeras padanya.
Pada sisi lain, posisi kesesatan Mu’awiah dan kalangannya lain; mereka menolak kebenaran dengan menyadari bahwa itu sebenarnya mcmang benar, dan mcnyukai kebatilan sebagai tata perilaku mereka dengan mengetahui sepenuhnya bahwa itu mcmang sebenarnya batil. Kesembronoan mereka dalam urusan keagamaan telah mencapai tahap yang tak dapat lagi dipandang sebagai akibat salah paham, tak dapat pula ditutupi dengan jubah kckeliruan penilaian. Karena, secara terang-terangan mereka melanggar batas-batas ketentuan agama dan tidak mempedulikan perintah Nabi (saw) tetapi mengikuti kehendak mereka sendiri.
Maka Ibn Abil Hadid menulis (dalam Syarh Nahjil Balaghah, V, h. 130), ketika sahabat Nabi, Abu ad-Darda’ melihat peralatan dari emas dan perak yang digunakan Mu’awiah, ia mengatakan bahwa ia telah mendengar Nabi berkata, “Orang yang minum dari wadah emas dan perak akan merasakan nyala api neraka dalam perutnya,” Mu’awiah mengatakan, “Saya tidak mclihat suatu kcburukan di dalamnya.”
Demikian pula, mengakui Ziyad ibn Abih sebagai saudara scayahnya mcnurut maunya sendiri merupakan suatu pengabaian total terhadap perintah Nabi; mencerca para anak cucu Nabi di mimbar, melanggar batas-batas syariat, menumpahkan darah orang-orang yang tak bersalah dan menempatkan diri di atas kaum Muslim (dengan mengaku Khalifah) adalah keji dan membuka jalan kepada kejahatan dan kekafiran; dengan scmua itu kita tak dapat mcngatributkannya sebagai salah paham. Mengatakan demikian sama saja dengan menutup mata terhadap kenyataan.